• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

ANALISA NUMERIK

SISTEM PENGERINGAN DAGING

DENGAN MENGGUNAKAN

ALAT PENGERING ENERGI SURYA

I KETUT GUNA ARTA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

TESIS

ANALISA NUMERIK

SISTEM PENGERINGAN DAGING

DENGAN MENGGUNAKAN

ALAT PENGERING ENERGI SURYA

I KETUT GUNA ARTA NIM 1191961001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING

DENGAN MENGGUNAKAN

ALAT PENGERING ENERGI SURYA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KETUT GUNA ARTA NIM 1191961001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 04 JULI 2014

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma Dr. Eng. Made Sucipta, ST. MT. NIP. 197006071993031002 NIP. 197411142000121001

Mengetahui

Ketua Program Magister Teknik Mesin DirekturProgram Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 195902151985102001

Prof.Dr.Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusum NIP.197006071993031002

(5)

Tesis Ini Telah diuji pada Tanggal 04 Juli 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK RektorUniversitas Udayana, Nomor: 2069/UN14.4/HK/2014, Tanggal 02 Juli 2014

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma

Anggota :

1. Dr. Eng. Made Sucipta, ST. MT .

2. Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT. Ph.D 3. Dr. Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : I KETUT GUNA ARTA

NIM : 1191961001

PROGRAM STUDI : PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN UNIVERSITAS UDAYANA

JUDUL TESIS : ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 07 Juli 2014 Yang membuat pernyataan

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, ketua Program Magister Teknik Mesin dan sebagai pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberikan semangat, bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti Program Magister dan khususnya dalam proses penyelesaian tesis ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Eng. Made Sucipta, ST. MT. selaku pembimbing II yang memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian studi pada Program Magister Teknik Mesin serta dalam penyelesaian tesis.

Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.dr.Ketut Suastika,Sp.PD.KEMD., atas kesempatan dan pemberian fasilitas kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp. S (K)., atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi karyasiswa Program Magister pada Program Magister Teknik Mesin Universitas Udayana. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Teknik Uniersitas Udayana yaitu Prof. Ir. I Wayan Redana, MASc. Ph.D., atas ijin yang diberikan untuk penulis dapat mengikuti pendidikan Program Magister. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT. Ph.D,, Dr. Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg dan I Made Widiyarta, ST. MSc.Ph.D., yang memberikan masukan, saran dan koreksi dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pemerintah Indonesia c.q, Menteri Pendidikan Nasional.

(8)

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada para guru yang telah membimbing penulis mulai dari Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi. Ucapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan untuk keluarga penulis yaitu bapak I Made Darma yang menjadi panutan dan pendorong semangat penulis sampai penulis bisa menempuh jenjang pendidikan Magister, ibu Ni Wayan Riti yang dengan sabar dan penuh kasih sayang merawat dan membesarkan penulis dan senantiasa berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada istri tercinta Komang Sri Wahyuni, SE., yang dengan penuh kesabaran merawat anak-anak dan memberikan semangat kepada penulis untuk bisa menyelesaikan pendidikan program Magister, anak anak penulis Ni Putu Devia Nalini dan Ni Made Callia Cetta Indira sebagai pemacu semangat penulis untuk bisa menyelesaikan pendidikan formal sampai jenjang S2, kakak I Komang Sudiarta, ST. MT., yang terus memberikan semangat untuk penulis bisa menyelesaikan pendidikan Program Magister ini dan kedua mertua yaitu bapak Nengah Sabda Negara dan Ibu Ni Wayan Ari yang selalu memberikan dorongan semangat dan pemikiran positif serta rekan-rekan yang tidak bisa penulis sebutkan satu –persatu yang sudah ikut memberikan semangat dan membantu penulis dalam penyelesaian pendidikan Program Magister dan penyelesaian tesis ini.

Tidak ada yang bisa penulis ucapkan selain terima kasih kepada semua pihak dan semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian pendidikan Program Magister dan tesis ini.

