• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

D. Kinerja Pemerintah

Pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. dalam perundangan tersebut diatur mengenai pelaksanaan Otonomi Daerah yang tepat, maka diperlukan pengukuran kinerja yang berdasar pada pelaksanaan Pemerintahan dalam Otonomi Daerah tersebut.

Kinerja SDM merupakan isilah yang berasal dari kata Job Performance

atau Actual Performance adalah prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara dalam Sutisna (2010) adalah suatu perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta

tenaga kerja per satuan waktu dan produktifitas sering dihubungkan dengan output, efisiensi dan efektifitas. Mangkunegara dalam Sutisna (2010) mengartikan kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Yasnimar (2004: 10) menyatakan bahwa Kinerja adalah penampilan hasil karya SDM dalam suatu organisasi. Kinerja tersebut dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja SDM, tidak hanya yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran SDM di dalam suatu organisasi. Seymour dalam Widodo (2009) menyebutkan bahwa menurut kinerja merupakan tindakan-tindakan sebagai pelaksanaan tugas yang terukur, sedangkan menurut Byars dalam widodo (2009) kinerja adalah derajat penyelesaian tugas yang menyertai pekerjaan seseorang dan merefleksikan pemenuhan permintaan pekerjaan tersebut oleh pihak yang melaksanakan, berupa hasil kualitatif dan kuantitatif. Kinerja pemerintah didefinisikan sebagai hasil berupa kualitas dan kuantitas yang dicapai Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki.

Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya SDM dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakekatnya penilaian kinerja sebagai wujud evaluasi dari penampilan kerja. Bila pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan atau melebihi uraian pekerjaan, hal ini berarti pekerjaan itu berhasil

bawah uraian pekerjaan, berarti dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang baik. Penilaian kinerja didefinisikan sebagai proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja pegawai dan memberikan umpan balik untuk kesesuaian tingkat kinerja (Yasnimar, 2004: 10).

Kinerja Pemerintahan terkait dengan peran sebagai pelaku Administrasi Pembangunan. Menurut Sondang (2001: 5) proses administasi pembangunan adalah seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu negara atau bangsa untuk tumbuh, berkembang dan berubah secara sadar dan terencana dalam keseluruhan segi kehidupan dan penghidupan Negara Bangsa yang bersangkutan dalam upaya untuk mencapai tujuan akhirnya. Dalam proses administrasi pembangunan pemerintah berfungsi untuk menjabarkan strategi pembangunan nasional menjadi suatu rencana pembangunan, baik dalam kepentingan untuk jangka panjang, menengah maupun pendek. Pemerintah juga harus meningkatkan kepedulian dan partisipasi kelompok-kelompok masyarakat dengan cara meningkatkan iklim yang kondusif bagi hal tersebut (Sondang, 2001: 49).

Pemerintah harus menjadi instrumen yang handal, tangguh dan profesional untuk melaksanakan peranannya dalam melaksanakan keputusan elite politik yang telah dirumuskan dan ditentukan. Maka dalam hal ini dapat menggunakan indikator efektifitas Pelaksanaan Otonomi Daerah antara lain perumusan masalah, pemilihan alternatif pelaksanaan tugas, kejelasan peraturan daerah, kesesuaian pelaksanan pelayanan dan kesesuaian hasil pelayanan (Djamil, 2002: 61). Karena dengan indikator tersebut maka akan dapat menilai

kehandalan, ketangguhan serta profesionalisme pemerintah sebagai elite adminsitrasi.

Pemerintah sangat berperan dalam pembangunan nasional. Peran tersebut antara lain :

a. Peran sebagai Stabilisator

Pemerintah berperan sebagai stabilisator karena pada negara yang terbelakang memiliki situasi politik, ekonomi, sosial budaya, juga pertahanan dan keamanan yang labil. Dan Indonesia termasuk negara berkembang yang tidak jauh dari kondisi tersebut.

b. Peran selaku Inovator

Pemerintah diharapkan mampu untuk menjadi sumber bagi hal-hal baru dalam inovasi temuan, metode, sistem dan acra berpikir yang baru. c. Peran selaku Modernisator

Dengan pembangunan pemerintah dapat mewujudkan negara yang modern, dalam arti mandiri, kuat dan sederajat dengan negara lain. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan kemampuan penguasan ilmu pengetahuan dan tekonologi, manajerial, pengolahan sumber daya, pendidikan yang handal, kukuhnya landasan politik demokratis, visi dan misi yang dituju. d. Peran selaku Pelopor

Pemerintah harus mampu menerapkan inovasi dalam tubuh pemerintahan itu sendiri, maka dengan penerapan inovasi ersebut pemerintah

e. Peran selaku Pelaksana Sendiri

Pelaksanaan pembangunan merupakan tanggung jawab nasional dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi karena terdapat beberapa pertimbangan vital terkait rakyat maka pemerintah dapat berperan sebagai pelaksana sendiri, Sondang (2001: 142-150).

