BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekologi Material Bangunan
2.1.2. Klasifikasi Material Bangunan secara Ekologis
Heinz Frick (1998) di dalam bukunya Ilmu Bahan Bangunan,
mengklasifikasikan material bangunan berdasarkan penggunaan bahan mentah
dan tingkat transformasi (perubahan wujud fisik) yang terjadi dalam daurnya.
Berikut adalah klasifikasi tersebut:
1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif)
Bahan bangunan organik nabati dan hewani yang dapat diaplikasikan
langsung, tanpa transformasi adalah jenis bahan bangunan ini. Contoh: kayu,
rotan, rumba, alang-alang, kulit binatang, dll. Bahan bangunan ini memiliki daur
hidup alami (kemampuan budidaya), oleh karena itu daurnya bersifat tertutup.
Sehingga relatif tidak memiliki dampak negatif secara ekologis. Dalam
sifatnya regeneratif namun penggunaannya tetap harus dijaga agar tidak melebihi
kemampuannya beregenerasi secara alami.
Sebagai contoh bahan bangunan ini adalah kayu. Berikut jenis-jenis kayu
berdasarkan buku Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999):
- Kayu jati (Tectona grandis)
Tempat tumbuh: Jawa, Sulawesi Selatan, NTB, Maluku, Lampung, dan
Madura.
Tinggi mencapai 45 m, panjang bebas cabang 15-20 m. Gemang batang
mencapai 2,20 m
Warna: Kayu teras cokelat kekuning-kuningan, cokelat kelabu sampai
cokelat tua atau merah cokelat.
- Kayu Kamper (Dryobalanops spp)
Tempat tumbuh: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan
Kalimantan
Tinggi 35-45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas 25-30 m.
Gemang batang 80-100 cm, bentuk batang sangat baik.
Warna: Kayu teras merah cokelat, merah kelabu, merah. Kayu gubal
hampir putih sampai cokelat kuning muda.
- Kayu Mahoni (Swietania Mahagoni spp) Tempat tumbuh: Jawa
Tinggi 35 m, bentuk silindris, tajuk bulat
Warna: Kayu teras cokelat muda kemerah-merahan atau kekuning-
Tabel 2.2. Kelas kayu menurut keawetannya Kelas (tingkat)
keawetan kayu I II III IV V
Selalu berhubungan dengan
tanah lembap 8 tahun 5 tahun 3 tahun
Sangat pendek
Sangat pendek Tidak terlindung, tetapi
dilindungi dari pemasukan air 20 tahun 15 tahun 10 tahun Beberapa tahun Sangat pendek Tidak berhubungan dengan
tanah lembap, di bawah atap dan dilindungi dari kelemasan beban Tak terbatas Tak terbatas Sangat lama Beberapa tahun Pendek
Seperti diatas tetapi selalu dipelihara Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas 20 tahun 20 tahun Serangan rayap
Tidak Jarang Agak cepat
Sangat cepat
Sangat cepat Serangan bubuk kayu kering
dan sebagainya Tidak Tidak
Hampir tidak Tak seberapa Sangat cepat Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999)
Tabel 2.3. Kelas kayu menurut kekuatannya Kelas kuat Berat jenis kering
udara (kg/dm3) Keteguhan lentur mutlak ((kg/dm3) Keteguhan tekan mutlak (kg/cm3) I >0.90 >1‟100 >650 II 0.90 - 0.60 1‟000 - 725 650 - 425 III 0.60 - 0.40 725 - 500 425 - 300 IV 0.40 - 0.30 500 - 360 300 - 215 V <0.30 <360 <215
Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999)
Seperti yang dijelaskan dalam buku Ilmu Bahan Bangunan, terdapat pula
bahan perkayuan seperti vinir dan kayu lapis (tripleks dan multipleks). Vinir
adalah lembaran kayu tipis yang diperoleh dengan cara mengupas atau mengiris
dari dolok kayu jenis tertentu. Kayu yang biasa untuk membuat vinir dari jenis
kayu yang lunak, ringan, kelas kuat dan kelas awetnya sekitar II – 1V dan bila dikupas tidak mudah pecah / retak.
