• Tidak ada hasil yang ditemukan

KISARAN INANG DAN PENULARAN TeMV ASAL NILAM *) ( Host Range and Tranmission of TeMV from Patchouli )

BCMV1CP.AA G LLRNLRDKN LAR YAFDFYE VTSKTSDRAR EAVA QMKAAA LSNVSSKLFG PeLMVCP.AA G LIRNLRDMS LAR YAFDFYE INSRTPVRAR EAIV QMKAAA LTNVSNKMFG

V. KISARAN INANG DAN PENULARAN TeMV ASAL NILAM *) ( Host Range and Tranmission of TeMV from Patchouli )

Abstrak

Nilam (Pogostemon cablin) merupakan tanaman penting yang memiliki arti ekonomi karena kemampuannya memproduksi minyak esensial, yaitu minyak nilam. Hama dan penyakit dapat berkontribusi pada rendahnya produksi minyak nilam di Indonesia. Telosma mosaic virus (TeMV) telah diidentifikasi merupakan salah satu penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam. Kutudaun yang umumnya banyak dijumpai pada tanaman nilam bergejala mosaik menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan TeMV. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kisaran inang TeMV dan mengetahui hubungan kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan penyakit mosaik. Spesies kutudaun yang paling banyak ditemukan pada pertanaman nilam di Indonesia adalah Aphis gossypii Glover. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TeMV dapat ditularkan secara mekanis pada tiga famili tanaman yaitu Chenopodiaceae, Solanaceae dan

Amaranthaceae. Studi lebih lanjut pada kemampuan A. gossypii menularkan TeMV mengungkapkan adanya hubungan non-persisten dengan periode puasa pra-akuisisi optimum 25 menit, periode makan akuisisi 15 menit, dan periode makan inokulasi optimum 4 jam.

Kata kunci: Aphis gossypii, kisaran inang, nilam, Telosma mosaic virus. Abstract

Patchouli (Pogostemon cablin) is an economically important plant due to its capability to produce essential oil, i.e. patchouli oil. Pests and diseases may contribute to low production of patchouli oil in Indonesia. Aphids are commonly found associated with patchouli plants showing mosaic symptoms, indicated possible relationship between aphids and mosaic virus. Early diagnosis showed that mosaic disease on patchouli is caused by Telosma mosaic virus (TeMV) infection. The study was conducted to determine host range the virus and to know the relationship between aphids and mosaic virus in patchouli plants. Aphid species most abundant in patchouli cultivation in Indonesia was Aphis gossypii

Glover. TeMV can be mechanically transmitted to three plant families that were

Chenopodiaceae, Solanaceae and Amaranthaceae. Further study on the ability of

A. gossypii to transmit TeMV revealed non-persistent relationship with 25 min optimum pre-acquisition starvation, 15 min acquisition period and 4 hours optimum inoculation feeding period.

Pendahuluan

Pada bab III sudah dijelaskan bahwa salah satu masalah yang menyebabkan produksi nilam rendah ialah adanya infeksi virus. Di antara virus yang dilaporkan menginfeksi tanaman nilam yaitu Potyvirus yang menyebabkan penyakit mosaik (Noveriza et al. 2012, Singh et al. 2009). Spesies dan strain virus dapat dibedakan berdasarkan kisaran inang, gejalanya pada tanaman indikator dan hubungannya secara serologi (Adam et al. 2005), selain itu juga dapat dibedakan dari anggota genus yang lainnya berdasarkan inang diferensial (Vance et al. 1992). Menurut Sreenivasulu et al. (1994), Potyvirus yang menginfeksi tanaman

Sesamum indicum di Amerika Utara dapat ditularkan secara mekanik pada beberapa tanaman famili Amaranthaceae, Chenopodiaceae, Cucurbitaceae,

Leguminosae, dan Solanaceae.

