• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAIRY CATTLE FEED REQUIREMENT SHEET

PEMBAHASAN UMUM

Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing dan diperoleh dari pemerahan sapi-sapi yang sehat dengan tidak dikurangi atau ditambah zat sesuatu apapun. Susu mempunyai beberapa sifat penting. Susu adalah bahan makanan bernilai gizi tinggi. Susu sangat menunjang kesehatan manusia. Akan tetapi, susu juga baik untuk media pertumbuhan bakteri baik pathogen maupun apathogen. Keunggulan sifat susu dipertahankan dengan mencegah terjadinya penurunan kualitas susu.

Masa depan usaha sapi perah tergantung dari keberhasilan program pembibitan khususnya pembesaran pedet dan dara sebagai ternak pengganti. Pedet yang dipelihara kelak akan menjadi sapi yang menghasilkan susu. Untuk itu pemeliharaan pedet membutuhkan ketelatenan yang tinggi. Pedet yang lahir sehat dan kuat lebih mudah dipelihara. Menghasilkan sendiri jauh lebih baik dan murah dibandingkan bila membeli pedet. Hingga 50% pedet yang dilahirkan mati sebelum mencapai umur 2 bulan. Angka kematian yang lebih rendah jarang terjadi. Peternak perlu memberi perhatian besar dan bantuan yang tepat pada saat peedt dilahirkan dan selama periode pemeliharaan. Pencegahan penyakit yang dimulai dengan hygiene yang sempurna menjamin kesehatan pedet saat dan setelah lahir.

Peternak, mungkin saja, menjual pedetnya dan kelak pedet tersebut dibeli kembali. Perlu diingat bahwa beberapa minggu pertama kehidupan pedet merupakan periode kritis sehingga diperlukan perhatian khusus.

Tujuan pemeliharaan pedet yaitu untuk mendapatkan sapi yang sehat dan aktif, mempunyai kapasitas tubuh yang besar untuk mengkonsumsi hijauan, hidup lama, dan umur beranak pertama antara 2.0–2.5 tahun. Sementara masih banyak sapi dara yang beranak pertama pada umur 3–4 tahun . Oleh karena itu perlu perhatian dan penekanan lebih besar.

Bibit unggul dapat dihasilkan dari tetua yang unggul juga. Kendala yang terjadi pada peternak sapi perah adalah terlambatnya kawin pertama dikarenakan tidak tercapainya bobot badan siap kawin, yaitu antara 300-325 kg untuk sapi Holstein. Pencapaian bobot kawin pertama ini sangat ditentukan oleh pertumbuhan pedet, yang dipengaruhi oleh potensi genetik, asupan pakan dan manajemen pemeliharaan, dari mulai dilahirkan sampai pada saat siap kawin. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah belum lengkapnya catatan tentang identifikasi dari setiap ternak sapi perah yang dilahirkan pada setiap peternakan sebagai unsur pendukung utama. Selain itu, sampai saat ini masih belum terdapat standar pertumbuhan optimum untuk pedet sapi perah di Indonesia, sehingga peternak sulit untuk menentukan pemenuhan kondisi pedet pada batas minimal atau di bawah batas minimal bobot badan pada umur tertentu agar dapat mencapai bobot kawin pertama yang diharapkan.

Analisis pertumbuhan seringkali dikaitkan dengan kurva pertambahan bobot badan dalam rentang umur tertentu. Berdasarkan teori dasar, pertumbuhan dibagi dalam dua fase yang berbeda, yaitu fase dengan laju pertumbuhan (slope) bersifat positif dan pada kondisi slope bersifat negatif. Titik peralihan dari dua sifat yang berbeda ini akan didapatkan pada titik belok suatu lereng kurva pertumbuhan. Penentuan titik peralihan tersebut memerlukan model yang tepat, karena model

konvensional yang hanya menggunakan perhitungan dengan regresi linier tidak mampu menjelaskan fenomena yang ada.

Melalui pemahaman yang baik pada sifat pertumbuhan, dapat diperkirakan kapan saat pubertas tercapai, sehingga dapat ditentukan waktu dan bobot hidup yang tepat untuk melakukan perkawinan pertama pada sapi dara (Place et al., 1998). Ini dikarenakan umur pubertas dan kawin pertama sapi dara akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan bobot badan yang dicapai selama masa prepubertas (Sejrsen dan Purup, 1997).