Kayu lapis adalah papan / panel buatan yang terdiri dari susunan beberapa
lapisan vinil yang mempunyai arah serat bersilangan tegak lurus dengan diikat
oleh perekat tertentu, serta jumlah lapisan harus ganjil. Penggunaan kayu lapis
pada bangunan misalnya bekisting, daun pintu, dinding penyekat, plafon, lapisan
dasar lantai parket. Selain itu dapat diaplikasikan sebagai perabot rumah tangga
seperti lemari, tempat tidur, meja dan kursi.
2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali
Bahan organik bukan nabati atau hewani yang dapat langsung
diaplikasikan pada bangunan adalah jenis klasifikasi bahan bangunan ini, seperti:
tanah liat, pasir, batu alam, dll. Bahan bangunan ini sifatnya terbarukan, namun
dapat dipergunakan berulang kali dengan proses sederhana.
3. Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali
Klasifikasi bahan bangunan ini adalah bahan bangunan yang didapat
sebagai limbah, potongan, sampah, ampas, dan sebagainya dari perusahaan
industri dalam bentuk bahan bungkusan, mobil bekas, ban mobil bekas, serbuk
kayu, potongan bahan sintetis, kaca, seng, atau bermacam-macam kain.
Kaleng aluminium bekas memiliki ketinggian sekitar 130 mm, hampir
sama dengan ketebalan dinding batu-bata. Berdasarkan buku Ilmu Bahan
Bangunan (Frick, 1999) dikatakan bahwa kaleng aluminium bekas dapat
dimanfaatkan untuk dinding bangunan. Penyusunan kaleng bekas dilakukan
secara teratur sehingga sisinya dengan bukaan kaleng akan dapat diplester. Oleh
karena aluminium akan beroksidasi bila terkena adukan/plesteran semen, maka
4. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana
Klasifikasi bahan bangunan ini adalah material yang bahan mentahnya
berasal dari alam, kemudian mengalami pengolahan yang mengakibatkan
perubahan pada wujud (transformasi) bahan. Contoh: batu bata dari tanah liat,
genteng dari tanah liat, keramik, logam dari bijih logam, seng, kaca dari pasir
kuarsa, dll. Bahan mentah yang digunakan sifatnya tidak terbarukan, namun
bahan bangunan dapat digunakan kembali dengan perlakuan tertentu.
Salah satu contoh bahan bangunan ini adalah keramik. Bahan keramik
sebagai ubin keramik adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk melapisi
lantai ataupun dinding, biasanya berbentuk pelat persegi dan tipis yang dibuat dari
tanah liat atau campuran tanah liat dan bahan mentah keramik laninnya, dibakar
sampai suhu sedemikian tinggi, sehingga mempunyai sifat-sifat fisik khusus.
(Frick, 1999). Pada dasarnya hanya ada 2 jenis keramik yaitu:
a. Keramik yang mempunyai lapisan glazur (glazed)
Jenis keramik yang paling banyak di pasaran untuk aplikasi lantai maupun
dinding. Lapisan glazur di aplikasikan dengan temperature tinggi sehingga
menyatu dengan badan keramik. Lapisan ini lah yang membuat motif
desain dan tekstur keramik. Lapisan glazur membuat keramik tahan air,
tahan api dan mudah dibersihkan karena sangat padat dan tidak berpori.
b. Keramik homogenious tanpa lapisan glazur (unglazed)
Jenis keramik ini sekarang semakin trend dengan bermacam macam
desain. Tidak ada lapisan apapun yang di aplikasikan pada keramik.
sebelum pembentukan body sehingga ada kesatuan warna antara bagian
permukaan dan belakang. Permukaan keramik mengkilat dengan cara di
polish. Keramik jenis ini biasanya lebih tebal, keras dan lebih tinggi
kekuatannya dari pada glazed ceramic.
Dikutip dari Rumah Ide (Online), ada beberapa jenis permukaan keramik
baik yang memakai lapisan glazur ataupun tidak, diantaranya:
a. Mengkilat dan licin. Biasa dipakai untuk keramik dinding ataupun keramik
lantai dalam ruangan. Tidak cocok untuk lantai yang sering terkena air
atau area servis dengan loading yang tinggi karena biasanya tidak tahan
goresan.
b. Doff / Matte. Cocok untuk berbagai macam aplikasi hanya tidak licin dan
mengkilat. Biasa dipakai di rumah dengan desain minimalis. Lebih tahan
terhadap goresan.
c. Bertekstur kasar. Cocok dipakai untuk lantai kamar mandi, carport atau
ruang terbuka yang sering terkena panas dan hujan. Jenis keramik ini tidak
licin walaupun terkena air.
d. Cutting edge. Permukaan keramik yang sangat siku pada keempat sisinya.