Menurut Natsuaki et al. (1994), Patchouli motle virus (Potyvirus) dapat ditularkan secara mekanik dari tanaman nilam ke Chenopodium quinoa,

Tetragonia expansa dan Sesamum indicum menyebabkan infeksi sistemik, sedangkan pada tanaman C. amaranticolor dan Gomphrena globosa

menyebabkan infeksi lokal. Virus tersebut punya kesamaan dengan Potyvirus

yang menginfeksi tanaman nilam di India, mempunyai kisaran inang yang sempit karena tidak bisa menginfeksi beberapa spesies tanaman seperti Zinnia elegans,

Nicotiana glutinosa dan juga tanaman lain dari famili Labiatae. Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Brazil mempunyai kisaran inang yang lebih luas dibandingkan isolat Jepang dan India, karena dapat menginfeksi Z. elegans, N. glutinosa dan lain-lain. Kisaran inang Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Indonesia masih perlu dipelajari.

Potyvirus selain ditularkan dengan cara mekanik, dapat juga ditularkan oleh beberapa genus kutudaun termasuk Aphis gossypii, A. craccivora dan Myzus persicae secara non-persisten (Sreenivasulu et al. 1994, Brunt et al. 1996). Kutudaun dapat menularkan lebih dari 50% jenis virus tanaman (lebih kurang 275 spesies diantara 19 genus virus tanaman) (Nault 1997). Vektor ini dinyatakan sangat baik dalam menularkan virus karena stilet mereka dapat melewati ruang antar sel untuk mencapai jaringan target (seperti floem) dan dapat menembus sel- sel tanaman tanpa menyebabkan kerusakan (Mitchell 2004). Kutudaun merupakan kelompok serangga Aphididae yang sangat besar di dunia mencapai 4 700 spesies. Dari jumlah tersebut, sekitar 450 spesies yang baru diketahui mengkolonisasi tanaman pertanian (Blackman dan Eastop 2007). Dari 288 spesies kutudaun yang diuji, hanya 227 spesies yang dapat menularkan virus tanaman. Kutudaun termasuk kedalam subfamili Aphidinae yaitu genus Aphis, Myzus dan

Macrosiphum (Eastop 1983).

Virus yang ditularkan oleh serangga telah diklasifikasikan berdasarkan pada perbedaan (waktu) lamanya vektor mempertahankan kemampuannya untuk menularkan virus. Klasifikasi ini membedakan antara non-persisten (yaitu kemampuannya menularkan virus akan hilang dalam beberapa menit atau beberapa jam), semi-persisten (kemampuannya menularkan virus akan hilang setelah beberapa jam, dan persisten (kemampuan vektor untuk menularkan virus tahan selama beberapa hari atau sepanjang siklus hidupnya (Watson dan Robers 1939, Sylvester 1956). Selain itu ada juga klasifikasi lain yang mengacu pada situs retensi virus dalam vektor yaitu "stylet-borne" (yang dikenal dengan non-

persisten) dimana virus dipertahankan pada ujung stilet (Kennedy et al. 1962), sedangkan yang dipertahankan di foregut itu disebut "foregut-borne" (disebut juga semi-persisten) (Nault dan Ammar 1989).

Di Indonesia, peranan kutudaun (A. gossypii) sebagai serangga vektor virus penyebab penyakit mosaik nilam belum jelas, sehingga perlu pengujian untuk memastikannya. Selama survei penyakit mosaik pada tanaman nilam di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jambi ditemukan populasi kutudaun yang sangat tinggi pada daun nilam. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara kutudaun dan penyakit virus mosaik yang menyerang tanaman nilam.

Penelitian ini dilakukan untuk (1) mengetahui kisaran inang TeMV, dan (2) mengetahui hubungan kutudaun dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam.

Bahan dan Metode Uji Kisaran Inang TeMV

Penyiapan Tanaman. Bibit tanaman uji berasal dari tanaman sehat, ditanam dalam polibeg berisi tanah dan pupuk kandang [2:1 (v/v)]. Tanaman yang disiapkan adalah dari famili Solanaceae yaitu Datura stramonium, Solanum melongena, Nicotiana benthamiana, N. tabacum; Cucurbitaceae yaitu Cucumis sativus; Chenopodiaceae yaitu Chenopodium amaranticolor, C. quinoa; dan

Amaranthaceae yaitu Gomphrena globosa.

Perbanyakan Sumber Inokulum dan Tanaman Uji. Sumber inokulum berasal dari tanaman nilam yang terinfeksi TeMV yang dikoleksi dari Cimanggu- Bogor (isolat Bogor).

