• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koleksi Cerita Lokal Malang

Dalam dokumen Pengembangan Pembelajaran Sastra Lokal u (Halaman 31-38)

COBAN RONDO

[LAGENDA COBAN RONDO] - Kisah dibalik Air Terjun Coban Rondo, bermula dari sepasang pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan. Mempelai wanita bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi, sedangkan mempelai pria bernama Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro. Setelah usia pernikahan mereka menginjak usia 36 hari atau disebut dengan Selapan (bahasa jawa). Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro, yang merupakan asal dari suami. Namun orang tua Anjarwati

melarang kedua mempelai pergi karena usia pernikahan mereka baru berusia 36 hari atau disebut selapan. Namun kedua mempelai tersebut bersikeras pergi dengan resiko apapun yang terjadi di perjalanan.

Ketika di tengah perjalanan keduanya dikejutkan dengan hadirnya Joko Lelono, yang tidak jelas asal-usulnya. Nampaknya Joko Lelono terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati, dan berusaha merebutnya. Akibatnya perkelahian antara Joko Lelono dengan Raden Baron Kusumo tidak terhindarkan. Kepada para pembantunya atau disebut juga puno kawan yang menyertai kedua mempelai tersebut, Raden Baron Kusumo berpesan agar Dewi Anjarwati disembunyikan di suatu tempat yang terdapat di Coban atau air terjun. Perkelahian antara Raden Baron Kusumo dengan Joko Lelono berlangsung seru dan mereka berdua gugur. Akibatnya Dewi Anjarwati menjadi seorang janda yang dalam bahasa jawa disebut Rondo. Sejak saat itulah Coban atau air terjun tempat bersembunyi Dewi Anjarwati dikenal dengan COBAN RONDO. Konon batu besar di bawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri yang merenungi nasibnya.

KEN AROK

Sejarah kota Malang dimulai pada abad VIII, pada jaman ketika kerajaan-kerajaan masih lestari dan Malang adalah salah satu teritorial yang diperebutkan oleh beberapa kerajaan seperti kerajaan Medaeng yang didirikan oleh Empu Sendok. Wilayah Malang juga pernah berada di wilayah kerajaan Kediri dibawah kekuasaan Sri Baginda Kretajaya antara 1188- 1222.

Salah satu cerita paling terkenal adalah tentang kekuasaan teritorial yang dipegang oleh Akuwu Tunggul Ametung yang ditunjuk langsung oleh Kertajaya dari kerajaan Kediri. Pada masa tersebut, Tunggul Ametung yang banyak memerintah dengan kurang baik, mengambil putri seorang Brahmana yang bernama Ken Dedes, yang menimbulkan ketidak setujuan dari kalangan Hindu, sehingga banyak muncul perlawanan. Ken Arok adalah salah seorang yang tidak menyukai kenyataan tersebut, dan dia sendiri adalah seorang pemuda yang berani meskipun tidak memiliki banyak kekuasaan. Sifatnya yang ksatria dibina oleh seseorang yang bernama Bango Samparan. Dengan sifat ini pula dia mendapatkan banyak pengikut.

PHB Tahun Pertama 1 Page 32

Pada suatu saat yang dirasa tepat, Ken Arok melakukan perlawanan dan kudeta terhadap Tunggul Ametung. Salah satu alasan mengapa dia melakukan kudeta adalah karena juga tertarik dengan Ken Dedes.

Dengan dibantu oleh pengikutnya yang setia, Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung dengan keris Empu Gandring. Kudeta ini membebaskan rakyat dari pemerintahan Tunggul ametung yang menindas. Ini adalah salah satu cerita kudeta pertama kali terjadi di Nusantara dan merupakan salah satu cerita terhebat.

Ken Arok langsung naik tahta menggantikan Tunggul Ametung dengan kerajaan baru yaitu Tumapel, serta mengambil Ken Dedes sebagai permaisurinya. Tumapel berusaha melepaskan diri dari kerajaan Kediri dan kemudian berperang melawan kerajaan yang sebelumnya

menguasai teritorial Malang ini. Hebatnya, perlawanan ini berhasil sehingga Ken Arok berhasil mengalahkan Kediri dan menjadi kekuatan baru kerajaan Tumapel dengan pusat di Singosari.

