• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Massa Air dan Kesuburan Perairan Selat Makasar

Hasil penelitian transpor massa air Arlindo periode 1997/1998 dan INSTANT program 2004-2006 pada lapisan permukaan terjadi pembalikan aliran 1 sampai 2 bulan yang diamati selama musim barat (terutama pada bulan Januari dan Desember) tahun 2005 dan tahun 2006, konsisten dengan deret waktu Arlindo periode 1997/1998 (Gordon et al. 2003) meskipun pada tahun 2004 serangkaian pembalikan aliran permukaan lebih banyak terjadi sepanjang tahun (Gordon et al. 2010). Tinggi muka laut bulan Januari dan Desember lebih tinggi dibandingkan bulan lainya. Hal ini dipengaruhi oleh pergerakan angin yang bertiup pada bulan

tersebut. Pola pergerakan angin di Perairan Selat Makasar dapat dilihat pada Gambar 41 dan Gambar 42. Pada bulan Januari – Maret angin bertiup ke arah Tenggara dengan kecepatan angin berkisar 6 m/dtk – 11 m/dtk.

Pada bulan April angin bertiup ke Tenggara terutama di bagian selatan perairan dengan kecepatan kira-kira 6 m/dtk. Pada bulan Mei – Juni pola angin berubah bertiup ke arah Barat Laut dengan kecepatan lebih rendah di bulan Mei dan meningkat selama bulan Juni berkisar 6 m/dtk – 7 m/dtk. Di bagian utara perairan Selat Makasar pada bulan April - Juni kecepatan angin relatif rendah dibawah 6 m/dtk. Pola pergerakan angin pada bulan Juli – Oktober bertiup ke arah Barat Laut di bagian selatan dan ke arah Utara di bagian tengah dan utara perairan Selat Makasar. Kecepatan angin tinggi pada bulan Juli - Oktober, peningkatan kecepatan angin ini terjadi di bulan Juli dan mencapai puncaknya di bulan Agustus dengan kecepatan berkisar 5 m/dtk – 8 m/dtk dan berangsur - angsur berkurang kecepatannya di bulan Oktober. Pada bulan Nopember dan Desember pola angin mengalami perubahan dari bertiup ke arah Barat Laut di bagian selatan Perairan Selat Makasar dekat dengan kecepatan angin di bawah 6 m/dtk pada bulan Nopember, dan berubah ke arah Timur dan Tenggara di Perairan Selat Makasar pada bulan Desember dengan kecepatan 6m/dtk – 8 m/dtk.

Angin utama yang berhembus di perairan Selat Makasar adalah angin muson. Angin ini dalam setahun mengalami pembalikan arah dua kali. Perubahan arah dan pergerakan angin muson ini berhubungan erat dengan terjadinya perbedaan tekanan udara di atas Benua Asia dan Australia. Pada bulan Desember- Februari umumnya angin bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia sehingga di atas perairan Selat Makasar angin bertiup dari arah utara ke arah selatan selat atau angin Muson Barat. Pada bulan Juni-Agustus angin bertiup dari Benua Australia ke Benua Asia yang mengakibatkan arah angin di atas perairan Selat Makasar bertiup dari arah tenggara ke arah utara atau angin Muson Timur.

Pergantian angin muson dari Muson Barat ke Muson Timur menimbulkan berbagai macam pengaruh terhadap sifat perairan Selat Makasar. Selama angin Muson Barat berhembus, curah hujan akan meningkat yang berakibat menurunnya nilai salinitas perairan. Sebaliknya pada Muson Timur, terjadi peningkatan salinitas akibat penguapan yang besar, ditambah dengan massa air yang

Gambar 41. Pola pergerakan angin pada bulan Januari – Juni Jan Feb Mar Jun Mei Apr

Gambar 42. Pola pergerakan angin pada bulan Juli – Desember Okt Jul Agst s Sep Des Nop

bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Laut Sulawesi dan masuk ke perairan Selat Makasar (Wyrtki, 1961).

Pada bulan Januari dan Desember termasuk dalam musim barat, pada saat itu angin bertiup saat matahari berada di belahan bumi selatan, yang menyebabkan benua Australia musim panas, sehingga bertekanan minimum dan benua Asia lebih dingin, sehingga tekanannya maksimum. Angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia, dan saat menuju Selatan Khatulistiwa, maka arah gerak angin akan dibelokkan ke arah kiri. Pada periode ini, Indonesia akan mengalami musim hujan akibat adanya massa uap air yang dibawa oleh angin ini, saat melalui lautan luas di bagian utara dari Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan (Wyrtki 1961). Adanya pembalikan arah arus ke utara perairan tidak teramati dari data tinggi muka laut di bulan Desember 2005 yang terlihat dari lintang 60LS - 0.50LS dan di bulan Januari 2006 dari lintang 60LS -30LS. Pada saat pembalikan arah massa air ke utara perairan sebaran SPL berkisar 29,700C – 30,900C lebih rendah dari bulan April-Juni yang berkisar 30,000C – 31,200C. Proses penyinaran dan pemanasan matahari pada musim barat lebih banyak berada di belahan bumi selatan, sehingga suhu berkisar antara 29-300C (Wyrtki 1961).

