• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension

Dalam dokumen Purnomojati Anggoroseto. S621008003. (Halaman 52-86)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

4. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension

Soedarsono (2007) mendefinisikan, kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atau pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan sasaran dan tujuan perusahaan. Bernandin dan Russel dalam Gomes (1997), memberi batasan

mengenai kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu

pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Sedangkan Gie (1995) berpendapat bahwa, kinerja adalah seberapa jauh tugas/pekerjaan itu dikerjakan/dilakukan oleh seseorang atau organisasi”. Irawan (2000) menyatakan bahwa, kinerja adalah hasil kerja yang konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur, sehingga kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran dan waktu yang telah ditentukan.

Mangkunegara (2000) menjelaskan kinerja adalah sepadan dengan prestasi

kerja actual performance, yang merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja juga terkait dengan faktor penerimaan atas peran dan faktor perilaku (Timpe, 2000 dan Steers, 1985).

Kinerja penyuluh pertanian tercermin pada tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan surat Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 19/KEP/MK

commit to user

Waspan/5/1999 tentang Tugas Pokok Penyuluh Pertanian yaitu: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan, dan penyusunan rencana kerja penyuluh pertanian, (2) melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat, (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan, (4) pengembangan penyuluhan, (5) pengembangan profesi penyuluhan, dan (6) kegiatan penunjang penyuluhan meliputi seminar, lokakarya penyuluhan pertanian.

Sesuai dengan prinsip dasar Grand Design Cyber Extension, yaitu

“partisipasi”, maka seluruh penyuluh diharapkan berpartisipasi dalam memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dalam rangka menunjang kelancaran tugas dan fungsinya (Badan PPSDMP, 2010). Kinerja penyuluh

dalam pemanfaatan cyber extension antara lain:

a) Aksesbilitas

Maksum dkk. (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

aksesibilitas informasi adalah aktivitas pengguna layanan informasi digital dalam mendapatkan informasi melalui prosedur dan mekanisme yang ditetapkan dan terkait dengan frekuensi penelusuran informasi. Aksesbilitas dapat ditinjau dari aplikasi mencari informasi, umpan balik, pengumpul dan penyedia informasi (Leeuwis, 2004), yang dijelaskan sebagai berikut:

commit to user

Leeuwis (2004) menjelaskan bahwa, terkait dengan aplikasi mencari dan mengakses, maka peran pekerja komunikasi adalah menyediakan dan

meng-update informasi, dengan alat kunci yang digunakan dalam

aplikasi adalah prosedur pencarian dan seleksi.

Vincen II (2009) mengungkapkan bahwa, seorang fasilitator pemberdayaan masyarakat dapat menggunakan internet untuk mengumpulkan banyak informasi tentang masyarakat sebelum dia melakukan kunjungan ke masyarakat. Jika ada topik yang menarik, biasanya pencarian internet dapat menghasilkan identifikasi dari suatu sumber yang dapat dipercaya dan dihormati data, dan banyak informasi yang bersifat gratis.

Subejo (2008) mengemukakan bahwa, petugas penyuluhan pertanian

di Jepang dapat memanfaatkan Extension Information Network (EI-net)

untuk pengumpulan informasi yang cepat, mengetahui kondisi terkini pertanian, dapat memilah dan memilih infomasi yang diperlukan dari database yang ada, dan mengumpulkan data teknis pertanian yang selalu terbaharui, mengumpulkan data cuaca, dan sebagai sarana yang efektif untuk mengumpulkan informasi skala lokal.

Vermaulen (2005) berpendapat bahwa, terkait popularitas saat ini dan kegunaan internet, maka menjadi pelabuhan pertama ketika mencari informasi tertentu. Pittman (2009) menyatakan bahwa, internet sekarang menjadi cara utama untuk mengumpulkan informasi.

commit to user

Berdasarkan Gender Cheklist: Agriculture yang diterbitkan oleh

Asian Development Bank (2010), maka dikemukan isu yang harus diperhatikan adalah apakah perempuan dan laki-laki dalam realitas dapat mengakses ke jaringan informasi dan media komunikasi. Hafkinn dan Taggart dalam Lestari (2010) menyatakan bahwa, budaya patriarki yang menempatkan laki-laki selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi di luar rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melakukan dan mengurus anak. Lestari (2010) menambahkan bahwa, budaya patriarki pun terasa di bidang teknologi. Hingga saat ini tidak cukup ramah terhadap perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi menjadi tugas laki-laki dan merupakan ranah maskulin. Sehingga dunia teknologi informasi masih didominasi laki-laki.

