• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta"

Copied!
296
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN TERHADAP

KELIMPAHAN DAN SENYAWA BIOAKTIF

ANTIBAKTERI SPONS DEMOSPONGIAE DI

KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

SUSANNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Nama : Susanna NRP : C651030151

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M. Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M. Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(3)

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN TERHADAP KELIMPAHAN

DAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIBAKTERI SPONS

DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

SUSANNA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2006

Susanna

(5)

SUSANNA.Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dibimbing oleh NEVIATY P ZAMANI dan HARPASIS S SANUSI.

Spons adalah hewan multisel yang paling sederhana dan memiliki bentuk yang bervariasi. Spons merupakan anggota dari Filum Porifera yang mengandung senyawa bioaktif yang paling potensial bahkan lebih banyak dibandingkan alga dan tumbuhan darat. Senyawa bioaktif yang dimilikinya bersifat biofarmakologik seperti antijamur, antibakteri dan antikanker.

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengkaji kualitas fisika-kimia perairan tempat hidup spons Demospongiae, (b) mengkaji kelimpahan spons Demospongiae pada tiga kondisi perairan yang berbeda, (c) mengkaji senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae terhadap bakteri patogen

S taphylococcus aureus dan Eschericia coli dengan melihat ukuran diameter zona hambat (zona bening), serta (d) melihat hubungan kualitas perairan terhadap kelimpahan dan senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae.

Penelitian dilakukan selama 5 bulan, mulai bulan Agustus-Desember 2005. Penelitian di lapangan di lakukan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta yaitu Pulau Lancang (daerah yang relatif kotor), Pulau Pari dan Pulau Pramuka (daerah relatif bersih), sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan di laboratorium Lingkungan PPLH (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup), IPB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kualitas perairan berdasarkan klasifikasi hierarki adalah stasiun 3 BPP dengan kecepatan arus, TSS dan silikat tinggi, stasiun 5 TPR dengan N-NO3 dan P-P O4 yang tinggi dan stasiun 1UPL, 2

UPP, 4 UPR, 6 BPR dan 7 SPRdengan ciri parameter fisika -kimia perairan relatif rendah. Perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka untuk semua stasiunnya) mempunyai 30 jenis dengan 9 Ordo, dimana Ordo yang paling dominan adalah Haplosclerida sedangkan jenis yang dominan adalah Petrosia sp, Xestospongia sp1 dan Xestospongia sp2. Spesies spons Demospongiae dengan kelimpahan (ind/m2) yang relatif tinggi dan memiliki senyawa bioaktif antibakteri tertinggi baik antar spesies spons yang aktif maupun terhadap ampicillinnya adalah Liosina sp (6,84 mm) di stasiun 7 SPPra terhadap bakteri E. coli, sedangkan terhadap S. aureus adalah Acantella cavernosa

(6,36 mm) di stasiun 4 TPR dengan kelimpahan yang relatif sedang. Distribusi dan kelimpahan spons sangat dipengaruhi oleh, suhu, salinitas, NO3, P-PO4,

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak c ipta dilindungi

(7)

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 12 Juli 1978 dari ayah Syaifullah Yunus, SE dan ibu Cut Yulianawati. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Hipotesis Penelitian... 3

Tujuan dan Manfaat... 3

Sistematika Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Spons Demospongiae ... 6

Produk Alam Laut dari Spons ... 18

Senyawa Bioaktif Ekstrak Spons ... 18

Beberapa Jenis Bakteri Patogen ... 20

Struktur Komunitas Spons ... 22

Fisika-Kimia Perairan dan Spons Laut... 23

Hubungan Kelimpahan terhadap Senyawa Bioaktif dan Beberapa Parameter Lingkungan Perairan... 26

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

Metode Penelitian ... 34

Analisis Data ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian... 43

Kualitas Perairan... 43

Komposisi dan Distribusi Spons Demospongiae ... 53

Senyawa Bioaktif Antibakteri Ekstrak Spons ... 56

Pemba hasan ... 63

Analisis Komponen Utama ... 63

Kelimpahan dan Struktur Komunitas Spons Demospongiae ... 69

Analisis Faktorial Koresponden ... 71

Analisis Faktorial Koresponden Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae ... 79

SIMPULANDAN SARAN Simpulan ... 96

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut menurut Soediro (1999) ...

19

2 Sebaran fauna spons pada kedalaman 1-15 m di Pulau Genteng Besar

sebelah Selatan (sumber: Amir 1991) ...

29

3 Parameter oseanografi fisika, kimia dan biologi air yang diamati...

35

4 Tingkat keanekaragaman jenis berdasarkan nilai indeks keanekaragaman

Shannon Wiener (H’) (sumber: Odum 1983)...

41

5 Jumlah jenis, Ordo, Famili dan Genera spons Demospongiae pada stasiun

pengamatan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta ...

53

6 Data kelimpahan, indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E),

dan indeks dominansi (C) spons pada stasiun pengamatan...

54

7 Hubungan kualitas perairan terhadap kelimpahan dan senyawa bioaktif

(11)

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN TERHADAP

KELIMPAHAN DAN SENYAWA BIOAKTIF

ANTIBAKTERI SPONS DEMOSPONGIAE DI

KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

SUSANNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Nama : Susanna NRP : C651030151

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M. Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M. Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(13)

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN TERHADAP KELIMPAHAN

DAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIBAKTERI SPONS

DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

SUSANNA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2006

Susanna

(15)

SUSANNA.Kajian Kualitas Perairan terhadap Kelimpahan dan Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dibimbing oleh NEVIATY P ZAMANI dan HARPASIS S SANUSI.

Spons adalah hewan multisel yang paling sederhana dan memiliki bentuk yang bervariasi. Spons merupakan anggota dari Filum Porifera yang mengandung senyawa bioaktif yang paling potensial bahkan lebih banyak dibandingkan alga dan tumbuhan darat. Senyawa bioaktif yang dimilikinya bersifat biofarmakologik seperti antijamur, antibakteri dan antikanker.

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengkaji kualitas fisika-kimia perairan tempat hidup spons Demospongiae, (b) mengkaji kelimpahan spons Demospongiae pada tiga kondisi perairan yang berbeda, (c) mengkaji senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae terhadap bakteri patogen

S taphylococcus aureus dan Eschericia coli dengan melihat ukuran diameter zona hambat (zona bening), serta (d) melihat hubungan kualitas perairan terhadap kelimpahan dan senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae.

Penelitian dilakukan selama 5 bulan, mulai bulan Agustus-Desember 2005. Penelitian di lapangan di lakukan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta yaitu Pulau Lancang (daerah yang relatif kotor), Pulau Pari dan Pulau Pramuka (daerah relatif bersih), sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan di laboratorium Lingkungan PPLH (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup), IPB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kualitas perairan berdasarkan klasifikasi hierarki adalah stasiun 3 BPP dengan kecepatan arus, TSS dan silikat tinggi, stasiun 5 TPR dengan N-NO3 dan P-P O4 yang tinggi dan stasiun 1UPL, 2

UPP, 4 UPR, 6 BPR dan 7 SPRdengan ciri parameter fisika -kimia perairan relatif rendah. Perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka untuk semua stasiunnya) mempunyai 30 jenis dengan 9 Ordo, dimana Ordo yang paling dominan adalah Haplosclerida sedangkan jenis yang dominan adalah Petrosia sp, Xestospongia sp1 dan Xestospongia sp2. Spesies spons Demospongiae dengan kelimpahan (ind/m2) yang relatif tinggi dan memiliki senyawa bioaktif antibakteri tertinggi baik antar spesies spons yang aktif maupun terhadap ampicillinnya adalah Liosina sp (6,84 mm) di stasiun 7 SPPra terhadap bakteri E. coli, sedangkan terhadap S. aureus adalah Acantella cavernosa

(6,36 mm) di stasiun 4 TPR dengan kelimpahan yang relatif sedang. Distribusi dan kelimpahan spons sangat dipengaruhi oleh, suhu, salinitas, NO3, P-PO4,

(16)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak c ipta dilindungi

(17)

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 12 Juli 1978 dari ayah Syaifullah Yunus, SE dan ibu Cut Yulianawati. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Hipotesis Penelitian... 3

Tujuan dan Manfaat... 3

Sistematika Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Spons Demospongiae ... 6

Produk Alam Laut dari Spons ... 18

Senyawa Bioaktif Ekstrak Spons ... 18

Beberapa Jenis Bakteri Patogen ... 20

Struktur Komunitas Spons ... 22

Fisika-Kimia Perairan dan Spons Laut... 23

Hubungan Kelimpahan terhadap Senyawa Bioaktif dan Beberapa Parameter Lingkungan Perairan... 26

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

Metode Penelitian ... 34

Analisis Data ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian... 43

Kualitas Perairan... 43

Komposisi dan Distribusi Spons Demospongiae ... 53

Senyawa Bioaktif Antibakteri Ekstrak Spons ... 56

Pemba hasan ... 63

Analisis Komponen Utama ... 63

Kelimpahan dan Struktur Komunitas Spons Demospongiae ... 69

Analisis Faktorial Koresponden ... 71

Analisis Faktorial Koresponden Senyawa Bioaktif Antibakteri Spons Demospongiae ... 79

SIMPULANDAN SARAN Simpulan ... 96

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut menurut Soediro (1999) ...