Denpasar, 07 Juli 2014

(9)

ABSTRAK

ANALISA NUMERIK SISTEM PENGERINGAN DAGING DENGAN MENGGUNAKAN

ALAT PENGERING ENERGI SURYA

Energi surya merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Manfaat terbesar dari pemanfaatan energi surya adalah karena energi ini berkelanjutan dan bebas dari polusi. Salah satu pemanfaatan energi surya adalah sistem pengering. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sampai batas yang diinginkan sehingga dapat memperpanjang daya simpan. Sistem pegeringan sudah dikenal luas dari jaman dulu terutama pengeringan terbuka. Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, maka dikembangkan alat pengering daging energi surya. Alat pengering daging energi surya dianalisa menggunakan pemodelan simulasi CFD untuk mengetahui proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk memperoleh sistem pengering daging energi surya yang optimal. Salah satu manfaat penggunaan simulasi menggunakan CFD adalah ukuran alat dapat dimodifikasi sedemikian rupa tanpa memerlukan biaya yang besar. Proses simulasi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembentukan geometri dari alat pengering, meshing

geometri yang sudah terbentuk, penentuan kondisi batas dan analisa menggunakan software Fluent. Penelitian dilakukan dalam dua hari. Besaran-besaran yang dipakai dalam analisa pada Fluent diperoleh melalui hasil perhitungan dengan mengacu pada pengukuran temperatur udara yang masuk pada inlet alat pengering. Hasil dari simulasi dituangkan ke dalam bentuk gambar dan grafik.

Dari hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh berat daging keseluruhan yang dikeringkan adalah 25kg dan massa akhir daging setelah dikeringkan adalah 7,1kg dengan penurunan kadar air sebesar 17,9kg. Untuk mengeringkan daging sampai mencapai massa akhir 7,1kg dibutuhkan waktu 9,178 jam. Dalam melakukan analisa menggunakan simulasi CFD, ketelitian dalam pembentukan geometri awal sangat menentukan hasil simulasi. Agar hasil simulasi yang diperoleh dapat lebih dipertanggung jawabkan, perlu dilakukan penelitian secara eksperimental untuk membandingkan hasil yang diperoleh melalui simulasi.

(10)

ABSTRACT

NUMERICAL ANALYSIS SYSTEM OF DRYING MEAT USING SOLAR ENERGY DRYER

Solar energy is the energy source that never runs out, thus becoming a potential source of energy for a variety of needs. The greatest benefit from the

utilization of solar energy because this energy is continuous and free from pollution. One of the utilization of solar energy is drying system. Drying is a

preservation method by reducing the moisture content of the material to the desired boundary so as to extend the shelf life. Drying system is well known from earlier times, especially drying open. Recognizing the importance of the

process of drying the product for storage purposes for a long time, then the meat drier developed solar energy. Drier meat solar energy is analyzed using

CFD simulation modeling to determine the drying process that occurs in the drier.

The purpose of this study is to obtain a system for meat dryer optimal solar energy. One of the benefits of using simulation using CFD is the size of the tool can be modified in such a manner without the need for a large fee. Process simulation is done in several stages, the formation of the dryer geometry, meshing the geometry that has been formed, the determination of boundary conditions and analysis using FLUENT software. The study was conducted in two days. Quantities used in the analysis of the results obtained through the FLUENT calculation by reference to the measurement of the incoming air temperature at the inlet of the dryer. The results of the simulation poured into the form of images and graphics. From the results of measurements and calculations, 0verall weight of the dried meat is 25kg. Based on calculations, the final mass of meat after drying is 7.1 kg with a reduced water content of 17.9 kg. To dry the meat until it reaches a final mass of 7.1 kg it takes 9.178 hours. In conducting the analysis using CFD simulations, accuracy in the formation of the initial geometry will determine the simulation results. In order for the simulation results obtained can be held responsible, necessary to study experimentally to compare the results obtained through simulations.

(11)

RINGKASAN

Energi surya merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Manfaat terbesar dari pemanfaatan energi surya adalah karena energi ini berkelanjutan dan bebas dari polusi. Salah satu pemanfaatan energi surya adalah sistem pengering. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sampai batas yang diinginkan sehingga dapat memperpanjang daya simpan. Sistem pegeringan sudah dikenal luas dari jaman dulu terutama pengeringan terbuka. Untuk dapat mengurangi efek negatif dari sistem pengeringan terbuka seperti kerusakan bahan akibat kotoran, cuaca dan gangguan binatang maka dikembangkan sistem pengeringan energi surya tertutup. Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, maka dikembangkan alat pengering daging energi surya. Alat pengering daging energi surya dianalisa menggunakan pemodelan simulasi CFD untuk mengetahui proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk memperoleh sistem pengering daging energi surya yang optimal menggunakan simulasi CFD. Salah satu manfaat penggunaan simulasi menggunakan CFD adalah ukuran alat dapat dimodifikasi sedemikian rupa tanpa memerlukan biaya yang besar sehingga kita dapat dengan mudah merubah parameter baik dimensi alat maupul besarnya energi yang akan digunakan dalam proses pengeringan. Proses simulasi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembentukan geometri dari alat pengering, meshing geometri yang sudah terbentuk, penentuan kondisi batas dan analisa menggunakan software Fluent. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap dimana untuk pengukuran temperatur pada inlet