(2) Umpan balik

Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, aplikasi internet yang harus diperhatikan dari para pekerja komunikasi selain aplikasi mencari dan mengakses adalah aplikasi memori dan umpan balik. Melalui aplikasi memori dan umpan balik, maka peran pekerja komunikasi dalam penggunaan yaitu berupa pasangan diskusi dalam proses intrepretatif. Aplikasi memori dan umpan balik ini memberikan wawasan ke audiens,

karena audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail.

Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan EI-

net sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi sesama

commit to user

(1999) menjelaskan bahwa, dengan teknologi modern memungkinkan umpan balik lebih cepat dan efisien. Vincent II (2009) menambahkan

bahwa, dengan internet (e-mail) dapat membangun komunikasi dua arah

yang digunakan untuk mengirim ide, komentar, dan pertanyaan.

(3) Pengumpulan dan penyedia informasi dari lapangan

Dalam Grand Design Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Badan PPSDMP, 2010) telah diatur bahwa Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penyediaan penyediaan tenaga penyuluh pengumpul data di lapangan. Menurut Leeuwis (2004), untuk mengimplentasikan ide dasar pertukaran pengalaman dengan fasilitas media hibrid/internet, maka pekerja komunikasi pertanian dapat berperan untuk mengaplikasikan sebagai penyedia informasi.

b) Pemanfaatan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan

Pemanfaatan cyber extension oleh penyuluh digunakan untuk mendukung

penyediaan data dan informasi yang memadai sebagai bahan memfasilitasi

proses pembelajaran petani. Informasi yang terdapat di cyber extension dapat

dicetak untuk digunakan sebagai materi penyuluhan (Badan PPSDMP, 2010). Rivera dan Qamar (2003) mengungkapkan bahwa dengan mengakses komputer dan internet, maka para penyuluh pertanian akan menyediakan informasi (dari internet) ke masyarakat pedesaan.

Melalui EI-net di Jepang, jaringan informasi yang mencakup juga lembar

buletin pertanian difokuskan untuk mempercepat laju pertukaran informasi antar pusat penyuluhan dan petugas penyuluh pertanian (Yamada dalam

commit to user

Subejo, 2008). Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan

EI-net untuk menyebarluaskan informasi kepada banyak petani atau

pengguna secara serentak (Subejo, 2008).

c) Pengenalan cyber extension kepada petani

IBM dalam Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, dulu di negara maju media hibrida (internet) diharapkan membuat pekerja komunikasi pertanian mubazir, karena fungsi pekerja akan diambil alih oleh komputer dan model komputer. Namun, Nitsch dan Klink dalam Leeuwis (2004) menyatakan bahwa hal ini tidak akan menjadi masalah karena sebaliknya penyuluh semakin dianggap sebagai faktor kritis kesuksesan pengguna dan pengenalan media hibrida.

Leeuwis (2004) menyatakan bahwa para pekerja komunikasi dapat berfungsi dalam membantu para pengguna dalam penemuan, penyeleksian,

pemrosesan dan pengintrepretasian informasi. Wijeekon et al. (2006)

menyatakan bahwa, pelatihan bagi petani merupakan salah satu kriteria dalam

evaluasi pelaksanaan cyber extension di Srilanka. Pelatihan tersebut bertujuan

untuk mentransfer pengetahuan teknis kepada petani.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan

Cyber Extension

Timpe (2000) menyatakan bahwa, hal – hal yang mempengaruhi kinerja antara lain faktor internal (pribadi) dan eksternal (lingkungan) yang

menggambarkan kinerja baik atau jelek. Marliati dkk. (2008) mengungkapkan,

commit to user

penyuluh. Menurut Schuler dan Jackson (1998), kekuatan lingkungan, berupa teknologi baru, seperti teknologi telematik komputer, akan memberikan pengaruh bagi perubahan organisasi dan berhubungan dengan gaji dan kinerja karyawan. Sehingga beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kinerja

penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension, sebagai berikut:

a. Karakteristik Penyuluh

Karakteristik adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada sesuatu (benda, orang atau makhluk hidup lainnya) yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupannya (Mardikanto, 1993). Lebih jauh, Mardikanto (1993) memberikan contoh tentang karakteristik individu, yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan berbagai apek kehidupannya, antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, jabatan, status sosial dan agama.