19

2 Sebaran fauna spons pada kedalaman 1-15 m di Pulau Genteng Besar

sebelah Selatan (sumber: Amir 1991) ...

29

3 Parameter oseanografi fisika, kimia dan biologi air yang diamati...

35

4 Tingkat keanekaragaman jenis berdasarkan nilai indeks keanekaragaman

Shannon Wiener (H’) (sumber: Odum 1983)...

41

5 Jumlah jenis, Ordo, Famili dan Genera spons Demospongiae pada stasiun

pengamatan di Kepulauan Seribu DKI Jakarta ...

53

6 Data kelimpahan, indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E),

dan indeks dominansi (C) spons pada stasiun pengamatan...

54

7 Hubungan kualitas perairan terhadap kelimpahan dan senyawa bioaktif

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pendekatan masalah ... 5

2 Morfologi umum dari Porifera (sumber: Rigby

et al

. 1993)..……….. 10

3

Dinding sel Porifera yang dilihat melalui mikroskop (sumber: Rigby

et

al

. 1993)... 11

4 Macam-macam kerangka spons laut (sumber: Rigby

et al

. 1993)... 15

5 Hubungan antara kekayaan spesies spons dan kedalaman pada tiga tipe

senyawa bioaktif (sumber: De Voogd 2005)... 27

6

Hubungan antara kelimpahan spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa

bioaktif (sumber: De Voogd 2005)... 27

7 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu DKI Jakarta... 33

8 Kisaran nilai suhu (

o

C) pada stasiun pengamatan... 43

9 Kisaran nilai TSS (mg/l) pada stasiun pengamatan... 44

10 Kisaran nilai kekeruhan (NTU) pada stasiun pengamatan... 44

11 Kisaran nilai kecepatan arus (m/det) pada stasiun pengamatan... 45

12 Kisaran nilai salinitas

(

o

/

oo

) pada stasiun pengamatan... 46

13 Kisaran nilai pH pada stasiun pengamatan... 46

14 Kisaran nilai DO (mg/l) pada stasiun pengamatan... 48

15 Kisaran nilai TOM (mg/l) pada stasiun pengamatan... 49

16 Kisaran nilai BOD

5

(mg/l) pada stasiun pengamatan... 49

17 Kisaran nilai COD (mg/l) pada stasiun pengamatan... 50

(22)

19 Kisaran nilai P-PO

4

(mg/l) pada stasiun pengamatan... 52

20 Kisaran nilai silikat (mg/l) pada stasiun pengamatan... 52

21 Kelimpahan (ind/m

2

) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan... 54

22 Indeks keanekaragaman (H’) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan.. 55

23 Indeks keseragaman (E) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan ... 55

24 Indeks dominansi (C) spons Demospongiae pada stasiun pengamatan ……... 56

25 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae dan ampicillin di Pulau Lancang kedalaman 7 m terhadap

Bakteri

E.coli

dan

S. aureus

... 57

26 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pari kedalaman 7 m dan 15 m terhadap

bakteri

E. coli

...

58

27 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak

spons Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pari kedalaman 7 m dan15 m

terhadap bakteri

S. aureus

... 59

28 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak

spons Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pramuka kedalaman 7 m dan

15 m terhadap bakteri

E. coli

... 60

29 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak

spons Demospongiae dan ampicillin di Pulau Pramuka kedalaman 7 m dan

15 m terhadap bakteri

S. aureus

………..…….. 61

30 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri

Liosina

sp di stasiun 7

SPR pada kedalaman 15 m terhadap bakteri

E. coli

………. 62

31 Diameter zona hambat senyawa bioaktif antibakteri

Xestospongia

sp2

di stasiun 3 BPP pada kedalaman 7 m terhadap bakteri

S. aureus

...

62

32 Analisis Komponen Utama karakteristik kualitas perairan pada stasiun

pengamatan: A. Korelasi antar variabel pada sumbu 1 dan 2 (F

1

xF

2

);B.

Sebaran stasiun pengamatan pada sumbu 1 dan 2 (F

1

xF

2

)... 65

33 Analisis Komponen Utama karakteristik kualitas perairan pada stasiun

pengamatan: A. Korelasi antar variabel pada sumbu 1 dan 3 (F

1

xF

3

);

(23)

34 Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun pengamatan berdasarkan

karakteristik fisika-kimia air... 69

35 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 7 m pada sumbu (F1xF2)... 73

36 Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 7 m pada sumbu (F1xF3)... 74

37

Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun penelitian berdasarkan kelimpahan

spons Demospongiae pada kedalaman 7 m... 75

38

Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 15 m pada sumbu (F1xF2)... 77

39

Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons Demospongiae kedalaman 15 m pada sumbu (F1xF3)... 78

40

Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun penelitian berdasarkan kelimpahan

spons Demospongiae pada kedalaman 15 m………... 79

41

Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 7 m terhadap bakteri

E. coli

pada sumbu

(F1xF2) dan (F1xF3)... 81

42

Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun penelitian berdasarkan jumlah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 7 m terhadap bakteri

E. coli

... 82

43

Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 15m terhadap bakteri

E. coli

pada sumbu

(F1xF2) dan (F1xF3)... 83

44

Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun penelitian berdasarkan jumah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 15 m terhadap bakteri

E. coli

………. 84

45

Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 7 m terhadap bakteri

S. aureus

pada sumbu

(F1xF2) dan (F1xF3)... 86

46

Grafik analisis faktorial koresponden antar stasiun penelitian dengan jumlah

spesies spons bioaktif kedalaman 15 m terhadap bakteri

S. aureus

pada sumbu

(24)

47 Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun penelitian berdasarkan jumlah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 7 m terhadap bakteri

S.

aureus………

88

48 Dendrogram klasifikasi

hierarki

stasiun penelitian berdasarkan jumlah spesies

spons bioaktif pada kedalaman 15 m terhadap bakteri

S. aureus

………

88

49 Jumlah jenis dan Genera spons Demospongiae yang memiliki aktivitas senyawa

bioaktif antibakteri terhadap bakteri

E. coli

pada stasiun pengamatan... 89

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil pengukuran penentuan titik stasiun pengambilan kualitas fisika-kimia

air dan spons Demospongiae dengan alat “GPS (

Global Positioning

System

)”...

103

2 Nilai karakteristik fisika dan kimia air pada stasiun pengamatan ...

104

3 Jenis dan kelimpahan spons Demospongiae yang teramati pada kedalaman

7 m dan 15 m pada stasiun pengamatan ... ...

105

4 Komposisi jenis spons Demospongiae pada stasiun pengamatan...

107

5 Diameter rata-rata zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae terhadap bakteri

E. coli

pada stasiun pengamatan di

kedalaman 7 m dan 15 m, serta diameter rata-rata zona hambat kontrol

positif (ampicilin) dan kontrol negatif (metanol)... 109

6 Diameter rata-rata zona hambat senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons

Demospongiae terhadap bakteri

S. aureus

pada stasiun pengamatan di

kedalaman 7 m dan 15 m, serta diameter rata-rata zona hambat kontrol

positif (ampicilin) dan kontrol negatif (metanol)... 111

7 Hasil analisis komponen utama karakteristik fisika-kimia perairan pada

stasiun pengamatan... 113

8 Analisis faktorial koresponden kelimpahan spesien spons Demospongiae

pada kedalaman 7 m pada stasiun pengamatan... 116

9 Analisis faktorial koresponden kelimpahan spesien spons Demospongiae

pada kedalaman 15 m pada stasiun pengamatan... 118

10 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri

E.coli

kedalaman 7 m pada stasiun pengamatan... 120

11 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri

E.coli

kedalaman 15 m pada stasiun pengamatan... 122

12 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri

S.