Kemajuan teknologi komputasi yang membantu dalam penghitungan matematik telah banyak menghasilkan model kurva yang digunakan dalam analisis pertumbuhan, antara lain Brody, Richard, Huxley, Logistic, von Bertalanffy dan Gompertz. Model yang sering digunakan adalah model kurva pertumbuhan Logistic, von Bertalanffy dan Gompertz. Pertimbangan dipilihnya ketiga model tersebut antara lain adalah telah terbukti dari penelitian sebelumnya bahwa ketiga model pertumbuhan tersebut sangat baik untuk digunakan pada data kuantitatif yang bersifat longitudinal dari berbagai jenis ternak, hewan, tumbuhan dan bahkan sangat baik untuk menganalisis pola pertumbuhan bakteri/mikroorganisme rumen. Namun demikian kelemahan umum dari ketiga model tersebut adalah menghendaki adanya keseragaman lingkungan.

Kendala utama dalam pembuatan kurva pertumbuhan adalah sangat terbatasnya data pertambahan bobot badan yang ada di peternak sapi perah. Lemahnya proses pencatatan/recording di peternakan sapi perah, merupakan salah satu penyebab lambatnya perkembangan ternak sapi perah, karena salah satu fungsi dari pencatatan adalah untuk memprediksi keuntungan ataupun kemajuan peternakan itu sendiri dalam merencanakan keuntungan yang akan datang, ataupun rencana penambahan ternak.

Peternakan sapi perah yang mempunyai catatan yang relatif lengkap antara lain peternakan sapi perah PT Taurus Dairy Farm Sukabumi, walaupun baru sampai pencatatan produksi susu sapi tingkat pemeliharaan laktasi, sedangkan untuk bobot lahir dan pertambahan bobot badan per bulan baru mulai dibenahi, sedangkan untuk pembibitan yang relatif lengkap adalah BBPTU-SPSapi perah Baturraden.

Peternakan sapi perah P.T. Taurus Dairy Farm terletak di desa Tenjo Ayu, kecamatan Cicurug, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi peternakan ini berada pada ketinggian antara 450 sampai 550 meter diatas permukaan laut, temperature 19-30 oC, kelembaban berkisar antara 70-80%, dan curah hujan 300 m3 per tahun. Manajemen pemeliharaan dari lahir sampai siap kawin dilakukan dengan mengelompokkan sapi perahnya menjadi beberapa kelompok fase/periode pemeliharaan seperti berikut ini: pedet, terdiri atas: pedet yang masih menyusu PMS (umur 0-3 bulan) dan pedet lepas susu/PLS (umur 3-6 bulan). Dara, dibagi menjadi: dara pra kawin I/DPK I (BB 81-150 kg), dara pra kawin II/DPK II (BB 151-200 kg),dara pra kawin III/DPK III(BB 201-300kg), dara siap kawin/DSK

(BB≥300 kg), dan dara bunting/DB. Pengelompokan tersebut didasarkan pada umur, bobot badan, dan kondisi/status fisiologis sapi dengan tujuan utama untuk mempermudah proses pemeliharaan.

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian dan satu-satunya UPT Perbibitan yang memiliki tugas dan

tanggung jawab dalam pengembangan sapi perah di Indonesia. Temperatur rata- rata di daerah ini adalah 18-28 C dengan kelembaban berkisar antara 70%-80%. Keadaan klimatik di BBPTU-SP-SP Baturraden tergolong nyaman untuk hidup dan berproduksi bagi sapi perah yang berasal dari iklim sedang seperti FH. Kisaran temperatur udara yang baik untuk sapi perah yang berasal dari Eropa adalah sekitar 5-21 C dengan kelembaban relatif 50%-70% (Ensminger, 1980). Daerah ini juga memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu sekitar 6 000-9 000 mm/tahun. BBPTU-SP Baturraden memiliki ketinggian tempat sekitar ± 675 m dpl yang tergolong ke dalam dataran sedang. Manajemen pemeliharaan dari lahir sampai siap kawin dilakukan sebagai berikut: pedet (lahir sampai 6 bulan): penanganan pedet baru lahir, pencatatan (bobot dan pemberian identifikasi ternak), melatih pedet minum susu (pemberian kolostrum hingga umur 7 hari), pemberian pakan dan kesehatan pedet. Sedangkan untuk sapi dara (umur>6 bulan sampai siap kawin): pemeliharaan, pemberian pakan, pengukuran pertumbuhan dan kesehatan.