Inokulasi TeMV. Isolat TeMV yang digunakan untuk uji kisaran inang adalah isolat asal Bogor (TeMV-BGR01). Pengujian respon tanaman indikator dilakukan dengan inokulasi secara mekanik menggunakan cairan perasan tanaman (sap). Sap dibuat dari daun tanaman yang terinfeksi TeMV (Potyvirus). Daun tersebut digerus sampai halus dengan menggunakan mortar setelah sebelumnya ditambahkan bufer fosfat (0.01M; pH 7.0) dengan perbandingan 1:5 (b:v). Daun tanaman yang akan diinokulasi sebelumnya ditaburi dengan carborundum (600 mesh). Sap kemudian dioleskan pada daun dengan menggunakan kapas steril, dimulai dari bagian pangkal daun ke ujung secara searah dengan tidak mengulangi pada daerah yang sama. Setelah pengolesan sap selesai, daun tanaman uji disiram dengan air mengalir untuk membersihkan sisa-sisa sap yang masih melekat. Masing-masing tanaman uji terdiri atas 10 ulangan.

Pengamatan Uji Kisaran Inang. Pengamatan terhadap gejala yang muncul dilakukan setiap hari selama dua bulan. Persentase kejadian penyakit ditentukan berdasarkan hasil deteksi dengan ELISA menggunakan antibodi

Potyvirus.

Uji Penularan TeMV dengan Kutudaun

Kutudaun yang digunakan dalam mengetahui hubungan serangga ini dengan penyakit mosaik adalah Aphis gossypii.

Pembebasan Kutudaun dari Virus. Imago A. gossypii dibuat bebas virus dengan memelihara pada daun talas yang sehat. Sebelumnya daun talas dicuci, tangkainya dibalut dengan kapas basah dan diletakkan pada cawan petri.

Kutudaun dipindahkan dengan kuas gambar yang telah dibasahi dengan sedikit air ke permukaan daun talas bagian bawah yang berada dalam cawan petri. Cawan petri ditutup dan imago dibiarkan menghasilkan nimfa. Kutudaun yang baru lahir dipindahkan ke daun tanaman inang sehat dan dibiarkan berkembang biak. Kutudaun ini kemudian digunakan untuk pengujian selanjutnya, karena kutudaun yang baru lahir selalu bebas virus (non-viruliferous) (Noordam 1973).

Perbanyakan Sumber Inokulum dan Tanaman Uji. Sumber inokulum berasal dari tanaman nilam yang terinfeksi TeMV yang dikoleksi dari Cimanggu- Bogor (isolat Bogor). Tanaman uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilam Aceh varietas Sidikalang (Pogostemon cablin) hasil kultur in vitro

(somaklon no 6, 21 dan 25), yang benihnya diperoleh dari Balittro Bogor. Setek tanaman nilam ditanam dalam polibeg yang berisi tanah dan pupuk kandang [2:1 (v/v)]. Setelah tanaman berumur 1 bulan, tanaman siap diinokulasi.

Pengaruh Pra-akuisisi Periode Puasa Kutudaun terhadap Penularan TeMV. Nimfa kutudaun (A.gossypii) yang tidak bersayap dipindahkan ke kotak plastik untuk dipuasakan selama10, 15, 25, 40, 60, 90, dan 120 menit. Setelah melalui periode puasa, sebanyak 1 200 kutudaun diletakkan pada tanaman nilam yang telah terinfeksi TeMV untuk diberikan periode makan akuisisi selama 15 menit. Kutudaun tersebut kemudian dipindahkan ke tanaman nilam sehat berumur 1 bulan sebanyak 10 ekor setiap tanaman, untuk diberikan periode makan inokulasi selama 24 jam. Pemindahan kutudaun dilakukan dengan hati-hati menggunakan kuas agar stiletnya tidak patah.Tiap perlakuan diulang 15 kali. Sebagai kontrol, tanaman nilam diperlakukan sama, kecuali serangga vektor diberi periode makan akuisisi pada tanaman nilam sehat. Tanaman uji dipelihara di dalam kurungan kedap serangga dan kutudaun dimatikan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai 2 bulan setelah penularan terhadap masa inkubasi, gejala dan persentase tanaman yang sakit. Hasil penularan dikonfirmasi dengan uji serologi (ELISA).