(26)

13 Analisis faktorial koresponden spesies spons bioaktif terhadap bakteri

S.

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Spons adalah hewan multisel yang paling sederhana dan dapat hidup dengan baik pada daerah terumbu karang. Di dunia terdapat kurang lebih 7000 spesies (sebagian besar merupakan kelas Demospongiae) yang terdiri atas 25 Ordo, 127 Famili dan 682 Genera (Hooper dan Van Soest 2004).

Spons merupakan anggota dari F ilum Porifera dan memiliki bentuk yang bervariasi. Ada yang berbentuk cabang, pipih, mangkok, cerobong dan ada pula yang berbentuk bola (Rachmaniar et al. 2001). Biota laut ini juga mengandung senyawa bioaktif yang paling potensial, bahkan senyawa bioaktif yang dikandungnya lebih banyak dibandingkan dengan alga dan tumbuhan darat (Muniarsih 2003).

Pusat riset kelautan bertaraf internasional juga giat dalam berbagai penelitian obat-obatan dengan materi senyawa bioaktif yaitu melalui isolasi senyawa dari spons. Di Amerika Serikat ada dua lembaga ternama yang menfokuskan risetnya dibidang farmakologi berbahan baku spons. Dua lembaga tersebut adalah Scripts Institution of Oceanography, San Diego dan

University of Hawai. Hal serupa juga dilakukan oleh University of Dusseldorf, Jerman dan Australian Institute of Marine Science (AIMS), Townsville, Australia (Ma’ruf 2003). Berdasarkan kajian Calbiochem, sebuah perusahaan Industri kimia, 30 % dari seluruh obat-obatan antikanker dan antitumor yang dihasilkan dunia kelak akan berasal dari terumbu karang dan spons di wilayah Indonesia dan Australia (Ma’ruf 2003).

(28)

Spons diperairan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang terkaya didunia. Selanjutnya, diinformasikan juga hingga sekarang baru terdaftar 830 jenis spons Demospongiae di perairan Indonesia Timur (Amir 1991). Kepulauan Seribu DKI Jakarta, memilki keaneka ragaman spons relatif lebih tinggi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Rachmaniar et al. (2001) dalam suatu penelitian yang paling me ndasar untuk bidang pengkajian bahan alam laut. Salah satu bahan pengkajiannya adalah uji senyawa bioaktif 113 jenis spons laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta terhadap bioindikator Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Vibrio cholerae eltor. Amir (1991) juga melakukan penelitian tentang studi pendahuluan untuk mengumpulkan data jenis-jenis fauna spons yang terdapat di terumbu karang di Pulau Genteng Besar, pulau-pulau Seribu termasuk juga pengamatan mengenai bentuk dan ukuran spons di tempat hidupnya pada kedalaman yang berbeda.

Menurut Janssen (2001), produksi metabolit sekunder pada organisme dimodulasi oleh lingkungannya seperti, kedalaman air, intensitas cahaya dan pertahanan kimia. Selanjutnya Haris (2004) mengatakan bahwa senyawa bioaktif e kstrak spons yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan yang rendah berbeda dengan senyawa bioaktif ekstrak spons pada lingkungan dengan tingkat gangguan yang tinggi. Pada lingkungan perairan yang relatif kotor memiliki senyawa bioaktif yang relatif tinggi, sedangkan pada perairan yang relatif bersih senyawa bioaktif relatif rendah bahkan tidak aktif. De Voogd (2005) juga mengatakan, spons dengan senyawa bioaktif lemah atau tidak memiliki senyawa bioaktif , energi yang digunakan didalam tubuhnya lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi daripada memproduksi metabolit sekunder. Spons dengan kandungan senyawa bioaktif tinggi disamping energinya untuk pertumbuhan dan reproduksi, maka kelebihan energi (sisa energi yang lainnya) juga digunakan untuk memproduksi metabolit sekunder dalam mempertahankan dirinya terhadap pemangsa.

(29)

(2004). Akan tetapi sangat sedikit studi yang menjelaskan distribusi, keanekaragaman dan kelimpahan spons-spons bioaktif terhadap lingkungannya. B eberapa studi hanya menfokuskan pada ekologinya saja (Van Soest 1989; Amir 1992; Bell dan Smith 2004, diacu dalam De Voogd 2005). Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian senyawa bioaktif antibakteri spons terhadap kondisi kualitas perairan di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Lancang (daerah yang paling dekat dengan daratan utama, Jawa), Pulau Pari (daerah yang telah mengalami gradas i pengaruh daratan utama) dan Pulau Pramuka (daerah yang relatif sangat sedikit mendapatkan pengaruh daratan utama). Kelas yang digunakan dalam objek penelitian ini adalah Demospongiae. Hal ini didasari pada hampir 90 % jenis spons kelas Demospongiae ditemukan di Indonesia (Rachmaniar 1994).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

Pada perairan yang relatif kotor senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons dan kelimpahan relatif tinggi, sedangkan pada perairan yang relatif bersih senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons dan kelimpahannya relatif rendah.

Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kualitas fisika-kimia perairan tempat hidup spons Demospongiae.

2. Mengkaji kelimpahan spons Demospongiae.

3. Mengkaji senyawa bioaktif antibakteri ekstrak spons Demospongiae terhadap bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Eschericia coli

dengan melihat ukuran diameter zona hambat (zona bening).

(30)

Manfaat dari penelitian adalah :

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi jenis-jenis spons Demospongiae yang memiliki senyawa bioaktif antiba kteri yang relatif tinggi terhadap bakteri patogen S. aureus dan E. coli dengan kelimpahan yang relatif tinggi pula pada tiga kondisi perairan yang berbeda di Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Sistematika Penelitian

Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka merupakan pulau-pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Ketiga pulau ini memiliki karakteristik yang berbeda -beda baik dalam hal kondisi fisika-kimia perairan, kelimpahan spons, struktur komunitas maupun kandungan bioaktifnya. Lokasi penelitian dibagi atas tiga stasiun yang masing-masing mewakili perairan Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka. Penentuan stasiun didasarkan atas perbedaan kondisi variabel fisika dan kimia perairan. Pulau Lancang (daerah yang paling dekat dengan daratan utama, Jawa), Pulau Pari (daerah yang telah mengalami gradasi pengaruh daratan utama) dan Pulau Pramuka (daerah yang relatif sangat sedikit mendapatkan pengaruh daratan utama). Kondisi perairan yang relatif kotor maupun relatif bersih juga mempengaruhi kandungan bioaktif spons serta kelimpahannya di alam. Senyawa bioaktif ini ditandai dengan metabolit sekunder yang diproduksi oleh spons untuk mempertahankan hidupnya. Spons yang telah di identifikasi dikaji aspek eko-biologinya seperti kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi. Hasil identifikasi ini juga dilakukan pengujian senyawa bioaktif antibakteri dari ekstrak spons terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Spons yang memiliki senyawa bioaktif antibakteri ditunjukkan dengan diameter zona bening (zona hambat). Nilai kandungan bioaktif spons ini selanjutnya dikaji hubungannya terhadap kualitas perairan seperti: suhu, salinitas, pH (derajat keasaman), DO (Dissolved Oxygen), BOD5 (Biochemical

Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TOM (Total Organic

Matter), kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), N-NO3, P-P O4, silikat dan

(31)

diharapkan akan didapat spons Demospongiae dengan kandungan bioaktif tinggi, kelimpahan tinggi pada kondisi perairan yang berbeda (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pendekatan masalah. Kelimpahan, indeks

keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi

spons

Hubungan kualitas perairan terhadap senyawa bioaktif

antibakteri spons dan kelimpahan

Senyawa bioaktif antibakteri terhadap

bioindikator

S. aureus dan E. coli

Suhu, salinitas, pH, DO, BOD5, COD,

TOM, kekeruhan,TSS, N-NO3, P -P O4, silikat

dan kecepatan arus

Rekomendasi Habitat spons (Pulau Lancang, Pulau Pari

dan Pulau Pramuka)

Kondisi

fisika-kimia perairan Aspek eko- biologi

Ekstrak spons

Spons dengan senyawa bioaktif antibakteri tinggi, kelimpahan

[image:31.612.137.501.140.671.2]
(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Spons Demospongiae