Keramik jenis ini dipotong setelah proses pembakaran. Dari segi harga
pasti lebih mahal dari pada keramik yang bukan cutting.
Contoh lain dari bahan bangunan alam yang mengalami perubahan
transformasi sederhana adalah seng. Seng adalah jenis logam yang biasa
digunakan untuk melindungi terhadap terjadinya korosi dengan menggunakan
masih sering digunakan karena harganya agak murah untuk atap yang awalnya
kedap air hujan dan tahan lama dengan pengecualian pada daerah yang mengalami
udara tercemar sulfur (dekat gunung api, dsb).
Kaca merupakan salah satu bahan bangunan alam yang mengalami
perubahan transformasi sederhana. Material kaca dibedakan menjadi beberapa
jenis, antara lain:
a. Kaca Tempered. Jenis kaca yang telah melalui suatu proses pemanasan hingga pada tingkat suhu tertentu dan kemudian didinginkan seketika,
sehingga menghasilkan kaca yang mempunyai kekuatan dan kelenturan
yang baik terhadap tekanan pada kedua sisi pemrukaan kaca. Jenis ini
biasa digunakan sebagai pintu shower, railing tangga/balkon, dinding kaca ruangan, skylight.
b. Kaca Laminated. Lembaran kaca yang terdiri dari 2 lapisan kaca yang direkatkan, sehingga dapat berfungsi untuk mencegah kemungkinan jatuh
atau hancurnya kaca akibat benturan pada salah satu sisinya. Kaca
laminated juga dapat digunakan sebagai skylight karena sifatnya yang dapat meredam sinar UV dan juga digunakan untuk partisi dinding kaca
suatu ruangan.
c. Kaca Polos dan Rayban. Kaca polos atau juga disebut kaca bening biasa
yang kemudian biasa dikembangkan menjadi kaca tempered, kaca
laminated, kaca double, dll. Kaca rayban adalah kaca gelap namun masih
d. Kaca Double Glass. Kaca yang dibentuk / digabung oleh 2 panel kaca dengan terciptanya ruang antara panel yang memiliki ketebalan beberapa
milimeter. Ruang antara panel bersifat kedap udara dan memiliki
kelembapan yang rendah, sehingga pemasangan kaca double glassing pada sebuah ruangan menyebabkan ruangan tersebut kedap suara dan suhu
ruangan dapat terjaga dengan baik / stabil.
e. Kaca Reflective. Kaca yang hanya memiliki daya tembus pandang satu arah saja sehingga dari bagian luar tidak dapat melihat bagian dalam suatu
ruangan. Kaca reflective biasa digunakan untuk eksterior gedung.
f. Kaca Bevel. Kaca yang sisinya memiliki tepi miring. Teknik bevel kaca
digunakan untuk menambah gaya dekoratif kaca karena dapat
meningkatkan dampak visual pada kaca.
5. Bahan bangunan yang mengalami beberapa tingkat perubahan
transformasi
Bahan bangunan jenis ini adalah material yang menggunakan bahan
mentah fosil (minyak bumi, arang, gas). Material yang dihasilkan berupa material
sintetis seperti: plastik, epoksi, polikarbonat, pvc, dll. Bahan sintetis merupakan
bahan yang dinilai tidak baik secara ekologis, karena; 1. Sulit di daur ulang,
membutuhkan energi dan biaya yang besar; 2. Pengolahan harus melalui beberapa
proses yang tidak dapat dibalik (irreversible); 3. Menggunakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui (bahan mentah fosil).
Material bangunan merupakan salah satu sumberdaya proyek yang cukup
digunakan pada bangunan sama pentingnya dengan rancangan bangunan itu
sendiri. Penggunaan material yang tepat akan meningkatkan aspek estetika pada
bangunan. Sebaliknya, penggunaan material yang kurang atau tidak tepat
kemungkinan besar akan menurunkan rancangan yang dihasilkan secara
keseluruhan (Ervianto, 2012).