Robbins (1998) menyatakan bahwa, karakteristik yang paling jelas adalah karakteristik pribadi atau karakteristik yang berkaitan dengan biografis, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan. Menurut Sunaryo (2002), maka tiap manusia (individu) adalah unik sehingga menentukan perilaku yang berbeda-beda. Dalam penelitian Hubeis (2007), karakteristik pribadi penyuluh yang berhubungan produktivitas kerja penyuluh pertanian lapangan adalah jenis kelamin, usia dan status, kawin, pangkat dan golongan (masa kerja), dan pendidikan (formal dan non-formal). Dalam penelitian

Suhanda dkk. (2008), karakteristik pribadi penyuluh seperti usia, masa kerja,

commit to user

Beberapa faktor dalam karakteristik pribadi yang mempengaruhi kinerja

penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension sebagai berikut:

1) Umur

Berhubungan dengan karakteristik umur, maka menurut Mardikanto (1996), maka semakin tua umur (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga setempat. Mardikanto (1996) menjelaskan bahwa, adopsi dalam proses penyuluhan, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, baik berupa: pengetahuan, sikap maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi.

Hubeis (2007) menyatakat, umur (usia) penyuluh menjadi kendala fisik utama bagi mereka untuk mengunjungi kelompoktani binaan yang berlokasi jauh dan harus ditempuh. Menurut Robbins (1998), ada keyakinan bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Dengaan menuanya umur produktivitasnya akan melorot, dengan sering diandaikan bahwa keterampilannya terutama dalam kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan koordinasi menurun berjalannya dengan waktu. Kebosanan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan berkurangnya rangsangan intelektual semuanya menyumbang pada berkurangnya produktivitas.

commit to user

2) Tingkat Pendidikan

Secara umum pendidikan akan berpengaruh terhadap cara dan pola pikir seseorang. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang produktif akan menyebabkan seseorang menjadi lebih dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Nuryanto, 2008).

Tingkat pendidikan yang rendah di negara berkembang, masih menjadi penghalang dalam mengakses teknologi informasi. Faktor bahasa Inggris sangat dominan sebagai bahasa internet dan sebagai bahasa pengantar internasional, juga menjadi menuntut para pengguna internet memperoleh pendidikan formal yang memberi kesempatan untuk belajar bahasa inggris (Hafkinn dan Taggart dalam Lestari, 2010).

Robbins (1998) mengemukakan bahwa, tingkat kinerja pegawai akan sangat tergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula.

3) Masa kerja

Robbins (1998) menjelaskan bahwa, masa kerja karyawan terkait dengan senioritas karyawan, yang berhubungan dengan variabel bayaran yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi masa kerja berhubungan dengan pengalaman dan kemampuan, sehingga semakin tinggi pengalaman dan kemampuan, maka kinerjanya semakin meningkat.

commit to user

Ivancevich et al. (2005) mengemukakan bahwa, karyawan yang

masa kerja sudah lama cenderung memiliki komitmen, sehingga berpengaruh pada kinerja. Hubbeis (2007) menjelaskan bahwa, masa kerja penyuluh yang sudah mencapai puluhan tahun turut mendukung kualitas kemampuan menguasai materi penyuluhan dan mengoperasikan

ragam media teknologi penyelenggaraan penyuluhan, seperti Overhea d

Projector (OHP), peta singkap dan leaflet. Namun dalam penelitian Leilani dan Jahi (2006), masa kerja penyuluh di beberapa kabupaten Jawa Barat masuk dalam kategori cukup lama 19-29 tahun, dan mereka manganggap peningkatan profesionalitas tidak lagi menjadi prioritas, karena bukan merupakan kebutuhan utama melainkan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri.