Klasifikasi Spons Demo spongiae Kingdom : Hewan

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae Ordo : Halichondrida

Famili : Axinellidae Genus : Acanthella

Spesies: Acanthella cavernosa

Genus : Styllotella

Spesies : Styllotella aurantum

Famili : Desmoxyidae Genus : Higginsia

Spesies : Higginsia massalis

Genus : Myrmekioderma

Spesies : Myrmekioderma granulata

Famili : Dictyonellidae Genus : Liosina

Spesies : Liosina sp Ordo : Hadromerida

Famili : Suberitidae Genus : Aaptos

Spesies : Aaptos cf subertoides Ordo : Haplosclerida

Famili : Chalinidae Genus : Adocia

Spesies : Adocia sp Famili : Niphatidae

Genus : Aka

(33)

Spesies : Niphates calista

Famili : Callyspongiidae Genus : Cally spongia

Spesies : Cally spongia sp

Cally spongia aerizusa

Famili : Petrosiidae Genus : Petrosia

Spesies : Petrosia sp Genus : Neopetrosia

Spesies : Neopetrosia sp Genus : Xesto spongia

Spesies : Xesto spongia sp1

Xesto spongia sp2

Xesto spongia testudinaria

Ordo : Dendroceratida Famili : Darwinellidae

Genus : Chelonaplysilla

Spesies : Chelonaplysilla sp Famili : Dysideidae

Genus : Euryspongia

Spesies : Euryspongia dilicatula

Ordo : Poecilosclerida Famili : Microcionidae

Genus : Clathria

Spesies : Clathria sp

Clathria rendrawti Clathria vulpina

Ordo : Spirophorida Famili : Tetillidae

Genus : Cinachyra

Spesies : Cinachyra cylindrica

Genus : Paratetilla

(34)

Ordo : Dictyoceratida Famili : Spongiidae

Genus : Hippo spongia

Spesies : Hippo spongia amata

Famili : Thorectidae Genus : Hyrtios

Spesies : Hyrtios erecta

Famili : Irciniidae Genus : Ircinia

Spesies : Ircinia sp Ordo : Astrophorida

Famili : Coppatiidae Genus : Dorypleres

Spesies : Dorypleres spledens

Famili : Ancorin idae

Genus : Rhabdastrella

Spesies : Rhabdastrella globastellata

Ordo : Verongida

Famili : Drunellidae

Genus : Pseudoceratina

Spesies : Pseudoceratina verongita

Genus : Suberea

Spesies : Suberea laboutei (Hooper 2000).

Morfologi Spons

(35)

Kelas dari Filum Porifera ini memiliki karakteristik morfologinya masing-masing. Kelas Calcarea misalnya, kelas ini memiliki struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae berbentuk masif, berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit dan saluran ini dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat, serat spongin seperti: Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida. Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung spongin (Warren 1982; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991; Brusca dan Brusca 1990; Amir dan Budiyanto 1996; Romihmohtarto dan Juwana 1999). Kelas Sclerospongia memiliki tipe

leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren 1982; Kozloff 1990; Harrison dan De Vos 1991; Ruppert dan Barnes 1991; Pechenik 1991).

Gambar 2 menunjukkan morfologi umum dari Porifera. Tubuh spons dibeda kan berdasarkan bentuknya yaitu dari bentuk encrusting sampai ke bentuk gundukan tanah atau bentuk tabung dengan ukuran diameter lebih kecil dari 1 mm atau lebih besar dari 1 m. Spons ada juga yang berbentuk seperti kuping gajah. Beberapa kasus Porifera memiliki sistem canal yang melalui pemompaan air. Air masuk melalui pori yang disebut ostia, mengalir melalui

canal-canal ke ruang yang luas disebut dengan spongoco el dan pengeluaran terakhir melalui pembukaan yang lebar disebut oscula (Rigby et al. 1993).

(36)

yang hidup pada perairan yang dangkal (Bergquist 1978; Amir dan Budiyanto 1996).

Gambar 2 Morfologi umum dari Porifera (sumber: Rigby et al. 1993).

Beberapa spons ada yang berwarna putih, abu-abu, kuning, oranye, merah, dan hijau. Spons yang berwarna hijau biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut Zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto dan Juwana 1999). Warna spons tersebut sebagian dipengaruhi oleh fotosintesis mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons umumnya adalah cyanophyta (cyanobacteria da n eukariot alga seperti dinoflagellata atau Zooxanthella). Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun dalam satu jenisnya. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada lingkungan yang cerah (Wilkinson 1980).

Tipe -tipe Sel Spons

[image:36.612.250.435.158.341.2]
(37)

adalah choanoderm, tersusun dari sel-sel choanocytes yang mempunyai sel-sel leher (collars). Lapisan yang ketiga adalah mesohyl. Lapisan ini merupakan suatu matriks protein yang terletak antara pinacoderm dan choanoderm, di mana bahan rangka ditemukan dengan semua tipe sel lainnya. Pinacocytes di bagian basal mengsekresikan bahan yang melekatkan spons ke substrat.

Pinacoderm adalah suatu lapisan yang selalu berada pada permukaan luar spons dan juga pada semua deretan saluran pemasukan (incurrent canals) dan saluran pengeluaran (excurrent canal). Sel-sel lain yang terdapat pada

pinacoderm adalah porocytes. Sel ini berbentuk silindris, mirip donat dan membentuk ostia. Porocytes adalah kontraktil dan dapat membuka dan menutup lubang serta mengatur diameter ostia. Beberapa porocytes dapat menghasilkan bukaan ostia yang melintang seperti membran diafragma sitoplasmik yang mengatur ukuran lubang. Sel-sel porocytes berasal dari lapisan permukaan spongocoel (Brusca dan Brusca 1990; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991).

Gambar 3 Dinding sel Porifera yang dilihat melalui mikroskop (sumber: Rigby et al. 1993).

Choanocytes berfungsi untuk membuat arus dan mengarahkan air

(38)

sejumlah pemanjangan sitoplasmik yang disebut microvilli. Microvilli

mempunyai inti mikrofilamen dan berhubungan satu dengan yang lainnya oleh lendir retikulum. Choanocytes bersandar pada mesohyl, berpegang pada suatu tempat oleh interdigitasi permukaan dasar yang berdekatan. Choanocytes

berperan utama pada fagositosis dan pinakositosis, karena dia mempunyai vakuola makanan. Arus air melalui dan mengelilingi sel-sel leher (collars)

yang membawa bakteri dan partikel makanan kecil lainnya terperangkap di dalam vakuolanya (Brusca dan Brusca 1990; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991). Umumnya choanocytes pada spons kelas Calcarea ukurannya lebih besar (8-12 µm) daripada kelas Demospongiae (2-3 µm).

Tipe Sel Pembentuk Kerangka. Kerangka berupa serat kollagen dikeluarkan oleh sel yang disebut collencytes, lophocytes, dan spongocytes.

Collencytes secara morfologi hampir tidak dapat dibedakan dengan

pinacocytes, sedangkan lophocytes ukurannya besar, sel-selnya bergerak cepat, dan dapat dikenali dengan pengikat kollagen yang secara khas terdapat di belakangnya. Fungsi utama kedua tipe sel tersebut adalah mengsekresikan penyebaran serat kollagen yang terdapat secara interselluler pada semua spons.

Spongocytes menghasilkan serat pendukung kollagen yang disebut sebagai spongin. Spongocytes menjalankan fungsinya dalam kelompok-kelompok dan biasanya dibungkus sekelilingnya oleh spikula atau serat kollagen (Brusca dan Brusca 1990), sedangkan sel yang bertanggung jawab untuk memproduksi spikula kalkareus dan silikon pada spons adalah sclerocytes. Sclerocytes

adalah sel-sel aktif yang memiliki banyak mitokondria, mikrofilamen sitoplasmik, dan vakuola kecil. Sejumlah tipe sclerocytes mempunyai gambaran, yaitu se l-sel ini hancur setelah sekresi spikula selesai, sedangkan yang bertanggung jawab untuk memproduksi serat spongin adalah

spongocytes. Kedua tipe sel ini berasal dari archaeocytes. Sel-sel archaeo cytes

(39)

Tipe Sel Kontraktil dan Tipe Sel Lainnya. Tipe sel-sel kontraktil pada spons disebut myocytes. Myocytes biasanya berbentuk fusiform dan berkelompok secara konsentris disekitar oskula dan saluran utama. Myocytes

dapat dikenali karena berisi sejumlah besar mikrotubula dan mikrofilamen pada sitoplasmanya. Myocytes adalah sama denga n sel-sel otot halus pada invertebrata yang lebih tinggi. Myocytes adalah efektor-efektor independen dengan waktu merespons yang lambat, dan tidak seperti neuron dan serat otot sebenarnya, myocytes tidak sensitif pada rangsangan listrik. Kemudian ada sel-sel yang disebut archaeocytes. Archaeocytes adalah sel-sel ameboid yang berukuran lebih besar dari tipe sel lainnya, dan merupakan sel-sel yang bergerak cepat. Sel-sel ini mempunyai peranan utama pada sistem pencernaan dan pengangkutan makanan. Sel-sel ini memiliki bermacam-macam enzim pencernaan (seperti: asam phosphatase, protease, amylase, lipase) dan dapat menerima bahan makanan dari choanocytes. Sel-sel ini juga mencerna bahan makanan langsung melalui pinacoderm pada saluran air. Sebagai makrofago utama pada spons , sel-sel archaecytes mempunyai banyak aktivitas pada sistem pencernaan, pengangkutan, dan pengeluaran. Sebagai sel-sel yang mempunyai potensi maksimum, archaecytes adalah penting untuk kegiatan perkembangan spons dan berbagai macam proses aseksual, seperti pembentukan gemmule (Brusca dan Brusca 1990).

Sistem Saluran Spons

Sistem saluran ini bertindak sama seperti pada sistem sirkulasi hewan tingkat tinggi. Sistem ini melengkapi jalan bebas untuk pemasukan makanan ke dalam tubuh dan untuk pengangkutan zat buangan ke luar dari tubuh. Ada tiga macam tipe saluran pada spons , yaitu asconoid, syconoid dan leuconoid

(Kozloff 1990; Brusca dan Brusca 1990; Ruppert dan Barnes 1991; Romimohtarto dan Juwana 1999). Tipe asconoid terdapat dinding tipis menutupi rongga tengah yang disebut atrium atau spongocoel, yang terbuka ke arah luar melalui oskulum tunggal. Bukaan bagian luar pada saluran porocytes

(40)

spongocoel (diatas choanoderm) - oskulum. Tipe syconoid, choanocytes dibatasinya oleh ruang spesifik atau diverticula atrium yang disebut ruang berflagella (flagelllate chamber), ruang choanocytes (choanocytes chamber) atau saluran radial (radial canals). Setiap ruang choanocytes (choanocytes chamber) terbuka ke arah spongocoel oleh lubang luas yang disebut apopyle. Spons tipe syconoid dengan kulit yang tebal memiliki sistem saluran atau

incurrent canals yang berasal dari lubang kulit melalui mesohyl ke ruang

choanocytes (choanocytes chamber). Bukaan dari saluran ini yang menuju ke ruang choanocytes (choanocytes chamber) disebut prosopyles. Spons

syconoid, air bergerak dari permukaan spons ke dalam aliran tubuh melalui struktur sebagai berikut: incurrent pore - incurrent canals - prosopyle - ruang

choanocytes (choanocytes chamber) - apopyle - spongocoel - oskulum. Tipe

leuconoid ditemukan suatu peningkatan jumlah dan penurunan ukuran ruang

choanocytes (choanocytes chamber), yang secara khusus mengelompok pada

mesohyl yang tebal. Spongocoel berubah ke excurrent canals yang membawa air dari ruang choanocytes (choanocytes chamber) ke oskula. Aliran air yang melalui spons leuconoid adalah sebagai berikut: derma l pore - incurrent canals - prosopyle - ruang choanocytes (choanocytes chamber) - apopyle -

excurrent canals - oskulum. Tipe leuconoid adalah ciri khas kebanyakan spons kelas Calcarea dan semua anggota kelas Demospongiae (Brusca dan Brusca 1990).

Sistem Kerangka Spons

Semua spons, kecuali mereka yang termasuk Ordo kecil Myxospongia, dilengkapi dengan kerangka. Kerangka ini ada yang terdiri dari kapur karbonat atau silikat dalam bentuk spikula atau dari spongin dalam bentuk serat. Spikula silikat tersusun dari opal, yaitu suatu bentuk silika terhidrasi yang sama dengan kwarsa dalam reaksi kimianya. Spikula bermacam-macam bentuknya dan karenanya berguna untuk menyusun spons ini ke dalam kelompok-kelompok. Spongin adalah zat yang secara kimia berkerabat dengan sutera. Spongin dikeluarkan oleh sel berbentuk stoples yang dinamakan

(41)

lebih dari satu sel dapat mengambil bagian dalam pembentukan satu spikula. Kapur karbonat dan silikat diekstrak oleh sel-sel dari air sekitarnya. Susunan serat-serat spongin dapat diamati dengan mudah dengan meletakkan sepotong spons mandi (bath sponges) di bawah mikroskop. Spons masif ta k pernah berdiri tegak jika tidak karena adanya spikula atau spongin yang membentuk kerangka, yang menopang tubuhnya sehingga dapat berdiri tegak, dan mencegahnya rontok menjadi seonggok bahan kental seperti agar-agar yang tidak memungkinkan adanya suatu saluran dan ruang-ruang berflagella (Romimohtarto dan Juwana 1999). Adapun macam-macam kerangka spons ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Macam-macam kerangka spons laut (sumber: Rigby et al. 1993).

(42)

adalah membentuk rangka pendukung yang mencegah rubuhnya jutaan rongga berflagella lembut dan saluran air dalam spons. Pada Demospongiae, spikula silik at selalu menempel atau tertanam pada spongin, membuatnya lebih kaku, dan pada beberapa jenis butiran pasir dimasukkan. Sekresi spikula baru atau spongin memungkinkan secara relatif perubahan cepat arsitektur pada sistem saluran air untuk merespons perubahan tekanan dan aliran air. Pada umumnya setiap individu spons memiliki lebih dari satu macam bentuk spikula. Menurut Bergquist (1978) bentuk spikula menurut fungsinya dibagi atas dua kategori, yaitu megasklera dan mikrosklera. Megasklera adalah komponen dari kerangka primer yang berperan untuk membentuk spons dan perkembangan substruktur internal. Mikrosklera tidak berfungsi seperti peranan megasklera, tetapi membentuk kelompok antara kumpulan megasklera atau tersebar pada permukaan atau membran internal.

Makanan dan Cara Makan Spons

(43)

Spons dapat menyaring partikel yang sangat kecil yang tidak tersaring oleh hewan-hewan laut lainnya (Bergquist 1978). Partikel yang berukuran antara 2-5 µm (protozoa, ultraplankton, detritus organik) ditangkap oleh

archaeocytes, yang bergerak ke batas saluran pemasukan (incurrent canal), sementara partikel yang berukuran antara 0,1–1,5 µm (bakteri, molekul organik) ditangkap oleh flagella sel-sel leher (collars). Gerak mengombak pada gerakan sel leher (collars) menangkap partikel makanan dan dibawa ke sel tubuh choanocytes kemudian dicerna secara fagositosis atau pinositosis. Spons juga dapat mengambil bahan organik terlarut (Dissolved Organic Matter atau DOM) dalam jumlah yang signifikan secara pinositosis dari dalam air pada sistem saluran (Brusca dan Brusca 1990). Menurut penelitian Reiswig (1976), diacu dalam Brusca dan Brusca (1990) , 80 % bahan organik terlarut diambil oleh jenis spons Jamaika, dan 20 % adalah bakteri dan dinoflagellata. Menurut Bell et al. (1999), jenis ultraplankton yang dimakan oleh spons pada umumnya adalah jenis bakteri heterotropik, Prochlorococcus

spp, Synechococcus - tipe cyanobakteri dan picoeukaryotes autotropik

Choanocytes pada tubuh spons jumlahnya relatif besar. Menurut Schmidt (1970) , diacu dalam Brusca dan Brusca (1990) , jenis Epydatia fluvialis mempunyai jumlah choanocytes sekitar 7600 per millimeter kubik tubuh spons . Setiap rongga choanocytes dapat memompa air sekitar 1200 kali dari volume tubuhnya per hari. Spons yang lebih kompleks, tipe leuconoid

mempunyai jumlah choanocytes yang lebih besar, yaitu 18.000 per millimeter kubik (Brusca dan Brusca 1990).

Reproduksi Spons

Reproduksi Aseksual. Sejumlah proses reproduksi aseksual pada spons terjadi secara alami, yang dasarnya pada potensi perkembangan

(44)

Produk Alam Laut dari Spons

Kategori Produk Alam Laut.