Di samping aspek estetika, pemilihan material yang dapat mendorong
penghematan penggunaan energi sebaiknya terus dikembangkan. Menurut
Mediastika (2013) kegiatan konstruksi ternyata berandil besar dalam hal polusi
gas buang yang secara tidak langsung juga menunjukkan besarnya pemanfaatan
energi pada kegiatan ini. Penggunaan energi pada bangunan dapat dihitung sejak
awal penyediaan material bangunan, proses pembangunan, sampai saat bangunan
ditempati. Penghematan energi pada tahap awal pemilihan material dapat
dilakukan dengan penggunaan material yang tersedia secara lokal. Selain dari sisi
konsumen, aspek penghematan juga ditinjau dari sisi penjual dan produsen.
Penghematan dari sisi penjual dan produsen terjadi manakala toko material juga
mendapatkan pasokan material dari daerah sekitarnya.
Mediastika (2013) mengklasifikasikan material bangunan berdasarkan
aspek hemat energi dan ramah lingkungan terdiri atas material alami lokal khas
Indonesia dan material bekas. Penerapan material alami lokal akan mendukung
tumbuhnya ekonomi masyarakat, menghemat biaya dan tenaga angkut.
Penghematan dan pelestarian alam pun semakin meningkat manakala digunakan
a. Material Alami Lokal Khas Indonesia
Sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia
memiliki beragam material mentah untuk diolah menjadi bahan bangunan yang
berkualitas. Namun, tanpa pertimbangan yang bijaksana, penggunaan material
alami justru dapat menyebabkan kepunahan dan terjadinya bencana alam. Sumber
daya alam lokal yang sering dimanfaatkan sebagai material bangunan adalah
kayu. Permintaan yang tinggi akan kayu-kayu berkualitas telah menyebabkan
penebangan hutan secara serampangan. Beberapa jenis pohon yang menghasilkan
kayu berkualitas kini telah dilindungi dan dilarang ditebang. Begitupun dengan
permintaan yang tinggi akan batu alam yang telah menyebabkan terjadinya
penambangan batu alam ilegal di beberapa tempat (Mediastika, 2013).
Tabel 2.4. Material alami Indonesia
Bahan Mentah / Asal Material Bangunan Daerah Penghasil Pohon bambu Batang bambu Merata di beberapa daerah di
Indonesia
Pohon jati Kayu jati Jepara, Cepu, Bojonegoro
Tanah liat Genteng Kebumen, Karang Pilang
(Surabaya) Pohon kelapa Kayu kelapa
(gelugu) Pantai Sulawesi dan Kalimantan
Batu, koral, pasir Pasir
Merata di beberapa tepian hulu sungai, hilir/muara, pantai, dan pegunungan, seperti Lumajang, Cilacap, dan Gunung Merapi Tanah liat Batu bata merah Merata di beberapa daerah di
Indonesia
Pasir, semen Batako Merata di beberapa daerah di Indonesia
Batu marmer Lantai/dinding
marmer Tulungagung, Jawa Timur
Berbagai jenis batu alam
Batu alam: batu templek,
salagedang, palimanan, batu
paras, batu andesit, batu candi, batu kora;/telur
Penutup atap Ijuk, rumbia, alang-
alang Berbagai daerah di Indonesia Sumber: Mediastika (2013)
Secara umum dapat dipaparkan empat kelebihan penggunaan material
alami atau buatan lokal, yaitu:
1. Menghemat biaya angkut;
2. Lebih sesuai dengan iklim/keadaan setempat;
3. Material lokal dapat menambah nilai estetika bangunan melalui ide-ide
kreatif;
4. Memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri setempat.
Adapun kelemahan material lokal yakni kualitasnya mungkin kurang
memadai.
b. Material Bekas
Selain penggunaan material lokal yang akan menghemat banyak energi
dan penggunaan material yang menjaga kelestarian alam, penggunaan material
bekas atau material daur ulang akan sekaligus memenuhi aspek hemat dan lestari.
Menurut Ervianto (2012) material bekas merupakan sisa material konstruksi dan
sampah lain yang bersumber dari aktivitas konstruksi, pembongkaran, dan
pembersihan lahan di awal pelaksanaan proyek. Efek jangka pendek dari material
bekas dapat menghemat biaya pembangunan, sementara efek jangka panjang
yakni dapat membantu program pelestarian lingkungan yang hemat energi.
Beberapa pakar Sustainable Construction di Indonesia, seperti Ahmad Tardiyana, Adi Purnomo, dan Eko Prawoto menyatakan bahwa penggunaan material bekas
merupakan salah satu gerakan sustainable karena memanfaatkan kembali barang bekas merupakan upaya untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.