4) Kepemilikan sarana teknologi informasi

Rivera dan Qamar (2003) mengungkapkan bahwa, komputer dan internet boleh jadi tidak akan dapat diakses oleh masyarakat pedesaan, tetapi mereka akan terlayani oleh para penyuluh pertanian yang memiliki sarana tersebut dan menyediakan informasi (dari internet) ke masyarakat pedesaan. Perangkat lain seperti ponsel yang cukup menjanjikan untuk transfer dan pertukaran informasi praktis. Lestari (2010) menyatakan bahwa, akses dalam memanfaatkan teknologi internet sudah dapat di

atasi dengan adanya perangkat handphone yang dimiliki dengan fasilitas

komputer internet, namun pada umumnya pemanfaatan handphone

commit to user

5) Kepemilikan e-mail

Kepemilikan e-mail, merupakan salah satu karakteristik dari masyarakat maya untuk melakukan interaksi sosial. Alamat e-mail tersebut merupakan alamat rumah yang digunakan untuk menjalin kontak/komunikasi guna berbagai kebutuhan (Bungin, 2008).

6) Motivasi

Pengertian motivasi menurut Robbins (1998) adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Sumardjo dan Mulyandari (2010) menyatakan

bahwa, dalam implementasi cyber extension dengan dunia teknologi

informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara harus diikuti oleh motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan teknologi informasi oleh para penggunanya.

Terkait dengan motivasi belajar, maka Kibler. (Mardikanto, 1996), menyatakan seseorang akan aktif belajar manakala ia memiliki tujuan- tujuan tertentu atau merasakan adanya kebutuhan-kebutuhan atau kemauan yang mendorong terbentuknya “motivasi” untuk belajar yang menentukan peubah strategi yang menentukan hasil belajar. Sehingga dalam upaya mengubah perilaku diperlukan motivasi belajar. Kibler (Mardikanto, 1996) menyatakan bahwa, tujuan belajar merupakan salah satu unsur pembentuk motivasi untuk belajar, yang diantaranya (1) hanya sekadar ingin tahu tentang apa yang diajarkan; (2) adanya kebutuhan

commit to user

yang hanya dapat dipenuhi dari hasil belajarnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang; dan (3) adanya kebutuhan lain (sampingan) yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan hasil belajarnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.

Bastable (1999) menjelaskan bahwa, faktor yang bersifat memfasilitasi atau membentuk motivasi belajar diantaranya adalah (1) atribusi pribadi yang terdiri dari komponen fisik, perkembangan dan psikologis dan (2) pengaruh lingkungan, yang mencakup kondisi dan sikap, serta (3) sistem hubungan dengan pihak lain yang berkepentingan.

Pemilihan dan penggunaan informasi oleh seorang penyuluh akan berbeda tergantung pada kebutuhan dan motivasi penyuluh (Suryantini, 2003). McQuail (2010) menyatakan bahwa salah satu motivasi penggunaan media massa adalah untuk mencari informasi dan saran. Suryantini (2003) menambahkan bahwa motivasi dalam penggunaan media massa dimaksudkan untuk mengikuti informasi suatu peristiwa dan memanfaatkan media massa untuk mempelajari sesuatu yang bersifat umum serta berkaitan dengan keingintahuan.

commit to user

7) Sikap terhadap teknologi informasi

Sikap adalah penyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai obyek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu (Robbins, 1998). Bungin (2008) menyatakan bahwa,

sikap masyarakat terhadap inovasi telematika pada masyarakat post

modern adalah dipandang sebagai bagian gaya hidup, pada masyarakat modern dipandang secara rasional, pada masyarakat transisi mempertimbangkan untung rugi terhadap inovasi, dan pada masyarakat tradisional cenderung menolak.

b. Faktor Penunjang Cyber Extension

Strategi untuk menunjang dalam menghasilkan teknologi informasi yang baik yang mencakup tiga hal pokok (1) sistem informasi; (2) piranti lunak dan perangkat keras; dan (3) perangkat manusia (Indrajit, 2010). Beberapa hal yang diperhatikan pula dalam menunjang akses teknologi informasi,

khususnya cyber extension adalah sarana-prasarana, infrastruktur,

pembiayaan, dan kebijakan (Nasution, 2002; Sharma, 2005, Mulyandari dkk, 2010; dan Badan PPSDMP, 2010). Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Kebijakan

