• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koefisien Korelasi

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Kediri, April Penulis (Halaman 65-73)

F. Distribusi Probabilitas Poisson

KORELASI BIVARIATE

B. Koefisien Korelasi

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita menjumpai dua peubah atau lebih yang bergantung. Sebagai contoh, kita mungkin menemukan sesuatu hal yang memperlihatkan adanya suatu pertambahan pada peubah X yang dibarengi dengan pertambahan pada peubah Y. Bila dapat ditunjukkan perubahan pada satu peubah yang berhubungan dengan peubah lain, maka kedua peubah itu dapat dikatakan berkorelasi. Korelasi dikatakan positif apabila penambahan pada peubah X akan menyebabkan penambahan pada variable Y, sebaliknya korelasi dikatakan negatif jika penambahan pada peubah X menyebabkan berkurangnya variable Y. Korelasi erat antara dua peubah tidak harus berarti suatu sebab akibat. Korelasi yang berarti, mungkin menunjukkan kemungkinan semacam itu bagi peneliti, tetapi petunjuk atau fakta yang mendukung dari sumber lain harus diketemukan sebelum simpulan yang menyangkut sebab-akibat dijamin.

Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal. Kuat lemah hubungan diukur menggunakan jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat hubungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi diketemukan +1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Sebaliknya. jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi

sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis mengenai signifikansi antar variabel yang dikorelasikan, karena kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel X mempunyai hubungan sangat kuat dengan variabel Y. Jika korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.

Korelasi dinyatakan dengan koefisien (r) dan merentang dari –1 sampai +1. Koefisien 1, dengan tanda + atau -, menunjukkan korelasi sempurna antara dua peubah. Sebaliknya, koefisien nol berarti tidak ada korelasi sama sekali. Jika koefisien korelasi (r) dikuadratkan, didapat koefisien penentu (r2). Nilai ini dapat digunakan sebagai taksiran untuk kekuatan antara kaitan antara dua peubah yang berkorelasi. Koefisien penentu khususnya menaksir persentase keragaman X yang berkaitan dengan (atau diterangkan oleh) keragaman Y – atau sebaliknya. Misal diketahui korelasi sebesar –0.9786 menunjukkan suatu hubungan linier yang amat baik antara X dan Y. Karena r2 = 0.9581 maka dapat dikatakan bahwa hampir 96% dari variasi dalam Y disebabkan oleh hubungan linier dengan X.

Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono : 2006):

0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

>0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

>0,25 – 0,5: Korelasi cukup

>0,5 – 0,75: Korelasi kuat

>0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat

1: Korelasi sempurna C. Interpretasi dalam korelasi

Apa sebenarnya signifikansi itu? Dalam bahasa Inggris umum, kata, "significant" mempunyai makna penting; sedang dalam pengertian statistik kata tersebut mempunyai makna “benar” tidak didasarkan secara kebetulan. Hasil riset dapat benar tapi tidak penting. Signifikansi / probabilitas / α memberikan gambaran mengenai bagaimana hasil riset itu mempunyai kesempatan untuk benar. Jika kita memilih signifikansi sebesar 0,01, maka artinya kita menentukan hasil riset nanti mempunyai kesempatan untuk benar sebesar 99% dan untuk salah sebesar 1%. 99% itu disebut tingkat kepentingan (confidence interval); sedang 1% disebut toleransi kesalahan. Secara umum kita menggunakan angka signifikansi sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval) yang diinginkan oleh peneliti. Angka signifikansi sebesar 0,01 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan atau bahasa umumnya keinginan kita untuk memperoleh kebenaran dalam riset kita adalah sebesar 99%. Jika angka signifikansi sebesar 0,05, maka tingkat kepercayaan adalah

sebesar 95%. Jika angka signifikansi sebesar 0,1, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 90%.

Pertimbangan lain ialah menyangkut jumlah data (sample) yang akan digunakan dalam riset. Semakin kecil angka signifikansi, maka ukuran sample akan semakin besar. Sebaliknya semakin besar angka signifikansi, maka ukuran sample akan semakin kecil. Unutuk memperoleh angka signifikansi yang baik, biasanya diperlukan ukuran sample yang besar. Untuk pengujian dalam IBM SPSS digunakan kriteria sebagai berikut:

Jika angka signifikansi hasil penelitian ≤ 0,05, maka hubungan kedua variabel signifikan.

Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05, maka hubungan kedua variabel

tidak signifikan

Atau jika pengujian menggunakan penghitungan secara manual maka dapat melihat table dengan kriteria sebagai berikut :

 Jika nilai hitung hasil penelitian ≥ nilai tabel, maka hubungan kedua variabel signifikan.

 Jika nilai hitung hasil penelitian < nilai tabel, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan

Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi, meliputi: pertama, melihat kekuatan hubungan dua variabel; kedua, melihat signifikansi hubungan; dan ketiga, melihat arah hubungan. Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel dilakukan dengan melihat angka koefesien korelasi hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria sbb: a) Jika angka koefesien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak mempunyai hubungan; b) Jika angka koefesien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin kuat; c) Jika angka koefesien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin lemah; d) Jika angka koefesien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna positif; e)Jika angka koefesien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna negatif.

Interpretasi berikutnya melihat signifikansi hubungan dua variabel dengan didasarkan pada angka signifikansi yang dihasilkan dari penghitungan dengan ketentuan sebagaimana sudah dibahas di atas. Interpretasi ini akan membuktikan apakah hubungan kedua variabel tersebut signifikan atau tidak.

Interpretasi ketiga melihat arah korelasi. Dalam korelasi ada dua arah korelasi, yaitu searah dan tidak searah. Pada IBM SPSS hal ini ditandai dengan pesan two tailed. Arah korelasi dilihat dari angka koefesien korelasi. Jika koefesien korelasi positif, maka hubungan kedua variabel searah. Searah artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka variabel Y juga tinggi. Jika koefesien korelasi negatif, maka hubungan kedua variabel tidak searah. Tidak searah artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka variabel Y akan rendah. Dalam kasus, misalnya hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas sebesar 0,86 dengan angka signifikansi sebesar 0,000 akan mempunyai makna bahwa hubungan antara variabel kepuasan pelanggan dan loyalitas sangat kuat, signifikan dan searah. Sebaliknya dalam kasus hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku terhadap kebiasan merokok

sebesar -0,86, dengan angka signifikansi sebesar 0; maka hubungan kedua variabel sangat kuat, signifikan dan tidak searah.

D. Macam Korelasi dan Teknik Penghitungan 1. Teknik Korelasi Pearson (Product Moment)

Korelasi Pearson Product Moment, yang merupakan pengukuran parametrik, akan menghasilkan koefesien korelasi yang berfungsi untuk mengukur kekuatan hubungan linier antara dua variable. Jika hubungan dua variable tidak linier, maka koefesien korelasi Pearson tersebut tidak mencerminkan kekuatan hubungan dua variable yang sedang diteliti; meski kedua variable mempunyai hubungan kuat. Simbol untuk korelasi Pearson adalah "p" jika diukur dalam populasi dan "r" jika diukur dalam sampel. Korelasi Pearson mempunyai jarak antara -1 sampai dengan + 1. Jika koefesien korelasi adalah -1, maka kedua variable yang diteliti mempunyai hubungan linier sempurna negatif. Jika koefesien korelasi adalah +1, maka kedua variable yang diteliti mempunyai hubungan linier sempurna positif. Jika koefesien korelasi menunjukkan angka 0, maka tidak terdapat hubungan antara dua variable yang dikaji. Jika hubungan dua variable linier sempurna, maka sebaran data tersebut akan membentuk garis lurus. Sekalipun demikian pada kenyataannya kita akan sulit menemukan data yang dapat membentuk garis linier sempurna.

Data yang digunakan dalam Korelasi Pearson sebaiknya memenuhi persyaratan, diantaranya ialah: a) Berskala interval / rasio, b) Variabel X dan Y harus bersifat independen satu dengan lainnya, c) Variabel harus kuantitatif simetris. Asumsi dalam Korelasi Pearson, diantaranya ialah: a) Terdapat hubungan linier antara X dan Y, b) Data berdistribusi normal, c) Variabel X dan Y simetris. Variabel X tidak berfungsi sebagai variabel bebas dan Y sebagai variable tergantung, d) Sampling representative, e) Varian kedua variable sama.

