Hipotesis 2 diterima yang berarti Debt to equity secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price Earning Ratio pada
4.3.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R 2 )
Koefisien determinasi (R2) pada dasarnya bertujuan mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah anatara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variabel-variabel dependen sangat terbatas. Dalam penelitian ini menggunakan
nilai koefisien Adjusted R2 dimaksudkan untuk mengetahui besarnya persentase penagruh dari variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Hasil output SPSS koefisien determinasi disajikan padatabel4.22
dibawah ini.
Tabel 4.22
Nilai Koefisien Determinasi (R Square) Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .600a .360 .316 6.398
a. Predictors: (Constant), total_asset, dividend_payout, debt_to_equity Sumber: Hasil Penelitian,2015 (Data Diolah)
Pada tebel di atas, angka R sebesar 0,600 menunjukkan bahwa korelasi
antara variabel indenpenden yaitu Total assets, Debt to equity, divedend payout dengan dependen yaitu PER adalah sedikit kuat karena berada pada angka 0,6.
Angka R Square atau koefisien determinasi adalah 0,360. hal ini berarti 36%
perubahan terhadap PER dapat dijelaskan oleh Total assets, Debt to equity,Dividend Payout. Sedangkan sisanya 64% dijelaskan oleh sabab-sebab lain.
Standart Error of the estimate (SEE) adalah 0,316. maka dapat disimpulkan model regresi kuat dalm memprediksi PER.
4.4Pembahasan
Hasil pengujian statistik simultan atau uji F menunjukkan bahwa secara
simultan Total assets, Debt to equity, divedend payout berpengaruh signifikan terhadap Price Earning Ratio. Hasil ini mendukung hipotesis keempat. Sedangkan hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya Total assets, Debt to equity yang mempengaruhi Price Earning Ratio. Hasil ini mendukung hipotesis pertama dan kedua. Sedangkan Dividend Payout secara parsial tidak mempengaruhi Price Earning Ratio. Hal ini Hipotesis ketiga ditolak.
Hasil uji parsial dalam penelitian ini menyatakan Total assets berpengaruh terhadap Price Earning Ratio. pengaruh Total assets terhadap Price Earning Ratio sebesar 0.001. Probabilitas signifikansi Total assets lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1 diterima yang
berarti Total assets secara individu berpengaruh terhadap PER. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Total assets menunjukkan kemampuan perusahaan meningkatkan penjualan dan Earnings. Semakin besar dan kuat perusahaan maka semakin baik jalan masuk ke pasar modal (Van Horne, 1998: 503). Perusahaan
mampu meningkatkan penjualannya atau dapat menaikkan ekspor dan mendapat
keuntungan yang lebih besar dari biaya operasionalnya sehingga investor tertarik
berinvestasi pada perusahaan tersebut. Hal ini akan dapat meningkatkan nilai
harga saham perusahaan sehingga Price Earning Ratio perusahaan akan meningkat.
Hasil penelitian ini berbeda dengan peneliti terdahulu Djendra (2010)
menyatakan Total assets tidak berpengaruh terhadap Price Earning Ratio karena mungkin disebabkan oleh pandangan investor yang menganggap bahwa besarnya
ukuran perusahaan memungkinkan perusahaan tersebut untuk memanfaatkan
peluang investasi yang beresiko, akibatnya investor yang risk-averse tidak berminat lagi sehingga cenderung akan menjual saham yang dimilikinya dan
berdampak pada penurunan nilai perusahaan yang tercermin pada penurunan
harga saham.
Hasil uji parsial dalam penelitian ini menyatakan Debt to equity berpengaruh terhadap Price Earning Ratio. signifikansi pengaruh Debt to equity terhadap Price Earning Ratio sebesar 0.001. Probabilitas signifikansi Debt to equity lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 2 diterima yang berarti Debt to equity secara individu terhadap PER. Hal ini mungkin disebabkan karena penambahan hutang baru juga dapat menjadi
sinyal karena hanya perusahaan yang prospek pendapatannya relatif stabil yang
berani menambah hutang (Arifin, 2005 : 12). Dengan demikian hutang memiliki
pengaruh terhadap investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan tersebut,
dengan banyaknya permintaan akan saham maka harga saham akan naik dan nilai
P/E juga akan naik.
Hasil penelitian ini sama dengan peneliti terdahulu yaitu Faezinia (2012).
Menyatakan meningkatkan Debt to equity dapat diharapkan untuk meningkatkan Price Earning Ratio. Meningkatkan Debt to equity menyebabkan peningkatan risiko keuangan dan jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih
besar dari suku bunga pinjaman, hubungan antara leverage dan ekuitas kembali, maka akan positif. Karena berdasarkan temuan penelitian, menyediakan bahwa
peningkatan pinjaman menyebabkan peningkatan rasio return perusahaan dan
profitabilitas. Dapat mengimbangi risiko yang dihasilkan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu Marthinova
(2007), Hasanah (2009), Djendra (2010) menyatakan Debt to equity tidak berpengaruh terhadap Price Earning Ratio. Hasil penelitian Djendra (2010) menyatakan semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang berbasis hutang
maka resiko kebangkrutan yang akan dialami perusahaan juga semakin besar,
sehingga besarnya rasio hutang merupakan sinyal negatif bagi investor terutama
bagi investor yang cenderung menghindari resiko.
Hasil uji parsial dalam penelitian ini menyatakan Dividend Payout tidak berpengaruh terhadap Price Earning Ratio. Dividend Payout memiliki angka signifikansi 0.800 (diatas 0.05) yang menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak
signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 3 ditolak yang berarti
Dividend Payout secara individu tidak berpengaruh terhadap PER. Penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yaitu Hasanah (2009), Ramasundam (2011).
Hasanah menyatakan DPR tidak berpengaruh terhadap PER sehingga penurunan
atau kenaikan DER selama periode pengamatan tidak berpengaruh terhadap
besarnya nilai harga saham perusahaan (PER) dan menurut Hasanah hal ini
disebabkan karena nilai harga saham suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar
kecilnnya DPR tetapi ditentukan oleh laba (Earnings) perusahaan dan kecenderungan investor lebih menyukai capital gain. Dalam hal ini seperti Tax
Diffrential Theory yang menyebutkan bahwa investor lebih suka untuk menerima capital gain yang tinggi daripada menerima dividen yang tinggi. Dengan kata lain investor menghendaki perusahaan untuk menahan laba setelah pajak yang
dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada pembayaran dividen dalam
bentuk kas. Untuk itu dapat dijelaskan bahwa investor akan menerima tingkat
keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki
dividend yield yang tinggi daripada saham dengan dividend yield yang rendah. POleh karena itu kelompok ini cenderung menyarankan bahwa perusahaan
BAB V