Ken Arok dan Ken Dedes memiliki anak yaitu Mahisa Wong Ateleng, yang memiliki cicit bernama Raden Wijaya, yang membangun kerajaan baru yaitu kerajaan Majapahit.

Majapahit adalah kerajaan yang sangat besar dan memiliki armada maritim yang sangat tangguh dan kerajaan tersebut bisa dibandingkan dengan kerajaan Romawi di Eropa.

Diambil dari : http://nawakewed.wordpress.com/berita-seputar-kota-malang/

MELAWAN BUTO IJO

Desa itu sejuk dan elok dipandang. Sawah menghampar luas berhektar-hektar nampak hijau melambai ditiup angin. Rumah-rumah penduduk tersusun dari anyaman bambu yang banyak tumbuh liar disitu. Barongan yang dulunya terlihat angker itu , sekarang jadi tidak menakutkan jadinya, karena tiap hari ada keluar masuk penduduk untuk memotong bambu. Sehari-hari mayoritas yang dilakukan penduduk desa itu adalah bercocok tanam sebagai petani. Semua tercukupi dengan hasil tanam sendiri dan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Hal itu berlangsung telah lama tanpa ada suatu musibah yang menimpanya. Hingga suatu waktu bencana itu muncul.

Disubuh yang masih larut itu, keheningan menyelimuti para penghuni rumah gedeg. Tiba-tiba tanah bergetar dengan keras sekali.

BRRRR,…..BrRRRRR…BRRRRR!

―GEMPA……A…A.A.A.A….! GEMPA……A…A.A.A.A….! ―GEMPA!‖

PHB Tahun Pertama 1 Page 33

Teriakan itu bersayup-sayup dengan lalu-lalang orang-orang yang berlarian ketakutan. Semua yang berada didalam rumah berhamburan keluar menuju ke tanah lapang. Bergumul dengan semak-semak, tiarap dan bersembunyi.

BUM! BUM! BUM!

Dentuman suara berdentum keras laksana bumi tertimpa pecahan meteor. Semuanya tambah ketakutan, sedikit memberanikan diri mengintip dari balik semak-semak ada apa gerangan? Apakah memang ada gempa bumi…?

BUM!

Dentumannya semakin keras menjadi-jadi dan berulang-ulang. Tidaklah mungkin ini gempa…..sepertinya…?

Sayup-sayup timbul dan tenggelam suara raungan aneh…… ARRRRRGGHHHHHHH……….

ARRRRRGGHHHHHHH………. ARRRRRGGHHHHHHH………. Semakin lama semakin keras.

Seorang muda yang agak berani bernama Rahid, memberanikan diri keluar dari semak- semak.

―Raksasa…Raksasa….!‖ Jemarinya menunjuk-nunjuk pada sosok besar yang keluar dari balik bukit. Kemudian suara raksasa itu semakin menampakkan erangannya yang mengerikan.

―Aku laparrrr…….Argh…! Aku mau makan ….. Argh…! Rahidpun menghampiri raksasa itu.

―Siapa kau? Ada apa kau kesini…?‖ ―Aku mau makan….., !‖

―Tidak ada apa-apa disini untuk kau makan‖ ―Apa kau bilang?‖

―tidak ada!‖

―Hahahahhahahaha………desa segini subur kau bilang tidak ada makanan?‖ ―Tidak untuk kau‖

―Sudahlah pergi kau cecunguk! Argh…!

Sekejap tangan raksasa yang kemudian diketahui bernama Buto ijo mengibaskan tubuh Rahid. Tanpa ancang-ancang kuda, terpentallah tubuhnya jauh ke tanah lapang. Tampak Buto Ijo dengan rakusnya mengambil segala macam tanaman yang nampak dibawahnya. Tercerabutlah sumber pangan itu, mulai persediaan beras, gula, sayur mayur, palawija dan semua simpanan hasil panen. Setelah dirasa puas, pergilah ia kembali ke balik bukit masuk kedalam hutan.