Rumus yang bisa di gunakan untuk menghitung korelasi product moment adalah sebagai berikut :

 

s s

y x n y y x x r 1

dimana

y y

S

Y n 2 1 1

Sehingga untuk mencari nilai Sx dapat menggunakan rumus yang sama dengan Sy tetapi menggunakan variable X

Contoh soal :

Misalnya ingin diketahui apakah terdapat hubungan antara nilai statistika dengan nilai aplikasi komputer. Dengan hasil penelitian sebagai berikut :

No X Y ̅ ̅ ̅ ̅ 1 70 80 -0.2 12.2 -2.44 2 83 76 12.8 8.2 104.96 3 65 57 -5.2 -10.8 56.16 4 79 56 8.8 -11.8 -103.84 5 54 70 -16.2 2.2 -35.64

Total = 19.2 Dimana ̅ ̅

Selanjutnya memberikan interpretasi dengan menyusun hipotesis dimana :

H0 : tidak ada hubungan antara nilai statistika dengan nilai aplikasi computer ( )

H1 : ada hubungan antara nilai statistika dengan nilai aplikasi komputer ( )

Membandingkan nilai r hitung dengan nilai r table yang di dapatkan sebesar 0,754 (0,382 < 0,754) sehingga memberikan kesimpulan terima H0, yang artinya tidak ada hubungan antara nilai biostatistika dengan nilai aplikasi computer.

2. Teknik Korelasi Tata Jenjang (Spearman)

Korelasi Spearman merupakan pengukuran non-parametrik. Koefesien korelasi ini mempuyai simbol r (rho). Pengukuran dengan menggunakan koefesien korelasi Spearman digunakan untuk menilai adanya seberapa baik fungsi monotonik (suatu fungsi yang sesuai perintah) arbitrer digunakan untuk menggambarkan hubungan dua variabel dengan tanpa membuat asumsi distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti. Nilai koefesien korelasi dan kriteria penilaian kekuatan hubungan dua variabel sama dengan yang digunakan dalam korelasi Pearson. Penghitungan dilakukan dengan cara yang sama dengan korelasi Pearson, perbedaan terletak pada pengubahan data kedalam bentuk ranking sebelum dihitung koefesien korelasinya. Itulah sebabnya korelasi ini disebut sebagai Korelasi Rank Spearman.

Data yang digunakan untuk korelasi Spearman harus berskala ordinal. Berbeda dengan Korelasi Pearson, Korelasi Spearman tidak memerlukan asumsi adanya hubungan linier dalam variable-variabel yang diukur dan tidak perlu menggunakan data berskala interval, tetapi cukup dengan menggunakan data berskala ordinal. Asumsi yang digunakan dalam korelasi ini ialah tingkatan (rank) berikutnya harus menunjukkan posisi jarak yang sama pada variable-variabel yang diukur. Jika menggunakan skala Likert, maka jarak skala yang digunakan harus sama. Juga, data tidak harus berdistribusi normal.

Rumus yang bisa di gunakan untuk menghitung korelasi tata jenjang adalah sebagai berikut:

 

1

6 1 2 2 n n Y X

rs dimana X dan Y adalah data yang sudah di rangking

Contoh soal :

Suatu penelitian dilakukan untuk mengatahui apakah ada hubungan tingkat kelahiran hiperbilirubin dengan tingkat keteraturan ibu hamil dalam meminum obat. Untuk itu dilakukan pengambilan data pada sebagian ibu hamil trisemester 3 di puskesmas wilayah “X”. Kejadian hiperbilirubin dikategorikan menjadi 3 :

hiperbilirubin grade 1; 2 : hiperbilirubin grade 2; 1 : normal. Sedangkan tingkat keteraturan dikategorikan menjadi : 3 : teratur, 2: cukup, dan 1 : tidak teratur. Dan didapatkan data sebagai berikut :

(x) (y) Rank (x) Rank (y) (x – y) (x – y)2

3 1 9,5 3 6.5 42.25 2 2 5,5 7 -1.5 2.25 3 1 9,5 3 6.5 42.25 3 1 9,5 3 6.5 42.25 1 3 2 10 -8 64 2 2 5,5 7 -1.5 2.25 2 2 5,5 7 -1.5 2.25 1 3 2 10 -8 64 3 1 9,5 3 6.5 42.25 2 1 5,5 3 2.5 6.25 1 3 2 10 -8 64 Total 374

