• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Klasifikasi Degradasi Lahan

Pada umumya untuk mengetahui tingkat degradasi lahan disusun klasifikasi degradasi lahan. Pengklasifikasian degradasi lahan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu tingkat global (GLASOD), tingkat regional (ASSOD) dan tingkat nasional di masing-masing negara. Klasifikasi degradasi lahan tingkat global dan regional lebih menekankan pada faktor eksternal erosi, serta faktor internal memburuknya sifat kimia dan sifat fisik tanah akibat ulah manusia (FAO, 1979; Oldeman, 1991). Klasifikasi degradasi lahan di Indonesia beragam (Firmansyah et al., 2008). Menurut Suwardjo et al. (1996), klasifikasi degradasi lahan di sektor kehutanan menekankan aspek hidrologi lahan, sektor transmigrasi melihatnya sebagai tanah marjinal, dan sektor pertanian mengartikannya sebagai tanah kritis, sedangkan PP No. 150/2000 menyebutnya sebagai tanah rusak.

Klasifikasi degradasi lahan menurut Direktorat RKT (1997), disusun berdasarkan tingkat kekritisan lahan yang dapat digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu : (1) sangat kritis, (2) kritis, (3) agak kritis, (4) potensial kritis, (5) tidak kritis. Kriteria pengelompokkan ini didasarkan pada faktor-faktor : penutupan lahan, kemiringan lereng, erosi, penutupan oleh batuan, dan tingkat pengelolaan (manajemen).

Sementara itu menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1997) pengklasifikasian tingkat kekritisan lahan didasarkan pada parameter kondisi penutupan vegetasi, tingkat torehan/kerapatan drainase, penggunaan lahan dan kedalaman tanah. Parameter-parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk membedakan lahan kritis ke dalam empat tingkat kekritisan yaitu : potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penilaian lahan kritis menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1997.

Parameter Potensial Kritis Semi Kritis Kritis Sangat Kritis

Penutupan vegetasi > 75% 50 - 75% 25 - 50% < 25% Tingkat torehan/ Kerapatan drainase Agak tertoreh s/d Cukup tertoreh Cukup tertoreh s/d Sangat tertoreh Sangat tertoreh s/d Sangat teroreh sekali Sangat tertoreh sekali

Penggunaan lahan/ Hutan, Kebun campuran, Pertanian lahan kering, Pertanian lahan kering, Gundul, Rumput, Semak

Vegetasi Belukar, Perkebunan Semak belukar, Alang- alang

Rumput, Semak Kedalaman tanah Dalam

(>100 cm) Sedang (60 - 100 cm) Dangkal (30 - 60 cm) Sangat Dangkal (< 30 cm)

Secara rinci ciri-ciri kondisi lapang setiap kriteria dan parameter lahan kritis di atas menurut Kurnia et al. (2002) adalah sebagai berikut :

1) Lahan yang potensial kritis adalah lahan-lahan yang (a) masih tertutup vegetasi lebih 75%, tetapi karena topografi dan sifat-sifat litologinya sedemikian rupa atau keadaan lereng yang curam maka bila vegetasi dibuka lahan akan mudah longsor dan terjadi erosi yang kuat serta lahan cepat menjadi kritis, (b) keadaan tanah masih cukup dalam dan (c) lahan masih mempunyai fungsi produksi dan hidrologi yang cukup baik tetapi bahaya erosi untuk menjadi kritis sangat besar bila lahan tersebut dibuka.

2) Lahan semi kritis adalah lahan dengan : (a) presentasi penutupan lahan 50% sampai 75%, (b) tumbuhan atau vegetasi umumnya alang-alang, rumput dan semak belukar, (c) lahan telah mengalami erosi ringan sampai sedang, tetapi produktivitasnya rendah, (d) lahan masih produktif tetapi tingkat erosinya tinggi sehingga secara hidrologis tidak berfungsi. Bila tidak diadakan upaya perbaikan maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi kritis, (e) kedalaman tanah sedang sampai agak dalam.

3) Lahan kritis adalah lahan dengan : (a) vegetasi penutupan lahan 25% sampai 50% dengan tumbuhan rerumputan dan alang-alang dimana pertumbuhannya sangat kerdil, (b) erosi sedang sampai berat, (c) lahan tidak produktif dengan bahaya erosi cukup tinggi dan (d) lereng 3 – 45%.

