• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Landasan Teori

2.2.4 Kinerja Keuangan

Menurut Mahsun (2009:25) dalam bukunya pengukuran kinerja keuangan sektor publik menyatakan bahwa kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan (program) atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Kinerja keuangan merupakan gambaran dari pencapaian keberhasilan perusahaan serta kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumber daya yang dimilikinya (Kurniawati dan Yaya, 2017). Menurut Andriani dan Subardjo (2017) kinerja perusahaan merupakan suatu ukuran tertentu yang digunakan perusahaan untuk menilai keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi kerja yang telah

42

dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Munawir (2007:31) tujuan kinerja keuangan adalah mengetahui likuiditas, solvabiltas, rentabilitas, dan stabilitas dalam membayar kewajibannya. Adapun tujuan pengukuran kinerja (Munawir, 2007:31) yaitu: a) Untuk mengetahui tingkat likuiditas yaitu kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya dengan aset lancar yang tersedia.

b) Untuk mengetahui tingkat solvabilitas (leverage) yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.

c) Untuk mengetahui tingkat profitabilitas yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba selama periode tertentu atas kegiatan usaha perusahaan.

d) Untuk mengetahui stabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban secara teratur kepada pemegang saham tanpa mengalami hambatan.

Kinerja keuangan sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio keuangan selama satu periode tertentu (Chasana dan Santoso, 2017). Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan analisis rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis berdasarkan ruang lingkupnya (Anggraini, 2006), yaitu:

43

a. Rasio Likuiditas

Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek dengan aset lancar. Jenis-jenis rasio likuiditas yang sering digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan yaitu: current ratio, quick ratio, cash ratio.

b. Rasio Solvabilitas (Leverage ratio)

Rasio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi keseluruhan kewajibannya. Jenis-jenis rasio solvabilitas (leverage) yang sering digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kemampuan yaitu: debt to asset ratio, debt to equity ratio, times interest earned, fixed charge coverage. c. Rasio Profitabilitas

Rasio ini menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Jenis-jenis rasio profitabilitas yang umum digunakan oleh perusahaan yaitu: profit margin ratio, gross profit margin, net profit margin ratio, return on assets, return on investment, return on equity.

d. Rasio Aktivitas

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan harta yang dimilikinya. Jenis-jenis rasio aktivitas umum digunakan oleh perusahaan yaitu: price earning ratio, price to book value, dividend yield, devidend payout ratio, total asset turnover, perputaran persediaan, dan perputaran aset tetap.

44

Menurut Andriani dan Subardjo (2017) pengukuran kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu indikator yang dipergunakan investor untuk menilai suatu perusahaan dengan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan. Menurut Affandi dan Diana (2017) ada dua cara pendekatan dalam melakukan perbandingan analisis rasio keuangan, yaitu:

1. Cross Sectional Approach yaitu cara mengevaluasi dengan membandingkan rasio-rasio dari satu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang berada pada industri dan periode yang sama.

2. Time Series Analysis yaitu cara mengevaluasi dengan membandingkan rasio financial perusahaan dari periode sekarang dengan periode masa lalu (historis ratio).

Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang digunakan perusahaan untuk menentukan apakah tujuan perusahaan telah tercapai secara efektif dan efesien (Affandi dan Diana, 2017). Efektif apabila alat yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan telah tepat digunakan, efesien apabila menggunakan input tertentu dapat memperoleh output yang optimal. Penelitian ini menggunakan rasio sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan seperti rasio profitabilitas, leverage ratio, dan rasio likuiditas.

1. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola serta mengendalikan sumber daya yang dimilikinya secara efisien (Damayanti dan Priyadi, 2016). Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba melalui seluruh kemampuan

45

dan sumber daya yang ada seperti tingkat penjualan, asset, modal saham, dan sebagainya (Wahyuningsih, 2016).

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan atas kegiatan usaha perusahaan selama satu periode berjalan (Wany, 2015). Menurut Pratiwi (2015) profitabilitas mencerminkan prestasi yang dapat dicapai perusahaan dalam merealisasikan penjualan menjadi keuntungan/laba. Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan rasio return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan net profit margin (NPM).

a) Return on Assets (ROA)

Return on Assets (ROA) menggambarkan kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aset yang digunakan untuk operasional perusahaan akan berdampak pada pemegang saham perusahaan (Susilowati, 2011). Menurut Harahap (2015:305) return on assets (ROA) atau asset turn over menggambarkan perputaran aset diukur dari penjualan, sehingga semakin besar rasio maka semakin baik aset dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.

Sumber: Damayanti dan Priyadi (2016) b) Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan perusahaan (emiten) dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal sendiri, sehingga ROE ini sering disebut sebagai rentabilitas modal sendiri (Susilowati, 2011). ROE yang semakin tinggi menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik

Return on total asset = Earning After Tax π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠

46

mengambarkan persentase yang diperoleh laba bersih perusahaan bila diukur dari total modal pemilik (Harahap, 2015:305).

