• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Klasifikasi Hutan

Menurut Departemen Kehutanan (1992), hutan dapat digolongkan bagi tujuan pengelolaan hutan menurut hal-hal berikut:

a. Susunan jenis.

Hutan murni adalah hutan yang hampir semua atau seluruhnya dari jenis yang sama. Hutan campuran ialah hutan yang terdiri dari atas dua atau lebih jenis pohon. Baik hutan murni atau campuran dapat berupa seumur, tidak seumur atau segala umur.

b. Kerapatan tegakan.

Pada umumnya, hutan-hutan berbeda dalam hal jumlah pohon dan volume per hektar, luas bidang dasar dan kriteria lain. Perbedaan antara sebuah tegakan yang rapat dan jarang, lebih mudah dilihat dengan kriteria pembukaan tajuknya. Sedangkan kerapatan berdasarkan volume, luas bidang dasar, dan jumlah batang per hektar, dapat diketahui melalui pengukuran. Untuk keperluan praktis, tiap kelas kerapatan telah dibuat, yaitu:

1. Rapat,bila terdapat lebih dari 70 % penutupan tajuk. 2. Cukup, bila terdapat 40-70 % penutupan tajuk.

11 Hutan yang terlalu rapat, pertumbuhannya akan lambat karena persaingan yang keras terhadap sinar matahari, air, dan zat hara mineral. Kemacetan pertumbuhan akan terjadi. Tetapi tidak lama, karena persaingan diantara pohon- pohon akan mematikan yang lemah dan penguasaan oleh yang kuat. Sebaliknya. hutan yang terlalu jarang, terbuka atau hutan rawang, akan menghasilkan pohon- pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak, dengan yang pendek.

Suatu hutan yang dikelola baik ialah hutan yang kerapatannya dipelihara pada tingkat optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan penuh memanfaatkan air, sinar matahari, dan zat hara mineral dalam tanah. Dengan demikian hutan yang tajuknya kurang rapat berfungsi kurang efisien kecuali bila celah terbuka yang ada, diisi dengan permudaan hutan atau pohon-pohon muda. Tempat-tempat terbuka tersebut biasanya ditumbuhi gulma yang mengganggu pertumbuhan jenis-jenis pohon utama atau tanaman pokok.

c. Komposisi umur.

Suatu lahan hutan disebut seumur, bila ditanam pada waktu bersamaan. Meskipun demikian, ukurannya dapat berlainan, karena laju pertumbuhan yang berbeda. Hutan segala umur terdiri dari pohon-pohon berukuran besar hingga tingkatan sema i. Jadi meliput i berbagai u mur maupun ukuran. Sedangkan hutan tidak seumur ialah hutan yang hanya mempunyai dua atau tiga kelompok umur atau ukuran. Misalnya hutan yang terdiri atas pohon-pohon yang sudah masak tebang, miskin riap, dan ukuran pancang. Hutan segala umur biasanya penyebaran ukurannya lebih beragam dan mayoritas jenisnya lebih toleran terhadap naungan. Sementara hutan seumur umumnya terdiri dari jenis intoleran. Angin topan, penebangan berlebihan, kebakaran dan bencana lain, menciptakan kelompok-kelompok yang tidak seumur.

d. Tipe hutan.

Tipe hutan ialah istilah yang digunakan bagi kelompok tegakan yang mempunyai ciri-ciri yang sama dalam susunan jenis dan perkembangannya. Tipe hutan diberi nama menurut satu atau lebih jenis pohon yang dominan.

12 2.8 Stratifikasi Tajuk

Kanopi dari hutan hujan tropika sering kali terdiri dari beberapa lapisan atau stratifikasi dan formasi hutan yang berbeda memiliki tingkatan strata yang berbeda pula. Strata (lapisan) terkadang terlihat mudah di hutan atau pada diagram profil, tetapi terkadang juga tidak. Pertentangan pendapat tentang konsep ini cukup hebat.

Dalam suatu masyarakat tumbuhan akan terjadi suatu persaingan antara individu-individu dari suatu jenis atau berbagai jenis, jika tumbuhan-tumbuhan tersebut mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang sama dalam hal hara mineral, tanah, air, cahaya, dan ruangan. Sebagai akibat adanya persaingan ini, jenis-jenis tertentu akan lebih menguasai (dominan) daripada yang lain, maka akan terjadi stratifikasi tumbuhan di dalam hutan. Pohon-pohon yang tinggi dari stratum teratas menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenis-jenis yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan (Soerianegara dan Indrawan, 1988).

Richards (1966) menyatakan bahwa struktur hutan hujan tropika paling jelas dinyatakan dengan penampakan arsitekturnya, stratifikasi tajuk pohon- pohonnya, semak dan tumbuhan bawah. Menurut Ewusie (1990), hutan hujan tropika terkenal karena adanya perlapisan atau stratifikasi. Ini berarti bahwa populasi campuran didalamnya disusun pada arah vertikal dengan jarak teratur secara tak sinambung. Meskipun ada beberapa keragaman yang perlu diperhatikan kemudian, hutan menampilkan tiga lapisan pohon. Lapisan pohon ini dan lapisan lainnya yang terdiri dari belukar serta tumbuhan semai diuraikan sebagai berikut : 1. Lapisan paling atas (tingkat A) terdiri dari pepohonan setinggi 30-45 m.

Pepohonan yang muncul keluar ini mencuat t inggi, bertajuk lebar, da n umumnya tersebar sedemik ian rupa sehingga t idak saling bersentuhan membentuk lapisan yang berkesinambungan. Bentuk khas tajuknya sering dipakai untuk mengenali spesies itu dalam suatu wilayah. Pepohonan yang mencuat ini sering berakar, agak dangkal dan berbanir.

2. Lapisan pepohonan kedua (tingkat B) di bawah yang mencuat tadi, terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 18-27 m. Pepohonan ini tumbuh lebih berdekatan. Tajuk sering membulat atau memanjang dan tidak selebar seperti

13 pohon yang mencuat.

3. Lapisan pepohonan ketiga (tingkat C), terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 8-14 m. Pepohonan di sini sering mempunyai bentuk yang agak beraneka tetapi cenderung membentuk lapisan yang rapat, terutama di tempat yang lapisan keduanya tidak demikian.

4. Selain lapisan pepohonan tersebut, terdapat lapisan belukar yang terdiri dari spesies dengan ketinggiannya kurang dari 10 m.

5. Dan yang terakhir adalah lapisan terna yang terdiri dari tumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah dari pepohonan yang lebih besar dari bagian atas, atau spesies terna.

Sedangkan menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), stratifikasi tajuk hutan hujan tropika misalnya sebagai berikut:

1. Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas. Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampa i sapling), perlu naungan sekedamya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.

2. Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang pohon biasanya bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi.jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).

3. Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinyu. Pohon-pohon dalam strata ini rendah, kecil. banyak bercabang. 4. Disamping ketiga strata itu terdapat pula strata perdu-semak dan tumbuh-

tumbuhan penutup tanah, yaitu :

5. Stratum D : Lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 m,

6. Stratum E : Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.

Richards (1966) mengemukakan bahwa hutan primer dengan struktur yang teratur akan menjadi kelompok hutan sekunder yang tidak teratur setelah penebangan pohon yang terseleksi. Keadaan tegakan yang ditinggalkan akan

14 menentukan struktur dan komposisi pohon selanjutnya.

Dokumen terkait