Produk alam laut dikelompokkan atas: (1) sumber biokimia yang mudah untuk mendapatkan dalam jumlah yang besar dan dapat diubah menjadi bahan yang lebih berharga; (2) senyawa bioaktif seperti: (a) senyawa antimikroba, (b) senyawa aktif secara fisiologi (sinyal kimia) (c) senyawa aktif secara farmakologi dan (d) senyawa sitotoksik dan antitumor; (3) Racun laut (Kobayashi dan Rachmaniar 1999).

Senyawa Bioaktif Ekstrak Spons

Spons adalah salah satu biota laut yang menghasilkan senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut berasal dari ekstrak spons. Ekstrak spons yang dihasilkan bersifat sebagai antibakteri, antijamur, antitumor, antivirus, antifouling dan menghambat aktivitas enzim. Beberapa senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut ditunjukkan pada Tabel 1.

De Voogd (2005) menyatakan, bioaktivitas spons ada tiga tipe berdasarkan ada tidaknya senyawa bioaktif (bioaktive and non bioaktive):

1.Kuat (mortality of nauplii > 50 % pada konsentrasi 100 mg/l) 2.Sedang (mortality of nauplii 20-50 % pada konsentrasi 100 mg/l) 3.Lemah (mortality of nauplii < 20 % pada konsentrasi 100 mg/l)

(45)

Tabel 1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut menurut Soediro (1999) Aktivitas

farmakologi Senyawa bioaktif Jenis spons

Asam 3,6 epoksieikosa- 3 ,5,8,1 1,14,17-heksaenoat

Hymeniacidon hauraki

Reidispongiolid A dan B Reidispongia coerulea

Superstolida A dan B Neosiphnia sperstes

Swinhol ida A Theonella swinhoet

Arenastatin A Dysidea arenaria

Fakeliastatin Phakelia costata

Diskodermin E-H Discodermia kiiensis

Ingenamin, ingamin A dan B, Madangamin A

Xesto spongia ingens

8-hidrosimanzamin A Pachypellina sp Glisinililimakuinon A Fasciospongia rimosa

Vaskulin Cribrocalina vasculum

Latrunkulin S, neolaulimalida, zampanolida

Fasciospongia rimosa

Leukasandrolida Leucasandra caveolata

Altohirtin A-C , 5-deasctil- Altohirtin

Hyrtios alium

Sitotoksik

Halisilindramida A Halichondria caveolata

Antitumor Agelasfin (AGL) Agelas muritianus

Kurasin A Lingbya majuscula

Amfidinolid B1, B2, B3, N, Q. Amphidinium sp Antileukemia

Triangulin A-H, asam triangulinat

Pellina triagulata

Anti HIV 1 Trikendiol Trikentrion loeve Hormothamnion

Hormotamnim

Enteromorphoides

Antimikroba

Diskodermin E-H Discodermia kiiensis

Antibakteri Lokisterolamin A dan B Corticium sp Asam kortikatat A,B,C Petrosia corticata

Leukasandrolida Leucasandra caveolata

Antijamur

Halisilindramida Halichondria cylindrica

Imunomodulator Agelasfln 10 dan 12 Agelas muritianus

Antiinflamasi Manualida Luffariella variabilis

Halisiklamina A Haliclona sp BastadinA. dan B Ianthella basta

Asam manadat A dan B Placortis sp Klatirimin Clathria basilana

Belum diketahui (masih dalam penelitian)

(46)

Aktivitas senyawa bioaktif (antibakteri) ekstrak spons terhadap bioindikator Eschericia coli dan Staphylococcus aureus ditandai dengan adanya zona bening (zona hambat) disekeliling kertas cakram yang mengandung senyawa antibakteri dan diletakkan dipermukaan agar yang telah diinokulasikan bakteri bioindikator. Zona bening tersebut merupakan zona penghambat yang menunjukkan bahwa bakteri bioindikator (bakteri patogen) dihambat pertumbuhannya oleh senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak spons.

Lebarnya diameter zona bening dapat dijadikan sebagai parameter untuk melihat kekuatan senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak spons. Semakin lebar diameter zona bening yang terbentuk mengindikasikan semakin kuatnya senyawa bioaktif itu menghambat pertumbuhan bakteri (De Voogd 2005).

Mekanisme antibakteri yang dapat merusak sel mikroba dan akhirnya mematikan sel mikroba itu sendiri dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim esensial dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik (Pelczar dan Chan 1993).

Beberapa Jenis Bakteri Patogen

Metode assay yang efektif untuk mendeteksi adanya aktivitas bioaktif metabolit sekunder yang berasal dari darat dan organisme laut adalah dengan menggunakan larva Artemia salina nauplii. Artemia salina nauplii merupakan organisme yang sangat sensitif terhadap pengaruh ekstrak spons . Setelah

Artemia salina nauplii, tingkatan kedua disusul oleh jamur Filamentous, kemudian yeast dan terakhir adalah bakteri (De Voogd 2005).

(47)

Staphylococcus aureus termasuk dalam Famili Micrococcaceae dan merupakan bakteri gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9

µm. Bakteri ini da pat hidup secara aerob ataupun anaerob fakultatif, bersifat

non motil dan tidak membentuk spora. S. aureus tumbuh secara aerobik pada temperatur antara 7-4 oC dan mempunyai suhu optimum pertumbuhan 35-40

oC (Fardiaz 1992).

Echerichia coli termasuk dalam suku Escherichiae dan merupakan bagian dari Famili Enterobacteriacae. Bakteri ini dikenal sebagai oxidase-negatif, termasuk dalam golongan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2-6 µm, bersifat motil karena adanya flagela (Willshaw et al. 2000) . Bakteri ini mempunyai kisaran suhu pertumbuhan yang sangat luas yaitu 15-45 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini resisten pada pemanasan suhu 55 oC selama 60 menit atau pada suhu 60 oC selama 15 menit.

Menurut Pelczar dan Chan (1993) perbedaan relatif kedua kategori bakteri tersebut adalah: (1) struktur dinding sel bakteri gram positif tebal dan berlapis tunggal, sedangkan bakteri gram negatif relatif tipis dan berlapis tiga; (2) komposisi dinding sel bakteri gram positif kandungan lipidnya rendah (1-4 %), peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal, sedangkan bakteri gram negatif kandungan lipidnya tinggi (11-22 %), peptiglogikan ada didalam lapisan kaku sebelah dalam. Struktur dinding sel bakteri S. aureus yang berlapis tunggal dan relatif sederhana akan memudahkan masuknya zat-zat yang dapat merusak sel bakteri, sedangkan bakteri E. coli struktur dinding selnya berlapis tiga, yang terdiri dari lipopolisakarida, peptiglogikan dan protein. Lipopolisakarida ini mengandung antigen O dan endotoksin yang dapat melindungi sel dari perubahan lingkungan. Adanya lapisan ini juga menyebabkan dinding sel tidak mudah dipisahkan dari sel bakteri oleh enzim pengurai. Selain itu, E. coli

(48)

Struktur Komunitas Spons

Spons terdiri atas tiga kelas. Kelas yang pertama adalah Calcarea Kelas ini adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut. Kelas kedua dari spons adalah Demospongiae, adalah kelompok spons yang terdominan di antara Porifera masa kini. Mereka tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak (Warren 1982; Kozloff 1990; Ruppert dan Barnes 1991; Brusca dan Brusca 1990; Amir dan Budiyanto 1996; Romihmohtarto dan Juwana 1999). Kelas yang ketiga adalah Sclerospongia, merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau terowongan diterumbu karang (Warren 1982; Kozloff 1990; Harrison dan De Vos 1991; Ruppert dan Barnes 1991; Pechenik 1991).

De Voogd (2005) menyatakan, spons telah dipelajari secara metodologi di Northwest Atlantik, Mediterania, Caribbean dan negara-negara yang sedang dalam masa penjelajahan seperti Cina, Maldives serta Indonesia. Indo-Malayan memiliki keanekaragaman laut yang sangat tinggi. Di Indonesia terdiri atas 850 jenis spons , beberapa diantaranya telah digambarkan jenisnya secara jelas.

(49)

Fisika-Kimia Perairan dan Spons Laut

Beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi spons adalah kedalaman (Wilkinson dan Cheshire 1989; Alvarez et al. 1990; Bell dan Barnes 2000, diacu dalam De Voogd 2005), intensitas cahaya (Cheshire dan Wilkinson 1991, diacu dalam De Voogd 2005), pasang surut air laut (Barnes 1999, diacu dalam De Voogd 2005) dan kecepatan arus (Bell dan Barnes 2000, diacu dalam De Voogd 2005).

