• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.5 Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan piranti utama dalam sistem surya termal yang berfungsi mengumpulkan dan menyerap radiasi sinar matahari dan mengkonversinya menjadi energi panas. Sinar matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, dan panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk dimanfaatkan pada berbagai aplikasi yang membutuhkan panas. Untuk mengeringkan suatu produk pertanian, dibutuhkan energi yang sangat besar. Sebagian besar petani melakukan penjemuran di bawah teriknya sinar matahari. Temperatur lingkungan adalah sekitar 33° C, sedangkan temperatur pengeringan untuk komoditi pertanian berkisar 60-70°C. Jika kita menggunakan udara pemanas bertemperatur lingkungan atau lebih rendah dari temperatur pengeringan, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mengeringkan suatu produk. Agar temperatur lingkungan dapat meningkat, panas dikumpulkan dalam suatu kolektor surya dan dihembuskan ke dalam bahan yang akan dikeringkan. Kolektor surya pada umumnya memiliki komponen-komponen utama (Duffie John A.,dan William A.Beckman,1991) yaitu:

1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

2. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.

5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor. Besarnya energi yang dapat diserap oleh kolektor bergantung pada sifat absorbsivitas bahan kolektor. Berikut ditunjukkan besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh kolektor :

ϕa = τα IrAc

(2.1) Dimana :

ϕa = panas radiasi yang diserap kolektor, (W) τ = transmisivitas bahan penutup, (0 ≤ τ ≤1 )

α = absorbsivitas plat penyerap kolektor, (0 ≤ α ≤1 ), atau α = 1 –

ρ

ρ = refleksivitas, (0 ≤ ρ≤ 1 )

Besarnya energi radiasi matahari yang diterima kolektor adalah sebagai

berikut : ϕrs = AcIr

(2.2) Dimana :

ϕrs = panas radiasi yang diterima, (W) Ac = luas permukaan kolektor,

(

m2

)

Ir = intensitas radiasi matahari,

(

W m2

)

Tidak semua energi panas yang masuk dapat dipakai seluruhnya karena ada faktor kerugian panas pada kolektor termal. Kerugian panas ini terjadi pada bagian atas kolektor yang disebut kerugian panas bagian atas dan pada bagian bawah kolektor yang disebut kerugian panas bagian bawah. Jumlah dari kedua kerugian panas tersebut merupakan kerugian panas total. Kerugian panas tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut,

ϕ1 = AcUl

(

TaTo

)

(2.3) Dimana :

ϕ1 = panas yang terbuang ke lingkungan, (W)

Ul = koefisien transfer panas keseluruhan,

(

W m2K

)

Ta = temperatur plat penyerap, (K) To = temperatur udara lingkungan, (K)

Untuk mendapatkan efisiensi kolektor surya yang semakin besar, kolektor surya harus dapat memanfaatkan energi radiasi matahari yang lebih besar yang dapat dimanfaatkan oleh kolektor untuk memanaskan udara pengering. Besarnya efisiensi dari kolektor surya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, I A qu /   (2.4) Dimana :

= efisiensi kolektor surya (%) qu= panas berguna kolektor (W) A = luas permukaan (m2)

I = total energi surya

(

W m2

)

Atau, ηc = c ,∈¿ Tc, outT¿ ¿ ´ m. Cp¿ ¿ x 100% (2.5) Dimana :

ηc = efisiensi kolektor surya, (%) m= mass flow rate (kg/s)

cp = kapasitas panas jenis fluida (J/(kg.°C) Tc,out = temperatur fluida keluar kolektor (°C) Tc,in = temperatur fluida masuk kolektor (°C)

Qr = panas radiasi (W)

Luas permukaan total dari kolektor ini terkait dengan efisiensi keseluruhan dari total sistem pengering :

ηp = MwLt IrAct

(2.6)

Dimana:

Ac : luas permukaan total kolektor (m2) t : total waktu (s)

Lt :panas laten penguapan (W)

Ir : Intensitas radiasi matahari

(

W m2

)

2.6 Konstanta Surya

Matahari memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontinyu. Dalam pembahasan ini, matahari dianggap sebagai sebuah benda hitam, sebuah radiator sempurna pada temperatur 5762 K. Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan – boltzman σ, pangkat empat temperatur absolute Ts4 dan luas permukaan π x ds2.

