• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Penerapan Klausul Eksonerasi Dalam Pandangan Hukum Perjanjian Islam 1.Pengertian Klausul Eksonerasi

2. Ciri-ciri Klausul Eksonerasi

Keberadaan klausul eksonerasi dalam perjanjian merupakan bagian dari sistem hukum perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan yang sifatnya terbuka. Artinya, terbuka tehadap perjanjian bernama (nominaat) yaitu semua jenis perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan maupun terhadap perjanjian yang tidak bernama (innominaat) yang tidak diatur dalam Buku III KUHPerdata.130

“standard form contract probably account for more than ninety nine percent all the contract now made. Most persons have difficult remembering the last time they contracted other by standard form.”

KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak dalam melakukan perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam asas kebebasan berkontrak. Para pihak bebas untuk menentukan isi, dan bentuk perjanjian. Bentuk perjanjian yang ada di masyarakat dalam perkembangannya menggunakan perjanjian baku. Hal ini sejalan dengan pendapat W.O. Slawson yang menyatakan:

131

W. Friedman juga menyatakan “most contract which govern our daily lives of standard contract.”

(terjemahan penulis: standard kontrak dapat dihitung sedikitnya sembilan puluh sembilan persen dari semua kontrak yang telah dibuat sekarang. Kebanyakan orang kesulitan mengingat waktu terakhir mereka mengikatkan perjanjiannya dengan menggunakan standar kontrak).

132

130

Marcel Seran dan Anna Maria Wahyu Setyowati, Op.Cit, h. 165.

131

Mariam Darus Badrulzaman-IV, Op.Cit, h. 97.

(terjemahan penulis: kebanyakan kontrak yang digunakan sehari-hari sudah diatur dengan standard kontrak).

Penggunaan perjanjian baku dalam bentuk-bentuk perjanjian yang terjalin antara para pihak, didalamnya mencantumkan syarat-syarat yang muncul dalam perjanjian baku tersebut yaitu cara mengakhiri perjanjian, cara memperpanjang berlakunya perjanjian, penyelesaian sengketa melalui arbitrase, syarat-syarat tentang eksonerasi.133

Syarat-syarat tentang eksonerasi umumnya banyak terjadi dalam perjanjian baku sepihak dan hal ini telah menjadi ciri khusus dalam hubungan persetujuan tersebut. 134 Klausul eksonerasi pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku, sebagai klausul tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian.135

Eksonerasi banyak terjadi pada kontrak adhesi

136

dan telah menjadi ciri khusus dalam hubungan kontrak, bahwa pihak lainnya atau konsumen berada dalam kedudukan yang tidak berdaya.137

132 Ibid. 133 Ibid, h. 100. 134

Mariam Darus Badrulzaman-II, Op.Cit, h. 45.

135

Ahmadi Miru-II, h. 40.

136

Perjanjian Standard oleh Pitlo dinamakan juga dengan Perjanjian Adhesi. Lihat Mariam Darus Badrulzaman-III, Op.Cit, h. 36.

137

W.M. Kleyn, Compedium Hukum Belanda, Yayasan Kerjasama Ilmu Hukum Indonesia-Negeri Belanda, (s’Gravenhage, 1978), h. 163. Selanjutnya lihat dalam Abdul Hakim,

Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Melalui Kontrak Baku dan Asas Kepatutan dalam Perlindungan Konsumen: Studi Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dengan Konsumen Perumahan, Disertasi, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2013), h. 127.