Cara memberikan ranking pada variable

a. Data diurutkan dari yang terkecil yang terbesar

b. Cara memberikan ranking adalah dengan menjumlahkan banyaknya data yang sama di bagi dengan jumlah data yang sama sehingga pada variable x cara mendapatkan rangkingnya seperti :

Gunakan cara yang sama untuk mendapatkan rangking selanjutnya Sehingga

Selanjutnya memberikan interpretasi dengan menyusun hipotesis dimana :

H0 : tidak ada hubungan antara kejadian hiperbilirubin dengan keteraturan minum obat ( )

H1 : ada hubungan antara kejadian hiperbilirubin dengan keteraturan minum obat ( )

Membandingkan nilai r hitung dengan nilai r table yang di dapatkan sebesar 0,618 (-0,700 > 0,618) sehingga memberikan kesimpulan tolak H0, yang artinya ada hubungan antara kejadian hiperbilirubin dengan keteraturan minum obat. Dimana nilai korelasi nya bertanda ( -) sehingga dapat di simpulkan semakin teratur minum obat maka akan semakin normal dengan tingkat keeratan hubungannya adalah kuat. 3. Teknik korelasi Phi

Teknik korelasi Phi digunakan bila data yang akan dikorelasikan adalah data yang terpisah secara tajam atau variable diskrit murni. Contohnya adalah laki-laki dan perempuan, lulus dan tidak lulus, ikut profesi dan tidak ikut profesi. Rumus korelasi phi adalah

) )( )( )( ( ) ( d c d b c a b a bc ad Contoh soal : Jenis kelamin Prestasi

Laki-laki Perempuan Jumlah

Berhasil 100 (a) 72 (b) 172

Gagal 15 (c) 13 (d) 28

Jumlah 115 85 200

Langkah-langkah menghitung korelasi phi adalah :

a. Membuat table seperti contoh soal diatas dengan memberi tanda a,b,c, dan d dan memasukkan kedalam rumus

b. Membuat hipotesis

H0 : tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan prestasi ( ) H1 : ada hubungan antara jenis kelamin dengan prestasi ( )

c. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan antara nilai korelasi phi dengan table korelasi product moment.Dengan n = 200 di dapatkan nilai table 1,38 sehingga terima H0, yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan prestasi belajar.

4. Teknik Korelasi Koefisient Kontingency (Coefficient Contingency)

Teknik korelasi koefisien kontingensi digunakan apabila dua buah variable yang akan dikorelasikan berbentuk kategori (dua atau lebih) atau merupakan gejala ordinal. Rumus yang di gunakan untuk mencari coefficient contingency adalah : n C

2 2

rumus untuk mencari chi-kuadrat adalah :

 

2 0 2 f f f h h

Untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien kontingensi maka harga koefisien kontingensi (C atau koreksi) harus diubah menjadi phi dengan menggunakan rumus dibawah ini :

c

C 2 1 Contoh soal : Pemahaman agama Pelaksanaan sholat

Baik Cukup Kurang Jumlah

Baik 65 25 9 99

Kurang 14 13 24 51

Jumlah 114 93 43 250

Langkah pengerjaan korelasi coefficient contingency :

a. Dengan cara penghitungan yang sama pada materi sebelumnya maka di

dapatkan nilai

.

b. Langkah selanjutnya adalah mensubsitusikan dan di dapatkan nilai :

Selanjutnya mengubah harga C menjadi phi yaitu :

c. Membuat suatu hipotesis

H0 : tidak ada hubungan pemahaman agama dengan pelaksanaan sholat ( ) H1 : ada hubungan antara pemahaman agama dengan pelaksanaan sholat ( )

d. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan antara nilai korelasi coefficient contingency dengan table korelasi product moment. Dengan n = 250 di dapatkan nilai table 1,38 (menggunakan pendekatan) sehingga tolak H0, yang artinya ada hubungan antara pemahaman agama dengan pelaksanaan shola, dimana memiliki korelasi yang positif antara semakin baik pemahaman agama maka semakin baik pula pelaksanaan sholat, dan memiliki tingkat keeratan yang cukup kuat.

BAB 14

REGRESI LINIER SEDERHANA

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Kediri, April Penulis (Halaman 65-73)

Dokumen terkait