• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 Hubungan antara kelimpahan spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa

bioaktif (sumber: De Voogd 2005)... 27

7 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu DKI Jakarta... 33

8 Kisaran nilai suhu (

o

C) pada stasiun pengamatan... 43

9 Kisaran nilai TSS (mg/l) pada stasiun pengamatan... 44

10 Kisaran nilai kekeruhan (NTU) pada stasiun pengamatan... 44

11 Kisaran nilai kecepatan arus (m/det) pada stasiun pengamatan... 45

12 Kisaran nilai salinitas(

o

/

oo

) pada stasiun pengamatan... 46

13 Kisaran nilai pH pada stasiun pengamatan... 46

14 Kisaran nilai DO (mg/l) pada stasiun pengamatan... 48

15 Kisaran nilai TOM (mg/l) pada stasiun pengamatan... 49

16 Kisaran nilai BOD

5

(mg/l) pada stasiun pengamatan... 49

17 Kisaran nilai COD (mg/l) pada stasiun pengamatan... 50

18 Kisaran nilai N-NO

3

(mg/l) pada stasiun pengamatan... 51

19 Kisaran nilai P-PO

4

(mg/l) pada stasiun pengamatan... 52

20 Kisaran nilai silikat (mg/l) pada stasiun pengamatan... 52

21 Kelimpahan (ind/m

2

) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan... 54

22 Indeks keanekaragaman (H’) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan.. 55

23 Indeks keseragaman (E) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan ... 55

24 Indeks dominansi (C) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan ……... 56

25 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae dan ampicillin di Pulau Lancang kedalaman 7 m terhadap

Bakteri E.coli dan S. aureus... 57

26 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pari kedalaman 7 m dan 15 m terhadap

bakteri E. coli... 58

27 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak

spons Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pari kedalaman 7 m dan15 m

terhadap bakteri S. aureus... 59

28 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak

spons Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pramuka kedalaman 7 m dan

15 m terhadap bakteri E. coli... 60

29 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak

spons Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pramuka kedalaman 7 m dan

15 m terhadap bakteri S. aureus ………..…….. 61

30 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri Liosina sp di stasiun 7

SPR pada kedalaman 15 m terhadap bakteri E. coli………. 62

31 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri Xestospongia sp2

di stasiun 3 BPP pada kedalaman 7 m terhadap bakteri S. aureus... 62

32 Analisis Komponen Utama karakteristik kualitas perairan pada stasiun

pengamatan: A. Korelasi antar variabel pada sumbu 1 dan 2 (F

1

xF

2

);B.

Sebaran stasiun pengamatan pada sumbu 1 dan 2 (F

1

xF

2

)... 65

33 Analisis Komponen Utama karakteristik kualitas perairan pada stasiun

pengamatan: A. Korelasi antar variabel pada sumbu 1 dan 3 (F

1

xF

3

);

34 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun pengamatan berdasarkan

karakteristik fisika-kimia air... 69

35 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 7 m pada sumbu (F1xF2)... 73

36 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 7 m pada sumbu (F1xF3)... 74

37 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun penelitian berdasarkan kelimpahan

spons Demospongiae pada kedalaman 7 m... 75

38 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 15 m pada sumbu (F1xF2)... 77

39 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 15 m pada sumbu (F1xF3)... 78

40 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun penelitian berdasarkan kelimpahan

spons Demospongiae pada kedalaman 15 m………... 79

41 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 7 m terhadap bakteri E. coli pada sumbu

(F1xF2) dan (F1xF3)... 81

42 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun penelitian berdasarkan jumlah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 7 m terhadap bakteri E. coli... 82

43 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 15m terhadap bakteri E. coli pada sumbu

(F1xF2) dan (F1xF3)... 83

44 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun penelitian berdasarkan jumah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 15 m terhadap bakteri E. coli………. 84

45 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 7 m terhadap bakteri S. aureus pada sumbu

(F1xF2) dan (F1xF3)... 86

46 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 15 m terhadap bakteri S. aureus pada sumbu

47 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun penelitian berdasarkan jumlah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 7 m terhadap bakteri S. aureus……… 88

48 Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun penelitian berdasarkan jumlah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 15 m terhadap bakteri S. aureus……… 88