Pihak lawan dalam perjanjian baku biasanya mempunyai kedudukan (bargaining position) yang lemah, baik karena posisi sosial-ekonominya, maupun karena ketidaktahuannya mengenai perbuatan

hukum yang akan diperbuatnya serta akibatnya hukumnya.138 Ketidakseimbangan dari para pihak dalam membuat perjanjian dapat memunculkan adanya klausul eksonerasi atau klausul pembebasan (dari tanggungjawab) yang tertera di dalam perjanjian baku tersebut.139

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam perjanjian baku adalah pencantuman klausul eksonerasi yang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:140

a. Menonjol dan jelas

Pengecualian terhadap tanggung gugat tidak dapat dibenarkan jika penulisannya tidak menonjol dan tidak jelas. Dengan demikian, maka penulisan pengecualian tanggung gugat yang di tulis di belakang suatu surat perjanjian atau yang di tulis dengan cetakan kecil, kemungkinan tidak efektif karena penulisan klausula tersebut tidak menonjol.

b. Disampaikan tepat waktu

Pengecualian tanggung gugat hanya efektif jika disampaikan tepat waktu. Dengan demikian, setiap pengecualian tanggung gugat harus disampaikan pada saat penutupan perjanjian, sehingga merupakan bagian dari kontrak. Jadi bukan disampaikan setelah perjanjian jual beli itu terjadi.

c. Pemenuhan tujuan-tujuan penting

Pembatasan tanggung gugat tidak dapat dilakukan jika pembatasan tersebut tidak akan memenuhi tujuan penting dari suatu jaminan, misalnya tanggung gugat terhadap cacat yang tesembunyi tidak dapat dibatasi dalam batas waktu tertentu, jika cacat tersembunyi tersebut tidak ditemukan dalam periode tersebut.

d. Adil

Jika pengadilan menemukan kontrak atau klausul kontrak yang tidak adil, maka pengadilan dapat menolak untuk melaksanakannya, atau melaksanakannya tanpa klausul yang tidak adil.

138

Mariam Darus Badrulzaman-II, Op.Cit, h. 46.

139

Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, (Bandung: Alumni, 2000), h. 149.

140

Jerry J. Phillips, Product Liability, (St. Paull Minnesota: West Publishing, 1993), h. 130-135. Selanjutnya lihat Selanjutnya lihat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 118-119 . Lihat juga Ahmadi Miru-II, Op.Cit, h. 47-48.

Mariam Darus Badrulzaman dalam pandangannya menyatakan perjanjian baku dengan klausul eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:141

a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat dari debitur;

b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;

c. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu; d. Bentuknya tertulis;

e. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

Ahmadi Miru mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku yang memuat klausul eksonerasi yaitu sebagai berikut:142

a. Pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat;

b. Pihak yang lemah pada umunya tidak ikut menentukan isi perjanjian yang merupakan unsur aksidentalia dari perjanjian;

c. Terdorong oleh kebutuhan, pihak lemah terpaksa menerima perjanjian tersebut;

d. Bentuknya tertulis;

e. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

R.H.J Engels menyatakan terdapat tiga bentuk yuridis dari perjanjian dengan syarat-syarat eksonerasi, yaitu terdiri dari:143

a. Tanggung jawab untuk akibat-akibat hukum, karena kurang baik dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban perjanjian.

b. Kewajiban-kewajiban sendiri yang biasanya dibebankan kepada pihak untuk mana syarat dibuat, dibatasi atau dihapuskan (misalnya perjanjian keadaan darurat).

141

Mariam Darus Badrulzaman-II, Op.Cit, h. 50.

142

Ahmadi Miru-II, Op.Cit, h. 42.

143

R.H.J Engels, Syarat-Syarat Eksonerasi atau Syarat-Syarat Untuk Pengecualian Tanggung Jawab, termuat dalam Compedium Hukum Belanda, Leiden Apreil 1978, h. 159-192. Selanjutnya lihat dalam Az Nasution, Op.Cit, h. 100.

c. Kewajiban-kewajiban diciptakan (syarat-syarat pembebasan) oleh salah satu pihak dibebankan dengan memikulkan tanggung jawab pihak lain yang mungkin ada untuk kerugian yang diderita pihak ketiga.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas dapat diketahui bahwa klausul eksonerasi umumnya terdapat dalam perjanjian baku dalam bentuk tertulis, telah dipersiapkan terlebih dahulu baik secara massal atau individual, pihak yang memiliki dominasi atau kedudukan lebih kuat yang menentukan isi perjanjian, pihak yang lemah karena keadaan dan kebutuhan terpaksa menerima perjanjian.

Dokumen terkait