Gerrodette dan Flechsig (1979) , diacu dalam De Voogd (2005) menyatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan spons adalah suhu, salinitas, kedalaman serta kekeruhan dan sedimentasi. Sementara Wilkinson (1987), diacu dalam De Voogd (2005) menyatakan, faktor -faktor yang mempengaruhi pertumbuhan spons adalah nitrat, fosfat dan bahan organik terlarut.

Suhu

Suhu diasumsikan sebagai faktor lingkungan utama yang mengatur reproduksi spons pada daerah beriklim empat, dimana perubahan musimnya besar. Didaerah tropik, walaupun studi reproduksi spons masih relatif sedikit, tetapi beberapa penelitian sudah dapat memberikan gambaran, seperti yang dilakukan oleh Ilan dan Loya (1988). Gerrodette dan Flechsig (1979) , diacu dalam De Voogd (2005) menyatakan, suhu untuk pertumbuhan spons laut adalah antara 26-31 oC.

Salinitas

Pasang surut dapat menyebabkan perubahan salinitas. Saat pasang air laut jauh masuk kearah hulu dan sebaliknya saat surut garis isoha lin bergeser kearah hilir (Odum 1971). Gerrodette dan Flechsig (1979), diacu dalam De Voogd (2005) menyatakan, salinitas pertumbuhan spons laut adalah antara 28-36 o/oo.

Kekeruh an dan Total Padatan Tersuspensi

(50)

spons mengeluarkan energi lebih banyak untuk menghalau sedimen dengan jalan memproduksi le ndir dalam jumlah banyak. Produksi lendir yang banyak dapat membuat spons mati lemas, karena lendir tersebut dengan efektif mengisolasi spons sehingga mencegah pertukaran gas. Sedimentasi yang tinggi akan mematikan spons karena menutupi ostia dan oskula, sehingga menghambat atau menutupi aliran air.

Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Didalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd 1982).

Oksigen Terlarut (DO)

Kandungan oksigen dalam suatu perairan erat kaitannya dengan banyaknya bahan organik yang berada di suatu perairan. Kandungan DO akan menurun dengan masuknya bahan organik ke perairan, karena dimanfaatkan oleh organisme untuk menguraikan zat-zat organik tersebut. Nybakken (1992) menyatakan, kandungan bahan organik dan tingginya populasi bakteri dalam sedimen menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen di perairan.

Bahan Organik

Bahan organik mempunyai pera nan penting dalam ekosistem laut sebagai sumber energi, makanan, vitamin dan bahan keperluan lainnya bagi bakteri, tanaman dan hewan. Selain itu pula bahan organik berperan dalam proses mempercepat dan memperlambat pertumbuhan sehingga bahan organik memiliki peranan yang penting dalam mengatur organisme hidup dilaut khususnya fitoplankton (Chester 1990).

(51)

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5)

Nilai BOD5 merupakan parameter yang menunjukkan besarnya

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam proses dekomposisi secara biokimia (Boyd 1982). Peningkatan nilai BOD5 merupakan petunjuk dari menurunnya DO karena pertumbuhan

yang berlebihan dari mikroorganisme bentik (Center dan Hill 1979).

Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)

Nilai COD dipakai sebagai petunjuk tingkat pencemaran air, limbah industri (Alaerts dan Santika 1984; Mahida 1984). Nilai COD umumnya lebih besar dari nilai BOD5, karena jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidasi

secara kimiawi lebih besar dibandingkan secara biologi (Saeni 1954).

Nutrien

Kandungan nutrien yang berupa nitrat dan fosfat secara bersama-sama dibutuhkan oleh mikroba simbiotik spons untuk pertumbuhan dan multiplikasinya. Mikroba simbiotik pada spons terdiri dari bakteri heterotropik, cyanobakteri dan alga uniseluler. Menurut Wilkinson et al. (1980) mikroba simbiotik pada jaringan spons dapat mencapai 60 % dari volumenya.

Nitrat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam sintesis protein hewani dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan tumbuhan air (ganggang) dalam jumlah banyak, bila didukung oleh nutrien yang lainnya. Nitrat adalah senyawa nitrogen yang stabil. Fosfat sama halnya dengan nitrat merupakan elemen penting yang dibutuhkan dalam menopang kehidupan ekosistem perairan. Senyawa ini berasal dari erosi tanah, buangan industri, kotoran hewan dan pelapukan tumbuhan. Tapi sebagian besar pencemaran yang disebabkan oleh fosfor berasal dari senyawa deterjen dipermukaan air (Alaerts dan Santika 1984).

Silikat

(52)

spikulanya yang sebagian besar tersusun dari senyawa silikat. Menurut Romihmohtarto dan Juwana (1999), kapur karbonat dan senyawa silikat diekstrak oleh scleroblast spons untuk membentuk spikulanya.

Hubungan Kelimpahan terhadap Senyawa Bioaktif dan Beberapa Parameter lingkungan Perairan

De Voogd (2005), melalui studi yang dipelajarinya di Kepulauan Spermonde, Sulawesi didapatkan hubungan antara kelimpahan, senyawa bioaktif dan sifat fisika serta kimia perairan. Senyawa bioaktif yang didapatkan bervariasi, yaitu terdiri atas bioaktif lemah, sedang dan kuat. Ketiga tipe bioaktif ini didasarkan pada mortality dari larva Artemia salina nauplii pada konsentrasi ekstrak spons 100 mg/l dengan kategori seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Kelimpahan rata-rata tiap tipe berturut-turut, 94±27 /m2 bioaktif lemah, 75±19 /m2 bioaktif sedang, 174±66 /m2 bioaktif kuat. Jumlah spesies spons yang mengandung senyawa bioaktif berturut-turut adalah 67 lemah, 52 sedang dan 32 kuat. Jumlah spesies spons per transeknya antara 14-77 spesies dengan total kepadatan 112-1265 individu per transek (=100 m2). Kerapatan spons antara 1,2-12,7 individu/m2. Hanya 17 spesies yang teramati di 22 lokasi studi.

(53)

Kedalaman (m)

Gambar 5 Hubungan antara kekayaan spesies spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa bioaktif (sumber: De Voogd 2005).

Kedalaman (m)

Gambar 6 Hubungan antara kelimpahan spons dan kedalaman pada tiga tipe senyawa bioaktif (sumber: De Voogd 2005).

Spesies Strepsichordaia aliena dan Carteriospongia foliascen s, merupakan spesies yang sangat menyukai daerah perairan yang dangkal. Kedua spesies ini mampu melakukan fototropik dan lebih mengutamakan pemindahan nutrien dari simbiotik sianobakteria (Wilkinson 1987, diacu

Kekayaan jenis

Kelimpahan (ind/m

(54)

dalam De Voogd 2005). Spesies tersebut juga memiliki tekstur tubuh yang keras disebabkan oleh penggabungan dari kumpulan tanah atau pasir dan material asing di lapisan kulit terluar (korteks). Hal ini memungkinkan mereka bertahan terhadap energi gelombang yang tinggi.

Pada umumnya spons tidak dapat hidup didaerah dengan tingkat gangguan yang sangat tinggi, seperti sedimentasi yang tinggi misalnya, karena akan menyumbat pori dan kecepatan pemompaan akan menurun secara cepat (Gerrodette dan Flechsig 1979, diacu dalam De Voogd 2005). Spesies-spesies yang mampu beradatasi terhadap sedimentasi yang tinggi adalah Clathria rendward ti, Echinodyctium flabelliformis dan Paratetilla bacca dimana khusus untuk spesies Paratetilla bacca memiliki adaptasi yang terbatas terhadap lingkungan. Meskipun beberapa spesies tersebut dapat bergabung dengan kumpulan pasir dalam jaringannya, maka hal ini bukan merupakan metode yang khusus untuk menghalangi penyumbatan didaerah yang bersedimentasi tinggi. D isamping itu, spesies-spesies sebelumnya diatas tidak hanya bebas dari material asing di kerangkanya , tetapi juga mampu melindungi dirinya dari sedimen secara baik.