Pengaruh Periode Inokulasi Kutudaun Terhadap Penularan TeMV.

Nimfa kutudaun (A.gossypii) yang tidak bersayap dipindahkan ke kotak plastik untuk dipuasakan selama 40 menit. Selanjutnya 1 200 kutudaun tersebut diletakkan pada tanaman nilam yang telah terinfeksi TeMV untuk diberikan periode makan akuisisi selama 15 menit. Kutudaun tersebut kemudian dipindahkan ke tanaman nilam sehat berumur 1 bulan sebanyak 10 ekor setiap tanaman, untuk diberikan periode makan inokulasi 5, 10, 15, 30, 60 menit, 2 , 4, 6, 12, 24 jam. Tiap perlakuan diulang 10 kali. Sebagai kontrol, tanaman nilam diperlakukan sama, kecuali serangga vektor diberi periode makan akuisisi pada tanaman nilam sehat. Tanaman uji dipelihara di dalam kurungan kedap serangga dan kutudaun dimatikan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai 2 bulan setelah penularan terhadap masa inkubasi, gejala dan persentase tanaman yang sakit. Hasil penularan dikonfirmasi dengan uji serologi (ELISA).

Hasil dan Pembahasan Hasil

Kisaran Inang TeMV

TeMV berhasil ditularkan secara mekanik ke N. benthamiana, N. tabacum,

menginfeksi tanaman yang termasuk famili Chenopodiaceae, Solanaceae, Amaranthaceae dan Cucurbitaceae. Ada beberapa perbedaan respon infeksi TeMV dan PaMoV (Potyvirus asal nilam di Jepang) pada tanaman C. quinoa, G. globosa dan N tabacum (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Respon berbagai tanaman indikator terhadap infeksi Potyvirus asal tanaman nilam.

Famili dan spesies tanaman Isolat Bogor (TeMV-BGR01) PaMoV (Natsuaki

et al.1994) Lokal Sistemik Lokal Sistemik

Chenopodiaceae Chenopodium amaranticolor LKcm Ti LK Ti C. quinoa LK Ti LK LK Solanaceae Nicotiana benthamiana M M Nt Nt N. tabacum M M Ti Ti

Solanum melongena (terong) LK Ti Nt Nt

Datura metel Ti Ti Nt Nt

Amaranthaceae

Gomphrena globosa LK LK LK Ti

Cucurbitaceae

Cucumis sativus (timun) Ti Ti Ti Ti

LKcm=Lesio klorotik dengan cincin merah; LK, lesio klorotik; M, mosaik;Ti, tidak terinfeksi; Nt, tidak diuji.

Penularan TeMV menggunakan Kutudaun

Periode Puasa Pra-akuisisi Aphis gossypii Terhadap Penularan TeMV. Periode puasa pra-akuisisi tidak secara signifikan berpengaruh terhadap penularan TeMV oleh A. gossypii, walaupun terdapat variasi persentase infeksi akibat perbedaan waktu puasa. Waktu puasa optimum A. gossypii menularkan TeMV adalah 25 menit, persentase infeksinya mencapai 100%, dibandingkan pada perlakuan tanpa puasa infektifitasnya hanya 66.7% (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Persentase infeksi TeMV yang ditularkan oleh Aphis gossypii pada beberapa tingkat periode puasa pra-akuisisi pada 50 hari setelah inokulasi (HSI). 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 0 10 15 25 40 60 90 120 Infe k si P o tyviru s (%)

A. gosyypii yang dipuasakan dan yang tidak dipuasakan ternyata sama- sama mampu menularkan TeMV pada tanaman nilam, meskipun perlakuan puasa dapat meningkatkan persentase infeksi TeMV.

Periode Makan Inokulasi Aphis gossypii Terhadap Penularan TeMV.

Periode inokulasi 5 menit sangat penting untuk penularan TeMV oleh A. gossypii. Persentase infeksi meningkat seiring dengan peningkatan periode inokulasi sampai 4 jam dan selanjutnya menurun dengan makin lamanya periode inokulasi. Infeksi TeMV pada nilam hanya 40% ketika periode inokulasi A. gossypii 24 jam (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Persentase infeksi Potyvirus yang ditularkan oleh Aphis gossypii pada beberapa tingkat periode waktu makan inokulasi pada 50 hari setelah inokulasi (HSI).