Hasil pencatatan dari PT Taurus Dairy Farm diperoleh bobot lahir antara 27.5-50 kg, rata-rata bobot lahir 33.56 kg, dengan pertambahan bobot badan rata- rata 0.51 kg (dari lahir sampai siap kawin, 0-28 bulan). Sedangkan di BBPTU-SP Baturraden bobot lahir antara 32-55 kg, rata-rata bobot lahir 39.08 kg dengan pertambahan bobot badan rata-rata 0.59 kg (dari lahir sampai siap kawin, 0-18 bulan). Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan di BBPTU-SP Baturraden lebih nyaman untuk tempat hidup dan berkembangbiak sapi perah.

Hasil pencatatan di kedua tempat ini kemudian dianalisis dengan menggunakan paket program SAS (SAS Institute Inc, 2004), dalam paket ini disediakan program khusus untuk mencari parameter dalam model non limier yaitu dengan menggunakan prosedur NLIN (Non Linear).

Hasil analisis untuk ketiga model yaitu Logistic, Gompertz dan von Bertalanffy, ketiganya dapat digunakan sebagai model pertumbuhan sapi perah dari lahir sampai siap kawin berdasarkan parameter tingkatan keakuratan dari model secara keseluruhan menunjukkan tidak ada perbedaan koefisien determinasi. Koefisien determinasi yang dihasilkan untuk ketiga model mendekati angka 1.

Hasil proses iterasi ternyata model Gompertz merupakan model yang paling mudah dalam perhitungan. Hal ini diperlihatkan dengan hasil iterasi yang lebih rendah dibandingkan model Logistic dan von Bertalanffy. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparyanto et al. (2001) yang membandingkan model yang sama pada ternak domba Sumatera dan Persilangannya dengan menggunakan data populasi dan penelitian yang dilakukan oleh Inounu et al. (2007), bahwa proses iterasi model von Bertallanfy merupakan model paling sulit untuk mencapai kriteria konvergen dan diikuti oleh model Logistic dan Gompertz pada analisis kurva pertumbuhan domba Garut dan persilangannya.

Model kurva pertumbuhan yang telah diperoleh kemudian divalidasi dengan kondisi usaha peternakan maupum pembibitan, ternyata yang mendekati model pertumbuhan yang diperoleh adalah model Logistic pada pencatatan 29 bulan untuk usaha peternakan sapi perah dan model Logistic Baturraden untuk usaha pembibitan. Hasil validasi tersebut ternyata untuk usaha peternakan sapi

perah mulai dikawinkan pada umur 19 bulan dengan bobot badan 275.97 kg, sedangkan untuk pembibitan sapi perah mulai dikawinkan pada umur 15 bulan dengan bobot badan 328.38 kg, sehingga diharapkan beranak pada umur 27 bulan dengan bobot badan 322.63kg pada usaha peternakan dan 24 bulan dengan bobot badan 443.51 kg untuk usaha pembibitan. Sesuai dengan pendapat Alim, et. al, (2006) bahwa untuk kondisi di Indonesia sapi dara dapat dikawinkan pertama kali pada umur 15-18 bulan dengan bobot badan 285-300 kg.

Model Logistic merupakan model yang paling sulit dalam penghitungan, terlihat pada proses iterasi selalu memperoleh angka yang tertinggi, tetapi dalam validasi ternyata model Logistic yang mendekati kondisi dan situasi peternakan sapi perah di Indonesia, terlihat pula dari hasil perhitungan titik infleksi pada model Logistic umur pertama titik belok dicapai pada umur 7.55 bulan dengan bobot badan 145.45 kg untuk usaha peternakan sapi perah dan 11.63 dengan bobot badan 212.41 kg. Kurva yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi standard pertumbuhan untuk sapi perah baik untuk sapi perah di peternak atau perusahaan peternakan, maupun untuk usaha pembibitan, sehingga dapat dipakai sebagai standard Kartu Menuju Sehat Sapi Perah, yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Model matematika yang telah diperoleh dipakai sebagai dasar pembuatan simulasi pertumbuhan sapi perah. Dilengkapi dengan tabel kebutuhan untuk sapi perah mulai dilahirkan sampai siap kawin (sapi muda) dan tabel kandungan zat gizi bahan pakan ternak baik hijauan ataupun konsentrat.

Simulasi yang dihasilkan dapat menduga bobot badan sapi perah berdasarkan umur sapi tersebut. Selain itu dalam simulasi ini dapat pula diperoleh susunan pakan atau ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak sapi perah sesuai dengan tingkat pemeliharaannya.

Dokumen terkait