PHB Tahun Pertama 1 Page 34

Desa itu menjadi porak poranda, wajah Rahid tampak marah sekali, apalagi warga desa tersebut. Keesokan harinya kejadian itupun berulang lagi, berkali-kali Buto ijo itu mengambil persediaan pangan penduduk bahkan mengambil anak-anak bayi serta para perawan-perawan desa sampai akhirnya bertambah porak poranda tatanan desa itu. Miskin, melarat dan banyak tertimpa penyakit. Setiap hari para bapak membopong anak-anaknya yang mati karena kelaparan. Tubuh kurus tinggal tulang, sedangkan Buto Ijo itu gemuk, perkasa dan kekar. Selang beberapa lama, tiba-tiba terdengar rombongan berkuda memasuki pintu gerbang desa. Nampak pemuda asing dengan beberapa temannya sedang memandang porak porandanya keadaan desa itu. Ternyata, Rahid ada bersamanya. Sehari kemaren rahid telah meninggalkan desa untuk mencari bala bantuan. Ditemuilah rombongan berkuda itu dibalai desa. Berkatalah seorang sesepuh yang bernama Mbah Saimin.

―Kita tidak bisa terus berdiam seperti ini‖ ―Iya, harus kita lakukan sesuatu!‖ jawab Rahid

―Kisanak..?, kamu punya rencana?‖ mata mbah Saimin tertuju pada kepala rombongan.

―Terimakasih Bapak…sepertinya kita harus menyerang Si Buto Ijo itu disaat lengah‖ jawab Bara, pemimpin dari para penunggang kuda.

―maksud…..nak…..siapa nama kisanak?‖ ―Bara‖

― Iya, maksud nak Bara?‖

―Begini, harus kita serang dari segala arah‖

― Sudah, kami semua sudah mengadakan perlawanan. Sampai-sampai pemuda-pemuda yang menyerang dimakannya tanpa sisa‖

Kemudian Bara berfikir sejenak, mencari akal. Dipandanglah wajah para pemuda satu persatu, dan samapailah pandangannya terhenti pada Rahid.

―Rahid‖ ―Iya Kang‖

―Coba kau mata-matai si Buto Ijo itu sama 5 orang anak buahku‖ ―Baik Kang, aku akan pergi ke persembunyiannya di dalam hutan‖ ―Pergilah‖

Berangkatlah Rahid menuju kedalam hutan diikuti oleh 5 orang penunggang kuda lainnya. Masuk menuju rimbunnya hutan belantara. Setelah memasuki beberapa kilometer hutan, terciumlah bau anyir darah dan bangkai-bangkai yang teramat busuk. Nampak dari kejauhan si Buto ijo itu sedang duduk kekenyangan. Terdengar sayup-sayup ia berbicara sendiri seperti raksasa gila.

―Arrgh, aku sudah bosan dengan daging penduduk sini. Sudah pahit semua rasanya. Telah habis sudah para bayi-bayi dan perawannya. Lebih baik aku besok pindah saja kedesa yang lainnya, desa yang lebih banyak lagi bayi dan para perawan, tanaman-tanamannya juga sudah habis semua kumakan, tidak ada yang tersisa. Arrgh….‖

PHB Tahun Pertama 1 Page 35

―Gimana kang mas Rahid? Tanya Parto. ―Kita kembali ke balai desa‖

Kembalilah rombongan Rahid setelah cukup tugas sebagai mata-mata. ***

Di balai desa, rencana telah di susun oleh Bara.

―Aku akan sediakan 100 ekor sapi dari desa-desa tetangga sebagai pancingan makan si Buto ijo‖

―Sapi?‖

―Iya sapi. Sepertinya Buto disamping suka makan manusia, ia juga makan Hewan‖ ―Bukan suka, rakus malah….Bayi-bayi dan perawan juga dimakannya.‖

―Semua desa tetangga sudah mau menyumbangkan sapi-sapinya untuk pancingan. Setelah kenyang makan, Buto Ijo langsung kita serang dari segala arah. Gimana?‖

―Setuju!!!‖ jawab semua serentak.