Es = σ x π x ds2 x Ts4 (2.7) Dimana :

Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari ( W ) σ = 5,67x 10-8 W/ m2. K4

π ds2 = luas permukaan matahari (m2)

Pada radiasi ke semua arah, energi yang diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari – jari R adalah sama dengan jarak rata – rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bola adalah sama dengan 4 π R2, dan fluks radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut yang dinamakan iradiansi, menjadi :

G = σ 2 4 2 4R T ds s (W/ m2 ) (2.8) Dengan garis tengah matahari 1,39 x 109 m, temperatur permukaan matahari 5762 K, dan jarak rata – rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x 1011 m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah tegak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah :

G = 11 2 2 4 4 3 2 2 9 4 2 8 ) 10 5 , 1 ( 4 ) 10 762 , 5 ( ) 10 39 , 1 ( 10 67 , 5 m x x K x x m x x K m W x (2.9) = 1353 W/m2

dimana harga G ini disebut juga konstanta surya, G .sc

Untuk mengetahui energi radiasi yang jatuh pada permukaan bumi dibutuhkan beberapa parameter letak kedudukan dan posisi matahari. Hal ini sangat diperlukan untuk dapat mengkonversikan harga fluks berkas yang diterima dari arah matahari menjadi hubungan harga ekivalen ke arah normal permukaan. Berikut ini adalah beberapa definisi yang digunakan, antara lain : 1. ø =sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat di permukaan bumi terhadap

khatulistiwa, dimana arah utara – selatan, - 90 ≤ ø ≤ 90 dengan utara bernilai positif.

2.  = sudut datang berkas sinar (angle of incident ), sudut yang dibentuk antara radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan tersebut.

3. θz = sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dengan garis normal bidang horisontal. Sudut zenith θz diperlihatkan sebagai sudut antara zenith z, atau garis lurus vertikal dan garis pandang ke matahari.

4. Sudut azimuth θA juga diperlihatkan sebagai sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke matahari pada bidang

horizontal ke arah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat ditentukan

dengan persamaan sebagai berikut :

Cosθz = sin δ sin ø + cosδcos ø cosω (2.10)

Gambar 2.3 Penentuan sudut-sudut arah datang sinar matahari

5. h = sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung matahari dengan bidang horisontal.

6. ω = sudut jam (hour of angle), sudut antara bidang yang dimaksud dengan horisontal, berharga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara dengan 15o ke arah pagi negatif dan ke arah sore positif.

h ω

7. δ = deklinasi, posisi angular pada matahari dibidang khatulistiwa pada saat jam 12.00 waktu matahari.

Hubungan antara masing-masing parameter sudut matahari tersebut ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.4 Hubungan parameter sudut matahari terhadap permukaan bidang 2.7 Dasar-Dasar Perpindahan Kalor

Definisi dari perpindahan kalor adalah berpindahnya energi dari suatu bidang ke bidang lainnya sebagai akibat adanya perbedaan suhu di antara kedua bidang tersebut. Secara umum perpindahan kalor dapat dikategorikan dalam tiga cara yang berbeda yaitu :

1. Perpindahan panas konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah suatu proses pertukaran panas dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi menuju daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu media (padat, cair dan gas), atau antara media-media yang berlainan yang bersinggungan secara lansung. Untuk menghitung laju aliran secara konduksi dapat dijabarkan dalam suatu

persamaan yang dinyatakan dengan hukum Fourier, (Wiranto Arismunandar,1985):yaitu :       dx dT kA qkond (2.11) Dimana :

qkond : Laju perpindahan panas konduksi, (W) k : Konduktivitas thermal, (W/m.K)

A : Luas penampang tegak lurus pada aliran panas, (m2) dx,dT : Gradien temperatur dalam arah aliran panas

Dalam aliran panas konduksi, perubahan energi terjadi karena hubungan molekul secara lansung tanpa adanya perpindahan molekul-molekul yang cukup besar.

2. Perpindahan panas konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah suatu proses perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar berupa fluida (cair/gas). Perpindahan panas secara konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan panas antara permukaan benda padat dan cair atau gas. Panas secara konveksi menurut cara pergerakannya dibagi dua bagian yaitu :

1. Konveksi alamiah (natural convection) terjadi apabila gerakan pencampuran berlansung semata-mata akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien massa jenis.

2. Konveksi paksa (forced convection) terjadi apabila gerakan pencampuran di sebabkan oleh suatu alat dari luar seperti pompa atau kipas.

Pada umumnya, perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan suatu persamaan, yaitu :

w f

c hAT T

q  

(2.12)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal. 11) Dimana :

qc : Laju perpindahan panas konveksi, (W) A : Luas permukaan perpindahan panas, (m2)

h : Koefesien perpindahan panas konveksi, (W/m2.K) Tf : Temperatur fluida, (K)

Tw : Temperatur dinding, (K) 3. Perpindahan Panas Radiasi

Perpindahan Panas Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda bersuhu tinggi menuju ke suatu benda yang bersuhu lebih rendah apabila benda-benda tersebut terpisah dalam ruangan atau terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. Untuk menghitung laju pancaran radiasi pada suatu permukaan dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

4

AT

qr  (2.13)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal 11) Dimana :

r

 : Emisivitas benda,

: Konstanta Stefan-Boltzznann, 5,67 x 10-8 W/(m2.K4) T4 : Perpindahan temperatur, (K)