Sumber: Puspitasari (2012) c) Net Profit Margin (NPM)

Menurut Harahap (2015:304) net profit margin (NPM) merupakan menunjukkan seberapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan perusahaan. Margin laba bersih adalah ukuran keuntungan perusahaan dengan membandingkan antara laba setelah bunga pajak dibandingkan dengan penjualan (Kasmir, 2012:200). Rasio ini sangat penting bagi manajer operasional karena mencerminkan strategi dalam penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya dalam mengendalikan beban usaha.

Sumber: Harahap (2015:304) 2. Leverage

Menurut Harahap (2015:303) Leverage menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Leverage mencerminkan sejauh mana utang yang dilakukan oleh perusahaan dapat membiayai aktivitas perusahaan tersebut (Pratiwi, 2015). Putri et al,(2015) menyatakan rasio leverage menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi keseluruhan kewajiban baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Return on Equity = Earning After Tax π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦

Net Profit Margin (NPM) = Pendapatan Bersih Penjualan

47

Perusahaan yang memiliki tingkat leverage tinggi, cenderung untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk krediturnya (Wallace et al, 1994). Perusahaan yang memiliki komposisi liabilitas yang tinggi wajib memenuhi kebutuhan informasi yang cukup memadai bagi kreditor. Rasio leverage mengukur perbandingan antara dana yang disediakan oleh pemilik perusahaan dengan dana yang berasal dari kreditur perusahaan (Putri et al, 2015). Leverage dapat diukur menggunakan debt to equity ratio (DER), debt to asset ratio (DAR), time interest earned ratio (TIE), dan fix charge coverage.

a) Debt to Equity Ratio (DER)

Menurut Kasmir (2008:157) debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Debt to equity ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar total utang perusahaan (Susilowati, 2011). Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan kewajiban atau utang.

Sumber: Putri et al (2015) b) Debt to Asset Ratio (DAR)

Menurut Kamal (2018) debt to asset ratio (DAR) merupakan rasio perbandingan antara keseluruhan utang lancar dan jangka panjang dengan seluruh aset perusahaan. Debt to asset ratio (DAR) bertujuan untuk mengukur kemampuan dari total aset yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang perusahaan.

Debt to Equity Ratio = Total Kewajiban Total Ekuitas

48

Menurut Harahap (2015:304) debt to asset ratio merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana total utang dapat ditutupi oleh keseluruhan aset.

Sumber: Harahap (2015:304) c) Time Interest Earned Ratio (TIE)

Menurut Hanafi dan Halim (2012:80) time interest earned ratio (TIE) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang dengan laba sebelum bunga pajak. Rasio ini menghitung besaran laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk beban tetap bunga.

Sumber: Hanafi dan Halim (2012:80) d) Fix Charge Coverage

Menurut Hanafi dan Halim (2012:80) fix charge coverage merupakan rasio yang menghitung kemampuan perusahaan dalam membayar beban total aset, termasuk biaya sewa.

Sumber: Hanafi dan Halim (2012:80) 3. Likuiditas

Menurut Harahap (2015:301) rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya

Debt to Asset Ratio = Total Kewajiban Total Asset

Time Interest Earned (TIE) = EBIT Beban Bunga

Fix Charge Coverage = EBIT+Beban Sewa Beban Bunga+Beban Sewa

49

dengan menggunakan aset lancar (Krishna, 2013). Menurut Gunawan (2016) tingkat likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang menggambarkan tingkat kesehatan dari suatu perusahaan. Likuiditas merupakan kemampuan pihak manajemen perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang tersedia. Kesehatan suatu perusahaan salah satunya dicerminkan dengan tingginya tingkat likuiditas suatu perusahaan (Nurmayanti et al, 2014).

Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendeknya sehingga dapat dikatakan perusahaan dalam kondisi yang sehat (Devi dan Suardana, 2014). Kreditur lebih tertarik pada aliran kas dan manajemen modal kerja dibandingkan besar laba akuntansi yang dilaporkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan. Tingkat likuiditas dapat dipandang dari dua sisi, sisi pertama tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang kuat, dan sisi lain likuiditas dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan (Wany, 2015). Likuiditas dapat diukur menggunakan current ratio (CR), quick ratio (QR), dan cash ratio (rasio kas). a) Current Ratio (CR)

Menurut Kasmir (2008:134-135) current ratio (CR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Apabila perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya

50

dengan baik maka potensi perusahaan melakukan pengungkapan secara luas semakin meningkat.

Sumber: Damayanti (2016) b) Quick Ratio (QR)

Menurut Amyas dan Basri (2014) quick ratio (QR) merupakan kemampuan aset lancar yang paling likuid mampu melunasi utang lancar. Semakin besar rasio makan semakin baik keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang cukup lama untuk direalisasikan menjadi kas. Menurut Harahap (2015:302) quick ratio merupakan kemampuan aset lancar yang paling likuid mampu menutupi utang lancar.

Sumber: Purba (2017) c) Cash Ratio (Rasio Kas)

Menurut Kasmir (2012:138) cash ratio (rasio kas) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank.

Sumber: Kasmir (2012:138)

Current Ratio = Aset Lancar Utang Lancar

Quick Ratio = Aset Lancarβˆ’Persediaan Utang Lancar

Cash Ratio (Rasio Kas) = Kas+Bank Utang Lancar

51

Dokumen terkait