Dalam kesetujuan itu datanglah rombongan Rahid. Dia menceritakan tentang apa yang dilihatnya pada pengintaian tadi.

―Baik, mulai besok kita jalankan rencananya‖ ujar Mbah Saimin ***

Pagi hari di gembalakan semua sapi ketepi hutan. Bau amis sapi tercium oleh si Buto ijo. Saking laparnya, Buto ijo pun melahap semua sapi yang tampak gemuk-gemuk itu. Sampai akhirnya Buto Ijo kekenyangan dan badannya sulit sekali untuk digerakkan. Dalam kelengahan itu, tiba-tiba berdatangannlah para penduduk desa beserta anak buah Bara. Bambu runcing, keris, tombak, golok, jaring, panah, clurit, bebatuan ketapel, semuanya berhamburan bersarang dibadannya yang tambun itu. Awalnya si Buto Ijo mengadakan perlawanan. Tapi lama-kelamaan badannya menjadi lemas juga karena kekenyangan. Tergelepar ia mati. Amis darah Buto Ijo itu mengundang burung-burung gagak hitam ramai- ramai berdatangan. Akhirnya desa itu di beri nama Malang, karena dalam sejarahnya pernah tertimpa kemalangan akibat ulah si Buto Ijo.

Kembali tentramlah desa Malang, tapi masih belum tahu kedepannya. Apakah aka ada buto ijo-Buto Ijo yang lainnya? Yang pasti tidak akan pernah berhenti penjajahan makhluk yang lebih besar kuat terhadap makhluk yang lebih kecil karena itu sudah merupakan hukum alam ***

Rahid kecil berumur 4 tahun sedang bermain-main disekitar Monumen Buto yang sekarang berwarna coklat. Kata kakeknya, ―Patung Buto itu melambangkan perjuangan pada tahun 1945. Ada 19 patung kecil rakyat indonesia dan 1 patung raksasa.‖

―La terus, apa artinya patung-patung kecil itu Kek?‖ Tanya Rahid kecil penasaran

―begini cu,…. Patung-patung kecil itu menggambarkan perjuangan Rakyat Indonesia melawan penjajahan. Relief-relief. Di sekitarnya menjelaskan tentang perjuangan pada masa Perang Kemerdekaan dari tahun 1945 sampai dengan 1949 di Kota Malang. Di tepi monumen

PHB Tahun Pertama 1 Page 36

terdapat 8 pagar sebagai simbol budaya Jawa. Dan di depan monumen adalah gambar dari teks Proklamasi.‖

―Sudah lama ya kek ada disini patungnya?‖

―Monumen Perjuangan 45 ini dibuat pada tanggal 20 Mei 1975. Monumen ini dibuat untuk mengingat kembali sejarah perjuangan Rakyat Indonesia. Monumen ini juga untuk menumbuhkan semangat patriotisme anak-anak muda di Kota Malang serta mengingat kembali para pahlawan yang telah memberikan jiwa dan raga mereka untuk mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bentuk dari relief di sekitar patung menggambarkan betapa beratnya perjuangan para pahlawan memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Di situ terdapat satu patung raksasa yang terbaring di tengah-tengah monumen yang menggambarkan Kolonialis Belanda yang telah menindas Bangsa Indonesia selama ratusan tahun. Paham kau cu….?‖

Diambil dari: http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/09/28/3-cerita-boto-ijo-dan-asal- muasal-malang-496964.html

Sejarah dan Asal-usul Kota Malang

Adalah seorang raja yang bijaksana dan amat sakti, Dewasimha namanya. Ia menjaga istananya yang berkilauan serta dikuduskan oleh api suci Sang Putikewara (Ciwa). Berbahagialah sang Raja Dewasimha karena dewa-dewa telah menganugerahkan dalam hidupnya seorang putera sebagai pewaris mahkotanya. Putra yang kemudian menjadi pelindung kerajaan itu bernama Liswa atau juga dikenal sebagai Gajayana. Adalah Gajayana seorang raja yang begitu dicintai rakyatnya, berbudi luhur dan berbuat baik untuk kaum pendeta serta penuh baktu sesungguh-sungguhnya kepada Resi Agastya.