49 Jumlah jenis dan Genera spons Demospongiae yang memiliki aktivitas senyawa

bioaktif antibakteri terhadap bakteri E. coli pada stasiun pengamatan... 89

50 Jumlah jenis dan Genera spons Demospongiae yang memiliki aktivitas senyawa

bioaktif antibakteri terhadap bakteri S. aureus pada stasiun pengamatan... 89

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil pengukuran penentuan titik stasiun pengambilan kualitas fisika-kimia

air dan spons Demospongiae dengan alat “GPS (Global Positioning

System)”... 103

2 Nilai karakteristik fisika dan kimia air pada stasiun pengamatan ... 104

3 Jenis dan kelimpahan spons Demospongiae yang teramati pada kedalaman

7 m dan 15 m pada stasiun pengamatan ... ... 105

4 Komposisi jenis spons Demospongiae pada stasiun pengamatan... 107

5 Diameter rata-rata zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae terhadap bakteri E. coli pada stasiun pengamatan di

kedalaman 7 m dan 15 m, serta diameter rata-rata zona hambat kontrol

positif (ampicilin) dan kontrol negatif (metanol)... 109

6 Diameter rata-rata zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae terhadap bakteri S. aureus pada stasiun pengamatan di

kedalaman 7 m dan 15 m, serta diameter rata-rata zona hambat kontrol

positif (ampicilin) dan kontrol negatif (metanol)... 111

7 Hasil analisis komponen utama karakteristik fisika-kimia perairan pada

stasiun pengamatan... 113

8 Analisis faktorial koresponden kelimpahan spesien spons Demospongiae

pada kedalaman 7 m pada stasiun pengamatan... 116

9 Analisis faktorial koresponden kelimpahan spesien spons Demospongiae

pada kedalaman 15 m pada stasiun pengamatan... 118

10 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri

E.coli kedalaman 7 m pada stasiun pengamatan... 120

11 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri

E.coli kedalaman 15 m pada stasiun pengamatan... 122

12 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri S.

13 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri S.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Spons adalah hewan multisel yang paling sederhana dan dapat hidup dengan baik pada daerah terumbu karang. Di dunia terdapat kurang lebih 7000 spesies (sebagian besar merupakan kelas Demospongiae) yang terdiri atas 25 Ordo, 127 Famili dan 682 Genera (Hooper dan Van Soest 2004).

Spons merupakan anggota dari F ilum Porifera dan memiliki bentuk yang bervariasi. Ada yang berbentuk cabang, pipih, mangkok, cerobong dan ada pula yang berbentuk bola (Rachmaniar et al. 2001). Biota laut ini juga mengandung senyawa bioaktif yang paling potensial, bahkan senyawa bioaktif yang dikandungnya lebih banyak dibandingkan dengan alga dan tumbuhan darat (Muniarsih 2003).

Pusat riset kelautan bertaraf internasional juga giat dalam berbagai penelitian obat-obatan dengan materi senyawa bioaktif yaitu melalui isolasi senyawa dari spons. Di Amerika Serikat ada dua lembaga ternama yang menfokuskan risetnya dibidang farmakologi berbahan baku spons. Dua lembaga tersebut adalah Scripts Institution of Oceanography, San Diego dan

University of Hawai. Hal serupa juga dilakukan oleh University of Dusseldorf, Jerman dan Australian Institute of Marine Science (AIMS), Townsville, Australia (Ma’ruf 2003). Berdasarkan kajian Calbiochem, sebuah perusahaan Industri kimia, 30 % dari seluruh obat-obatan antikanker dan antitumor yang dihasilkan dunia kelak akan berasal dari terumbu karang dan spons di wilayah Indonesia dan Australia (Ma’ruf 2003).

Dalam kurun waktu 10 tahun (1977-1987) dapat dikemukakan bahwa penelitian terhadap spons cendrung meningkat, yakni berjumlah 289 metabolit baru atau sekitar 36 % metabolit. Kecendrungan peningkatan ini disebabkan oleh (a) bahan percobaan spons yang relatif mudah didapat (b) tipe struktur molekul metabolit pada spons dan senyawa bioaktifnya yang lebih beragam serta (c) kemampuan biosintesis metabolit sekunder yang lebih luas (Soediro 1999).