dilakukan selama dua hari yaitu pada tanggal 15mei 2014 dan tanggal 16 mei 2014 untuk enam waktu penelitian setiap harinya agar dapat menganalisa sistem pengeringan lebih dalam. Data yang diperoleh melalui pengukuran kemudian diolah melalui perhitungan-perhitungan dan besaran yang diperoleh melalui hasil perhitungan dipakai dalam analisa pada Fluent. Hasil dari simulasi menggunakan CFD dituangkan ke dalam bentuk gambar dan grafik. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh temperatur udara masuk pada inlet tertinggi adalah 305K pada pukul 12.30 penelitian hari I dan terrendah adalah 301K pada pukul 16.30 penelitian hari II. Data tersebut kemudian diolah dengan memasukkan harga radiasi pada setiap dinding dari alat pengering dengan mengacu pada besaran sudut-sudut datang matahari terhadap alat pengering karena alat pengering daging ini diletakkan menghadap ke utara. Berat daging keseluruhan yang dikeringkan adalah 25kg dan daging diiris tipis-tipis dengan disusun segarais dimana ukuran tiap irisan daging adalah 6cmx6cmx0,5cm dengan berat daging per irisan adalah 40 gram. Berdasarkan perhitungan, massa akhir daging setelah dikeringkan adalah 7,1kg dengan penurunan kadar air sebesar 17,9kg. Kadar air dalam daging sapi adalah 75%wb dan dikeringkan sampai kadar air 12%wb. Untuk

(12)

mengeringkan daging sampai mencapai massa akhir 7,1kg dibutuhkan waktu 9,178 jam.

Dalam melakukan analisa menggunakan simulasi CFD, ketelitian dalam pembentukan geometri awal sangat menentukan hasil simulasi. Penentuan setiap volume dalam gambar haruslah teliti agar hasil yang diperoleh menjadi benar. Agar hasil simulasi yang diperoleh dapat lebih dipertanggung jawabkan, perlu dilakukan penelitian secara eksperimental untuk membandingkan hasil yang diperoleh melalui simulasi.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

RINGKASAN ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG ... xix

DAFTAR ARTI SINGKATAN... xxii

BABIPENDAHULUAN ... 1 1.1Latar belakang ... 1 1.2Rumusan Masalah ... 4 1.3Batasan Masalah ... 4 1.4Tujuan Penelitian ... 5 1.5Manfaat Penelitian ... 5

BABII KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Daging ... 6

2.2 Dendeng ... 8

2.3 Teori Pengeringan ... 10

2.4 Pengering Energi Surya ... 11

2.5 Kolektor Surya ... 13

2.6 Konstanta Surya ... 17

2.7 Dasar-Dasar Perpindahan Kalor ... 20

2.8 Beban Kalor Ruang Pengering ... 23 2.9 Computational Fluid Dynamic (CFD) ... 27

2.10 Penelitian Sistem Pengering Energi Surya ... 28

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIOTESIS PENELITIAN ... 33

3.1 Kerangka Berpikir ... 33

3.2 Konsep ... 33

(14)

BAB IV METODE PENELITIAN ... 36

4.1 Rancangan Penelitian ... 36

4.2 Pembentukan geometri ... 38 4.3 Meshing geometri alat pengering ... 39

4.4 Menentukan kondisi batas dan kontinum ... 40

4.4.1 Pre-processor ... 41

4.4.2 Solver ... 42

4.4.3 Post-processor ... 42

4.5 Diagram Alir Penelitian ... 43

4.6 Tempat dan Jadwal Penelitian ... 44

4.6.1 Tempat penelitian ... 44

4.6.2 Jadwal penelitian ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN... 46

5.1 Pengukuran Temperatur Udara ... 47

5.2 Pengukuran Kecepatan Udara ... 48

5.3 Perhitungan Data ... 48

5.3.1 Perhitungan sudut zenith ... 49

5.3.2 Perhitungan sudut azimuth ... 51

5.3.3 Perhitungan ketinggian matahari ... 53

5.3.4 Perhitungan perolehan kalor melalui dinding... 54

5.3.4.1Radiasi matahari langsung mengenai dinding ... 54

5.3.4.2 Radiasi matahari tak langsung... 57

5.3.4.3 Radiasi matahari total ... 59

5.3.4.4 Perolehan kalor radiasi yang masuk ke dalam ruang pengering melalui dinding ... 64

5.3.5 Perhitungan energi pengeringan ... 65

5.3.5.1 Perhitungan penurunan kadar air dalam daging sapi ... 65

5.4 Data Hasil Simulasi ... 67 5.4.1 Pola distribusi udara pengering dengan temperatur 301K ... 68

5.4.2 Pola distribusi udara pengering dengan temperatur udara masuk 305K ... 72

BAB VI PEMBAHASAN ... 76

6.1 Suhu Udara Pengering ... 76

6.1.1 Perbandingan sudut zenith ... 76

6.1.2 Perbandingan sudut azimuth ... 77

6.1.3 Perbandingan sudut ketinggian matahari ... 78 6.1.4 Perbandingan radiasi matahari langsung

(15)

bidang vertikal ... 79

6.1.4.1 Dinding alat pengering yang menghadap ke barat ... 79

6.1.4.2 Dinding alat pengering yang menghadap ke timur ... 81

6.1.4.3 Dinding alat pengering yang menghadap ke utara ... 81

6.1.5 Perbandingan radiasi matahari langsung pada bidang normal dan horisontal ... 82

6.1.5.1 Radiasi matahari langsung bidang normal... 83

6.1.5.2 Radiasi matahari langsung bidang horisontal... 84

6.1.6 Perbandingan radiasi tak langsung ... 85 6.1.6.1 Radiasi tak langsung dari atmosfer ... 86

6.1.6.2 Radiasi tak langsung dari tanah ... 86

6.1.6.3 Radiasi tak langsung total ... 87

6.1.7 Radiasi matahari total ... 88

6.1.7.1 Radiasi matahari total bidang timur ... 89

6.1.7.2 Radiasi matahari total bidang utara ... 90 6.1.7.3 Radiasi matahari total bidang barat ... 91 6.1.7.4 Radiasi matahari total bidang selatan ... 92

6.1.8 Perolehan kalor radiasi ... 93

6.2 Distribusi Suhu Udara Pengering ... 94 6.2.1 Temperatur udara masuk 301K pada inlet ... 94

6.2.2 Temperatur udara masuk 305K pada inlet ... 96

6.2.3 Plot grafik x-y suhu daging setelah pengeringan ... 98

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 101

7.1 Simpulan ... 101

7.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng ... 9

2.2 Regulasi BPOM-RI tentang batas maksimum cemara mikroba dan kimia dendeng sapi ... 10

4.2Kegiatan Penelitian ... 45

5.1 Data hasil pengukuran... 46

5.2 Dimensi Alat Pengering Daging ... 47

5.3 Data hasil perhitungan sudut zenith ... 51

5.4 Data hasil perhitungan sudut azimuth ... 52

5.5 Data hasil perhitungan sudut ketinggian matahari ... 54

5.6 Data hasil perhitungan besarnya radiasi matahari langsung bidang vertikal untuk dinding yang menghadap ke barat ... 56

5.7 Data perhitungan radiasi matahari langsung pada bidang normal dan horisontal ... 57

5.8 Hasil perhitungan radiasi tak langsung ... 59

5.9 Radiasi total dinding pengering menghadap ke timur ... 60

5.10 Radiasi total dinding pengering menghadap ke utara ... 61

5.11 Radiasi total dinding pengering menghadap ke barat ... 62

5.12 Radiasi total dinding pengering menghadap ke selatan... 63

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Tent type solar dryer ... 12

2.2 Solar room dryer ...... 12

2.3 Penentuan sudut zenithθz dan sudut azimuthθA ... 19

2.4 Hubungan parameter sudut matahari terhadap permukaan bidang ... 20

2.5 Radiasi matahari langsung dan tak langsung ... 24

2.6 Radiasi sorotan pada permukaan miring ... 25

4.1 Alat Pengering surya ... 37

4.2 Tampak atas skematik alat pengering surya ... 37

4.3 Tampak samping skematik alat pengering energi surya ... 38

4.4 Geometri alat pengering dengan menggunakan Gambit ... 39

4.5 Meshing alat pengering ... 40

4.6 Diagram alir penelitian ... 44

5.1 Thermocuple ... 48

5.2 Anemometer ... 48

5.3 Posisi alat pengering daging terhadap matahari ... 49

5.4 Bentuk grid alat pengering energi surya ... 68

5.5 Kontur suhu udara pengering dengan suhu 301K dan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s pukul 16.30 penelitian hari I ... 68

5.6 Grafik suhu udara pengering pada setiap bidang alat pengering dengan temperatur udara masuk 301K dan 0,6 m/s pada inlet untuk penelitianhari I pukul 16.30 ... 69 5.7 Pola aliran udara pengering pada alat pengering dengan suhu udara

(18)

pukul 16.30 ... 70

5.8 Kontur suhu bidang alat pengering yang dipotong searah sumbu z pada penelitian hari I pukul 16.30 dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K ... 71

5.9 Kontur suhu daging pada penelitian hari I pukul 16.30 dengan kecepatan udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301K ... 71

5.10 Kontur suhu udara pengering dengan temperatur udara pada saluran masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s untuk penelitian hari I pukul 12.30 ...72

5.11 Grafik plot x=1, y=0 kontur suhu udara pengering pada semua bidang alat pengering dengan temperatur udara pada saluran masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s untuk penelitian hari I pukul 12.30... 73

5.12 Pola aliran udara pengering pada alat pengering daging pada penelitian hari I pukul 12.30 dengan temperatur udara masuk 305K dan kecepatan 0,6 m/s... 73

5.13 Kontur suhu udara pengering pada bidang alat pengering yang dipotong searah sumbu z pada penelitian hari I pukul 12.30 dengan kecepatan udara masuk pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 305K... 74

5.14 Kontur suhu daging pada penelitian hari I pukul 12.30 dengan suhu udara masuk pada inlet 305K dan kecepatan 0,6 m/s... 75

6.1 Grafik hubungan sudut zenith terhadap waktu ... 77

6.2 Grafik sudut azimuth surya terhadap waktu ... 78

6.3 Grafik perbandingan sudut ketinggian matahari terhadap waktu... 79

6.4 Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang barat terhadap waktu ... 80

6.5 Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang timur terhadap waktu... 81

6.6 Grafik perbandingan radiasi langsung vertikal bidang utara terhadap waktu... 82

(19)

6.7 Grafik perbandingan radiasi langsung bidang normal terhadap

waktu ... 84

6.8 Grafik perbandingan radiasi langsung bidang horisontal terhadap waktu ... 85

6.9 Grafik perbandingan radiasi tak langsung dari atmosfer terhadap waktu ... 86

6.10 grafik perbandingan radiasi tak langsung dari tanah terhadap waktu. 87 6.11 Grafik perbandingan radiasi tak langsung total terhadap waktu... 88

6.12 Grafik radiasi matahari total bidang timur terhadap waktu... 90

6.13 Grafik radiasi matahari total bidang utara terhadap waktu... 91

6.14 Grafik radiasi matahari total bidang barat terhadap waktu... 92

6.15 Grafik radiasi matahari total bidang selatan terhadap waktu... 93

6.16 Grafik perolehan kalor radiasi melalui dinding terhadap waktu... 94

6.17 Kontur suhu udara pengering pada penelitian hari I pukul 16.30 bila ditinjau dari plot potongan koordinat bidang searah sumbu z... 95

6.18 Kontur suhu ruang pengering daging pada penelitian hari I pukul 16.30 dengan kecepatan saluran masuk udara pada inlet 0,6 m/s dan temperatur 301Kdaging dengan temperatur awal 301K... 96 6.19 Kontur suhu udara pengering dengan potongan bidang koordinat searah sumbu z untuk penelitian hari I pada pukul 12.30 ... 97

6.20 Kontur suhu pada daging di ruang pengering pada penelitian hari I pada pukul 12.30 dengan kecepatan udara masuk inlet 0,6 m/s dan temperatur 305K ... 98

6.21 Grafik sebaran suhu pada daging untuk penelitian hari I pukul 16.30 dengan temperatur udara masuk pada inlet 301K dan kecepatan 0,6 m/s dimana temperatur awal daging 301K ... 99 6.22 Grafik suhu daging sapi setelah proses pengeringan pada penelitian

hari I pukul 12.30 dengan temperatur awal daging 301K dan temperatur udara masuk pada inlet alat pengering 305K pada

(20)

kecepatan 0,6 m/s ... 100

DAFTAR ARTI LAMBANG

ρ = Densitas fluida, kg/m3 µ = Viskositas fluida, N.det/m2

ϕa = Panas radiasi yang diserap kolektor (W)

τ = Transmisivitas bahan penutup

α = Absorbsivitas pelat penyerap kolektor

ρ = refleksivitas

ϕrs = panas radiasi yang diterima, (W)

Ac = luas permukaan kolektor,

(

m2

)

Ir = intensitas radiasi matahari,

(

W

m2

)

ϕ1 = panas yang terbuang ke udara lingkungan, (W)

Ul = koofesien transfer panas keseluruhan,

(

W

m2K

)

Ta = temperatur plat penyerap, (K)

To = temperatur udara lingkungan, (K) = efisiensi kolektor surya (%)

qu= panas yang berguna I = total energi surya

m= mass flow rate (kg/s)

cp= kapasitas panas jenis fluida (J/(kg.°C)

Tc,out= temperatur fluida keluar kolektor (°C)

Tc,in= temperatur fluida masuk kolektor (°C)

(21)

t = total waktu,

Lt = panas laten penguapan

Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari ( W ) Ts = temperatur permukaan = 5672 K

π ds2 = luas permukaan (m2) ø =sudut lintang matahari (m2)

= sudut datang berkas sinar (angle of incident ) θz = sudut zenith

h = sudut ketinggian matahari ω = sudut jam (hour of angle)

θA = sudut azimuth surya δ = deklinasi

qkond = Laju perpindahan panas konduksi, (W)

k = Konduktivitas thermal, (W/m.K)

A = Luas penampang tegak lurus pada aliran panas, (m2) dx,dT = Gradien temperatur dalam arah aliran panas qc = Laju perpindahan panas konveksi, (W)

A = Luas permukaan perpindahan panas, (m2)

h = Koefesien perpindahan panas konveksi, (W/m2.K) Tf = Temperatur fluida, (K)

Tw = Temperatur dinding, (K)

r

q = Laju perpindahan kalor radiasi, (W)

= Emisivitas benda,

= Konstanta Stefan-Boltzznann, 5,67 x 10-8 W/(m2.K4) T4 = Perpindahan temperatur, (K)

Q = beban kalor (W)

K = koefisien konduksi = 0,2 (W/m2K)

Ts – Ta = beda temperatur luar dan dalam ruang pengering (K) In = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi Kcal/m2jam)

(22)

Iv = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal (Kcal/m2jam). Ih = radiasi matahari langsung pada bidang horisontal(Kcal/m2jam) Iβ = radiasi matahari langsung pada bidang vertikalpada posisi membentuk sudut samping β dari arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam) P = phermeabilitasatmosferik

h = ketinggian matahari

= sudut antara datangnya matahari dan dinding Ira = radiasi tak langsung dari atmosfer

C = koefisien radiasi tak langsung dari angkasa Fsa = faktor sudut permukaan ke atmosfer I rg = radiasi tak langsung dari tanah

I h = radiasi langsung pada bidang horisontal

Fsg = faktor sudut tanah ke permukaan dinding pengering Qjr = perolehan kalor radiasi oleh dinding (Kcal/jam)

IT = jumlah radiasi matahari yang diterima dinding (Kcal/m2.jam) ε = transmisivitas bahan dinding

(23)

DAFTAR ARTI SINGKATAN

FAO = Food and Agriculture Organization

SNI = Standar Nasional Indonesia IPB = Institut Pertanian Bogor ERK = Efek Rumah Kaca

CFD = Computational Fluid Dynamic

RH = Relative Humidity

GAMBIT = Geometri and Mesh Building Intelligent Toolkit

(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Energi surya merupakan sumber energi yang tidak pernah habis, sehingga menjadi potensi sumber energi untuk berbagai kebutuhan. Menipisnya ketersediaan cadangan energi minyak bumi memberi peluang sekaligus tantangan untuk dapat memanfaatkan energi surya dengan berbagai bentuk pilihan teknologi dari yang sederhana dan murah hingga teknologi tinggi yang memerlukan modal besar. Tidak seperti bahan bakar fosil, energi surya adalah sumber energi bersih yang tidak akan mencemari planet kita. Manfaat terbesar dari pemanfaatan energi surya adalah karena energi ini berkelanjutan dan bebas dari polusi. Energi berkelanjutan berarti kita dapat memastikan bahwa kita tetap bisa memenuhi kebutuhan energi kita dan menjamin keselamatan planet ini untuk generasi mendatang. Penggunaan energi surya akan mengurangi kebutuhan energi tak terbarukan, menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi.

(25)

Salah satu pemanfaatan energi surya adalah sistem pengering. Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sampai batas yang diinginkan sehingga dapat memperpanjang daya simpan. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan, bahan siap untuk disimpan atau dijual. Sistem pegeringan sudah dikenal luas dari jaman dulu terutama pengeringan terbuka. Untuk dapat mengurangi akibat negatif dari sistem pengeringan terbuka seperti kerusakan akibat kotoran dan gangguan dari binatang maka dikembangkan sistem pengeringan tertutup dengan tetap menggunakan energi surya sebagai sumber energinya.

Teknologi pengeringan berkembang sangat pesat sekarang ini. Kemajuan ini telah banyak memberikan kemudahan dalam proses pengeringan. Dalam perkembangan teknologi, telah dikembangkan alat pengering rumput laut dengan kapasitas 25 kg dengan menggunakan panas sinar matahari sebagai sumber energi utamanya, (Suryana,2012). Menyadari pentingnya proses pengeringan terhadap produk untuk keperluan penyimpanan dalam waktu lama, kami akan menggunakan alat tersebut untuk dapat digunakan mengeringkan daging. Daging akan dikeringkan dengan diiris - iris tipis sehingga mempunyai dimensi 6 cm x 6 cm x 0,5 cm dengan berat 40 gram untuk setiap irisan daging. Proses selanjutnya adalah menganalisa alat tersebut dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD untuk mengetahui pola aliran udara pengering di dalam alat tersebut sehingga akan diketahui proses pengeringan yang terjadi di dalam alat pengering tersebut. Ide dasar dari

(26)

sistem pengering ini adalah mengintegrasikan fungsi penyerap panas (kolektor surya) dalam ruang pengering. Gelombang pendek dari sinar matahari masuk melalui dinding-dinding transparan pada bangunan sistem pengering dan selanjutnya diserap oleh kolektor surya serta komponen-komponen lain di dalam sistem pengering. Hal tersebut akan menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam ruang pengering. Udara panas tersebut kemudian digunakan sebagai media pengering untuk memanaskan dan menguapkan kandungan air yang terdapat pada daging sapi.

Daging merupakan salah satu bahan makanan hewani yang sangat disukai oleh berbagai kelompok usia. Daging merupakan sumber asam amino essensial dan mineral. Komposisi kimia daging sapi terdiri dari air 75%, protein 19%, lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65%, dan bahan-bahan anorganik 0.65%, (Badan Standarisasi Nasional,SNI 01-3947-1995). Daging memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga merupakan salah satu bahan makanan yang cepat busuk. Untuk dapat memperpanjang daya pakai dan umur simpan dari daging tersebut, maka daging tersebut dikeringkan. Setelah dikeringkan, daging kering atau yang sering disebut dendeng tetap memiliki kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat yang merupakan sumber kalori. Seiring perkembangan jaman, kami bermaksud untuk membuat daging tersebut lebih berdaya guna dan tidak cepat busuk sehingga bisa digunakan dalam waktu yang relatif lebih lama dari daging segar.

Agar dapat dibuat suatu alat pengering yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam mendesain alat tersebut.

(27)

Untuk dapat menekan biaya desain dan biaya produksi dari pembuatan alat pengering, salah satu cara yang digunakan adalah dengan menggunakan simulasi komputer. Simulasi komputer yang digunakan untuk memprediksi pola aliran udara pengering di dalam alat pengering adalah Computational Fluid Dynamic (CFD). Pemanfaatan simulasi komputer ini diharapkan mampu untuk menghasilkan alat pengering yang sesuai dengan kebutuhan melalui hasil analisa CFD.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam menganalisa alat pengering daging yaitu :

1. Bagaimana pola aliran udara di dalam alat pengering tersebut apabila daging yang akan dikeringkan disusun segaris dalam ruang pengering sehingga nantinya proses pengeringan daging yang terjadi dapat diketahui.