A : Luas permukaan bidang, (m2)

Pada kenyataannya, permukaan bukan merupakan pemancar atau pun penyerap yang sempurna dari radiasi termal. Permukaan tersebut ditandai oleh fraksi-fraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan (  , emisivitas) dan diserap (α, absorbsivitas). Perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah kolektor surya adalah perpindahan panas radiasi dari plat penyerap ke plat penutup kaca. Hubungan untuk plat paralel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, q=σA

(

T14T24

)

1 ε1 1 ε2−1 (2.14)

2.8Beban Kalor Ruang Pengering

Perpindahan kalor ruang pengering dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jenis bahan yang digunakan dan faktor-faktor iklim. Perhitungan dari beban kalor ruang pengering bertujuan untuk memperkirakan perolehan energi radiasi matahari melalui dinding pengering. Secara umum beban kalor ruang pengering dihasilkan melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut :

a. Beban kalor transmisi

Beban kalor yang dihasilkan secara transmisi thermal yang terjadi bila ada perbedaan temperatur antara kedua sisi dinding pengering. Besarnya beban kalor yang dihasilkan melalui transmisi thermal adalah dihitung dengan menggunakan persamaan : Q= Rtot A T.  = K.A ( Ts – Ta ) (2.15)

Dimana :

Q = beban kalor (W)

K = koefisien konduksi = 0,2 (W/m2K) A = luas permukaan ( m2 )

Ts – Ta = beda temperatur luar dan dalam ruang pengering (K) b. Beban kalor radiasi

Beban kalor melalui radiasi disebabkan oleh penjalaran energi matahari melalui dinding pengering yang tembus pandang atau penyerapan oleh dinding pengering yang tidak tembus cahaya. Radiasi matahari dapat digolongkan dalam radiasi matahari langsung dan radiasi matahari tidak langsung seperti terlihat pada Gambar (2.5). Jumlah kedua jenis radiasi tersebut diberi nama radiasi matahari total.

Gambar 2.5 Radiasi matahari langsung dan tak langsung

Sesuai dengan kedudukan permukaan bidang terhadap arah datangnya radiasi, maka radiasi matahari langsung adalah :

In = 1164.Pcosec h (2.16) Iv =1164. Pcosec h.cos h (2.17)

Ih = 1164.Pcosec h sin h (2.18) Iβ = 1164.Pcosec h cos h cos β (2.19) Dimana:

In = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam) Iv = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal (Kcal/m2jam).

Ih = radiasi matahari langsung pada bidang horisontal (Kcal/m2jam)

= radiasi matahari langsung pada bidang vertikal pada posisi membentuk sudut samping β dari arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam)

1164 = konstanta intensitas radiasi matahari di angkasa

P = permeabilitas atmosferik = 0,6 – 0,75 pada hari yang cerah h = ketinggian matahari (m)

 = sudut antara datangnya matahari dan dinding

Gambar 2.6 Radiasi sorotan pada permukaan miring

Besarnya radiasi tak langsung dari atmosfer untuk kondisi udara yang cerah adalah

Ira = C . In.Fsa (2.20) Dimana :

Ira = radiasi tak langsung dari atmosfer

C = koefisien radiasi tak langsung dari angkasa In = radiasi matahari langsung pada bidang normal

Fsa = faktor sudut permukaan ke atmosfer

Besarnya pantulan radiasi dari tanah adalah 20% dari radiasi matahari langsung yang diterima tanah. Hal tersebut dapat dihitung dengan persamaan:

I rg = Ih. 0,2 . Fsg (2.21) Dimana :

I rg = radiasi tak langsung dari tanah

I h = radiasi langsung pada bidang horisontal.

Fsg = faktor sudut tanah ke permukaan dinding pengering Besarnya faktor sudut permukaan ke atmosfer Fsa adalah:

Fsa = ( 1- cos

) / 2 (2.22)

Dimana :

 = besarnya sudut antara permukaan dinding pengering ke bidang horizontal Besarnya faktor sudut dari tanah ke dinding pengering Fsg adalah:

Fsg = 1-Fsa (2.23) Jumlah radiasi tak langsung dari atmosfer dan radiasi tak langsung dari tanah adalah besarnya radiasi matahari tak langsung total. Perolehan kalor melalui dinding pengering diperoleh dengan menjumlahkan radiasi langsung dan tak langsung dikalikan dengan faktor transmisi bahan dinding seperti persamaan berikut :

Qjr = IT x ε (2.24) Dimana:

Qjr = perolehan kalor radiasi oleh dinding (Kcal/jam)

IT = jumlah radiasi matahari yang diterima dinding (Kcal/m2.jam) ε = transmisivitas bahan dinding

Dokumen terkait