Spons diperairan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang terkaya didunia. Selanjutnya, diinformasikan juga hingga sekarang baru terdaftar 830 jenis spons Demospongiae di perairan Indonesia Timur (Amir 1991). Kepulauan Seribu DKI Jakarta, memilki keaneka ragaman spons relatif lebih tinggi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Rachmaniar et al. (2001) dalam suatu penelitian yang paling me ndasar untuk bidang pengkajian bahan alam laut. Salah satu bahan pengkajiannya adalah uji senyawa bioaktif 113 jenis spons laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta terhadap bioindikator Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Vibrio cholerae eltor. Amir (1991) juga melakukan penelitian tentang studi pendahuluan untuk mengumpulkan data jenis-jenis fauna spons yang terdapat di terumbu karang di Pulau Genteng Besar, pulau-pulau Seribu termasuk juga pengamatan mengenai bentuk dan ukuran spons di tempat hidupnya pada kedalaman yang berbeda.

Menurut Janssen (2001), produksi metabolit sekunder pada organisme dimodulasi oleh lingkungannya seperti, kedalaman air, intensitas cahaya dan pertahanan kimia. Selanjutnya Haris (2004) mengatakan bahwa senyawa bioaktif e kstrak spons yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan yang rendah berbeda dengan senyawa bioaktif ekstrak spons pada lingkungan dengan tingkat gangguan yang tinggi. Pada lingkungan perairan yang relatif kotor memiliki senyawa bioaktif yang relatif tinggi, sedangkan pada perairan yang relatif bersih senyawa bioaktif relatif rendah bahkan tidak aktif. De Voogd (2005) juga mengatakan, spons dengan senyawa bioaktif lemah atau tidak memiliki senyawa bioaktif , energi yang digunakan didalam tubuhnya lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi daripada memproduksi metabolit sekunder. Spons dengan kandungan senyawa bioaktif tinggi disamping energinya untuk pertumbuhan dan reproduksi, maka kelebihan energi (sisa energi yang lainnya) juga digunakan untuk memproduksi metabolit sekunder dalam mempertahankan dirinya terhadap pemangsa.

Penelitian-penelitian tentang spons laut telah banyak dilakukan seperti oleh Amir (1991), Rachmaniar et al. (2001), Muniarsih (2003) dan Haris

(2004). Akan tetapi sangat sedikit studi yang menjelaskan distribusi, keanekaragaman dan kelimpahan spons-spons bioaktif terhadap lingkungannya. B eberapa studi hanya menfokuskan pada ekologinya saja (Van Soest 1989; Amir 1992; Bell dan Smith 2004, diacu dalam De Voogd 2005). Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian senyawa bioaktif antibakteri spons terhadap kondisi kualitas perairan di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Lancang (daerah yang paling dekat dengan daratan utama, Jawa), Pulau Pari (daerah yang telah mengalami gradas i pengaruh daratan utama) dan Pulau Pramuka (daerah yang relatif sangat sedikit mendapatkan pengaruh daratan utama). Kelas yang digunakan dalam objek penelitian ini adalah Demospongiae. Hal ini didasari pada hampir 90 % jenis spons kelas Demospongiae ditemukan di Indonesia (Rachmaniar 1994).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

Pada perairan yang relatif kotor senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons dan kelimpahan relatif tinggi, sedangkan pada perairan yang relatif bersih senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons dan kelimpahannya relatif rendah.

Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kualitas fisika-kimia perairan tempat hidup spons Demospongiae.

2. Mengkaji kelimpahan spons Demospongiae.

3. Mengkaji senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae terhadap bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Eschericia coli

dengan melihat ukuran diameter zona hambat (zona bening).

4. Melihat hubungan kualitas perairan terhadap kelimpahan dan senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae.

Manfaat dari penelitian adalah :

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi jenis-jenis spons Demospongiae yang memiliki senyawa bioaktif antiba kteri yang relatif tinggi terhadap bakteri patogen S. aureus dan E. coli dengan kelimpahan yang relatif tinggi pula pada tiga kondisi perairan yang berbeda di Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Sistematika Penelitian

Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka merupakan pulau-pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Ketiga pulau ini memiliki karakteristik yang berbeda -beda baik dalam hal kondisi fisika-kimia perairan, kelimpahan spons, struktur komunitas maupun kandungan bioaktifnya. Lokasi penelitian dibagi atas tiga stasiun yang masing-masing mewakili perairan Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka. Penentuan stasiun didasarkan atas perbedaan kondisi variabel fisika dan kimia perairan. Pulau Lancang (daerah yang paling dekat dengan daratan utama, Jawa), Pulau Pari (daerah yang telah mengalami gradasi pengaruh daratan utama) dan Pulau Pramuka (daerah yang relatif sangat sedikit mendapatkan pengaruh daratan utama). Kondisi perairan yang relatif kotor maupun relatif bersih juga mempengaruhi kandungan bioaktif spons serta kelimpahannya di alam. Senyawa bioaktif ini ditandai dengan metabolit sekunder yang diproduksi oleh spons untuk mempertahankan hidupnya. Spons yang telah di identifikasi dikaji aspek eko-biologinya seperti kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi. Hasil identifikasi ini juga dilakukan pengujian senyawa bioaktif antibakteri dari ekstrak spons terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Spons yang memiliki senyawa bioaktif antibakteri ditunjukkan dengan diameter zona bening (zona hambat). Nilai kandungan bioaktif spons ini selanjutnya dikaji hubungannya terhadap kualitas perairan seperti: suhu, salinitas, pH (derajat keasaman), DO (Dissolved Oxygen), BOD5 (Biochemical

Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TOM (Total Organic

Matter), kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), N-NO3, P-P O4, silikat dan kecepatan arus serta terhadap kelimpahan spons sehingga pada akhir penelitian

diharapkan akan didapat spons Demospongiae dengan kandungan bioaktif tinggi, kelimpahan tinggi pada kondisi perairan yang berbeda (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pendekatan masalah. Kelimpahan, indeks

keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi

spons

Hubungan kualitas perairan terhadap senyawa bioaktif

antibakteri spons dan kelimpahan

Senyawa bioaktif antibakteri terhadap

bioindikator

S. aureus dan E. coli

Suhu, salinitas, pH, DO, BOD5, COD, TOM, kekeruhan,TSS,

N-NO3, P -P O4, silikat dan kecepatan arus

Rekomendasi Habitat spons (Pulau Lancang, Pulau Pari

dan Pulau Pramuka)

Kondisi

fisika-kimia perairan Aspek eko- biologi

Ekstrak spons

Spons dengan senyawa bioaktif antibakteri tinggi, kelimpahan

tinggi pada kondisi perairan yang berbeda

TINJAUAN PUSTAKA

Spons Demospongiae Klasifikasi Spons Demo spongiae

Kingdom : Hewan Filum : Porifera Kelas : Demospongiae Ordo : Halichondrida Famili : Axinellidae Genus : Acanthella

Spesies: Acanthella cavernosa

Genus : Styllotella

Spesies : Styllotella aurantum

Famili : Desmoxyidae Genus : Higginsia

Spesies : Higginsia massalis

Genus : Myrmekioderma

Spesies : Myrmekioderma granulata

Famili : Dictyonellidae Genus : Liosina Spesies : Liosina sp Ordo : Hadromerida Famili : Suberitidae Genus : Aaptos

Spesies : Aaptos cf subertoides Ordo : Haplosclerida Famili : Chalinidae Genus : Adocia Spesies : Adocia sp Famili : Niphatidae Genus : Aka Spesies : Aka sp Genus : Nip hates

Spesies : Niphates calista

Famili : Callyspongiidae Genus : Cally spongia

Spesies : Cally spongia sp

Cally spongia aerizusa

Famili : Petrosiidae Genus : Petrosia

Spesies : Petrosia sp Genus : Neopetrosia

Spesies : Neopetrosia sp Genus : Xesto spongia

Spesies : Xesto spongia sp1

Xesto spongia sp2

Xesto spongia testudinaria

Ordo : Dendroceratida Famili : Darwinellidae Genus : Chelonaplysilla Spesies : Chelonaplysilla sp Famili : Dysideidae Genus : Euryspongia

Spesies : Euryspongia dilicatula

Ordo : Poecilosclerida Famili : Microcionidae Genus : Clathria Spesies : Clathria sp Clathria rendrawti Clathria vulpina Ordo : Spirophorida Famili : Tetillidae Genus : Cinachyra

