• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 32 sampai dengan Gambar 35 memperlihatkan konsentrasi klorofil rata-rata bulanan dari tahun 2002 – 2008. Variabilitas klorofil sangat kecil bulan ke bulan dengan kisaran 0.05 – 0.35 mg m-3. Di perairan Sulawesi konsentrasi klorofil pada musim timur (Juni-Agustus) dan musim peralihan II (September-November) relatif homogen. Konsentrasi klorofil pada musim barat (Desember - Februari) terlihat relatif lebih tinggi dibandingkan musim timur dan peralihan II. Konsentrasi klorofil pada musim peralihan I (Maret - Mei) tampak relatif lebih rendah dibandingkan saat musim barat.

Di perairan Selat Makasar konsentrasi klorofil saat musim timur relatif lebih tinggi dan kecenderungan meningkat konsentrasinya terutama dibagian selatan perairan (MK4). Di musim peralihan II, konsentrasi klorofil tampak lebih rendah dibandingkan saat musim timur. Pada saat musim barat dan musim peralihan I konsentrasi klorofil tinggi terlihat di sekitar Kalimantan Timur (MK2) dan tampak bergerak ke arah timur di bagian selatan Selat Makasar dan beransur- ansur menghilang pada bulan Mei.

Variabilitas bulanan konsentrasi klorofil di Perairan Selat Makasar tampak terlihat, di bulan Januari relatif lebih tinggi di bagian barat perairan(MK3) dibandingkan bagian timur perairan Selat Makasar, kecenderungan ini meningkat sampai bulan Maret. Pada bulan April variabilitas yang tinggi di bagian barat perairan mulai berkurang dan mulai terlihat konsentrasi klorofil lebih rendah di bulan Mei yang memanjang dari utara ke selatan di bagian timur perairan, konsentrasi klorofil ini beransur-ansur berkurang di bulan Agustus – September. Pola variabilitas ini relatif mirip terlihat dengan luas yang lebih besar hampir di semua perairan Selat Makasar dari bulan Oktober sampai bulan Desember. Pada bulan Juni di Perairan Selat Makasar bagian selatan (MK4) tampak konsentrasi klorofil relatif lebih tinggi dibandingkan bagian tengah (MK3) dan utara perairan Selat Makasar (MK1), keadaan ini tampak meningkat sampai bulan Agustus dan berangsur-ansur hilang pada bulan Oktober. Hal ini konsisten dengan dugaan terjadinya penaikan massa air di daerah tersebut. Illahude (1970) dan Gordon (2001) menjelaskan penaikan massa air di perairan Selat Makasar dipengaruhi oleh pergerakan angin saat musim timur yang bergerak dari arah Tenggara

Gambar 32. Konsentrasi klorofil rataan bulanan di bulan Juni, Juli dan Agustus Mg/m3

Gambar 33. Konsentrasi klorofil rataan bulanan di bulan September, Oktober dan Nopember

Gambar 34. Konsentrasi klorofil rataan bulanan di bulan Desember, Januari, dan Februari

Gambar 35. Konsentrasi klorofil rataan bulanan di bulan Maret, April dan Mei Mg/m3

(Australia) menuju Asia melewati Indonesia dibelokan ke arah Utara ketika melewati khatulistiwa.

Konsentrasi klorofil di perairan Laut Jawa pada musim timur relatif lebih tinggi ke arah barat dan meningkat konsentrasinya sampai bulan Agustus. Saat musim peralihan II konsentrasi klorofil relatif berkurang ke arah timur perairan. Di musim barat, konsentrasi klorofil relatif lebih tinggi dibandingkan musim peralihan II. Secara umum, SPL di perairan Laut Jawa pada musim timur relatif lebih tinggi dibandingkan musim lainnya. Variabilitas konsentrasi klorofil di perairan Laut Jawa, di bulan Januari relatif lebih tinggi dan homogen. Di bulan Februari-April konsentrasi klorofil berkurang dibandingkan bulan Januari. Konsentarsi klorofil di bulan Mei – Agustus kembali meningkat dengan peningkatan yang terbesar dan merata terjadi di bulan Juli- Agutus. Pada bulan September konsentrasi klorofil mulai berkurang kembali sampai bulan Desember.

Gambar 36, memperlihatkan grafik deret waktu konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1, Sul2, dan MK1. Periode El Niño bulan Maret 2002 - Januari 2003, untuk daerah pengamatan Sul1 mempunyai nilai konsentrasi klorofil antara 0,01 – 0,05 mg m-3 relatif rendah dibandingkan daerah pengamatan lainnya. Konsentrasi klorofil tertinggi terjadi di daerah pengamatan MK1 dengan nilai konsentrasi antara 0,04 – 0,07 mg m-3. Hal yang relatif sama terjadi pula pada periode El Niño Mei 2006 – Januari 2007 dan periode El Niño bulan Oktober 2009 – Februari 2010 dengan konsentrasi klorofil terendah terjadi di daerah pengamatan Sul1 antara 0,01 – 0,05 mg m-3 dan konsentrasi klorofil tertinggi terjadi di daerah pengamatan MK1 0,04– 0,07 mg m-3.

Pada periode La Niña bulan Juni 2007 – Februari 2008 konsentrasi klorofil terendah antara 0,01 – 0,02 mg m-3 terdapat di daerah pengamatan Sul1. Konsentrasi klorofil tertinggi terjadi didaerah pengamatan MK1 konsentrasi klorofil antara 0,06–0,08 mg m-3. Periode La Niña bulan Agustus 2008– April 2009, relatif konsentrasi klorofil lebih tinggi dibandingkan periode La Niña sebelumnya. Di daerah pengamatan Sul1 nilai konsentrasi klorofil terendah antara 0,01 – 0,02 mg m-3 dan konsentrasi klorofil tertinggi terlihat di daerah pengamatan MK1antara 0,06 – 0,08 mg m-3. Secara umum konsentrasi klorofil

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gambar 36. Deret waktu konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1, Sul2 dan MK1

pada periode La Niña lebih besar dibandingkan pada periode El Niño, hal ini diduga adanya pengaruh curah hujan. Di daerah pengamatan Sul1 dan Sul2 terlihat konsentrasi klorofil sepanjang tahun pengamatan relatif cukup rendah, hal ini disebabkan massa air Perairan Pasifik Utara yang rendah konsentrasinya masih mempengaruhi massa air permukaan di Laut Sulawesi.

Analisis power spektrum koherensi konsentrasi klorofil dilakukan untuk mengetahui hubungan antar daerah pengamatan dengan menggunakan analisis Cross Wavelet Transform (XWT) dan Wavelet Coherence (WTC). Gambar 37 dan Gambar 38 memperlihatkan XWT konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1, Sul2, MK1, MK3, MK4, JW dan KR. Secara umum periode seasonal tampak pada setiap daerah pengamatan. Gambar 37a tampak periode spectrum di 16 -24 minggu atau periode intra-seasonal sekitar tahun 2007 (250 minggu) dan tahun 2009 (350 minggu). Periode seasonal (48–64 minggu) terlihat sekitar tahun 2008 – 2010 (275 – 366 minggu). XWT untuk daerah pengamatan Sul1 dan Sul2 menunjukkan in phase pada periode 16 -24 minggu dan ada menunjukkan anti phase pada periode 48-64 minggu. Gambar 37b memperlihatkan XWT untuk daerah pengamatan Sul2 dan MK1, dengan periode seasonal (48-58 minggu) sekitar tahun 2004-2010. XWT untuk daerah pengamatan ini memperlihatkan in phase di hampir semua bagian, yang mengindikasikan adanya hubungan konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul2 dengan MK1. XWT yang diperlihatkan pada Gambar 37c memiliki periode yang hampir sama seperti daerah pengamatan Sul1 dan MK1 sekitar tahun 2003-2010 dan periode intraseasonal (16-24 minggu) sekitar tahun 2008.

Gambar 38a merupakan XWT daerah pengamatan MK3 dan MK4 yang memperlihatkan anti phase dengan periode seasonal (48-60 minggu) disekitar tahun 2002-2008, terlihat pula ada periode seasonal (20-28 minggu) yang menunjukkan in phase di tahun 2003-2004 dan tahun 2008. Gambar 38b memperlihatkan XWT untuk daerah pengamatan KR dan JW dengan periode intra-seasonal (24 minggu) pada tahun 2006-2007 dan tahun 2009. Periode seasonal (48-60 minggu) tampak sekitar tahun 2007-2009. XWT untuk daerah pengamatan JW dan MK2 diperlihatkan pada Gambar 38c, periode seasonal (48- 60 minggu) sekitar tahun 2007-2010 yang menunjukkan in phase. Informasi yang

Gambar 37. Cross wavelet transform konsentrasi klorofil dari daerah pengamatan Sul1, Sul2, MK1, MK3. c b a Time (Week)

Gambar 38. Cross wavelet transform konsentrasi klorofil dari daerah pengamatan MK3, MK4, JW dan KR. Time (Week) c b a

diperoleh dari XWT yang berupa ada dan tidaknya indikasi hubungan masih cukup rendah dan masih cukup sulit untuk mengetahui apakah informasi yang diberikan itu hanyalah kebetulan atau memang hal yang sebenarnya. Diperlukan pendekatan lain untuk mendapatkan korelasi yang signifikan dengan tingkat kepercayaan yang lebih baik. Pendekatan WTC dapat digunakan untuk hal ini.

Pendekatan WTC dilakukan untuk mengidentifikasikan daerah dalam ruang waktu frekuensi atau periode pada dua deret waktu berbeda (Torrence and Compo 1998). Fase yang berkorelasi satu dengan yang lain digambarkan dengan anak panah. Hubungan in phase digambarkan dengan anak panah ke kanan dan hubungan anti phase digambarkan dengan anak panah ke kiri (Grinsted et al. 2004). Gambar 39 dan Gambar 40 memperlihatkan WTC konsentrasi klorofil pada daerah pengamatan Sul1, Sul2, MK1, MK2, MK3, MK4, JW dan KR. Secara umum periode seasonal tampak pada relatif setiap daerah pengamatan. Periode ini menunjukkan kesamaan dengan periode seasonal yang diperlihatkan XTC. Hal ini mengindikasikan bahwa periode seasonal terjadi dengan konsisten di daerah pengamatan. Gambar 39a menunjukkan hubungan in phase di daerah yang signifikan untuk pengamatan Sul1 dan Sul2 dengan periode intraseasonal (18–24 minggu) disekitar tahun 2005 – 2010 dengan timelag (jeda waktu) 1,333 minggu dan periode 96 minggu dan sekitar tahun 2008-2010 dengan jeda waktu 5,333 minggu. Hal serupa menunjukkan adanya hubungan antar daerah pengamatan Sul1 dan Sul2. Hubungan in phase untuk daerah pengamatan Sul2 dan MK1 dengan periode intraseasonal (4-16 minggu) terjadisekitar tahun 2008, periode intraseasonal (32–58 minggu) sekitar tahun 2004-2010 dan periode 64-98 minggu sekitar tahun 2003-2004. Gambaran ini memperlihatkan adanya hubungan konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul2 dengan MK1. WTC pada Gambar 39c memperlihatkan gambaran yang hampir mirip Gambar 39b dengan periode seasonal sekitar 32–64 minggu di sepanjang tahun pengamatan.

Gambar 40a memperlihatkan in phase dengan periode intra-seasonal (16-24 minggu) untuk daerah pengamatan MK3 dan MK4 yang terlihat sekitar minggu ke 50 sampai minggu 200 dan minggu 250 sampai 350. Periode seasonal ( 32-64 minggu) pada Gambar 40a menunjukkan anti phase yang berada sekitar minggu ke satu sampai minggu ke 300. Hal ini mengindikasikan konsentrasi

Gambar 39. Wavelet coherence konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1, Sul2, MK1 dan MK3 c b a Time (Week)

Gambar 40. Wavelet coherence konsentrasi klorofil di daerah pengamatan MK3, MK4, JW dan KR c b a Time (Week)

klorofil antara daerah pengamatan MK3 dan MK4 mempunyai keterkaitan kebalikan yang cukup baik. Gambar 40b WTC untuk daerah pengamatan KR dengan JW, memperlihatkan periode seasonal (48-58 minggu) sekitar minggu ke 150 sampai minggu ke 350, sedangkan periode intraseasonal (24 - 32 minggu) tampak pada minggu ke satu sampai minggu ke 110. WTC untuk daerah pengamatan JW dan MK2 terdapat pada Gambar 40c, periode intraseasonal pada minggu ke 75 sampai minggu ke 100, minggu ke 125 sampai minggu ke 175, dan minggu ke 350. Periode seasonal (34-60 minggu) terlihat sekitar minggu ke satu sampai minggu ke 225 dan minggu ke 300 sampai minggu ke 350. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan antara JW dan MK2. Gambaran umum dari pendekatan WTC memperlihatkan konsentrasi klorofil di daerah Sul1 dengan Sul2, Sul2 dengan MK1 dan MK1 dengan MK3 memiliki keterkaitan yang cukup kuat, denngan konsentrasi klorofil yang rendah di daerah Sul1 kemudian saat berada di daerah MK3 konsentrasi klorofil menjadi relatif tinggi patut diduga adanya faktor pengayaan konsentrasi klorofil oleh daerah sekitarnya seperti daerah perairan delta Mahakam, sedangkan daerah MK3 dengan MK4 tidak memiliki keterkaitan yang cukup baik, hal ini diduga konsentrasi klorofil di daerah MK4 dipengaruhi oleh penaikan massa air. Konsentrasi klorofil di daerah pengamatan KR tidak ada hubungannya dengan daerah JW, diduga konsentrasi klorofil dari daerah KR tidak masuk ke daerah JW, untuk konsentrasi klorofil daerah JW dengan daerah MK2 ada keterkaitan yang cukup kuat, diduga konsentrasi klorofil di daerah JW sampai ke daerah MK2 pada musim-musim tertentu.

Dokumen terkait