Percobaan yang dilakukan pada pengaruh waktu inokulasi terhadap kemampuan A. gossypii dalam menularkan TeMV menunjukkan bahwa kutudaun tersebut dapat menularkan virus dalam waktu 5 menit. Persentase infeksi meningkat dengan meningkatnya waktu inokulasi sampai waktu 4 jam, selanjutnya mulai menurun seiring dengan perpanjangan waktu inokulasi (Gambar 5.2).

Pembahasan

TeMV dapat menginfeksi tanaman yang termasuk famili Chenopodiaceae, Solanaceae, Amaranthaceae dan Cucurbitaceae. Kisaran inang tersebut sesuai dengan kisaran inang virus-virus dari kelompok Potyvirus yang umumnya dapat menginfeksi tanaman-tanaman dari famili Chenopodiaceae, Solanaceae, Amaranthaceae dan Cucurbitaceae (Nascimento et al. 2006, Natsuaki et al. 1994). Namun demikian, terdapat sedikit perbedaan respon inang dengan PaMoV, anggota Potyvirus yang dilaporkan menginfeksi tanaman nilam oleh Natsuaki et al. (1994). C.quinoa hanya memperlihatkan lesio klorotik lokal bila terinfeksi oleh TeMV tetapi bila terinfeksi PaMoV memperlihatkan lesio klorotik lokal dan sistemik. Demikian juga G. globosa hanya memperlihatkan lesio klorotik bila terinfeksi PaMoV tetapi bila terinfeksi TeMV memperlihatkan lesio klorotik lokal dan sistemik dan N. tabacum yang bukan inang PaMoV dapat terinfeksi oleh TeMV. Perbedaan respon inang ini menjadi pertanda bahwa PaMoV dan virus yang menjadi objek penelitian ini (TeMV-BGR01) adalah spesies yang berbeda

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 5 10 15 30 60 120 240 360 720 1440 Infe k si P o tyviru s (%)

walaupun sama-sama merupakan golongan Potyvirus. Ketiga spesies tanaman inang ini (C. quinoa, G. globosa dan N tabacum) dapat digunakan sebagai

differential host. Selain secara mekanis, TeMV juga dapat ditularkan dari suatu tanaman ke tanaman lainnya melalui kutudaun.

Penularan virus tumbuhan oleh serangga (kutudaun) diawali dengan proses perolehan (akuisisi) virus dari sumber virus yang berupa tanaman sakit atau tumbuhan lain, sehingga serangga mengandung virus (virulifer) dan infektif. Vektor infektif kemudian menularkan virus yang dibawanya ke tanaman lain (inokulasi) diantara waktu tertentu yang disebut masa inkubasi virus dalam tubuh vektor atau masa laten. Setelah menularkan virus ke tumbuhan lain, infektivitas vektor dapat hilang, menurun atau tetap sampai seumur hidup, tergantung dari pada tipe interaksi virus dengan serangga vektor (Nault 1997).

TeMV dapat ditularkan oleh A. gossypii yang tidak dipuasakan maupun yang dipuasakan. Namun demikian, periode waktu puasa dapat meningkatkan persentase infeksi TeMV pada tanaman nilam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakuan oleh Wang dan Pirion (1996) dan Singh et al. (2005). Puasa juga dapat menghilangkan komponen tanaman yang mengganggu retensi virion dalam kanal makanan yang ada pada stilet kutudaun (Wang dan Pirion 1996).

