• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III FORCE MAJEURE DALAM HUKUM PERDATA

B. Klasifikasi dan Ruang Lingkup Force Majeure

Menurut Mariam Darus Badrulzaman84, overmacht atau keadaan memaksa didasarkan

pada 2 (dua) teori, yaitu:

1. Mutlak/absolut/objektif, yaitu suatu keadaan memaksa yang menyebabkan suatu

perikatan bagaimanapun juga tidak mungkin dijelaskan

2. Relatif/nisbi/subjektif, yaitu suatu keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perikatan

hanya dapat dilaksanakan dengan pengorbanan yang besar sehingga lagi tidak pantas       

84

pihak kreditur menuntut pelaksanaannya. Dalam hal ini ada 2 (dua) ukuran, yaitu:

1) Subjektif: dilihat orang perorangan (misalnya si A takut pada ulat)

2) Objektif: dilihat pada umumnya (misalnya, semua orang takut pada Tuhan)

Klasifikasi force majeure dapat dibedakan menjadi 2 (dua)bentuk, yaitu:85

1. Force majeure yang objektif

Force majeure yang bersifat objektif ini terjadi atas benda yang merupakan objek kontrak tersebut. artinya keadaan benda tersebut sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi dipenuhi prestasi sesuai kontrak tanpa adanya unsur kesalahan dari pihak debitur. misalnya benda tersebut terbakar. karena itu pemenuhan prestasi sama sekali tidak mungkin dilakukan. karena yang terkena adalah benda yang merupakan objek dari

kontrak, maka Force majeure seperti ini disebut juga dengan physical impossibility.

2. Force majeure yang subjektif

Force majeure yang bersifat terjadi ketika Force majeure terjadi bukan dalam hubungannya dengan objek yang merupakan bedan dari kontrak yang bersangkutan, tetapi dalam hubungannya dengan perbuatan atau kemampuan debitur itu sendiri. misalnya jika

si debitur sakit berat sehingga tidak mungkin berprestasi lagi. Force majeure juga dapat

dibedakan dari segi kemungkinan pelaksanaan prestasinya dalam kontrak yaitu: 1) force majeure yang absolut

Force majeure absolut adalah suatu force majeure yang terjadi sehingga prestasi dari kontrak sama sekali tidak mungkin dilakukan. contohnya barang yang merupakan objek dari kontrak musnah. dalam hal ini kontrak tersebut "tidak mungkin" untuk dilaksanakan. Keadaan memaksa absolut adalah suatu keaadan dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contohnya, si A ingin membayar utangnya pada si B. Namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi. Maka si A sama sekali tidak dapat membayar utangnya pada si B.Kalau keadaan memaksa mengakibatkan, bahwa suatu hak atau kewajiban dalam perhubungan hukum sama sekali tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun juga dan bagaimanapun juga, maka keadaan memaksa itu dinamakan “absolut”. Keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yaitu dalam halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjiannya (misalnya barangnya sudah hapus karena bencana alam).

2) force majeure yang relatif

Force majeure relatif memiliki arti dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan, sungguhpun secara tidak normal masih mungkin dilakukan. misalnya terhadap kontrk impor-ekspor dimana setelah kontrak dibuat terdapat larangan impor atas barang tersebut. dalam hal ini barang tersebut tidak mungkin lagi diserahkan (diimpor). Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contohnya, A telah meminjam, kredit usaha tani dari KUD, dengan janji akan dibayar pada musim panen. Tetapi sebelum panen, padinya diserang oleh ulat. Dengan demikian, pada saat itu ia       

85

tidak mampu membayar kredit usaha taninya kepada KUD, tetapi ia akan membayar pada musim panen mendatang. Keadaan memaksa dinamakan “relatif”, apabila keadaan itu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada suatu perhubungan hukum tidak dapat dibilangkan sama sekali tidak dapat terjadi bagaimanapun juga, akan tetapi demikian sukarnya dan dengan pengorbanan dari yang harus melaksanakan, sedemikian rupa, sehingga patutlah, bahwa keharusan untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dianggap lenyap

Disisi lain, force majeure juga dapat dibedakan dari segi jangka waktu berlakunya

keadaan yang menyebabkan terjadinya Force majeure, yaitu: (1) force majeure permanen

Suatu force majeure dikatakan bersifat permanen jika sama sekali sampai

kapanpun prestasi yang terbit dari kontrak tidak mungkin dilakukan lagi. contohnya jika barang yang merupakan objek dari kontrak tersebut musnah diluar kesalahan debitur

(2) force majeure temporer

force majeure temporer adalah pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, misalnya karena terjadi peristiwa tertentu, dimana setelah peristiwa tersebut berhenti, prestasi tersebut dapat dipenuhi kembali. suatu barang dari objek suatu kontrak tidak mungkin dikirim ke tempat kreditur karena terjadinya pergolakan sosial ditempat kreditur tersebut. akan tetapi nantinya ketika keadaan sudah menjadi aman, tentunya barang tersebut masih mungkin dikirim kembali.

Untuk ruang lingkup force majuere, berdasarkan Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata,

yaitu:86

1. Force Majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga 2. Force majeure karena keadaan memaksa

3. Force majeure karena perbuatan tersebut dilarang

Ruang lingkup atau jenis peristiwa force majuere menurut Mariam Darus Badrulzaman87

terdiri dari: a. Bentuk umum: 1. Keadaan ikilm 2. Kehilangan 3. Pencurian b. Bentuk umum:

1. Undang-undang atau pengaturan pemerintah

2. Sumpah

      

86

Ibid. Hlm.14. 87

3. Tingkah laku pihak ketiga

4. Pemogokan

Sedangkan menurut beberapa putusan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia,

peristiwa force mjaeure meliputi:

1. Risiko perang, kehilangan benda objek perjanjian yang disebabkan dari kuasa Yang Maha

Besar: disambar halilintar, kebakaran, dirampas tentara Jepang dalam masa perang (Putusan MA RI No. Reg. 15 K/Sip/1957)

2. Act of God, tindakan administratif penguasa, perintah dari yang berkuasa, keputusan, segala tindakan administratif yang menentukan atau mengikat, suatu kejadian mendadak yang tidak dapat diatasi oleh pihak-pihak dalam perjanjian (Putusan MA RI No. 3389 K/Pdt/1984)

3. Peraturan-peraturan pemerintah (Putusan MA RI No. Reg. 24 K/Sip/1958); Baik PN

maupun PT menyatakan bahwa apa yang dikemukakan oleh tergugat Super Radio

Company NV tidak dapat dipergunakan sebagai alasan force majeure karena apabila

tergugat tidak bisa mendapatkan motor AJS dari NV Danau karena keluarnya peraturan- peraturan pemerintah (KPUI) tentang larangan untuk mengimpor lebih dari satu merek motor maka untuk memenuhi kewajibannya terhadap penggugat, ia harus berikhtiar/berusaha mendapatkan sepeda motor itu dari NV Ratadjasa atau dengan jalan lain, asal tidak dengan cara melanggar hukum. Baik PN maupun PT menyatakan bahwa tergugat Super Radio Company NV telah melalaikan kewajibannya.

4. Kecelakaan di laut, misalnya kapal tenggelam karena ombak besar memukul lambung

kapal (Putusan MA RI No. 409 K/Sip/1983)

5. Keadaan darurat (Putusan MA RI No. Reg. 1180 K/Sip/1971)

6. Situasi atau keadaan yang sama sekali tidak dapat diduga dan/atau yang sangat memaksa

yang terjadi di luar kekuasaan pihak yang harus berprestasi (Putusan No. 21/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst)

Dokumen terkait