• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Produktif

5.3. Kinerja Pengelolaan dan Pemanfaatan

Sebagaimana dimandatkan oleh undang-undang, tujuan pengelolaan hutan adalah menghasilkan hutan berkualitas tinggi dan lestari. Indikator keberhasilannya adalah

pembangunan stok potensi kayu hasil dari tindakan-tindakan pengelolaan hutan, sedangkan kelestarian diindikasikan dari minimum kerusakan hutan. Sementara itu dari sisi pengusahaan, tujuannya adalah untuk memaksimumkan keuntungan, dalam penelitian ini tujuan tersebut didekati dari nilai rentabilitas yang dicapai perusahaan.

Institusi pengelolaan dan pemanfaatan hutan telah menghasilkan perilaku sebagaimana tersebut pada bagian-bagian terdahulu. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku tersebut terhadap kinerja pengelolaan hutan dan kinerja usaha analisa korelasi nilai klasifikasi (baik, sedang dan buruk) verifier-verifier yang disebutkan diatas dengan nilai klasifikasi potensi dan rentabilitas. Kajian ini didasarkan pada asumsi bahwa apabila seluruh ketentuan ditaati dengan baik maka akan berdampak kepada pembentukan stok tegakan yang baik, demikian pula apabila ketentuan tersebut tidak ditaati dan dilaksanakan seadanya maka akan menyebabkan potensi hutan menurun. Dalam hubungannya dengan rentabilitas perusahaan, perilaku perusahaan akan berpengaruh terhadap perolehan rentabilitas baik jangka panjang maupun jangka pendek. Hubungan keeratan tersebut dihitung dengan analisa korelasi Chi Square seperti pada Lampiran 8. Hanya sebagian kecil variabel yang berkorelasi dengan Potensi Tegakan (STOK), Kerusakan Tegakan Tinggal (RUS) dan Rentabilitas (REN), beberapa varibale yang mempunyai korelasi secara nyata pada tingkat kepercayaan 5% dengan nilai X2Tabel

Untuk memaknai korelasi seperti pada Tabel 44, digunakan kerangka berfikir yang memposisikan kedudukan perusahaan sebagai pengguna yang melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya, sehingga akan terjawab pertanyaan tentang apakah institusi dapat menginternalisasikan misi pengelolaan

hutan sebagai misi perusahaan sebagaimana dikehendaki oleh pemerintah. Selain itu harus pula dimengerti fungsi dari variabel-variabel yaitu apakah variabel tersebut berhubungan dengan pembangunan potensi hutan atau pemanfaatan hasil hutan.

Tabel 44. Daftar Variabel yang Berkorelasi Nyata Terhadap

Potensi Hutan, Rentabilitas, dan Kerusakan Tegakan Tinggal No Nama Variabel Nilai X2 Hitung Potensi Hutan Rentabilitas Kerusakan Tegakan 1 Keseuaian Areal dengan Fungsi

Produksi

- - 13.8974

2 Pelaksanaan Tata Batas - 17.4444 -

3 Kondisi Pal Batas - 10.9715 -

4 Pengakuan para pihak atas keberadaan unit pengelolaan

- - 13.1276

5 Peningkatan Modal Perusahaan - - 10.2553 6 Investasi kembali ke dalam hutan - 16.8025 - 7 Ketersediaan mekanisme

pengambilan keputusan, evaluasi dan feed back

9.6212 - -

8 Implementasi seluruh tahapan silvikultur

- 10.2605 -

9 Solvabilitas - 10.3063 -

11 Kesesuaian realisasi tebangan dengan riap

- 1.4277 -

12 Implementasi tindakan perlindungan hutan

12.8251 - -

Terdapat dua variabel yang berhubungan dengan potensi hutan (STOK) yaitu Ketersediaan mekanisme pengambilan keputusan, evaluasi dan feed back (EVA) dan Implementasi tindakan perlindungan hutan (LIN). Pada dasarnya EVA adalah sistem informasi yang tersedia dan guna pengambilan keputusan oleh perusahaan, dengan demikian variabel ini tidak berhubungan langsung dengan pembangunan potensi hutan, melainkan dengan kemampuan perusahaan untuk mengenali potensi tegakan hutan. Apabila diperhatikan Lampiran 8, terlihat bahwa kecenderungan korelasi yang

ada bersifat negatif, jumlah perusahaan yang sistem informasinya buruk tetapi mempunyai potensi hutan baik sebanyak 13 perusahaan, sebaliknya tidak ada perusahaan yang mempunyai sistem informasi baik mempunyai potensi hutan yang baik, sedangkan perusahaan yang sistemnya buruk dan potensinya buruk berjumlah 4 perusahaan. Korelasi ini memperkuat argumen adanya moral hazard, dimana informasi tentang potensi hutan yang dilaporkan kepada pemerintah cenderung dibuat lebih besar dan didasarkan pada informasi yang berkualitas buruk. Perusahaan yang sistem informasinya baik tidak dapat menunjukkan bahwa potensi hutannya baik.