Sebagai tanda bakti yang tulus kepada Resi tersebut, sang Raja Gajayana telah membangun sebuah candi yang permai untuk mahresi serta untuk menjadi penangkal segala penyakit dan malapetaka kerajaan. Jikalau nenek moyangnya telah membuat arca Agstya dari kayu cendana, maka Raja Gajayana sebagai pernyataan bakti dan hormatnya telah memerintahkan kepada pemahat-pemahat ternama di seantero kerajaan untuk membuat arca Agastya dari batu hitam nan indah, agar semua dapat melihatnya. Arca Agastya yang diberi nama Kumbhayoni itu, atas perintah raja yang berbudi luhur tersebut kemudian diresmikan oleh para Regveda, para Brahmana, pendeta-pendeta terkemuka dan para penduduk negeri yang ahli, pada tahun Saka, Nayana-Vava-Rase(682) bulan Magasyirsa tepat pada hari Jum‘at separo terang.

Ia Raja Gajayana yang perkasa itu adalah seorang agamawan yang sangat menaruh hormat kepada para pendeta. Dihadiahkannya kepada mereka tanah-tanah beserta sapi yang gemuk, sejumlah kerbau, budak lelaki dan wanita, serta berbagai keperluan hidup seperti sabun-sabun tempat mandi, bahan upacara sajian, rumah-rumah besar penuh perlengkapan hidup seperti : penginapan para brahmana dan tamu, lengkap dengan pakaian-pakaian, tempat tidur dan padi, jewawut. Mereka yang menghalang-halangi kehendak raja untuk memberikan hadiah-hadiah seperti itu, baik saudara-saudara, putera-putera raja, dan Menteri Pertama, maka mereka akan menjadi celaka karena pikiran-pikiran buruk dan akan masuk ke neraka dan tidak akan memperoleh keoksaan di dunia atau di alam lain. Ia, sebaliknya selalu berdoa dan berharap semoga keturunannya bergirang hati dengan hadiah-hadiah tersebut, memperhatikan dengan jiwa yang suci, menghormati kaum Brahmana dan taat beribadat, berbuat baik, menjalankan

PHB Tahun Pertama 1 Page 37

korban, dan mempelajari Weda. Semoga mereka menjaga kerajaan yang tidak ada bandingannya ini seperti sang Raja telah menjaganya.

Raja Gajayana mempunyai seorang puteri Uttejena yang kelak meneruskan Vamcakula ayahandanya yang bijaksana itu.

Cerita di atas diangkat sari satu prasasti yang bernama ―Prasasti Dinaya atau Kanjuruhan‖ menurut nama desa yang disebutkan dalam piagam tersebut. Seperti tertulis di dalamnya, prasasti ini memuat unsure penanggalan dalam candrasengkala yang berbunyi : ―Nayana- vaya-rase‖ yang bernilai 682 tahun caka atau tahun 760 setelah Masehi.

Apabila prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Gajayana pada tahun 760 sesudah Masehi, maka paling tidak prasasti itu merupakan sumber tertulis tertua tentang adanya fasilitas politik yakni berdirinya kerajaan Kanjuruan di wilayah Malang. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Dinoyo terletak 5 km sebelah barat Kota Malang. Di tempat ini menurut penduduk disana, masih ditemukan patung Dewasimha yang terletak di tengah pasar walaupun hampir hilang terbenam ke dalam tanah.

Malangkucecwara berasal dari tiga kata, yakni : Mala yang berarti segala sesuatu yang kotor, kecurangan, kepalsuan, atau bathil, Angkuca yang berarti menghancurkan atau membinasakan dan Icwara yang berarti Tuhan. Dengan demikian Malangkucecwara berarti ―TUHAN MENGHANCURKAN YANG BATHIL‖.

Diambil dari:

PHB Tahun Pertama 1 Page 38

Dalam dokumen Pengembangan Pembelajaran Sastra Lokal u (Halaman 31-38)

Dokumen terkait