Menurut Skoyles (1976) dalam Asnuddin (2012) material bekas
merupakan bagian dari limbah konstruksi. Berdasarkan penyebabnya, limbah
konstruksi dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu indirect waste dan direct waste. Indirect waste adalah sisa material yang terjadi dalam bentuk pemborosan (moneter loss) akibat kelebihan pemakaian volume material dari yang direncanakan dan tidak terlihat sebagai limbah di lapangan. Sedangkan
direct waste adalah sisa material yang timbul di proyek konstruksi karena rusak dan tidak dapat diperbaiki dan digunakan kembali selama proses konstruksi.
Menurut Tchobanoglous dkk(1976) dalam Devia dkk (2010), sisa material
konstruksi yang timbul selama pelaksanaan konstruksi dapat dikategorikan
menjadi dua bagian yaitu:
1. Demolition waste adalah sisa material yang timbul dari hasil pembongkaran atau penghancuran bangunan lama.
2. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil dan struktur
lainnya. Sisa material tersebut berupa sampah yang terdiri dari beton, batu
bata, plesteran, kayu, sirap, pipa dan komponen listrik.
Sehubungan dengan pembagian kategori sisa material bekas oleh
Tchobanoglous dkk terjadinya sisa material konstruksi dapat disebabkan oleh satu
dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi menurut Gavilan dan Bemold
(1994) dalam Devia dkk (2010):
Tabel 2.5. Sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi
Sumber Penyebab
Desain
Kesalahan dalam dokumen kontrak Ketidaklengkapan dokumen kontrak Perubahan desain
Memilih spesifikasi produk
Memilih produk yang berkualitas rendah
Kurang memperhatikan ukuran dari produk yang digunakan
Desainer tidak mengenal dengan baik jenis-jenis produk yang lain
Pendetailan gambar yang rumit Informasi gambar yang kurang
Kurang berkoordinasi dengan kontraktor & kurang berpengetahuan tentang konstruksi
Pengadaan
Kesalahan pemesanan, kelebihan, kekurangan, dsb. Pesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah kecil Pembelian material yang tidak sesuai dengan spesifikasi Pemasok mengirim barang tidak sesuai dengan
spesifikasi
Kemasan kurang baik, menyebabkan terjadi kerusakan dalam perjalanan
Penanganan
Material yang tidak dikemas dengan baik
Material yang terkirim dalam keadaan tidak padat/kurang
Membuang atau melempar material
Penanganan material yang tidak hati-hati pada saat pembongkaran untuk dimasukkan ke dalam gudang Penyimpanan material yang tidak benar menyebabkan
kerusakan
Kerusakan material akibat transportasi ke/di lokasi proyek
Pelaksanaan
Kesalahan yang diakibatkan oleh tenaga kerja Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik Cuaca yang buruk
Kecelakaan pekerja di lapangan
Penggunaan material yang salah sehingga perlu diganti Metode untuk menempatkan pondasi
Jumlah material yang dibutuhkan tidak diketahui karena perencanaan yang tidak sempurna
Informasi tipe dan ukuran material yang akan digunakan terlambat disampaikan kepada kontraktor
Kecerobohan dalam mencampur, mengolah, dan kesalahan dalam penggunaan material sehingga perlu diganti
Pengukuran di lapangan tidak akurat sehingga terjadi kelebihan volume
Residual
Sisa pemotongan material tidak dapat dipakai lagi Kesalahan pada saat memotong material
Kesalahan pesanan barang, karena tidak menguasai spesifikasi
Kemasan
Sisa material karena proses pemakaian Lain-lain
Kehilangan akibat pencurian
Buruknya pengontrolan material di proyek dan perencanaan manajemen terhadap sisa material
Sumber: Jurnal Rekayasa Sipil. Vol.4, No.3, ISSN 1978-5658 (2010): 195-203.
Tabel 2.6. Jenis sampah asal kegiatan pembangunan dan cara pengelolaannya Sampah yang
berasal dari kegiatan pembangunan
Diolah kembali Didaur ulang Digunakan kembali
Bahan organik: Kayu
Dibakar dan abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan
Konstruksi atap kayu menjadi kusen dsb.