Variabel LIN, adalah intensitas kegiatan pengamanan hutan yang dilakukan oleh perusahaan, semakin intensif pengamanan hutannya semakin baik potensinya. Apabila dikaitkan dengan motivasi perusahaan, dapat dimaknai bahwa perusahaan akan mengalokasikan sumberdaya pengamanan hutan sesuai dengan potensi hutan yang masih ada. Melindungi potensi hutan dari pencurian pihak lain adalah pilihan yang rasional bagi perusahaan.

Variabel-variabel lain yang berupa kewajiban membangun potensi hutan tidak berkorelasi dengan potensi (POT) ini menunjukkan bahwa potensi hutan yang ada saat ini bukan merupakan hasil dari pelaksanaan kewajiban perusahaan, melainkan hasil dari faktor lain. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perusahaan memang tidak dimaksudkan untuk menghasilkan potensi tegakan, melainkan untuk maksud- maksud lain misalnya untuk melengkapi dokumen administrasi, untuk pencitraan atau untuk memberi impresi kepada pengawas, dan lain-lain. Sebagain besar nilai verifier berada pada kisaran sedang, ini menunjukkan bahwa ada kisaran nilai yang dianggap pantas oleh perusahaan maupun pengawas, yaitu angka kesepakatan yang dapat

dianggap aman oleh perusahaan dan masih dapat diterima oleh pemerintah. Jika dikaitan dengan biaya transaksi tinggi dan ilegal (Mardipriyono, 2004), nilai ambang yang “disepakati” dapat merupakan hasil dari kegiatan kolutif, dimana antara pelaksana dan pengawas “menyepakati” ukuran yang berbeda dari yang seharusnya. Hasil ini mendukung temuan Kartodihardjo (1998) bahwa pemerintah dan pengusaha terjebak dalam sikap opportunistik, dan sejalan pula dengan pernyataan Williamson (1985), North (1990) , Van den Berg (2001), dan Pindyck dan Rubinfeld (2001) bahwa institusi yang tidak efektif membuat aturan tidak dapat ditegakkan dan menjadi insentif untuk melakukan kesepakatan melanggar aturan.

Berkaitan dengan rentabilitas (REN), variabel yang berkorelasi adalah variabel yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan, baik terkait karena persyaratan perijinan penebangan maupun terkait dengan modal kerja. Variabel-variabel kondisi tata batas (PAL), realisasi tata batas (TAT), pembinaan hutan (RIV), penerapan prosedur teknik silvikultur (SIL), dan kesesuaian volume tebangan dengan riap (RIA) adalah variabel- variabel yang dijadikan pertimbangan dalam memberikan Rencana Karya Tahunan (RKT) yang diantaranya memuat jatah produksi tahunan. Besarnya jatah produksi tahunan ini berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan. Variabel yang terkait dengan modal kerja adalah solvabilitas, yang dapat menjadi indikator bagi pihak lain untuk memberikan dukungan finansial bagi kegiatan produksi. Semakin lancar modal kerja, semakin lancar pula kegiatan produksi sehingga pendapatan lebih besar, demikian pula berlaku hal yang sebaliknya.

Sedangkan variabel-variabel yang lain tidak berhubungan secara nyata dengan rentabilitas. Rentabilitas adalah perbandingan antara laba perusahaan sebelum pajak

dengan total aktiva perusahaan yang digunakan untuk berproduksi. Mengingat bahwa tegakan tidak diperhitungkan sebagai asset, maka aktivitas produksi adalah aktivitas jangka pendek yang berupa eksploitasi potensi hutan yang telah ada. Sedangkan variabel-variabel yang tidak berhubungan secara nyata adalah kewajiban jangka panjang yang dimaksudkan untuk membangun hutan yang tidak diperhitungkan sebagai asset perusahaan. Sesuai dengan hak yang diberikan, maka aktivitas perusahaan adalah aktivitas produksi yang hanya memerlukan dukungan modal kerja, perusahaan tidak sedang menjalankan investasi jangka panjang membangun hutan.

Terhadap kerusakan tegakan tinggal terdapat tiga variabel berkorelasi secara nyata, yaitu kesesuaian areal dengan fungsi produksi (AFP), pengakuan unit manajemen (AKU) dan perkembangan modal perusahaan (MOD). Korelasi tersebut bersifat positif (lihat Lampiran 6), jika areal tidak sesuai dengan fungsi produksi, atau tidak diakui oleh para pihak, atau tidak cukup memiliki modal maka kecenderungannya adalah kerusakan tegakan tinggal yang lebih besar, di bandingkan kondisi sebaliknya.

Berdasarkan kepada hasil penelitian pada bab-bab terdahulu dapat diperoleh pengetahuan situasi institusi pengelolaan dan pemanfaatan hutan produksi alam, yaitu cita-cita perubahan yang dikehendaki, respon pemerintah dalam membangun struktur, respon perusahaan dalam bentuk pilihan perilaku dan kinerja. Bagaimana interaksi antara situasi yang satu dengan situasi lainnya, dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi akan dibahas dalam bab ini.