Gambar 43 memperlihatkan deret waktu curah hujan (mm/bulan) dan konsentrasi klorofil (mg m-3) di daerah pengamatan MK2, MK5 dan Sul1. Di daerah pengamatan MK2, saat curah hujan tinggi pada bulan Desember-Maret, konsentrasi klorofil juga tinggi berkisar 0,15-0,20 mg m-3 sebaliknya saat curah hujan rendah pada bulan Juli- Oktober, konsentrasi klorofil juga rendah berkisar berkisar 0,04-0,10 mg m-3. Terlihat adanya kecenderungan pola konsentrasi klorofil mengikuti pola dari curah hujan. Di daerah pengamatan MK5, saat curah hujan tinggi pada bulan Desember-Maret konsentrasi klorofil rendah berkisar 0,05-0,07 mg m-3 dan sebaliknya. Untuk daerah pengamatan MK5 adanya kecenderungan curah hujan tinggi tidak diikuti dengan tingginya konsentrasi klorofil. Di daerah pengamatan Sul1 saat curah hujan tinggi pada bulan Desember-Maret konsentrasi klorofil rendah berkisar 0,015-0,02 mg m-3 dan pada saat curah hujan rendah, konsentrasi klorfil juga renda. Untuk daerah pengamatan Sul1, adanya kecenderungan curah hujan tinggi tidak diikuti dengan tingginya konsentrasi klorofil. Di duga massa air permukaan dari Pasifik Utara yang

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gambar 43. Deret waktu curah hujan dan konsentrasi klorofil di daerah

mengandung konsentrasi klorofil rendah mempengaruhi konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1.

Di Perairan Selat Makasar terutama di daerah MK2, MK3, MK4, MK5, MK6 terlihat adanya tingkat klorofil yang tinggi. Pada musim barat klorofil tinggi di terutama di daerah pengamatan MK2, MK3 dan MK6 yang disebabkan karena adanya curah hujan tinggi di daerah tersebut dan juga adanya massa air permukaan yang bergerak dari Laut Jawa yang mengandung konsentrasi klorofil relatif tinggi ke Perairan Selat Makasar. Pada saat musim timur klorofil tinggi terutama di daerah pengamatan MK3, MK4 dan MK5 yang disebabkan adanya penaikan massa air di sekitar daerah pengamatan MK5.

Hubungan konsentrasi klorofil di antara daerah pengamatan Sul1, Sul2, MK1, MK3 seperti dijelaskan dengan Gambar 39. Konsentrasi klorofil yang ada di daerah pengamatan Sul1 sedikit banyak ada yang terhubung/merambat ke daerah pengamatan Sul2 kemudian merambat ke MK1 dan MK3. Berdasarkan analisis tinggi muka laut terlihat dengan jelas adanya perambatan tinggi muka laut di daerah pengamatan tersebut, patut diduga perambatan konsentrasi klorofil ini disebabkan oleh gelombang laut. Konsentrasi klorofil saat berada di daerah pengamatan Sul1 tampak relatif rendah kemudian relatif lebih tinggi saat berada di daerah pengamatan MK3, diduga tingginya konsentrasi klorofil karena adanya pengayaan konsentrasi klorofil dari daerah sekitar Selat Makasar seperti pengaruh perairan sekitar Delta Mahakam. Sutomo (2000) menjelaskan konsentrasi klorofil lebih tinggi terdapat di bagian selatan Teluk Muara Pasir yaitu di perairan Muara Teluk Apar berkisar 0,55-1,20 mg m-3. Kenaikan nutrien di laut yang dangkal berhubungan erat dengan pengaruh aliran sungai dan proses pengadukan air lapisan dasar ke atas oleh pengaruh pasang surut dan gelombang. Nutrien yang berasal dari darat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan fitoplankton. Muchtar et al. (2000) dalam penelitiannya melihat nilai transmisi sinar pada kedalaman 2 meter di perairan Kalimantan Timur bervariasi dari 45-85%. Nilai terendah ditemui pada Muara Sungai Mahakam, sedangkan Muara Sungai Balikpapan tercatat lebih tinggi yaitu 65%, namun lebih rendah dari Muara Sungai Sangkulirang yang terletak di bagian utara Kalimantan Timur dengan nilai 60%.

Ini menunjukkan Sungai Mahakam lebih besar pengaruhnya dari sungai-sungai lainnya sehingga bahan melayang seperti zooplankton dan fitoplankton yang terbawa sampai ke laut lebih besar pula volumenya dengan nilai konsentrasi klorofil yang lebih besar dari 0,7 µ g/l terdapat pada bagian permukaan pesisir pantai sebelah utara Sungai Mahakam.

Gambar 44 merupakan peta sebaran klorofil di perairan Delta Mahakam pada tanggal 24 Mei 2003. Konsentrasi klorofil dengan kisaran 0,3 µg/l sampai dengan diatas 1,9 µg/l terdapat di perairan Delta Mahakam yang secara umum memperlihatkan semakin menjauhi delta konsentrasi klorofil menjadi relatif lebih rendah. Menurut Muchtar et al. (2005) pengaruh aliran Sungai Mahakam dan sungai-sungai lainnya terlihat pada kandungan oksigen dilapisan permukaan berkisar 2,16-4,13ml/l, kandungan fosfat rata-rata 0,92 µg A/l, kadar nitrat rata- rata 4,59 µg A/l dan kadar rata-rata silikat 6,64 µg A/l, dengan kata lain pengaruh kedua daratan yakni Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi yang dialiri oleh sungai terlihat sekali terhadap perairan Selat Makasar.

Adanya pengaruh daerah sekitar perairan Selat Makasar juga dapat di jelaskan pada Gambar 45 dan Gambar 46 yang memperlihatkan WTC suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil daearah pengamatan Sul1, Sul2, MK1, MK2, MK3, dan MK4. Terlihat untuk semua daerah pengamatan dengan power spectrum yang cukup signifikan, hubungan antara suhu permukaan laut dengan konsentrasi klorofil berada dalam anti phase saat periode seasonal yang berarti

konsentrasi klorofil merupakan „cermin‟ dari suhu permukaan laut. Daerah

pengamatan MK2, dan MK3 terlihat pada periode seasonal berada dalam anti phase, hal ini disebabkan adanya pengaruh dari daerah sekitar perairan Selat Makasar. Nontji (1987) menjelaskan, tingkat kesuburan di daerah pantai dan dekat muara sungai cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lepas pantai, hal tersebut disebabkan tingginya kadar zat hara di perairan pantai dibandingkan dengan lepas pantai. Muchtar et al. (2000) menjelaskan tingkat transmisi sinar yang tinggi di kawasan lepas pantai sejalan dengan tingginya tingkat kesuburan perairan, sedangkan pada perairan pesisir dengan tingkat transmisi sinar yang

Sumber Gambar; Ambarwulan et al. (2003)

Gambar 44. Peta sebaran klorofil di perairan Delta Mahakam dari citra LandSat ETM pada 24 Mei 2003

rendah tingkat kesuburan juga tinggi. Hal tersebut menjelaskan terjadinya pencampuran yang sempurna, sehingga kesuburan perairan tetap tinggi.

Gambar 47 dan Gambar 48 memperlihatkan WTC tinggi muka laut dan konsentrasi klorofil daearah pengamatan Sul1, Sul2, MK1, MK2, MK3, dan MK4. Di daerah pengamatan Sul1 dan MK4 pada periode seasonal berada dalam in phase dengan timeleg 0.6777 bulan, artinya perubahan konsentrasi klorofil terjadi 0.677 bulan setelah perubahan anomali tinggi muka laut di daerah tersebut. Untuk daerah pengamatan Sul2, MK1, MK2, dan MK3 terlihat berada dalam anti phase yang menunjukkan pada periode seasonal konsentrasi klorofil merupakan

„cermin‟ dari tinggi muka laut.

Pengamatan tinggi muka laut di daerah Sul1, Sul2, dan MK1, terdapat periode intra-seasonal. Susanto et al. (2000) menjelaskan tentang variabilitas intra-seasonal dengan menggunakan data paras laut dan mooring yang kemungkinan merupakan respon gelombang Kelvin dari Samudera Hindia yang masuk Perairan Selat Makasar melalui Selat Lombok dan gelombang Rossby dari Samudera Pasifik. Karakteristik intra-seasonal ditandai dengan periode 48-62 hari yang berhubungan dengan gelombang Rossby dari Samudera Pasifik yang

merambat melalui Laut Sulawesi. Meskipun demikian karakter tersebut tidak terlihat di Tarakan, hal ini menandakan bahwa gelombang-gelombang tersebut mengalami pelemahan setelah melewati Selat Makasar. Sprintall et al. (2000) menyebutkan signal gelombang Kelvin ditemukan di lintasan arus Pantai Jawa dan berbelok ke utara melalui Selat Lombok dan memasuki Selat Makasar.

Gambar 45. Wavelet coherence suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1, Sul2, dan MK1

Gambar 46. Wavelet coherence suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil di daearah pengamatan MK2, MK3, and MK4

.

Gambar 47. Wavelet coherence tinggi muka laut dan konsentrasi klorofil di daerah pengamatan Sul1, Sul2, dan MK1

Gambar 48. Wavelet coherence tinggi muka laut dan konsentrasi klorofil di daerah pengamatan MK2, MK3, dan MK4

5

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait