• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.10 Penelitian Sistem Pengering Energi Surya

Untuk mengganti metode penjemuran produk di ruangan terbuka yang sarat akan resiko, diperkenalkan metode pengeringan dengan menerapkan pengering energi surya. Sistem pengering dengan energi surya memanfaatkan energi surya sebagai sumber panasnya dengan menambahkan kolektor surya pada bagian dalam alat pengering. Kolektor surya ini berfungsi sebagai penyerap panas sinar matahari dan panas yang diterima akan didistribusikan di dalam alat pengering untuk mengeringkan produk. Ide dasar dari sistem pengering ini adalah mengintegrasikan fungsi penyerap panas (kolektor surya)

dalam ruang pengering. Sistem pengering dengan menggunakan energi surya telah banyak diaplikasikan untuk mengeringkan berbagai produk pertanian. Dyah Wulandani (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kajian distribusi suhu, RH dan aliran udara pengering untuk optimasi disain pengering efek rumah kaca (ERK), menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD dapat diketahui lokasi komponen-komponen utama dalam pengering ERK sehingga diperoleh desain pengering ERK yang optimum baik dari segi teknis maupun secara ekonomis sehingga diperoleh

output penelitian berupa desain pengering yang optimum yang dapat

dimanfaatkan oleh para petani untuk proses pengeringan produk hasil pertanian.

Ekadewi A. Handoyo, dkk, meneliti tentang disain dan pengujian sistem pengering ikan bertenaga surya. Lamanya pengawetan ikan menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Sistem pengering yang dirancang untuk kapasitas 15kg mempunyai komponen: kolektor surya plat datar, ruang pengering dan fan untuk mengalirkan udara melalui semua komponen tersebut. Untuk mengeringkan 15 kg ikan dari kadar air 60%wb menjadi 25%wb diperlukan kolektor surya seluas 1,2 m x 19 m dengan udara pengering sebanyak 640 m3/jam dan tekanan statis fan = 120 Pa. Dari pengujian yang dilakukan pada model yang berkapasitas 250 gram, diperoleh bahwa pengeringan di musim hujan menghasilkan penurunan kadar air ikan dari 60%wb menjadi 38%wb setelah dikeringkan selama 6 jam. Temuan lain adalah bahwa temperatur plat kolektor plat datar pada musim hujan hanya mencapai 540C.

Emmy Darmawati, dkk, meneliti tentang kajian suhu dan aliran udara dalam kemasan berventilasi menggunakan teknik Computational Fluid

Dynamic (CFD). Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD) dimanfaatkan

untuk menggambarkan perubahan suhu dan aliran udara dalam kemasan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe ventilasi terhadap pola perubahan suhu dan aliran udara dalam kemasan menggunakan teknik CFD. Penelitian dilakukan untuk tiga tipe ventilasi yaitu oval, lingkaran dan campuran pada kondisi suhu kamar dan suhu cold storage (7-5 0C). Secara

umum, hasil simulasi CFD dan pengukuran langsung menggambarkan bahwa suhu rata-rata dalam kemasan lebih tinggi dari suhu lingkungan baik untuk kondisi suhu ruang maupun suhu cold storage. Pola perubahan suhu di dalam kemasan untuk ventilasi lingkaran lebih menyebar dibanding dengan ventilasi oval dan campuran, terutama pada kondisi ruang. Adanya aliran udara bebas disekitar kemasan menjadi faktor mempercepatan penyebaran suhu luar menuju dinding dalam kemasan. Pada kondisi ruang cold storage, penyebaran suhu pada kemasan berventilasi oval lebih baik dibanding dengan ventilasi lingkaran, yang ditunjukkan oleh suhu di dalam kemasan yang lebih rendah. Letak lubang yang menyebar di keempat dinding kemasan pada ventilasi tipe oval memberikan efek perubahan suhu lebih baik dibanding tipe ventilasi lingkaran yang lubang ventilasinya hanya ada di kedua sisi kemasan.

Suryana (2012), meneliti sistem pengering rumput laut jenis Eucheuma

Sp kapasitas 25 kg. judul penelitian adalah analisis pengeringan rumput laut

menggunakan pengering surya dengan kolektor plat bergelombang. Kandungan kadar air adalah parameter utama proses pengeringan menjadi target utama dalam proses ini. Kandungan kadar air rumput laut jenis

Eucheuma Sp. adalah sebesar 94,31% sebelum mendapat perlakuan proses

pengeringan. Mula – mula udara lingkungan memasuki ruang kolektor dengan suhu rata – rata sebesar 30,14°C pada hari pertama dan 30,9°C pada hari kedua. Setelah kolektor memperoleh pancaran radiasi matahari dan mengkonversi energi tersebut menjadi energi kalor, temperatur udara meningkat setelah melewati ruang kolektor menjadi rata – rata sebesar 44,29 °C dan 47°C masing-masing pada hari pertama dan kedua. Udara pengering menerima energi kalor dari plat penyerap akibat adanya gradient temperatur antara plat dan udara pengering. Pada udara pengering keluar ruang pengering, memiliki temperatur yang lebih rendah dibandingkan temperatur udara keluar kolektor, namun masih lebih tinggi daripada temperatur udara lingkungan. Hal ini disebabkan oleh energi kalor yang terkandung pada udara pengering yang memasuki ruang pengering diserap

oleh rumput laut untuk proses penguapan. Besarnya temperatur udara keluar ruang pengering rata-rata sebesar 37°C dan 39,4°C, masing-masing untuk hari pertama dan kedua. Kemampuan maksimal penyerapan dan pelepasan energi kalor pada udara pengering terjadi sampai terjadinya kesetimbangan termal antara udara dengan rumput laut dan antara udara dengan plat kolektor surya. Udara memasuki ruang kolektor dengan rata-rata energi sebesar 20,28 kJ/dt pada pengujian hari pertama dan 20,27 kJ/dt pada hari kedua, selanjutnya udara menyerap energi pada kolektor rata-rata sebesar 0,95 kJ/dt pada hari pertama dan 1,03 kJ/dt pada hari kedua. Energi ini diperoleh dari energi radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan kolektor yang besarnya rata-rata adalah sebesar 2,79 kJ/dt pada hari pertama dan 3,14 kJ/dt pada hari kedua. Serapan energi oleh udara pengering di dalam kolektor menyebabkan peningkatan energi pada udara pengering tersebut, sehingga energi udara pengering yang keluar kolektor rata-rata menjadi 21,23 kJ/dt pada hari pertama dan 21,33 kJ/dt pada hari kedua. Selanjutnya udara pengering memasuki ruang pengering dan kontak dengan rumput laut. Energi yang terkandung dalam udara pengering digunakan untuk proses pengeringan sehingga terjadi penurunan energi pada udara pengering yang keluar ruang pengering menjadi rata-rata sebesar 20,73 kJ/dt pada hari pertama dan 20,84 kJ/dt pada hari kedua. energi untuk proses pengeringan selain diperoleh dari energi keluar kolektor, juga diperoleh dari energi radiasi yang transmisikan ke dalam ruang pengering. Besarnya energi ini lebih besar jika dibandingkan energi radiasi pada kolektor, ini dikarenakan luasan permukaan ruang pengering yang lebih luas.

BAB III

Dokumen terkait