• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil estimasi model regresi linier berganda (multiple regression model) pada Tabel 16 di bawah ini ditemukan nilai Prob>F = 0.074, hal ini mengindikasikan bahwa model persamaan regresi secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.074. Selanjutnya dari Tabel 16 juga menunjukkan bahwa variabel produk domestik regional bruto (PDRB), fiskal gap (FGAP), penerimaan pajak tahun yang lalu (PJKDLAG) adalah faktor-faktor yang signifikan dan positif mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Hasil ini serupa dengan temuan Panjaitan (2006) di Sumatera Utara, namun tidak sama hasilnya dengan penelitian Pakasi (2005) di Sulawesi Utara. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Estimasi Perilaku Penerimaan Pajak Daerah

Variabel Parameter Estimasi

Standar

Error Prob>1

Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -8.345E7 35673151 0.0221 PDRB 0.005488 0.00159 0.0010 1.5050 3.3692 JKB 19.26116 17.3351 0.2703 0.1670 0.3738 FGAP 0.008173 0.00442 0.0688 -0.0078 -0.0175 PJKDLAG 0.55329 0.1001 <.0001 F-Hitung: 1.57, Prob>F: 0.0744, R2: 0.9831 Keterangan:

Untuk variabel dummy provinsi karena banyaknya provinsi yang dianalisis (25 Provinsi) maka mulai tabel di atas dan selanjutnya tidak ditulis di dalam tabel tapi dapat dilihat pada lampiran 2 tentang Hasil Estimasi Model Alokasi Dana Desa, Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah.

Dari hasil estimasi pada Tabel 16 diketahui bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0010 untuk PDRB, 0.2703 untuk JKB,

0.0688 untuk FGAP dan <.0001 untuk PJKDLAG. Sedangkan untuk variabel dummy provinsi parameter estimasi dan beda nyatanya dapat dilihat pada lampiran 2. Selanjutnya untuk R-Square sebesar 0.9831 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 98.31 persen variasi penerimaan pajak daerah (PJKD) dapat dijelaskan oleh variabel PDRB, JKB, FGAP dan PJKDLAG. Sedangkan sisanya atau sekitar 1.69 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model.

Dari Tabel 16 hasil estimasi perilaku penerimaan pajak daerah di atas, dapat interpretasikan juga bahwa dalam jangka pendek apabila PDRB meningkat 1 persen akan meningkatkan pajak daerah sebesar 1.5 persen. Sedangkan dalam jangka panjang apabila PDRB meningkat sebesar 1 persen akan meningkatkan pajak daerah sebesar 3.36 persen. Sebaliknya peningkatan 1 persen FGAP dalam jangka pendek akan menurunkan penerimaan pajak daerah sebesar 0.007 persen, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan FGAP sebesar 1 persen akan menurunkan 0.017 persen dari penerimaan pajak daerah.

Selanjutnya dari Tabel 16 di atas dapat diinterpretasikan juga bahwa peningkatan PDRB sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan pajak daerah 5,488 rupiah. Apabila Jumlah Kendaraan Bermotor meningkat 1 juta unit maka akan menaikkan penerimaan pajak sebesar 19,261,160 rupiah. Sedangkan kalau Fiskal Gap meningkat 1 juta rupiah maka akan terjadi juga peningkatan pajak daerah sebesar 8,173 rupiah Selanjutnya dapat diterangkan bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah tahun yang lalu meningkat 1 juta rupiah maka akan meningkatkan penerimaan pajak daerah sebesar 553,290 rupiah.