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional pemerintah juga berdasar pada kebijakan publik. Pembangunan nasional tidak terlepas dari kebijakan publik yang telah dibuat, sehingga diperlukan analisa kebijakan publik yang memiliki pengertian mencakup produksi pengetahuan mengenai kebijaksanaan dan prosesnya yang berguna untuk menyediakan informasi yang berguna dalam memikirkan kemungkinan pemecahan masalah (Dunn, 2002: 21). Juga merupakan penggunaan metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijaksanaan yang digunakan untuk memecahkan masalah – masalah yang ada (Dunn, 2002: 29). Kebijakan tersebut diawali dengan perumusan masalah dilanjutkan dengan peliputan dan peramalan, kemudian adalah proses evaluasi dari pelaksanaan kebijakan tersebut dengan rekomendasi alternatif pengembangan dan disimpulkan secara praktis, Dunn (2002: 36).

Hasil kinerja pemerintah dalam melaksanakan administrasi pembangunan beserta pelaksanaan peran-peran pemerintah. Hasil kinerja akan

memberikan tingkat kepuasan akan hasil yang telah diwujudkan. Menurut Lopez dalam Widodo (2009) terdapat korelasi dengan tingkat signifikansi yang tinggi antara kinerja dengan kepuasan, dimana kinerja dapat diukur dengan penilaian perilaku mendasar meliputi :

1. Kuantitas kerja 2. Kualitas kerja

3. Pengetahuan tentang pekerjaan 4. Pendapat yang disampaikan 5. Perencanaan kerja

Kaho dalam Syaiful (2002: 60) menyebutkan bahwa indikator dari pelaksanaan Otonomi Daerah adalah merujuk kepada hal-hal sebagai berikut :

1. Manusia pelaksananya harus baik, sebagai faktor utama dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dapat dilihat dengan indikator : mentalitas/moralnya baik dalam arti jujur, mempunyai sifat bertanggung jawab yang tinggi dalam pekerjaannnya serta memiliki kecakapan dan kemampuan yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Memiliki sumber pendapatan dan mampu untuk menginventarisir serta mengelola sumber-sumber keuangan yang ada sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.

3. Memiliki cukup peralatan yang dapat dipakai untuk menunjang kelancaran kegiatan pemerintahan secara efektif, efisien dan praktis.

Syaiful (2002: 61) mengemukakan bahwa indikator efektivitas pelaksanaan Otonomi Daerah adalah :

1. Dimensi penafsiran maksud otonomi, indikatornya adalah : a. Kemampuan perumusan masalah

b. Kemampuan pemilihan alternatif c. Implimentasi dan evaluasi

2. Dimensi Akuntabilitas pengelolaan dan kewenangan daerah, indikatornya adalah : kejelasan peraturan pengelolaan dan kewenangan daerah.

3. Dimensi ketepatan pelayanan umum Otonomi Daerah, indikatornya adalah : a. Kesesuaian pelaksanaan tugas pelayanan

b. Kesesuaian hasil pelayanan

Dengan mengintegrasikan pendapat Lopez dalam Widodo (2009), Kaho dan Syaiful (2002: 61) maka kinerja dapat ditentukan melalui indikator sebagai berikut :

1. Dimensi penafsiran maksud otonomi sebagai perwujudan pengetahuan tentang pekerjaan dan wujud pendapat serta upaya akan penyelesaian masalah sebagai tindak lanjut dari perintah yang diberikan dengan indikator :

a. Kemampuan perumusan masalah b. Kemampuan pemilihan alternatif c. Implimentasi dan evaluasi

2. Dimensi akuntabilitas pengelolaan dan kewenangan daerah sebagai dasar dalam pelaksanaan pekerjaan serta wujud dari gambaran rencana pekerjaan dengan indikator : kejelasan peraturan pengelolaan dan kewenangan daerah. 3. Dimensi ketepatan pelayanan umum Otonomi Daerah sebagai perwujudan

kuantitas dan kualitas kerja dengan indikator : a. Kesesuaian pelaksanaan tugas pelayanan b. Kesesuaian hasil pelayanan

Dokumen terkait