Menurut pasal 28 UU No. 41/1999 dan ayat (2) pasal (2) PP. No. 34/2002 kegiatan pemanfaatan hutan dilakukan di unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. Pelaksanaan pemanfaatan hutan produksi diberikan melalui pemberian ijin usaha pemanfaatan kawasan (IUPK), ijin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL), ijin usaha hasil hutan kayu (IUPHHK), ijin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (IUPHHBK), ijin pemungutan hasil hutan (IUPHH). Wewenang pemberian ijin-ijin usaha diatur didalam pasal-pasal 37, 38, 39,40, 41 dan 42 pada PP. No 34/2002. Kecuali ijin pemanfaatan hasil hutan kayu yang sepenuhnya menjadi kewenangan Menteri Kehutanan, ijin-ijin usaha lainnya dapat diberikan oleh Bupati/ Walikota, Gubernur dan Menteri Kehutanan. Pembagian kewenangan perijinan IUPK, IUPJL, IUPHHBK, IUPHH, didistribusikan berdasarkan letak KPHP dalam konteks wilayah administratif, gambar 19 memberikan ilustrasi distribusi dimaksud.
Gambar 19. Pengaturan Wewenang Perijinan
Pada Gambar 19, model KPHP 1 dimana seluruh areal KPHP berada di dalam wilayah administrasi Kabupaten/Kota, perijinan-perijinan tersebut di berikan oleh Bupati. Model KPHP 2 adalah model dimana areal KPHP terletak di dua wilayah administrasi Kabupaten yang berbeda, dalam kondisi seperti ini perijinan menjadi wewenang Gubernur. Model KPHP 3, areal KPHP terletak di kabupaten dan provinsi yang berbeda, dalam hal ini perijinan menjadi wewenang Menteri Kehutanan.
Sebagai pembanding Lampiran 6 menyajikan distribusi peran para pihak, indikator utama kinerja dan jenis perencanaan, pada berbagai tingkatan, yang dikembangkan berdasarkan perubahan yang dikehendaki oleh undang-undang
KPHP 3
Keterangan :
Unit Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah Pengelolaan Hutan Kabupaten
Wilayah Pengelolaan Hutan Provinsi Wilayah Pengelolaan Hutan Nasional
KPHP
KPHP 2
KPHP
kehutanan no. 41/1999. Pengurusan hutan dilakukan pada tingkat makro (nasional dan provinsi) dan meso (kabupaten/kota) dengan indikator utama kinerja adalah kecukupan luas hutan, kecukupan penutupan hutan dan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian, dan jenis-jenis perencanaan kehutanan jangka panjang, menengah dan tahunan yang menjadi tanggung jawabnya. Pengelolaan hutan tingkat makro dilaksanakan oleh institusi provinsi, dan tingkat meso oleh institusi kabupaten/kota dengan indikator utama kinerja adalah Kelestarian Hutan (Stok), Manfaat Hutan yang Optimal, indikator normatif distribusi manfaat yang berkeadilan. Sedangkan pengelolaan hutan tingkat mikro dilakukan oleh institusi KPHP dengan indikator utama kinerja kelestarian hutan (stok), manfaat hutan yang optimal, pelaksanaan distribusi manfaat yang berkeadilan. Pengelola hutan wilayah masing-masing menyusun rencana pengelolaan hutan jangka panjang, menengah dan tahunan. Pemanfaatan dilakukan oleh pelaku usaha dan dilaksanakan di dalam KPHP melalui perijinan berbagai jenis usaha dengan indikator utama kinerja produktivitas atau kesehatan perusahaan, dan menyusun rencana
Sementara pemerintah mengatur distribusi kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan letak geografis yang dikaitkan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan, dan meniadakan peran pengelola KPHP. Ijin-ijin tersebut adalah bagian dari manajemen KPHP, sehingga pihak yang paling berkepentingan terhadap keberhasilan pengelolaan hutan adalah pengelola KPHP. Sedangkan Bupati/Wlikota, Gubernur dan Menteri tidak berkepentingan langsung atas kinerja individu KPHP. Oleh sebab itu penempatan wewenang seperti itu, telah melampaui batas jurisdiksi pengelola KPHP.
Perubahan PP.34/2002 menjadi PP. 6/2007, tidak mengandung perubahan yang mendasar tentang pengaturan hak dan kewajiban terkait dengan properti IUPHHK, perhatikan Tabel 20. Dalam hal hak, perubahan yang terjadi adalah pada ketentuan tentang pengalihan ijin, jika sebelumnya dinyatakan dilarang mengalihkan tanpa seijin menteri, berubah menjadi ijin dapat dipindah tangankan seijin pemberi ijin. Menurut pemikiran North (1990) pengaturan ini menempatkan pemerintah sebagai pemain dan sekaligus regulator dan penegak aturan, sedangkan dalam pandangan Van den Berg (2001) merupakan tindakan penggunaan aturan untuk memperkuat kekuasaan, dan menurut Scott (2008) dan Jepperson (1991) sebagai upaya melindungi kepentingan. Dengan demikian pengaturan ini mengandung unsur perversi dan konflik kepentingan.