Spesies : Cinachyra cylindrica

Genus : Paratetilla

Ordo : Dictyoceratida Famili : Spongiidae

Genus : Hippo spongia

Spesies : Hippo spongia amata

Famili : Thorectidae Genus : Hyrtios

Spesies : Hyrtios erecta

Famili : Irciniidae Genus : Ircinia Spesies : Ircinia sp Ordo : Astrophorida Famili : Coppatiidae Genus : Dorypleres

Spesies : Dorypleres spledens

Famili : Ancorin idae

Genus : Rhabdastrella

Spesies : Rhabdastrella globastellata

Ordo : Verongida

Famili : Drunellidae

Genus : Pseudoceratina

Spesies : Pseudoceratina verongita

Genus : Suberea

Spesies : Suberea laboutei (Hooper 2000).

Morfologi Spons

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera ini ada yang menyatakan terdiri atas tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Haywood dan Wells 1989; Sara 1992; Amir dan Budiyanto 1996; Rachmaniar 1996; Romimohtarto dan Juwana 1999), sedangkan menurut Warren (1982) ; Kozloff (1990); Harrison dan De Vos (1991); Ruppert dan Barnes (1991) ; Pechenik (1991) , Filum Porifera terdiri atas empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia.

Kelas dari Filum Porifera ini memiliki karakteristik morfologinya masing-masing. Kelas Calcarea misalnya, kelas ini memiliki struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae berbentuk masif, berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit dan saluran ini dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat, serat spongin seperti: Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida. Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung spongin (Warren 1982; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991; Brusca dan Brusca 1990; Amir dan Budiyanto 1996; Romihmohtarto dan Juwana 1999). Kelas Sclerospongia memiliki tipe

leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren 1982; Kozloff 1990; Harrison dan De Vos 1991; Ruppert dan Barnes 1991; Pechenik 1991).

Gambar 2 menunjukkan morfologi umum dari Porifera. Tubuh spons dibeda kan berdasarkan bentuknya yaitu dari bentuk encrusting sampai ke bentuk gundukan tanah atau bentuk tabung dengan ukuran diameter lebih kecil dari 1 mm atau lebih besar dari 1 m. Spons ada juga yang berbentuk seperti kuping gajah. Beberapa kasus Porifera memiliki sistem canal yang melalui pemompaan air. Air masuk melalui pori yang disebut ostia, mengalir melalui

canal-canal ke ruang yang luas disebut dengan spongoco el dan pengeluaran terakhir melalui pembukaan yang lebar disebut oscula (Rigby et al. 1993).

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan biologi lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama

yang hidup pada perairan yang dangkal (Bergquist 1978; Amir dan Budiyanto 1996).

Gambar 2 Morfologi umum dari Porifera (sumber: Rigby et al. 1993).

Beberapa spons ada yang berwarna putih, abu-abu, kuning, oranye, merah, dan hijau. Spons yang berwarna hijau biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut Zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto dan Juwana 1999). Warna spons tersebut sebagian dipengaruhi oleh fotosintesis mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons umumnya adalah cyanophyta (cyanobacteria da n eukariot alga seperti dinoflagellata atau Zooxanthella). Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun dalam satu jenisnya. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada lingkungan yang cerah (Wilkinson 1980).

Tipe -tipe Sel Spons

Tipe Sel pada Jaringan Epitel. Demospongiae dan Calcarea mempunyai tiga lapisan selluler utama seperti terlihat pada Gamba r 3. Lapisan pertama adalah pinacoderm yang terletak di permukaan bagian luar spons yang terdiri dari satu lapisan sel yang disebut pinacocytes. Lapisan kedua

adalah choanoderm, tersusun dari sel-sel choanocytes yang mempunyai sel-sel leher (collars). Lapisan yang ketiga adalah mesohyl. Lapisan ini merupakan suatu matriks protein yang terletak antara pinacoderm dan choanoderm, di mana bahan rangka ditemukan dengan semua tipe sel lainnya. Pinacocytes di bagian basal mengsekresikan bahan yang melekatkan spons ke substrat.