Kebijakan pemerintah adalah dukungan yang diberikan oleh kelembagaan atau pemerintah kepada penyuluh, guna kelancaran penyelenggaraan dan peningkatan kualitas penyuluhan pertanian. Kebijakan pemerintah yang mendukung terhadap penyuluh dan

commit to user

penyelenggaraan penyuluhan akan meningkatkan kemampuan dan kinerja penyuluh (Nuryanto, 2008). Mardikanto (2009) mengungkapkan, apabila kebijakan diartikan sebagai pilihan terbaik yang perlu dilakukan oleh setiap manajemen untuk mengelola sumberdaya demi tercapainya tujuan yang ditetapkan, maka pemerintah berkewajiban untuk menetapkan kebijakan penyuluhan pertanian yang secara empiris memiliki peran strategis sebagai: pemicu maupun pemacu/pelancar pembangunan pertanian. Namun, menurut Arifin (2005), dari pengalaman sejarah maka beberapa kebijakan publik hanya menguntungkan sebagian kecil pelaku ekonomi dan merugikan sebagian pelaku ekonomi lain, terutama petani.

Ivancevich et al. (2005) menjelaskan bahwa kebijakan bagi

karyawan akan berdampak pada komitmen karyawan dan kepuasan kerja karyawan. Dalam rangka meningkatkan kinerja dan peran penyuluh dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi perlu didukung oleh perangkat peraturan yang jelas dalam menerapkan dan mengoperasionalkan pelayanan data dan informasi berbasis internet kepada masyarakat tani, pemangku kebijakan dan pengguna jasa informasi pada umumnya (Badan PPSDMP, 2010). Menurut Pedoman Standar Pelayanan Minimal Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K), telah diatur bahwa salah satu kegiatannya adalah

layanan terpadu informasi cyber extension atau sering disebut Kios Cyber

commit to user

Kebijakan penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009). Kebijakan tersebut di antaranya adalah mengutamakan kegiatan berorientasi peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian salah satunya melalui sistem cafeteria informasi yang berbasis teknologi informasi. Dalam rangka mewujudkan kebijakan tersebut maka strategi yang ditetapkan adalah membangun sistem cafeteria informasi agribisnis dan inovasi dalam penyuluhan pertanian yang didukung/berbasis

teknologi informasi/cyber extension (Kementerian Pertanian, 2009).

Arti penting kebijakan penyuluhan pertanian yang menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan berkaitan dengan banyak pihak yang melakukan beragam kegiatan, yang meliputi: penelitian, diseminasi informasi/inovasi, pengadaan sarana produksi, pengadaan peralatan/mesin pertanian, pemasaran produk yang dihasilkan, pembiayaan, transportasi, dan aneka jasa yang lain. Sehingga, kegiatan penyuluhan pertanian tidak cukup ditangani oleh satu institusi pemerintah, tetapi akan melibatkan banyak instansi yang memerlukan koordinasi dan integrasi secara berkelanjutan (Mardikanto, 2009). Untuk itu, dalam kebijakan penyuluhan pertanian yang telah diatur salah satunya adalah meningkatkan intensitas komunikasi dialogis dan koordinasi dengan seluruh mitra pembangunan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009).

commit to user

Nasution (2002) menyatakan bahwa, dalam rangka meningkatkan akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi seluruh masyarakat, perlu upaya kebijakan dari pemerintah, karena pihak swasta tidak cukup mengatasi masalah kesenjangan yang terjadi. Menurut OECD dalam Nasution (2002) pemerintah diharapkan untuk mengimplementasikan upaya kebijakan sebagai berikut:

a) Infrastruktur jaringan (pengembangan infrastruktur dan prakarsa

regulasi untuk mendorong kekompetitifan).

b) Penyebarserapan ke individu dan rumah tangga (akses di sekolah dan

akses di institusi publik yang lain).

c) Pendidikan dan pelatihan (pelatihan di sekolah-sekolah dan pelatihan

vokasional).

d) Penyebarserapan ke kalangan bisnis (dukungan dan pelatihan

teknologi informasi dan komunikasi untuk pengusaha kecil serta bantuan ke daerah dan kawasan pedesaan).

e) Proyek pemerintah (pelayanan pemerintah secara on line dan

pemerintah sebagai model pengguna teknologi informasi dan komunikasi).