6.2.2.Retribusi Daerah

Perilaku retribusi daerah (RETD) secara signifikan dan positif dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto (PDRB) dan trend (T). Pengaruh positif dan signifikan dari variabel penjelas PDRB terhadap variabel retribusi daerah ini hasilnya serupa dengan temuan Mangasi (2006) di Sumatera Utara, namun tidak sama dengan penelitian Pakasi (2005) di Sulawesi Utara, Pudjiastuti (2007) di Bengkulu. Dari hasil perhitungan ditemukan nilai Prob>F = 0.0035, hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model persamaan regresi secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0035. Secara garis besar pengaruh variabel-variabel penjelas tersebut (PDRB, JKB, FGAP, T, dan RETDLAG) variasinya terhadap perilaku retribusi daerah dapat diperhatikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Estimasi Perilaku Penerimaan Retribusi Daerah Variabel Parameter Estimasi Standar Error Prob> │t│ Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -1.018E8 46093224 0.0305 PDRB 0.005734 0.00216 0.0098 1.5326 2.0222 JKB 7.312835 19.2681 0.7054 FGAP 0.002633 0.00436 0.5478 T 12198036 6051002 0.0477 RETDLAG 0.242122 0.1593 0.1331 F-Hitung: 2.32, Pr>F= 0.0035, R2 : 0.9878

Dari estimasi di atas, diketahui bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0098 untuk PDRB, 0.7054 untuk JKB, 0.5478 untuk FGAP, 0.0477 untuk T serta 0.1331 untuk RETDLAG. R-Square sebesar 0.9878 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 98.78 persen variasi penerimaan retribusi daerah (RETD) dapat dijelaskan oleh variabel PDRB, JKB, FGAP, T dan RETDLAG. Sedangkan sisanya atau sekitar 1.22 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model.

Dari Tabel 17 hasil estimasi perilaku penerimaan retribusi daerah di atas dapat diinterpretasikan juga dalam jangka pendek apabila PDRB meningkat 1 persen maka akan meningkatkan penerimaan retribusi daerah sebesar 1.53 persen, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan 1 persen PDRB akan meningkatkan penerimaan retribusi daerah sebesar 2.02 persen.

Selanjutnya apabila PDRB meningkat sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan retribusi daerah sebesar 5,734 rupiah dan terjadi peningkatan Trend Retribusi Daerah setiap tahun sebesar 12,198,036 rupiah.

6.2.3.Penerimaan Asli Daerah Lainnya

Perilaku variabel endogen penerimaan asli daerah lainnya (PADL) secara signifikan dan positif dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto (PDRB), dan pendapatan asli daerah lainnya tahun yang lalu (PADLLAG). Secara keseluruhan model yang ada secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level <.0001. Dari hasil estimasi pada Tabel 18 di bawah ini diketahui bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level <.0001 untuk PDRB, 0.3463 untuk POP serta 0.0052 untuk PADLLAG. R-Square sebesar 0.9628 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 96.28 persen variasi penerimaan asli daerah lainnya dapat dijelaskan oleh variabel PDRB, POP dan PADLLAG. Sedangkan sisanya atau sekitar 3.72 persen lagi

dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Secara lengkap hal ini dapat dilihat pada Tabel 18 tentang Hasil Estimasi Perilaku Penerimaan Asli Daerah Lainnya.

Tabel 18. Hasil Estimasi Perilaku Penerimaan Asli Daerah Lainnya Variabel Parameter Estimasi Standar Error Prob> │t│ Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 15619757 26309847 0.5546

PDRB 0.005133 0.000967 <.0001 1.6191 2.0911 JKB 7955.941 8392.1 0.3463

PADLLAG 0.225686 0.0783 0.0052 F-Hitung: 4.48, Pr>F = <.0001, R2 : 0.9628

Dari Tabel 18 diketahui bahwa angka elastisitas, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang dapat diinterpretasikan bahwa apabila PDRB meningkat 1 persen maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah lainnya (PADL) sebesar 1.61 persen. Selanjutnya dalam jangka panjang peningkatan 1 persen PDRB akan meningkatkan PADL sebesar 2.09 persen. Selanjutnya dari hasil estimasi perilaku penerimaan asli daerah lainnya dapat juga interpretasikan bahwa apabila PDRB meningkat 1 juta rupiah maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah lainnya sebesar 5,133 rupiah. Apabila pendapatan asli daerah lainnya tahun yang lalu meningkat 1 juta rupiah maka meningkatkan pendapatan asli daerah lainnya (PADL) sebesar 225,686 rupiah.