Pada periode waktu inokulasi 5 menit, A. gossypii dapat menularkan TeMV mencapai 30% pada tanaman nilam. Persentase penularan tertinggi (80%) pada waktu inokulasi 4 jam. Singh et al. (2005) melaporkan bahwa A. craccivora

dapat menularkan Sunflower mosaic potyvirus (SFMV, Potyvirus yang menyebabkan penyakit mosaik pada tanaman bunga matahari) dalam waktu 1 menit dan persentase penularan tertinggi (60%) pada waktu inokulasi 1 jam, tetapi perpanjangan waktu inokulasi menurunkan persentase penularan 7-47%. Myzus persicae dapat menularkan Potato virus Y dalam waktu 5 detik, jumlah tanaman yang terinfeksi paling tinggi (mencapai 93,3% pada tanaman Nicotiana tabacum) pada waktu inokulasi 5 menit (Kotzampigikis et al. 2009). Hal ini mungkin terjadi disebabkan karena vektor yang lebih efisien membawa jumlah virus yang lebih banyak untuk ditularkan ke tanaman yang rentan dibandingkan vektor yang kurang efisien. Vektor yang kurang efisien membutuhkan waktu inokulasi yang lebih lama untuk menularkan virus.

Berdasarkan uji penularan dengan A. gossypii diketahui bahwa hubungan antara virus mosaik pada nilam yang disebabkan oleh TeMV dengan vektor A. gossypii adalah secara non-persisten. Penularan virus oleh serangga secara non- persisten terjadi bila virus bertahan dalam tubuh serangga dalam waktu yang singkat, beberapa menit atau jam. Serangga menjadi infektif dengan seketika setelah membawa virus, tidak diperlukan periode laten. Persistensi atau retensi virus dalam vektor sangat singkat (Sylvester 1980). Kutudaun virulifer yang tidak menginokulasi tanaman lain juga kehilangan infektivitasnya setelah beberapa saat (Sumardiyono et al. 1997).

Umumnya virus dari kelompok Potyvirus ditularkan oleh kutudaun secara non-persisten. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2005) bahwa SFMV ditularkan secara non-persisten oleh A. craccivora. A. gossypii dan Myzus persicae menularkan Papaya ringspot virus-tipe W dan

Zucchini yellow mosaic virus (Potyvirus) secara non-persisten pada tanaman

Seluruh tanaman yang diuji ternyata rentan terhadap TeMV, hal ini ditunjukkan oleh persentase infeksi TeMV mencapai 100% setelah ditularkan oleh

A. gossypii. Menurut Kishaba et al. (1992), persentase infeksi Watermelon mosaic virus yang ditularkan oleh A. gossypii pada tanaman yang rentan, toleran dan tahan berturut-turut mencapai 97.9%, 69.4% dan 26.7%

Simpulan

TeMV isolat asal nilam (BGR01) mempunyai kisaran inang sesuai dengan kisaran inang kelompok Potyvirus. Reaksi C. quinoa, G. globosa dan N. tabacum

dapat membedakan TeMV dari anggota Potyvirus lainnya (PaMoV) yang juga dilaporkan menginfeksi tanaman nilam. A. gossypii, kutudaun yang ditemukan mengkoloni tanaman nilam, efisien menularkan TeMV dengan periode puasa optimum 25 menit, periode akuisisi 15 menit dan periode makan inokulasi optimum 4 jam. Hubungan antara serangga vektor dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam secara non-persisten.

Daftar Pustaka

Blackman RL, Eastop VF. 2007. Taxonomic issues. In: van Emden. H.F., Harrington, R. (Eds.). Aphids as Crop Pests. New York (US): CABI Publishing, Wallingford.

Brunt AA, Crabtree K, Dallwitz MJ,Gibbs AJ, Watson L, Zurcher EJ. 1996. Plant Viruses Online: Descriptions and Lists from the VIDE Database. Version: 20th August 1996. URL http://biology.anu.edu.au/ Groups/MES/vide/

Eastop VF. 1983. The biology of the principal aphid virus vectors. In: Plumb, R.T., Thresh, J.M. (Eds.) Plant Virus Epidemiology. London (EN): Blackwell Scientific Publications, Oxford.

Kennedy JS, Day MF, Eastop VF. 1962. A Conspectus of Aphids as Vectors of Plant Viruses. London (EN): Commonwealth Institute of Entomology. Kishaba AN, Castle SJ, Coudriet DL, McCreight JD, Bohn GW. 1992. Virus

transmission by Aphis gossypii Glover to aphid-resistant and susceptible muskmelons. J Amer Soc Hort Sci. 117(2):248-254.

Kotzampigikis At, Hristova D, Tasheva-Terzieva E. 2009. Virus-vector relationship between potato virus Y – PVY and Myzus persicae Sulzer. Bulg. J. Agric. Sci.15:557-565.