Pinacoderm adalah suatu lapisan yang selalu berada pada permukaan luar spons dan juga pada semua deretan saluran pemasukan (incurrent canals) dan saluran pengeluaran (excurrent canal). Sel-sel lain yang terdapat pada

pinacoderm adalah porocytes. Sel ini berbentuk silindris, mirip donat dan membentuk ostia. Porocytes adalah kontraktil dan dapat membuka dan menutup lubang serta mengatur diameter ostia. Beberapa porocytes dapat menghasilkan bukaan ostia yang melintang seperti membran diafragma sitoplasmik yang mengatur ukuran lubang. Sel-sel porocytes berasal dari lapisan permukaan spongocoel (Brusca dan Brusca 1990; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991).

Gambar 3 Dinding sel Porifera yang dilihat melalui mikroskop (sumber: Rigby et al. 1993).

Choanocytes berfungsi untuk membuat arus dan mengarahkan air

melewati sistem saluran air pada spons . Choanocytes mempunyai flagella. Flagella ini sela lu dikelilingi oleh sel-sel leher (collars), yang terdiri dari

sejumlah pemanjangan sitoplasmik yang disebut microvilli. Microvilli

mempunyai inti mikrofilamen dan berhubungan satu dengan yang lainnya oleh lendir retikulum. Choanocytes bersandar pada mesohyl, berpegang pada suatu tempat oleh interdigitasi permukaan dasar yang berdekatan. Choanocytes

berperan utama pada fagositosis dan pinakositosis, karena dia mempunyai vakuola makanan. Arus air melalui dan mengelilingi sel-sel leher (collars)

yang membawa bakteri dan partikel makanan kecil lainnya terperangkap di dalam vakuolanya (Brusca dan Brusca 1990; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991). Umumnya choanocytes pada spons kelas Calcarea ukurannya lebih besar (8-12 µm) daripada kelas Demospongiae (2-3 µm).

Tipe Sel Pembentuk Kerangka. Kerangka berupa serat kollagen dikeluarkan oleh sel yang disebut collencytes, lophocytes, dan spongocytes.

Collencytes secara morfologi hampir tidak dapat dibedakan dengan

pinacocytes, sedangkan lophocytes ukurannya besar, sel-selnya bergerak cepat, dan dapat dikenali dengan pengikat kollagen yang secara khas terdapat di belakangnya. Fungsi utama kedua tipe sel tersebut adalah mengsekresikan penyebaran serat kollagen yang terdapat secara interselluler pada semua spons.

Spongocytes menghasilkan serat pendukung kollagen yang disebut sebagai spongin. Spongocytes menjalankan fungsinya dalam kelompok-kelompok dan biasanya dibungkus sekelilingnya oleh spikula atau serat kollagen (Brusca dan Brusca 1990), sedangkan sel yang bertanggung jawab untuk memproduksi spikula kalkareus dan silikon pada spons adalah sclerocytes. Sclerocytes

adalah sel-sel aktif yang memiliki banyak mitokondria, mikrofilamen sitoplasmik, dan vakuola kecil. Sejumlah tipe sclerocytes mempunyai gambaran, yaitu se l-sel ini hancur setelah sekresi spikula selesai, sedangkan yang bertanggung jawab untuk memproduksi serat spongin adalah

spongocytes. Kedua tipe sel ini berasal dari archaeocytes. Sel-sel archaeo cytes

mempunyai banyak manfaat, selain memproduksi spikula dan serat spongin, dia juga penting dalam mengidentifikasi jenis, memelihara bentuk spons , dan kemungkinannya mencegah serangan predator (Brusca dan Brusca 1990; Pechenik 1991).

Tipe Sel Kontraktil dan Tipe Sel Lainnya. Tipe sel-sel kontraktil pada spons disebut myocytes. Myocytes biasanya berbentuk fusiform dan berkelompok secara konsentris disekitar oskula dan saluran utama. Myocytes

dapat dikenali karena berisi sejumlah besar mikrotubula dan mikrofilamen pada sitoplasmanya. Myocytes adalah sama denga n sel-sel otot halus pada invertebrata yang lebih tinggi. Myocytes adalah efektor-efektor independen dengan waktu merespons yang lambat, dan tidak seperti neuron dan serat otot sebenarnya, myocytes tidak sensitif pada rangsangan listrik. Kemudian ada

Dokumen terkait