6.2.4.Dana Alokasi Umum

Perilaku variabel endogen dana alokasi umum (DAU) secara signifikan dan positif dipengaruhi oleh pengeluaran belanja pegawai (PLBPG) dan dana alokasi umum tahun yang lalu. Hasil serupa juga ditemukan oleh Mangasi (2006), di Sumatera Utara. Sedangkan dengan penelitian Pakasi (2005) di Sulawesi Utara, hasil penelitian ini serupa dalam hal pengaruh positif dan signifikan dari variabel dana alokai umum tahun yang lalu.

Dari hasil estimasi di bawah dapat diketahui bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.5493 untuk PDRB per kapita (YCAP), 0.0235 untuk PLBPG, 0.2460 untuk LSKAB, 0.3867 untuk JMKN dan <.0001 untuk DAULAG. R-Square sebesar 0.9939 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 99.39 persen variasi dana alokasi umum (DAU) dapat dijelaskan oleh variabel PDRB,

PLBPG, LSKAB, JMKN, dan DAULAG. Sedangkan sisanya atau sekitar 1.61 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Dari Tabel 19 hasil estimasi perilaku Dana Alokasi Umum dapat juga interpretasikan bahwa apabila PLBPG meningkat 1 juta rupiah maka akan meningkatkan dana alokasi umum sebesar 162,007 rupiah. Sedangkan bila dana alokasi umum tahun yang lalu meningkat 1 juta rupiah maka akan meningkatkan DAU sebesar 589,060 rupiah.

Secara keseluruhan model yang ada secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level <.0001. Secara lengkap hal ini dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Estimasi Perilaku Dana Alokasi Umum Variabel Parameter

Estimasi

Standar

Error Prob> │t│

Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 4.5932E8 3.2277E9 0.8872

YCAP -30.1507 50.1081 0.5493 -0.0436 -0.1061 PLBPG 0.162007 0.0699 0.0235 0.1027 0.2498 LSKAB 11638.69 9948.1 0.2460 0.1499 0.3649 JMKN 429917.9 493607 0.3867 0.1117 0.2717 DAULAG 0.58906 0.0426 <.0001 F-Hitung: 11.85, Pr>F = <.0001, R2 : 0.9939

Selanjutnya dari angka elastisitas dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek peningkatan jumlah pegawai sebesar 1 persen akan meningkatkan alokasi DAU sebesar 0.10 persen, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan 1 persen jumlah pegawai akan meningkatkan alokasi DAU sebesar 0.24 persen.

6.2.5.Dana Bagi Hasil

Perilaku variabel endogen dana bagi hasil (DBH) secara signifikan dan positip dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto (PDRB), upah minimum provinsi (UMP), dan luas kabupaten (LSKAB). Secara keseluruhan model yang ada secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level <.0001. Dari hasil estimasi pada Tabel 20 dapat diketahui bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0186 untuk PDRB, 0.0783 untuk UMP, 0.0210 untuk LSKAB, dan 0.1630 untuk DBHLAG. R-Square sebesar 0.9718 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 97.18 persen variasi dana bagi hasil (DBH) dapat dijelaskan oleh variabel PDRB, UMP, LSKAB, dan DBHLAG. Sedangkan sisanya atau sekitar 2.82 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model.Secara lengkap hal ini dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini:

Tabel 20. Hasil Estimasi Perilaku Dana Bagi Hasil Variabel Parameter Estimasi Standar Error Prob> │t│ Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -9.368E9 3.9811E9 0.0214

PDRB 0.025743 0.0107 0.0186 0.8659 0.9898

UMP 730776.8 409095 0.0783 0.3125 0.3573

LSKAB 30644.75 12980.4 0.0210 1.1794 1.3482

DBHLAG 0.125218 0.0888 0.1630 F-Hitung: 5.04, Pr>F = <.0001, R2 : 0.9718

Dari Tabel 20 hasil estimasi perilaku dana bagi hasil (DBH) dapat juga diinterpretasikan bahwa apabila PDRB meningkat 1 juta rupiah maka akan meningkatkan dana bagi hasil sebesar 25,743 rupiah. Apabila upah minimum provinsi (UMP) per tenaga kerja per bulan meningkat 1 juta rupiah maka meningkatkan DBH sebesar 730.78 milyar rupiah per tahun. Selanjutnya bila luas Kabupaten/Kota meningkat 1 km2 maka akan meningkatkan dana bagi hasil sebesar 30,644,000 rupiah.