Martin B, Rahbe Y, Fereres A. 2003. Blockage of stylet tips as the mechanism of resistance to virus transmission by Aphis gossypii in melon lines bearing the Vat gene. Ann Appl Biol. 142(2):245-250. doi: 10.1111/j.1744- 7348.2003.tb00247.x.

Mitchell PL. 2004. Heteroptera as vectors of plant pathogens. Neotropical Entomol. 33:519–545.

Nascimento AVS, Santana EN, Braz ASK, Alfenas PF, Pio-Ribeiro G, Andrade GP, de Carvalho MG, Zerbini FM. 2006. Cowpea aphid-borne mosaic virus (CABMV) is widespread in passionfruit in Brazil and causes passionfruit woodiness disease. Archive virology 151:1797-1809.

Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M. 1994. Characteristic of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78(11):1094-1097. Doi: 10.1094/PD-78- 1094.

Nault LR. 1997. Arthropod transmission of Plant Viruses. A New Synthesis.Ann Ent Soc America 90(5):521-541.

Nault LR, Ammar ED. 1989. Leafhopper and planthopper transmission of plant viruses.Ann. Rev. Entomol. 34:503–529.

Noordam D. 1973.Identification of plant viruses, Methods & experiments. Wageningen (AUS): Centre for Agricultural Publishing and Doc.

Noveriza R, Suastika S; Hidayat SH, Kartosuwondo U. 2012. Identification of a

Potyvirus associated with mosaic disease on patchouli plants in Indonesia. J. ISSAAS. 18(1):131-146.

Pinto ZV, Rezende JAM, Yuki VA, Piedade SMS. 2008. Ability of Aphis gossypii

and Myzus persicae to transmit Cucumber mosaic virus in single and mixed infection with two potyviruses to zucchini squash. Summa Phytopathologica 34(2):183-185. http://dx.doi.org/10.1590/S0100- 54052008000200016.

Singh RK, Singh SJ, Prakash S. 2005. Relationship of Sunflower mosaic potyvirus

(SMPV) with its aphid vector Aphis craccivora Koch. Indi J Agri Res. 39(1):1-9.

Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, Zaidi AA. 2009. Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-tree patchouli plants by meristem tip culture. J Plant Dis Protec. 116(1):2-6.

Sreenivasulu P, Demski JW, Purcifull DE, Christie RG, Lovell GR. 1994. A potyvirus causing mosaic disease of sesame (Sesamum indicum). Plant Dis. 78:95-99.

Sularno. 2009. Pengaruh lama waktu makan akuisisi dan lama waktu makan Inokulasi Myzus persicae dan Aphis glycine terhadap kecepatan penularan virus tanaman. Kultura 10(1):1-6.

Sumardiyono YB, Supratoyo, Samsuri. 1997. Penularan penyakit mosaik kacang panjang oleh Aphis craccivora. J Perlin Tan Indones. 3(1):32-37.

Sylvester ES. 1956. Beet yellows virus transmission by the Green peach aphid.J. Econ. Entomol. 49:789–800.

Sylvester ES. 1980. Circulative and propagative virus transmission by aphids. Ann Rev Ento. 25(1):257-286. doi: 10.1146/annurev.en.25.010180.001353. Vance VB, Jordan R, Edwardson JR, Christie R, Purcifull DE, Turpen T, Falk B.

1992. Evidence that pepper mottle virus andpotato virus Y are distinct viruses: analyses of the coat protein and 3'untranslated sequence of a California isolate of pepper mottlevirus. Arch. of Virol.5:337-345.

Wang RY, Pirone TP. 1996. Potyvirus transmission is not increased by pre- acquisition fasting of aphids reared on artificial diet. J Gen Virol. 77(12):3145-3148. doi: 10.1099/0022-1317-77-12-3145.

Watson MA, Robers FM. 1939. A comparative study of the transmission ofHyoscyamus virus 3, potato virus Y and cucumber virus 1 by the vectors Myzuspersicae (Sulz), M. circumflexus (Buckton), and

*) Telah dipublikasikan di Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 18 Nomor 1, 2012. ISSN: 0853-8212.

VI. ELIMINASI TeMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA