LAHIR SAMPAI SIAP KAWIN SAPI FRIES HOLLAND ABSTRA K
2. Koefisien Determinas
Koefisien determinasi merupakan keofisien yang menggambarkan tingkat variasi dari data lapangan yang dapat dijelaskan oleh suatu model. Rumus koefisien determinasi yang akan diperoleh dari pengolahan program SAS 9.2 Proc NLIN adalah:
( )
R2 = Koefisien determinasi (%); JKS = Jumlah Kuadrat Sisa (Residual Sum Square); JKTT = Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (Corrected Total Sum Squares)
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis kurva pertumbuhan dari lahir sampai siap kawin, umur dan bobot titik infleksi pada sapi perah FH dengan menggunakan model kurva pertumbuhan Logistic, Gompertz dan von Bertallanfy dapat dilihat pada Tabel 4. Bobot dewasa pada persamaan model kurva Logistic lebih rendah dibandingkan dengan Gompertz dan von Bertallanfy. Hal ini sesuai dengan penelitian Suparyanto (1999) bahwa model von Bertalanffy memiliki nilai pendugaan terhadap bobot lahir domba yang rendah, namun pada akhirnya akan dicapai pendugaan bobot dewasa yang lebih besar. Kedua model lainnya memiliki pendugaan bobot lahir yang relatif lebih tinggi, namun pendugaan terhadap bobot dewasa cenderung lebih rendah dibandingkan dengan model von Bertalanffy.
Tabel 4 Persamaan model kurva pertumbuhan sapi perah FH dari lahir sampai siap kawin, umur dan bobot saat pubertas
Model Model t(i) (bulan) Y(i) (kg)
Logistic Y= A (1+e-kt)-M
29 bulan Y= 343.6 (1+e-0.1416t)-2.9119 7.5481 145.4503 21 bulan Y= 306.3 (1+e-0,1750t)-3.0063 6.2898 129.1897 Baturraden Y= 514.2 (1+e-0.1284t)-3.2964 9.2900 214.7002 Gompertz Y= A exp (-Be-kt)
29 bulan Y= 354.5 exp (-2,1385e-0.1179t) 6.4470 130.4133 21 bulan Y= 319.1 exp (-2,2040e-0.1437t) 5.4995 117.3903 Baturraden Y= 575.0 exp (-2.4499e-0.0978t) 9.1206 211.5307 Von Bertallanfy Y= A (1-Be-kt)3
29 bulan Y= 369.9 (1-0,5361e-0,0953t)3 4.9861 109.6000 21 bulan Y= 339.5 (1-0,5454e-0,1120t)3 4.3962 100.5926 Baturraden Y= 707.1 (1-0.5939e-0.0641t)3 9.0104 209.5111 Keterangan : ti = waktu infleksi (bulan); Yi = bobot pada saat titik infleksi (kg); e
= bilangan natural (e = 2.718282); t = waktu pencatatan (bulan) Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4, nilai parameter A (bobot dewasa) pada pencatatan 29 bulan, 21 bulan dan Baturraden yang paling besar dicapai dengan menggunakan model von Bertalanffy (369.9 kg, 339.5 kg dan 707.1 kg) diikuti model Gompertz (354.5 kg, 319.1 kg dan 575.0 kg) dan Logistic (343.6 kg, 306.3 kg, dan 514.2 kg). Nilai tertinggi untuk parameter B (koefisien integrasi atau proporsi bobot dewasa yang dicapai setelah lahir), dicapai pada model Logistic diikuti Gompertz dan von Bertalanffy. Disamping itu untuk nilai k (rata-rata kecepatan dewasa) tertinggi terdapat pada model Logistic diikuti oleh Gompertz dan von Bertallanfy.
Jika ketiga model dirata-ratakan, maka kecepatan dewasa yang berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan pada sapi perah FH lebih tinggi di Taurus (0.118 dan 0.144) tetapi lebih rendah di Baturraden (0.058) dan rata-rata bobot dewasa lebih rendah di Taurus dan lebih tinggi di Baturraden (356 kg, 321.6 kg dan 598.8 kg), dibandingkan dengan sapi Jersey di Amerika dengan kecepatan dewasa 0.084 dan rata-rata bobot dewasa 421.8 kg (Brown et al. 1976) sedangkan hasil penelitian Maharani et al. (2001) pada pertumbuhan sapi Brahman Cross keduanya lebih rendah, yaitu 0.098 untuk nilai kecepatan dewasa dan 313.11 kg untuk bobot dewasa, kecuali untuk Baturraden kecepatan pertumbuhannya lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sapi perah FH mempunyai potensi mencapai bobot dewasa yang lebih cepat. Semua ini tergantung dari manajemen pemeliharaan yang dilakukan pada masing-masing perusahaan.
Gambar 4 Kurva pertumbuhan sapi perah FH dari lahir sampai siap kawin dengan lama pencatatan (A) 29 bulan, (B) 21 bulan dan (C)
Baturaden. Simbol (●) bobot teramati, (×) kurva Gompers, (▲) kurva Von Bertalanffy, dan (+) kurva Logistic
Kurva pertumbuhan secara umum berpola sigmoid (Gambar 4) yang mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian fase percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi perlambatan sampai pertumbuhan relatif konstan. Pada kurva pertumbuhan terdapat titik penting, yaitu titik balik pada saat ternak mencapai umur pubertas atau disebut titik infleksi. Hasil penelitian ini ternyata pada model von Bertalanffy umur pubertas dicapai lebih muda dibandingkan dengan model Gompertz dan Logistic.
Umur pubertas untuk pencatatan 29 bulan, 21 bulan dan Baturraden pada model von Bertalanffy dicapai pada umur 4.98 bulan, 4.39 bulan dan 9.01 bulan dengan bobot badan 109.60 kg, 100.59 kg dan 209.51 kg. Pada model Gompertz dicapai pada umur 6.45 bulan, 5.50 bulan dan 9.12 bulan dengan bobot badan 130.41 kg, 117.39 kg dan 211.53 kg sedangkan pada model Logistic dicapai pada umur 7.54 bulan, 6.29 bulan dan 9.29 bulan dengan bobot badan 145.45 kg, 129.19 kg dan 214.70 kg. Pubertas pada sapi FH terjadi pada umur 8-12 bulan (Folley et al. 1973), sedangkan Noor (2001) menyatakan bahwa pubertas pada sapi terjadi pada umur 8-18 bulan.
Umur dan bobot badan pada saat pubertas yang diprediksi dengan tiga model menunjukkan perbedaan. Model Logistic lebih mendekati untuk memprediksi umur dan bobot saat pubertas, diikuti dengan model Gompertz, sedangkan model von Bertalanffy menunjukkan nilai underestimate untuk memprediksi kriteria pubertas.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829 B o b o t sa pi ( kg) Bulan pengukuran 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 B o b o t S api ( kg) Bulan pengukuran 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1314151617 1819 B o b o t sa pi ( kg) Bulan pengukuran A B C
Bobot pada saat terjadinya titik infleksi dipengaruhi oleh faktor yang juga mempengaruhi bobot dewasa (A), karena bobot saat infleksi didapatkan melalui perkalian persentase dewasa pada titik infleksi (ti) dengan bobot dewasa (A). Umur pada saat terjadinya titik infleksi pertumbuhan merupakan titik yang paling ekonomis pada ternak. Titik tersebut mengindikasikan beberapa hal yaitu (1) terdapatnya pertumbuhan maksimal dari ternak, (2) umur pada saat pubertas, (3) titik terendah dalam mortalitas dan (4) titik tersebut bisa digunakan dalam determinasi geometris dalam perbandingan antar spesies (Brody 1945).
Tingkat Kemudahan Perhitungan
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa model von Bertalanffy dan Logistic memerlukan proses iterasi yang lebih banyak dibandingkan dengan model Gompertz pada pencatatan 29 bulan, sedangkan pada pencatatan 21 bulan model Logistic memerlukan iterasi lebih banyak dibandingkan dengan model von Bertalanffy dan Gompertz, serupa dengan Baturraden model Logistic memerlukan prosesiterasi yang lebih banyak dibandingkan dengan Gompertz dan von Bertalanffy. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparyanto et al. (2001) yang membandingkan model yang sama pada ternak domba Sumatera dan Persilangannya dengan menggunakan data populasi dan penelitian yang dilakukan oleh Inounu et al. (2007), bahwa proses iterasi model von Bertallanfy merupakan model paling sulit untuk mencapai kriteria konvergen dan diikuti oleh model Logistic dan Gompertz pada analisis kurva pertumbuhan domba Garut dan persilangannya.
Tabel 5 Jumlah iterasi untuk setiap model
Model Jumlah Iterasi
Pencatatan 29 bulan Pencatatan 21 bulan Baturraden --- kali ---
Logistic 72 63 99
Gompertz 64 48 6
Von Bertalanffy 72 56 7
Penelitian lain yang dilakukan oleh DeTorre et al. (1992) yang membandingkan model von Bertalanffy dengan model Richards dan Brody pada data individu ternak sapi Retinta melaporkan bahwa model von Bertalanffy dan Brody memerlukan proses iterasi yang sedikit. Perbedaan tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh perbedaan spesies yang menyebabkan perbedaan proses pertumbuhan, karena proses pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap perbedaan tingkat kemudahan estimasi parameter kurva pertumbuhan non linear (Carrijo dan Duarte 1999).
Penyebab proses iterasi yang lebih banyak pada model Logistic kemungkinan disebabkan nilai korelasi negatif relatif lebih kecil dibandingkan dengan model lainnya antara bobot dewasa (A) dan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k) yang ditunjukkan pada Tabel 6. Kesulitan yang dialami model Logistic tersebut kemungkinan disebabkan kurang sesuainya proses pertumbuhan dari sapi FH untuk bisa mengestimasi parameter kurva pertumbuhan (dibandingkan dengan Gompertz dan von Bertalanffy) dengan interpretasi model Logistic untuk menentukan parameter kurva pertumbuhan terutama bobot dewasa (A) dan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k). Hasil korelasi dalam
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparyanto et al. (2001) dan Subandriyo et al. (2000) walaupun bukan merupakan nilai rataan korelasi. Perbedaan ini dimungkinkan karena perbedaan spesies yang menyebabkan perbedaan proses pertumbuhan (Carrijo dan Duarte 1999).
Tabel 6 Nilai korelasi antar parameter tiap model
Model Nilai Parameter
A*k A*b b*k A*M M*k
Logistic 29 bulan -0.8694 -0.3098 0.6521 21 bulan -0.9017 -0.2778 0.5921 Baturraden -0.9659 0.31070 -0.0878 Gompertz 29 bulan -0.8974 -0.3738 0.6792 21 bulan -0.9230 -0.3276 0.6110 Baturraden -0.9729 0.4514 -0.2559 Von Bertallanfy 29 bulan -0.9311 -0.3942 0.6415 21 bulan -0.9520 -0.3217 0.5469 Baturraden -0.9879 0.7058 -0.9879
Keterangan: A = Bobot hidup dewasa (Asimtot); B= Nilai skala parameter (konstanta integrasi). e = Bilangan natural (e = 2.718282); k = Rataan laju pertumbuhan menuju dewasa tubuh; M= Nilai yang berfungsi dalam pencarian titik infleksi (bentuk kurva)
Tingkat kemudahan dalam pendugaan nilai parameter kurva pertumbuhan juga sangat dipengaruhi oleh nilai korelasi negatif yang besar antara parameter kurva pertumbuhan dalam proses penghitungan seperti nilai korelasi antara nilai b dan M dalam model Richards. Kondisi yang demikian menyebabkan model tersebut merupakan model yang paling sulit untuk mencapai konvergen selain karena adanya empat parameter (Fitzhugh 1976). Nilai korelasi dalam proses penghitungan tersebut merupakan nilai yang lebih bermakna matematis dibandingkan dengan biologis apalagi bila menggunakan data populasi atau rataan. Nilai kurva pertumbuhan individu harus diperhatikan untuk lebih memberi makna biologis
Perbandingan antar model dalam estimasi parameter kurva pertumbuhan Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini (Tabel 7) menunjukkan bahwa model von Bertalanffy cenderung memberikan estimasi yang lebih tinggi terhadap nilai bobot dewasa (A) kemudian diikuti oleh model Gompertz dan Logistic. Estimasi parameter laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k) model kurva pertumbuhan memberikan hasil estimasi yang sebaliknya. yaitu model von Bertalanffy cenderung mengestimasi lebih rendah diikuti oleh model Gompertz dan Logistic.
Tabel 7 Nilai parameter kurva pertumbuhan
Model Nilai parameter kurva pertumbuhan
A + SE (kg) k + SE(%/hari) B atau M + SE(unit) Logistic 29 bulan 343.6 + 10.2756 0.1416 + 0.0105 2.9119 + 0.1507 21 bulan 306.3 + 3.9531 0.1750 + 0.0047 3.0063 + 0.0486 Baturraden 514.2 + 36.7264 0.1284 + 0.0108 3.0063 + 0.0887 Gompertz 29 bulan 354.5 + 11.9015 0.1179 + 0.0098 2.1385 + 0.1085 21 bulan 319.1 + 4.6516 0.1437 + 0.0043 2.2040 + 0.0341 Baturraden 575.0 + 53.2227 0.0978 + 0.0102 2.4400 + 0.0683 Von Bertallanfy 29 bulan 369.9 + 14. 3228 0.5361 + 0.0196 0.0953 + 0.0085 21 bulan 339.5 + 6.8812 0.5454 + 0.0067 0.1120 + 0.0043 Baturraden 707.1 + 100.3 0.0641 + 0.00968 0.5939 + 0.0133 Keterangan: A = Bobot dewasa; k = Rataan laju pertumbuhan menuju bobot
dewasa; B atau M = Parameter penentu titik infleksi (M khusus untuk model Logistik); SE = Standard error
Pola perbedaan tersebut kemungkinan karena adanya korelasi dalam proses penghitungan dari parameter A dengan k. Perbedaan dalam parameter kurva pertumbuhan tidak menjadikan interpretasi secara biologis berkurang. Hasil dengan pola yang serupa juga diperoleh Suparyanto et al. (2001) yang melaporkan model von Bertalanffy cenderung memberikan estimasi yang lebih tinggi dalam parameter bobot dewasa (A) dan estimasi yang lebih rendah pada paremeter rataan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k) yang juga dilaporkan dari Brown et al. (1976).
Perbedaan estimasi parameter kurva pertumbuhan yang nyata juga dilaporkan oleh beberapa peneliti diantaranya DeNise dan Brinks (1985) pada sapi antara model Richards serta Brody dan Brown et al. (1976) pada lima model kurva pertumbuhan. Hampir semua laporan memberikan hasil serupa. Perbedaan perbandingan pada setiap model sangat dipengaruhi oleh beberapa asumsi fisiologis dan metabolis yang digunakan (Brody 1945).
Hasil proses estimasi model non linear dalam penelitian ini juga menunjukkan hasil yang sama (Tabel 5). Model Logistic yang mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam proses mencapai kriteria konvergen ternyata mempunyai nilai standarderror parameter yang lebih rendah dibandingkan model lainnya dalam parameter yang mempunyai interpretasi yang sama (A dan k) sedangkan parameter lain yaitu dalam nilai konstanta integral (B) tidak bisa dijadikan acuan karena interpretasi dan nilai parameter yang berbeda. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparyanto et al. (2001) dan Subandriyo et al. (2000). dimungkinkan karena spesies yang berbeda..
Perbandingan tingkat keakuratan antar model dalam penjelasan data lapang dapat dilakukan dengan evaluasi perbedaan secara keseluruhan antara data lapang dengan data yang dihasilkan oleh parameter model kurva pertumbuhan. Perbandingan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan parameter simpangan data secara keseluruhan berupa koefisien determinasi.
Tabel 8 Nilai koefisien determinasi (R2) pada setiap model
Model 29 bulan 21 bulan Baturraden
Logistic 0.9970 0.9997 0.9987
Gompertz 0.9973 0.9998 0.9987
Von Bertalanffy 0.9975 0.9997 0.9987
Perbandingan yang dilakukan menggunakan peragam umur terakhir penimbangan karena koefisisen determinasi sangat dipengaruhi oleh data terakhir penimbangan. Berdasarkan parameter tingkatan keakuratan dari model secara keseluruhan menunjukkan tidak ada perbedaan koefisien determinasi. walaupun model von Bertalanffy cenderung mempunyai tingkat keakuratan yang lebih tinggi pada pencatatan 29 bulan. tetapi pada pencatatan 21 bulan model Gompertz mempunyai nilai koefisien determinasi yang lebih tinggi, sedangkan koefisien determinasi untuk Baturraden padasetiap model mempunyai nilai yang sama. (Tabel 8). Hasil tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh Suparyanto et al. (2001) yang menyimpulkan bahwa model von Bertalanffy mempunyai koefisien determinasi terbesar berdasarkan data populasi pada domba Sumatera dan persilangannnya. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Mazzini et al. (2003) yang membandingkan antara model Brody. Logistik. Gompertz. Richadrs dan von Bertalanffy pada sapi jantan Hereford. Disimpulkan bahwa model von Bertalanffy merupakan model terbaik dalam keakuratan penjelasan data sebenarnya.
Perbandingan keakuratan antara model juga dapat dilakukan berdasarkan simpangan antara data lapang dengan estimasi dari model dalam berbagai umur untuk melihat kecenderungan simpangan dari tiap model dalam penggambaran data lapang (Gambar 5). Simpangan antara data simulasi dengan lapang dari lahir sampai 29 bulan pada semua model terlihat underestimate pada awal pertumbuhan. sedangkan pada pencatatan 21 bulan model von Bertalanffy simpangannya overestimate. tetapi pada model Logistic dan Gompertz underestimate. Model von Bertalanffy merupakan model yang paling mendekati data lapang pada pencatatan sampai 29 bulan. sedangkan untuk pencatatan 21 bulan model Gompertz yang mendekati data lapang. Simpangan pada umur mendekati dewasa juga mengalami pendugaan yang terlalu besar dan model von Bertalanffy cenderung mempunyai simpangan terkecil untuk pencatatan 29 bulan dan untuk pencatatan 21 bulan model Logistic yang mendekati data lapang. namun pada data tengah pertumbuhan model Gompertz dan Logistik cenderung lebih tepat dalam penggambaran data lapang. Adapun untuk Baturraden simpangan antara data estimasi dan lapang relatif sama untuk setiap model, awal pertumbuhan underestimate, tetapi overestimate pada bulan kedua sampai keenam selanjutnya kembali underestimate.
Gambar 5 Grafik rataan simpangan data model dibandingkan data lapang dari tiap model pada pencatatan (A) 29 bulan, (B) 21 bulan dan (C) Baturraden.
Simbol (▲) eLog. (♦) eGom. dan (●) eVon
Hasil-hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa model kurva pertumbuhan mempunyai tingkat keakuratan yang berbeda. tergantung dari lingkungan dan umur atau lamanya pencatatan. semakin lama pencatatan ternyata bobot dewasa (A) semakin besar demikian juga dengan umur dan bobot pubertas.
Simpulan
Model Gompertz merupakan model yang paling mudah dalam proses penghitungan. sedangkan model Logistic merupakan model yang lebih sulit dalam proses penghitungan. Ketiga model matematik non linier yang dipakai dalam penelitian ini mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dengan nilai koefisien determinasi (R2) lebih dari 90%. Model Gompertz dan Logistic dapat direkomendasikan untuk memprediksi kecepatan atau laju pertumbuhan saat pubertas -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 sim p an g an ( k g ) umur (bulan) -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 0 10 20 30 sim p an g an ( k g ) umur (bulan) -30 -20 -10 0 10 20 0 5 10 15 20 Sim p an g an ( k g ) umur (bulan) B A C
SIMULASI PERTUMBUHAN SAPI FRIES HOLLAND DARI LAHIR