6.2.6.Pengeluaran Pertanian

Hasil estimasi model regresi linier berganda (multiple regression model) pada Tabel 21 di bawah ini menunjukkan bahwa variabel jumlah desa (TDES), adalah faktor yang signifikan dan positip mempengaruhi Pengeluaran Pertanian (PLTANI). Dari hasil perhitungan Pr>F = 0.0054, artinya secara statistik dapat diartikan bahwa secara keseluruhan model yang ada berbeda nyata dengan nol pada level 0.0054. Dari hasil estimasi Tabel 21 diketahui bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.1749 untuk total penerimaan daerah (TPD), 0.1878 untuk pertumbuhan ekonomi (GROWTH), 0.0635 untuk jumlah Desa (TDES). R-Square sebesar 0.6899 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 68.99 persen variasi pengeluaran pertanian (PLTANI) dapat dijelaskan oleh variabel total penerimaan daerah (TPD), pertumbuhan ekonomi (GROWTH) dan jumlah desa (TDES). Sedangkan sisanya atau sekitar 31.01 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Selanjutnya dapat diinterpretasikan bahwa apabila jumlah desa (TDES) meningkat 1 desa maka akan meningkatkan pengeluaran pertanian (PLTANI) sebesar 300,512.9 rupiah. Selanjutnya dari hasil perhitungan angka elastisitas dapat diketahui bahwa dalam jangka pendek peningkatan 1 persen jumlah desa (TDES) akan meningkatkan 2.018 persen pengeluaran pertanian (PLTANI). Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 tentang Hasil Estimasi Perilaku Pengeluaran Pertanian di bawah ini:

Tabel 21. Hasil Estimasi Perilaku Pengeluaran Pertanian Variabel Parameter Estimasi Standar Error Prob> │t│ Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -4.877E8 4.4983E8 0.2819

TPD 0.009265 0.00676 0.1749 0.2537 GROWTH 6745433 5072290 0.1878 0.1017 TDES 300512.9 159466 0.0635 2.0185 F-Hitung: 2.20, Pr>F = 0.0054, R2 : 0.6899

6.2.7.Pengeluaran Infrastruktur

Hasil estimasi model regresi linier berganda (multiple regression model) pada Tabel 22 di bawah menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel yang signifikan dengan derajad kepercayaan 5 persen dan 10 persen yang mempengaruhi perilaku Pengeluaran Infrastruktur. Namun demikian secara ekonomi, dapat dilihat bahwa tanda atau arah total penerimaan daerah dan pertumbuhan ekonomi sudah benar yaitu berpengaruh positif terhadap pengeluaran infrastruktur.

Hasil estimasi di bawah ini menunjukkan pula bahwa explanatory variable secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.2547 untuk TPD, dan 0.7374 untuk Growth. R-Square sebesar 0.8120 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 81.20 persen variasi pengeluaran infrastruktur (PLINF) dapat dijelaskan oleh variabel TPD dan Growth. Sedangkan sisanya atau sekitar 19.80 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil Estimasi Perilaku Pengeluaran Infrastruktur Variabel Parameter

Estimasi

Standar

Error Prob> │t│

Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 3.8826E8 2.0514E8 0.0624

TPD 0.013305 0.0116 0.2547 0.2593 GROWTH 2925080 8692012 0.7374 0.0314 F-Hitung: 2.18, Pr>F = 0.0058, R2 : 0.8120

6.2.8.Pengeluaran Industri

Hasil estimasi perilaku pengeluaran industri (PLIND) pada Tabel 23 di bawah ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran modal (PLMDL) adalah faktor yang signifikan dan positif mempengaruhi perilaku Pengeluaran Industri. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Hasil Estimasi Perilaku Pengeluaran Industri Variabel Parameter Estimasi Standar Error Prob> │t│ Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 41277544 10926985 0.0003

PAD 0.000084 0.00930 0.9928 0.0024 PLMDL 0.002713 0.00140 0.0560 0.5901 F-Hitung: 73, Pr>F = 0.0002, R2 : 0.7273

Dari hasil estimasi di atas dapat diterangkan bahwa variabel penjelas secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.9928 untuk PAD dan 0.0560 untuk PLMDL. R-Square sebesar 0.7273 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 72.73 persen variasi pengeluaran industri dapat dijelaskan oleh variabel PAD dan PLMDL. Sedangkan sisanya atau sekitar 27.27 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model.

