BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Terminologi Kafe
2.3.5. Penerapan Material Daur Ulang pada Kafe
Fenomena material daur ulang yang dimanfaatkan kembali sebagai bahan
material dalam bangunan memberikan dampak yang positif terhadap perancangan
sebuah bangunan, baik dari segi penghematan biaya maupun tren bangunan itu
sendiri. Seperti hal nya beberapa bangunan kafe dengan konsep daur ulang,
memberikan aksen material bekas pada desain interior bangunannya mampu
menjadi daya tarik bagi pengunjung sehingga memberikan nilai jual lebih
dibandingkan dengan desain interior kafe pada umumnya. Berikut adalah
beberapa kafe dengan penerapan material bekas sebagai konsep desain
- Junkyard Cafe and Bar
Junkyard Cafe and Bar yang berlokasi di Jakarta menerapkan barang bekas
pada elemen interiornya berupa pemanfaatan kursi pesawat yang tidak digunakan
lagi sebagai kursi duduk kafe, aksesoris ember dan kumpulan botol bekas yang
menjadi hiasan lampu langit-langit, serta furniture bekas lainnya. Tersedia juga
bar mini dengan dekorasi tanki gas dan krat bir pada bagian depan kafe.
Gambar 2.24. Junkyard Cafe and Bar
Sumber: www.fremagz.com
- Gajetto
Gajetto yang berlokasi di Kemang ini mengusung konsep 3R (Reuse,
Reduce, Recycle) dan sering digunakan sebagai wadah gathering beberapa
komunitas. Kursi yang terbuat dari krat minuman bersoda, pajangan dari keran air,
wastafel yang terbuat dari CPU Macintosh G3, hingga tadahan untuk gelas dari
cakram flopi. Gabungan kreativitas Aditya Stark & Dion Wayne terlihat dalam
Gambar 2.25. Gajetto: Geek | Café | Resto
Sumber: www.travelblog.ticktab.com - Kafe Parlour
Kafe Parlour di Semarang memanfaatkan barang-barang bekas menjadi
material utama pada interiornya. Konsep yang diusung oleh Cosmas Bothi
Winasanto, Damianus Beloni Winasongko, dan Andi Natanael pada kafe ialah
konsep custom life, menggunakan barang-barang bekas seperti kayu, ranting, peralon, packing mesin, tali tambang dan tong, menjadi meja, kursi, aplikasi
dinding, tiang lampu hingga coat hanger (Manggia, 2015)
Gambar 2.26 Parlour Cafe
Berdasarkan Agvirafani (2014) dalam Jurnal Rekajiva, Vol.1, No.2, ISSN 2338-1892, penerapan beberapa material bekas dan konsep daur ulang pada kafe
juga terdapat di Kafe Hummingbird Eatery Bandung yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
- Hummingbird Eatery Bandung
Sebagaimana umumnya kawasan sekitar Gedung Sate Bandung, Kafe
Hummingbird Eatery dulunya adalah rumah tinggal peninggalan zaman Belanda
yang kemudian direnovasi dan dialihfungsikan menjadi sebuah kafe. Untuk
memberi nuansa bangunan klasik, pemilik tetap mempertahankan bentuk asli
massa bangunan dengan berbagai elemen arsitektur dan interior yang bergaya art
deco. Elemen interior asli-nya pun masih layak pakai, seperti terlihat pada tegel
kunci pada lantai, panel papan solid pada langit-langit dan kusen-kusen antik dari
bahan kayu jati dengan kaca patri memberikan kesan antik dan homey.
Gambar 2.27. Layout Kafe Hummingbird Eatery
Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Kafe Hummingbird yang berlokasi di Jalan Progo 14 mempunyai luas
tanah 730m² dan luas bangunan 320m² dirancang oleh desainer Singapura
didesain oleh seniman Faisal Habibi. Linda Maryorie selaku pemiliknya
melakukan grand opening café tersebut pada tanggal 20 Desember 2010.
(Agvirafani dkk, 2014)
Material yang digunakan pada kafe ini menggunakan dari berbagai jenis
material mulai dari yang alami sampai pabrikasi, misalnya pada bagian dinding
menggunakan material yang terbuat dari kayu, kaca, batu bata, batako, dan
dinding lembaran (cladding). Pada langit-langit pengaplikasian material terdiri dari gypsum board, kayu solid, multipleks, kaca, bambu, metal, dan lain-lain.
Sedangkan pada lantai, jenis material disesuaikan dengan pertimbangan
karakteristik dan kebutuhan ruang yang terbagi menjadi indoor dan outdoor antara
lain plester (concrete), keramik, marmer, granit, kayu, dan batu.
Gambar 2.28. Tegel bertekstur pada lantai
Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Pada bagian lantai, material asli tetap dipertahankan. Lantai di ruang
makan utama dan ruang lainnya masih menggunakan tegel bertekstur dan
bermotif peninggalan dari bangunan kolonial Belanda, dengan ukuran 20 x 20 cm,
Di dekat salah satu sudut ruangan atau bagian belakang ruang makan
utama, kursi makannya menggunakan sofa. Bantalan duduk untuk sofa,
menggunakan bahan kain dan synthetic leather yang berwarna soft. Pemanfaatan
limbah kayu yang berupa potongan sisa kayu yang berbentuk segitiga dan disusun
secara acak tapi rapi pada top table menambah keunikan lain pada furnitur di kafe.
Gambar 2.29. Dining set pada ruang makan bagian belakang
Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Gambar 2.30. Potongan sisa kayu sebagai hiasan top table
Terdapat tempat duduk pada area outdoor memanfaatkan bekas boks
plastik botol minuman berwarna kuning keemasan yang dapat dipindah-pindah
karena ringan. Dudukannya menggunakan busa yang dilapisi oleh synthetic
leather berwarna abu muda. Kekurangan dari tempat duduk ini adalah tidak
adanya sandaran punggung, sehingga pengunjung tidak dapat bersandar karena
dapat menyebabkan kelelahan pada punggung apabila pemakaian yang lama.
Gambar 2.31. Box bekas sebagai tempat duduk
Sumber: Agfiravani dkk (2014) dalam Jurnal Rekajiva No2 Vol.01
Walaupun fungsi utama dari kafe adalah tempat untuk menikmati
makanan dan minuman, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pengunjung
akan tinggal lama setelah makanan tersebut habis. Dalam hal ini, pemilihan
konsep yang unik dalam suatu kafe dapat menarik minat pengunjung yang tidak
hanya dapat bersantap di dalam tetapi juga dapat dilakukan di luar bangunan.
Adapun aksen material bekas dapat menambah nilai estetika pada bangunan dan
memanfaatkan kembali material bekas pada interior kafe juga berpengaruh