4) Lahan sangat kritis mempunyai ciri-ciri : (a) persentase penutupan lahan kurang dari 25% atau gundul, (b) tanah dangkal, (c) lahan dengan bahaya erosi sangat tinggi umumnya pada lereng > 8%.

Dengan pertimbangan bahwa : (a) tanah sebagai salah satu sumberdaya alam, tempat tumbuh, media lingkungan, dan faktor produksi biomassa yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestariannya; (b) meningkatnya kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan tanah maupun sumberdaya alam lainnya yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu dan fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa yaitu No. 150 tahun 2000. Dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dijelaskan tentang kriteria kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

Pada tahun 2001, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat telah meneliti dan membuat rancang bangun kriteria lahan terdegradasi, disebut SODEG (Kurnia, 2001) dengan menggunakan pendekatan penilaian parameter- parameter sumberdaya lahan yang bersifat alami (natural assessment), dan paramater-parameter sumberdaya lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia

(antrophogenic assessment). Model tersebut belum diuji dan divalidasi, sehingga

menghasilkan kesimpulan yang sedikit berbeda dengan kriteria Pusat Penelitian Tanah tahun 1997.

Balai Penelitian Tanah pada tahun 2007 melakukan penelitian lanjutan dan melakukan perubahan dan perbaikan kriteria degradasi lahan sebelumnya terutama terhadap parameter curah hujan, kedalaman tanah, vegetasi, dan teknik konservasi tanah (Kurnia et al., 2007). Hasil dari penelitian tersebut adalah penetapan baku mutu parameter degradasi lahan dan kriteria lahan terdegradasi yang dimaksudkan untuk perencanaan konservasi tanah dan rehabilitasi lahan pertanian pada skala 1:250.000. Parameter dan kriteria lahan terdegradasi menurut Balai Penelitian Tanah tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter-parameter lahan terdegradasi dan kriteria lahan terdegradasi menurut Balai Penelitian Tanah tahun 2007 .

Parameter Kriteria Skor Input/keterangan

Natural assessment

1. Curah hujan 1. Rendah 5 < 1.000 mm/tahun

2. Agak rendah 4 1.000-2.000 mm/tahun

3. Sedang 3 2.000-3.000 mm/tahun

4. Agak tinggi 2 3.000-4.000 mm/tahun

3. Tinggi 1 > 4.000 mm/tahun

2. Bahan induk 1. Tahan 5 Tabel Lampiran 1

2. Agak tahan 3 Tabel Lampiran 1

3. Peka 1 Tabel Lampiran 1

3. Bentuk wilayah 1. Datar 5 Tabel Lampiran 2

2. Berombak 4 Tabel Lampiran 2

3. Bergelombang 3 Tabel Lampiran 2

4. Berbukit 2 Tabel Lampiran 2

5. Bergunung 1 Tabel Lampiran 2

4. Kedalaman tanah 1. Dalam 5 > 50 cm

Tabel 2. (Lanjutan)

Parameter Kriteria Skor Input/keterangan

Antrophogenic assessment

5. Jenis vegetasi 1. Hutan/tanaman ta- hunan/agroforestry

5 Jenis tanaman

2. Semak belukar 4 Semak, kebun campuran 3. Padang rumput,

alang-alang

3 Rumput-rumputan 4. Tanaman semusim 2 Jenis tanaman 5. Tanpa vegetasi 1 Non-tanaman 6. Penutupan vegetasi 1. Rapat sekali 5 >75%

2. Rapat 4 50-75% 3. Cukup rapat 3 25-<50% 4. Jarang 2 15-<25 % 5. Tanpa/bera 1 < 15% 7. Penerapan teknik konservasi tanah

1. Baik 5 Terasering terpelihara, alley cropping, sistem kontur

2. Sedang 3 Ada, tetapi tidak

terpelihara

3. Jelek 1 Tak ada atau tidak sesuai kontur

Kelas lahan terdegradasi

Kelas lahan terdegradasi Total skor

Ringan >25

Sedang 15 – 25

Berat < 15