Memperhatikan Tabel 23 hasil estimasi perilaku pengeluaran industri di atas dapat dijelaskan pula bahwa apabila PLMDL meningkat sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan pengeluaran industri 2,713 rupiah. Selanjutnya dari angka elastisitas yang ada dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan pengeluaran modal (PLMDL) sebesar 1 persen akan meningkatkan pengeluaran industri 0.59 persen.

6.2.9.Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian

Hasil estimasi model pada Tabel 24 di bawah ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pertanian (PLTANI), dan tenaga kerja pertanian (TKP) merupakan variabel yang signifikan dan positif mempengaruhi perilaku variabel produk domestik regional bruto sektor pertanian (PDRBA). Dari hasil estimasi di bawah ini juga diketahui bahwa variabel penjelas secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0125 untuk PLTANI, <.0001 untuk TKP, dan 0.6587 untuk JADD. Secara lebih jelas hal ini dapat diperhatikan pada Tabel 24.

Tabel 24. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian Variabel Parameter

Estimasi

Standar

Error Prob> │t│

Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -2.827E8 4.5591E8 0.5371

PLTANI 1.093766 0.4268 0.0125 0.0348 -

TKP 4189.213 435.4 <.0001 0.5647 -

JADD 0.076587 0.1727 0.6587 0.0009 -

R-Square sebesar 0.9983 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 99.83 persen variasi perilaku variabel produk domestik regional bruto sektor pertanian (PDRBA) dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran sektor pertanian (PLTANI), penyerapan tenaga kerja pertanian (TKP), jumlah alokasi dana desa (JADD), sedangkan sisanya atau sekitar 0.17 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Memperhatikan Tabel 24 hasil estimasi perilaku variabel produk domestik regional bruto sektor pertanian (PDRBA) dapat dijelaskan pula bahwa apabila PLTANI meningkat sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan PDRBA sebesar 1,093,766 rupiah.

6.2.10.Pengeluaran Produk Domestik Regional Bruto Sektor Non Pertanian

Hasil estimasi model regresi linier berganda (multiple regression model) pada Tabel 25 di bawah ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran non pertanian (PLNTANI), jumlah tenaga kerja non pertanian, produk domestik regional bruto sektor non pertanian tahun yang lalu (PDRBNALAG) adalah faktor-faktor yang signifikan dan positif mempengaruhi perilaku produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA).

Dari Tabel 25 di bawah ini diketahui bahwa variabel penjelas secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0007 untuk pengeluaran non pertanian (PLNTANI), 0.0747 untuk jumlah tenaga kerja non pertanian (TKNP), <.0001 untuk variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian tahun yang lalu (PDRBNALAG). R-Square sebesar 0.9998 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 99.98 persen variasi perilaku variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA) dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran non pertanian (PLNTANI), jumlah tenaga kerja non pertanian (TKNP), variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian tahun yang lalu (PDRBNALAG), sisanya atau sekitar 0.02 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Hasil Estimasi Perilaku Produk Domestik Regional Bruto Sektor Non Pertanian

Variabel Parameter

Estimasi Standar Error

Prob>

│t│ Jangka Pendek Elastisitas Jangka Panjang Intercept 1.0447E9 9.3298E8 0.2666

PLNTANI 0.218812 0.0615 0.0007 0.0443 0.1921

TKNP 360.2237 199.2 0.0747 0.0114 0.0494

PDRBNALAG 0.769424 0.0484 <.0001 F-Hitung: 4.40, Pr>F = <.0001, R2 : 0.9998

Selanjutnya dari hasil estimasi perilaku variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA) dapat dijelaskan pula bahwa apabila pengeluaran non pertanian (PLNTANI) meningkat sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan PDRBNA sebesar 218,812 rupiah. Selanjutnya apabila jumlah tenaga kerja non pertanian meningkat 1 juta jiwa maka akan meningkatkan PDRBNA sebesar 360,223,700 rupiah. Apabila variabel produk domestik bruto sektor non pertanian tahun yang lalu (PDRBNALAG) naik sebesar 1 juta rupiah maka menaikkan PDRBNA sebesar 769,424 rupiah.

Hasil perhitungan angka elastisitas dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan pengeluaran non pertanian (PLNTANI) sebesar 1 persen dalam jangka pendek akan meningkatkan produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA) sebesar 0.044 persen. Dalam jangka panjang setiap kenaikan PLNTANI sebesar 1 persen akan meningkatkan produk domestik regional bruto sektor non pertanian sebesar 0.192 persen. Selanjutnya dalam jangka pendek untuk setiap kenaikan tenaga kerja non pertanian (TKNP) sebesar 1 persen akan meningkatkan produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA) sebesar 0.011 persen dan untuk jangka panjang setiap kenaikan 1 persen TKNP akan meningkatkan PDRBNA sebesar 0.049 persen.

6.2.11.Jumlah Tenaga Kerja Pertanian

Hasil estimasi model pada Tabel 26 di bawah ini menunjukkan bahwa variabel produk domestik regional bruto sektor pertanian (PDRBA) dan total pengeluaran daerah (TPLD) adalah faktor-faktor yang signifikan dan positif mempengaruhi variasi perilaku endogenous variable jumlah tenaga kerja pertanian (TKP). Dari Tabel 26 hasil estimasi di bawah ini dapat diketahui bahwa variabel penjelas secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level 0.0025 untuk produk domestik regional bruto sektor pertanian (PDRBA), 0.0037 untuk Total Pengeluaran Daerah (TPLD), 0.3997 untuk variabel upah minimum provinsi. R-Square sebesar 0.9980 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 99.80 persen variasi perilaku variabel jumlah tenaga kerja pertanian (TKP) dapat dijelaskan oleh variabel Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian (PDRBA), total pengeluaran daerah (TPLD) dan upah minimum provinsi (UMP), sedangkan sisanya atau sekitar 0.20 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Hasil Estimasi Perilaku Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Variabel Parameter Estimasi Standar Error Prob> │t│ Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 318076.3 92836.5 0.0010

PDRBA 0.000069 0.000022 0.0025 0.0005 -

TPLD 0.00002 6.638E-6 0.0037 0.1319 -

UMP -76.2945 90.0519 0.3997 F-Hitung: 155.93, Pr>F = <.0001, R2 : 0.9980

Selanjutnya dari hasil estimasi perilaku variabel jumlah tenaga kerja pertanian (TKP) di atas dapat dijelaskan pula bahwa apabila produk domestik bruto sektor pertanian (PDRBA) meningkat sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan TKP sebesar 69 jiwa. Selanjutnya apabila total pengeluaran daerah (TPLD) meningkat sebesar 1 juta rupiah maka jumlah tenaga kerja pertanian meningkat 20 jiwa.

6.2.12. Jumlah Tenaga Kerja Non Pertanian

Hasil estimasi model pada Tabel 27 di bawah ini menunjukkan bahwa variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA) adalah faktor yang signifikan dan positif mempengaruhi variasi perilaku variabel endogenous jumlah tenaga kerja non pertanian (TKNP). Dari Tabel 27 hasil estimasi dapat diketahui juga bahwa variabel penjelas secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level <.0001 untuk produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA), 0.8360 untuk total pengeluaran daerah (TPLD), 0.9420 untuk variabel upah minimum provinsi (UMP). R-Square sebesar 0.9611 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 96.11 persen variasi perilaku variabel jumlah tenaga kerja non pertanian (TKNP) dapat dijelaskan oleh variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA), total pengeluaran daerah (TPLD) dan upah minimum provinsi (UMP). Sedangkan sisanya atau sekitar 4.89 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Hasil Estimasi Perilaku Jumlah Tenaga Kerja Non Pertanian Variabel Parameter