Menurut Marimin dan Probowo (2006), dalam kebijakan tersebut harus melekat pedoman-pedoman teknologi informasi untuk pemberdayaan masyarakat, seperti:

a) Pedoman layanan informasi publik minimal yang harus disediakan

commit to user

b) Pedoman infrastruktur dasar yang diperlukan untuk mendukung

layanan informasi publik.

c) Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan informasi melalui

terbentuknya community networkdan community r esearch center.

d) Deregulasi pemerintah pada sektor telekomunikasi, sehingga

infrastruktur yang ada bisa menjadi lebih murah.

Semenjak tahun 2008 dalam mengatasi kesenjangan teknologi informasi dan komunikasi yang dialami di wilayah Indonesia, Kementerian Telekomunikasi dan Informatika mengembangkan kebijakan berdasarakan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32/PER/M.KOMINFO/11/2008 tentang Kewajiban Pelayanan Universal

(KPU) Telekomunikasi atau Universal Service Obligation (USO).

Kebijakan tersebut telah mengatur penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika KPU di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) yaitu di wilayah antara lain daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan, daerah perbatasan, dan daerah yang tidak layak secara ekonomis serta wilayah yang belum terjangkau akses dan layanan telekomunikasi, dengan tujuan: (1) mengatasi kesenjangan digital (2) menunjang dan mendukung kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, serta mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

Pemenuhan komitmen Indonesia di World Summit Information Society.

Pengelola cyber extension adalah sektor pemerintah, dalam hal ini

Kementerian Pertanian (Badan PPSDMP), maka perlu adanya kebijakan mengenai tata kelola informasi. Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2011),

commit to user

kebijakan tata kelola mengacu pada mekanisme peran dan tanggung jawab yang digunakan organisasi untuk memastikan investasi di bidang teknologi informasi memenuhi tujuan organisasi. Faktor praktek komunikasi tata kelola teknologi informasi perlu diperhatikan terkait dengan sejumlah saluran komunikasi yang digunakan untuk mengkomunikasikan tata kelola, pedoman dan praktek.

2) Sarana dan Prasarana

Mardikanto (1996) menyatakan bahwa, beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektifitas penyuluhan diantaranya adalah salah satunya adalah lingkungan fisik. Terkait lingkungan fisik (sarana- prasarana), maka Sharma (2005) menyatakan bahwa, yang diperlukan

dalam mengakses cyber extension adalah komputer yang berbiaya murah

dan mampu menjadi perangkat/ media komunikasi yang dikembangkan sesuai budaya lokal. Infrastruktur yang dimanfaatkan dalam rangka konektivitas pedesaan di wilayah yang tidak terjangkau jaringan internet

adalah wireless local loop (komunikasi nir kabel).

Dalam Pedoman Standar Pelayanan Minimal Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) telah diatur bahwa dalam mendukung kegiatan pusat informasi, maka BP3K harus dilengkapi

perlengkapan yang salah satunya adalah komputer, modem, dan loca l

area network. Pusat informasi tersebut dimanfaatkan untuk mengakses informasi berkaitan dengan hasil-hasil penelitian, menyediakan database kegiatan penyuluhan, dan tempat melakukan kegiatan penyuluhan (Badan PPSDMP, 2010).

commit to user

Infrastruktur jaringan komunikasi yang paling lazim adalah kabel, hal ini apabila dikaitkan dengan terminologi jaringan yang merupakan perangkat fisik dan piranti lunak yang membentuk satu kelas kesisteman (Scahum 2004). Menurut Winarno dan Zaki (2010), ada dua jenis piranti

jaringan ditinjau dari teknologinya yaitu piranti jaringan kabel (wired)

dan nirkabel (wireless/wifi) .

Schaum (2004) menambahkan bahwa, infrastruktur jaringan adalah

merujuk kepada semua kabel, perangkat-perangkat switch, hub, router

dan berbagai hardware lainnya yang dimiliki dalam sebuah organiasasi atau yang berada di wilayah suatu geografis tertentu. Jaringan nirkabel

Dalam dokumen Purnomojati Anggoroseto. S621008003. (Halaman 52-86)

Dokumen terkait