Tabel 20. Perbandingan Pengaturan Hak Properti (IUPHHK) Menurut PP 34/2002 dan PP 6/2007
No PP 34 / 2002 PP 6/2007
1 Hak Hak
Berhak melakukan kegiatan dan memperoleh manfaat dari hasil usahanya
melakukan kegiatan dan memperoleh manfaat dari hasil usahanya sesuai dengan izin yang diperolehnya
Kegiatan Pemanfaatan meliputi meliputi kegiatan pemanenan,
pengayaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil, sesuai dengan rencana pengelolaan hutan yang telah
ditetapkan
Kegiatan Pemanfaatan meliputi meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, penanaman,
pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil, sesuai dengan rencana pengelolaan hutan yang telah ditetapkan
Izin tidak dapat dipindah tangankan tanpa seizin Menteri
Ijin dapat dipindah tangankan dengan seizjin pemberi izin Jangka waktu 55 tahun Jangka waktu 55 tahun
Tabel 21. Perbandingan Kewajiban IUPHHK Menurut PP 34/2002 dan PP 6/2006
No Kewajiban PP 34/02, ps (47) Kewajiban PP 6/2006
1 membuat rencana kerja untuk seluruh
areal kerja selama jangka waktu berlakunya izin
menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja sesuai jangka waktu berlakunya izin berdasarkan rencana pengelolaan hutan yang disusun oleh KPH
2 melaksanakan kegiatan nyata
dilapangan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diberikan izin
Melaksanakan kegiatan nyata di lapangan
selambat-lambatnya1 tahun sejak diberikan
izin
3 melaksanakan penataan batas areal
kerja selambat-lambatnya3 bulan
sejak diberikan izin
melaksanakan penataan batas areal kerja
paling lambat 1(satu) tahunsejak diberikan
IUPHHK
4 membuat laporan secara periodik menyampaikan laporan kinerjapemegang
ijin secara periodik kepada menteri
5 melaksanakan perlindungan hutan di
areal kerjanya dari gangguan keamanan
melaksanakan perlindungan hutan di areal kerjanya
6 menatausahakan keuangan sesuai
standar akuntansi kehutanan
menatausahakan keuangan sesuai standar akuntansi kehutanan
7 mempekerjakan tenaga profesional
bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan;
8 Melaksanakan teknik silvikultur
sesuai lokasi dan jenis tanaman yang dikembangkan
melaksanakan sistem silvikultur sesuai dengan kondisi setempat
9 membayar IIUPHHK, PSDH, DR membayar iuran atau dana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
10 wajib bekerjasama dengan koperasi
paling lambat 1 tahun setelah diterimanya izin
wajib bekerjasama dengan koperasi paling lambat 1 tahun setelah diterimanya izin
11 Melaksanakan perlindungan hutan melaksanakan perlindungan hutan di areal
kerjanya
12 Mengajukan ijin penggunaan
peralatan
menggunakan peralatan pemanfaatan hasil hutan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
13 Mengajukan ijin pengalihan saham Mengajukan ijin pengalihan saham
14 Melakukan penatausahaan kayu
(LHC, LPKP, SKSHH, dll)
melakukan penatausahaan hasil hutan
15 melakukan pengukuran dan
pengujian hasil hutan
melakukkan pengukuran dan pelujian hasil hutan
16 menyusun RKUPHHK, RKU 5 tahun, RKT diajukan 2 bulan sebelumnya
menyusun RKUPHHK, dan RKT yang disahkan oleh KPH diajukan 2 bulan sebelumnya
17 menyediakan dan memasok bahan
baku kayu kepada industri primer hasil hutan
menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri primer hasil hutan
Dari sisi kewajiban meskipun terdapat perbedaan pengaturan namun perbedaan tersebut kurang berarti. Beberapa ketentuan yang menyangkut batas waktu pelaksanaan kewajiban cenderung diperlunak. Jika diperhatikan daftar kewajiban Tabel 21, kewajiban tersebut dimaksudkan untuk beberapa tujuan (1) memastikan perusahaan segera bekerja, (2) memberikan informasi kepada pemerintah, (3) melaksanakan tugas-tigas pengelolaan hutan, dan (4) membayar transaksi hasil hutan.
Pemberian wewenang kepada Kepala KPH (KKPH) untuk mengesahkan RKT adalah perkembangan yang baik, RKT adalah salah satu dokumen yang menjukkan kontrak produksi yang ditransaksikan selama satu tahun. Perkembangan pemberian hak eksklusi atas produksi kayu ini belum cukup untuk memberi akuntabilitas kepada KKPH, karena di dalam KPHP dapat diberikan ijin-ijin lain yang kewenangannya ada pada Bupati, Gubernur dan Menteri.