Estimasi

Standar

Error Prob> │t│

Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -3117726 636380 <.0001

PDRBNA 0.000192 0.000030 <.0001 0.0061 -

TPLD 0.000014 0.000066 0.8360 0.0929 -

UMP -54.5716 748.0 0.9420 -0.0271 -

Selanjutnya dari hasil estimasi perilaku variabel jumlah tenaga kerja non pertanian (TKNP) di atas dapat dijelaskan pula bahwa apabila variabel produk domestik regional bruto sektor non pertanian (PDRBNA) meningkat sebesar 1 juta rupiah maka akan meningkatkan TKNP sebesar 192 jiwa. Selanjutnya apabila total pengeluaran daerah (TPLD) meningkat sebesar 1 juta rupiah maka variabel jumlah tenaga kerja non pertanian meningkat 14 jiwa.

6.2.13. Jumlah Penduduk Miskin di Perkotaan

Hasil estimasi model pada Tabel 28 menunjukkan bahwa variabel produk domestik regional bruto (PDRB) dan jumlah penduduk miskin di perkotaan tahun yang lalu (JMKNKLAG) adalah faktor yang signifikan dan positif mempengaruhi variasi perilaku variabel endogenous jumlah penduduk miskin di perkotaan (JMKNK). Variabel penjelas total pengeluaran daerah (TPLD) dan jumlah alokasi dana desa (JADD) walaupun tidak siginifikan pada derajad kepercayaan 5 persen dan 10 persen namun secara ekonomi arah tandanya sudah benar, yaitu negatif. Artinya peningkatan total pengeluaran daerah (TPLD) dan jumlah alokasi dana desa (JADD) akan menurunkan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Dari Tabel 28 di bawah ini dapat diketahui juga bahwa variabel penjelas secara statistik berbeda nyata dengan nol pada level <.0001 untuk produk domestik regional bruto (PDRB), 0.7482 untuk total pengeluaran daerah (TPLD), 0.5460 untuk variabel jumlah alokasi dana desa (JADD), 0.0048 untuk jumlah penduduk miskin di perkotaan tahun yang lalu (JMKNKLAG). R-Square sebesar 0.9982 dapat diinterpretasikan bahwa sekitar 99.82 persen variasi perilaku variabel jumlah penduduk miskin di perkotaan dapat dijelaskan oleh variabel produk domestik regional bruto (PDRB), total pengeluaran daerah (TPLD), jumlah alokasi dana desa (JADD) dan jumlah penduduk miskin di perkotaan tahun yang lalu (JMKNKLAG), sisanya sekitar 0.18 persen lagi dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan di dalam model. Lebih jelas hal ini dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Hasil Estimasi Perilaku Jumlah Penduduk Miskin di Perkotaan Variabel Parameter

Estimasi

Standar

Error Prob> │t│

Elastisitas

Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 221.1191 27.7669 <.0001

PDRB -9.04E-9 1.448E-9 <.0001 -0.0011 -0.0014 TPLD -846E-12 2.624E-9 0.7482 -0.0171 -0.0224 JADD -7.78E-9 1.283E-8 0.5460 -0.0021 -0.0027 JMKNKLAG 0.235425 0.0809 0.0048

Dari hasil estimasi perilaku variabel jumlah penduduk miskin di perkotaan (JMKNK) di atas dapat dijelaskan pula bahwa dalam jangka pendek apabila PDRB meningkat 1 persen akan menurunkan jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 0.0011 persen. Dalam jangka panjang peningkatan PDRB 1 persen akan menurunkan jumlah penduduk miskin diperkotaan sebesar 0.0014 persen. Selanjutnya apabila produk domestik regional bruto (PDRB) meningkat sebesar 1 milyar rupiah maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 9 jiwa. Selanjutnya apabila jumlah penduduk miskin di perkotaan tahun yang lalu (JMKNKLAG) meningkat 1 juta jiwa maka akan meningkatkan jumlah penduduk miskin di perkotaan (JMKNK) sebesar

Dokumen terkait