Kusen, jendela, dan pintu yang masih dalam keadaan baik
Kayu lapis Dibakar dan
abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan (mengandung fenol formaldehide, senyawa kimia berbahaya) Bekisting beton kayu lapis dapat menjadi pelat untuk langit- langit
Bambu Dibakar dan
abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan
Kertas/kardus Dikumpulkan dan diproses ulang menjadi kertas kembali (menghemat Pembungkus barang-barang Tabel 2.5, sambungan
±50% energi) Bahan anorganik:
Tanah galian
Tanah timbunan
Tanah liat Dicetak dan
dibakar menjadi batu bata, genteng tanah liat, dsb.
Dicetak batu tanah liat
Pasir/kerikil Dicampur semen menjadi beton Lapisan kersik untuk jalan Ubin/genteng beton Digiling menjadi pasir Lapisan pecahan batu untuk jalan Batu bata, genteng
tanah liat
Digiling menjadi semen merah
Kaca Dilebur menjadi
kaca baru
Dipasang pada jendela yang lain Logam (besi, baja,
kaleng, dsb) Dilebur menjadi logam baru Dipotong/dilas dan dibentuk baru Digunakan sebagai tulangan dalam beton Bahan sintetis: Pipa plastik, dsb Diproses lagi menjadi bahan sintesis berkualitas rendah Dipotong/dilem disambung pipa
Cat sintetik Sisa digunakan
pada tempat lain Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 2010)
Berikut dijelaskan Yoppy (2008) dalam Permana (2008) mengenai
material-material bekas yang umum didapati dari bongkaran bangunan beserta
karakteristiknya:
a. Kayu
Material kayu adalah jenis material yang paling banyak diperoleh dari
bongkaran bangunan terutama rumah tinggal. Diantaranya berupa kusen yang
masih lengkap, rangka atap, parket lantai, maupun elemen lainnya. Kayu
merupakan elemen yang rentan terhadap air. Pada material bekas seringkali kayu
mengalami kondisi yang lapuk sebagian. Penanganannya dapat dilakukan dengan
mempernis ulang atau mengecatnya sesuai keperluan. Tabel 2.6, sambungan
Gambar 2.1. Pintu kayu bekas
Sumber: www.homeworkshop.com
Material bekas dari kayu yang sering diburu ialah kusen dan rangka
bangunan. Rangka bangunan bisa berupa tiang, kuda-kuda atap, maupun
gabungan keduanya. Tiang dan kuda-kuda bangunan zaman dahulu biasanya
memiliki teknik pengerjaan tradisional dan susunan yang unik. Demikian juga
terdapat ukiran pada batang-batang kayu yang digunakan. Pada bagian kusen yang
cukup sering diburu ialah gebyok, yaitu pintu dengan bingkainya yang bercirikan
etnik tertentu. Selain itu ada pula kusen dengan kaca patri yang kini diburu karena
keindahannya. Kusen jenis ini biasanya diperoleh dari bongkaran bangunan tua
zaman belanda. Dikarenakan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk
mempertahankan bangunan-bangunan tua terutama di daerah perkotaan, maka
kusen seperti ini sulit didapat. Kalaupun ada berasal dari pembongkaran rumah-
rumah zaman belanda yang berada di daerah pedesaan dan sangat jarang dijumpai.
Setiap kusen bekas bongkaran sebenarnya dapat dimanfaatkan kembali,
estetika. Bukan tidak mungkin dengan menggunakan kusen bekas dalam
bangunan baru, kusen yang tadinya biasa-biasa saja bisa tampil lebih indah
bersama elemen lain.
Gambar 2.2. Kaca patri bekas
Sumber: Falk, Bob and Guy, Brad. Unbuilding: Salvaging the Architectural Treasures of Unwanted Houses. (Canada: Taunton, 2007)
b. Metal
Beberapa jenis dari material logam ini dapat dijumpai di bongkaran rumah
tinggal, pabrik atau gudang sebagai perangkat-perangkat yang fungsional mulai
kerangka furnitur, pagar, railing (susuran tangga), teralis jendela, bahkan rangka atap. Baja dan baja ringan bisa diperoleh dalam wujud rangka atap dan genteng.
Besi untuk kerangka pengikat beton, pintu aluminium, bingkai jendela atau atap
seng. Stainless steel bisa diperoleh dalam wujud kitchen sink dan tandon air yang masih bisa dimanfaatkan.
Umumnya logam merupakan material yang rentan terhadap karat dan