Meskipun sebagian besar spons yang ditemukan di Kepulauan Spermonde adalah bioaktif lemah, tetapi rata-rata kelimpahan adalah tertinggi /m2 dibandingkan tipe bioaktif kuat. Sebagian besar spesiesnya didominasi oleh jenis Amphimedon paraviridis, Lamellodysidae herbacea dan Hyrtios erectus. Ketiga spesies tersebut adalah spesies yang sangat me limpah. Hasil ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Chanas dan Pawlik (1995), diacu dalam De Voogd (2005), dimana mereka menyatakan bahwa spons bioaktif lemah atau yang tidak mengandung senyawa bioaktif lebih melimpah daripada spons bioaktif kuat.

(55)

spons memiliki satu ciri yang utama dalam kehidupan sejarah yaitu memiliki pengaruh terhadap kelimpahan dan distribusi spesies spons di seluruh Kepulauan Spermonde. Seperti telah disebutkan sebelumnya spons bioaktif (seperti: Clathria rendwardti dan Haliclona sp) meskipun bioaktifinya lemah tetapi memiliki kerapatan yang sangat tinggi.

Tabe l 2 Sebaran fauna spons pada kedalaman 1-15 m di Pulau Genteng Besar sebelah Selatan (sumber: Amir 1991)

Bangsa Kedalaman

Suku

Jenis

[image:55.612.140.513.195.673.2]
(56)

Tabel 2 menunjukkan sebaran beberapa fauna spons pada kedalaman antara 1-15 m di Pulau Genteng Besar sebelah selatan.

Uriz et al. (1992), diacu dalam De Voogd (2005) menyatakan, hanya sedikit spesies spons yang discreening bioaktivitasnya di Mediterania menunjukkan tidak ada aktivitas. Sebagian besar menunjukkan aktivitas lemah sampai sedang dalam uji toksitas yang bervariasi.

Richelle-Ma urer et al. (2002), diacu dalam De Voogd (2005) menyatakan, 75 % dari 216 spesies spons yang discreening dari lima lokasi geografi menunjukkan bioaktif pada biossay yang bervariasi dan 1/3 nya menunjukkan bioaktif yang spesifik. Dalam studi ini hanya sebagian kecil spesies [seperti: Callyspongia aerizusa dan Callyspongia sp (black)] yang tidak menunjukkan aktivitas meskipun banyak spesies spons menunjukkan aktivitas. Semua uji toksisitas memperlihatkan sensitifitas yang berbeda pa da ekstrak spons, tetapi hasil yang didapatkan dalam studi ini memberikan suatu perbedaan yang jelas antara spons bioaktif lemah dengan yang kuat. Ditambah lagi, larva Artemia merupakan organisme yang sensitif terhadap ekstrak spons (Richelle -Maurer et al. 2002, diacu dalam De Voogd 2005). Ini merupakan studi kuantitatif yang pertama pada kelimpahan dan distribusi bioaktif spons di wilayah geografi khususnya. Beberapa studi sebelumnya telah menfokuskan pada perbedaan pertahanan kimia dari organisme laut antara wilayah tropik yang luas dengan wilayah beriklim empat (temperate region). Organisme di daerah beriklim tropis menunjukkan pertahanan kimia yang sangat baik dibandingkan organisme beriklim empat. Hal ini disebabkan oleh tingkat predasi yang sangat besar (Faulkner 1984; Hay dan Fenical 1998; Bolser dan Hay 1996; Cetrulo dan Hay 2000; Burn dan Ilan 2003, diacu dalam De Voogd 2005).

(57)

sebagai mekanisme pertahanan terhadap pencegahan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogenik (Lozano et al. 1998).

Berdasarkan studi tersebut didapat beberapa spesies spons dengan kandungan bioaktif kuat dan dijumpai dalam jumlah yang sedikit pada kedalaman yang lebih dalam tetapi dapat diterapkan dalam aquakultur spons. Spesies-spesies spons tersebut antara lain adalah Amphimedon paraviridis, Hyrtios erecta , Acantostrongylopora ingens dan Callyspongia (Euplacella)

(58)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kepulauan seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian tersebut yaitu Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka (Gambar 7). Pelaksanaan penelitian di lapangan dan analisis laboratorium berlangsung selama 5 bulan, mulai bulan Agustus -Desember 2005.

Penentuan Stasiun

Stasiun penelitian ditetapkan setelah mengevaluasi kondisi kualitas air dan spons di Kepulauan Seribu melalui penelitian pendahuluan yang dilaksanakan tanggal 4-5 Mei 2005. Penentuan stasiun didasarkan atas perbedaan kondisi variabel fisika dan kimia perairan. Pulau Lancang (daerah yang paling dekat dengan daratan utama, Jawa), Pulau Pari (daerah yang telah mengalami gradasi pengaruh daratan utama) dan Pulau Pramuka (daerah yang relatif sangat sedikit mendapatkan pengaruh daratan utama). Adapun pengukuran penentuan titik stasiun pengamatan kualitas air dan spons laut menggunakan alat “GPS” dapat dilihat pada Lampiran 1, dimana pengamatan kualitas air dan spons lautnya dilakukan pada kedalaman 7 m dan 15 m.

Keterangan :

(59)
(60)

Bahan dan Alat

Bahan-bahan penelitian terdiri dari sampel spons laut Demospongiae, bahan-bahan kimia untuk ekstraksi serta bahan-bahan kimia untuk uji senyawa bioaktif seperti metanol p.a (pro analysis), etanol 70 % dan etanol 95 %,

Nutrient Broth (NB), Tryptic Soy Broth (TSB), dan akuades. Bahan lainnya yaitu bioindikator bakteri patogen terdiri atas bakteri (Eschericia coli dan

Staphylococcus aureus) dan antibiotik pembandingnya adalah ampicillin (0,1g/ml).

Peralatan utama yang dipergunakan adalah blender, timbangan, alat penggoyang (shaker), alat sentrifus, refrigerator, inkubator, oven,

autoclave, spektrofotometer UV-VIS (Spektronik-20), jarum ose, Kertas cakram (paper disc) dengan ukuran diameter 6 mm, kertas saring whatman

no 40, yellow tips 100 µ dan blue tips 1000 µ dan peralatan gelas.

Metode Penelitian

Pengamatan Spons

Pengamatan spons di ekosistem terumbu karang dilakukan dengan cara membentangkan rol meter sebagai transek garis sepanjang 50 meter sejajar de ngan garis pantai, sedangkan transek kuadrat diletakkan pada meter ke 10, 20, 30, 40, dan 50. Pengambilan data transek kuadrat dilakukan dengan metode belt transec (English et al. 1994).

Pengawetan Sampel Spons

Sampel spons yang telah diambil, dipotong bagian tubuhnya dengan menggunakan pisau cutter, potongan spons dimasukkan kedalam keranjang plastik yang kemudian dibawa ke permukaan air secara perlahan. Spons hasil pengelompokkan dimasukkan kedalam pelarut metanol dalam wadah plastik sampai terendam kemudian ditransfor dalam keadaan dingin menggunakan

(61)

Gambar

Gambar 1  Kerangka pendekatan masalah.
Gambar 2  Morfologi umum dari Porifera (sumber: Rigby et al. 1993).
Tabel 2  Sebaran fauna spons pada kedalaman 1-15 m di Pulau Genteng Besar sebelah Selatan (sumber: Amir 1991)
Tabel 3  Parameter oseanografi fisika, kimia dan biologi air yang diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar

Robot yang berbasis mikrokontroler Arduino Uno ini memberi kemudahan membuang sampah dikantin, dikarenakan sebagai tempat sampah yang memiliki edukasi dan inovasi yang

Penerapan pengolahan data elektronik dapat mewujudkan kelancaran dalam fungsi operasional yang meliputi proses administrasi, maka dengan melibatkan data elektronik masalah-masalah

Group Classification of Theme Marked Type of Theme Topical Form of Theme Simple Theme. The type of clause in the data is complex clause because it has

The aims of this research are to describe the negative construction that have negative equivalent, to describe the syntactic features that may expose the existence of

Fasilitas ATM yang tersebar diseluruh Indonesia, yang memudahkan nasabah dalam mengambil.. dan menyetor setiap harinya tanpa dibatasi ruang

Hal ini seiring dengan pernyataan Poerwandari (1998, h. 36) metode kualitatif bertujuan untuk mendiskripsikan fenomena yang telah dipilih oleh peneliti. Berdasarkan hal ini

Dengan demikian pada hakikatnya bab ini akan membincangkan dua hal pengangguran dan Inflasi yang dihadapi suatu ekonomi dan bentuk Kebijakan Pemerintah yang dapat dijalankan