2. Dengan diketahuinya pola aliran udara di dalam ruang pengering, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengeringkan daging tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Agar dalam penulisan karya tulis ini dapat lebih terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut :

(28)

1. Sistem pengering yang dianalisa adalah sistem pengering dengan menggunakan energi surya dan menggunakan daging sapi sebagai bahan yang dikeringkan.

2. Hanya menganalisa udara panas yang masuk ke dalam ruang pengering. 3. Program simulasi CFD yang digunakan adalah Fluent 6.3.26 dan

software Gambit 2.2.30 untuk menganalisa pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering di dalam sistem pengering.

4. Model aliran di dalam alat pengering dianggap laminer. 5. Udara lingkungan dianggap konstan (300C).

6. Kecepatan udara masuk kolektor diasumsikan konstan 0,6 m/dt.

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa sistem pengering daging untuk mengetahui pola aliran udara dan distribusi suhu udara pengering yang melalui barisan daging yang tersusun segaris dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic)

sehingga dapat dihasilkan daging kering yang sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu dendeng yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional tahun 1992.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat dihasilkan suatu desain sistem pengering daging yang optimal dengan melakukan pemodelan

(29)

simulasi menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamic) sehingga kegagalan biaya pembuatan alat secara manual dan kerugian waktu pembuatan alat dapat ditekan. Dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD, kita dapat dengan mudah mengubah parameter dari alat pengering daging untuk memperoleh hasil pengeringan yang lebih baik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Daging

Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama sebagai sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7– 8. Daging adalah bahan pangan yang sangat dibutuhkan

(30)

tubuh karena daging mengandung banyak gizi dan dalam daging mengandung protein yang tinggi serta kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Protein berfungsi untuk memperbaiki dan membantu pertumbuhan struktur jaringan-jaringan aktif yang ada di dalam tubuh. Kandungan nutrisi utama daging adalah protein, lemak, abu dan air. Protein merupakan komponen terbesar dari daging. Komposisi kimia daging adalah air (75%), protein (19%), lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65%, dan bahan-bahan anorganik 0.65%, (Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3947-1995).

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan dan semua produk yang diproses atau dihasilkan dari jaringan hewan yang telah dipotong. Daging merupakan produk pangan yang mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi yang tinggi, akan tetapi daging mempunyai umur simpan yang tidak lama sehingga sering mengalami kerusakan atau kebusukan pada saat penyimpanan meskipun pada kondisi vakum di dalam chiller. Salah satu penyebab pembusukan tersebut adalah karena adanya kontaminasi bakteri. Kandungan nutrisi yang tinggi pada daging menyebabkan daging mudah rusak akibat adanya aktivitas mikroorganisme. Secara fisik, kriteria atau ciri-ciri daging yang baik adalah berwarna merah segar, berbau aromatis, memiliki konsistensi yang kenyal dan bila ditekan tidak terlalu banyak mengeluarkan cairan. Daging yang tidak sehat bila dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit bagi manusia, untuk itu perlu diketahui berbagai jenis dan kriteria daging yang sehat dan baik. Secara umum daging yang sehat dan baik adalah daging yang berasal dari ternak yang

(31)

sehat, disembelih di tempat pemotongan resmi, diangkut dengan kendaraan khusus dan dijual di supermarket atau di los daging pasar yang bersih.

Agar daging dapat memiliki daya simpan yang lebih lama, ada beberapa cara pengawetan daging yang sering dilakukan yaitu dengan pembekuan dan pendinginan daging serta pengawetan daging dengan cara pemanasan dan pengeringan. Pendinginan dan pembekuan merupakan suatu proses untuk memperpanjang masa simpan dari daging yang kini umum dilakukan dalam rumah tangga. Pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan es yang diletakkan di sekitar daging dalam ruangan yang kedap udara. Seiring perkembangan teknologi, pendinginan banyak dilakukan dalam refrigerator. Bila ingin menyimpan daging lebih lama, daging dapat dibekukan dalam

freezer. Pendinginan terjadi pada suhu 0° C sampai 5° C. Daging yang didinginkan harus sudah diolah dalam waktu 3 sampai 4 hari sejak pembelian. Pembekuan merupakan cara sempurna untuk mengawetkan daging. Pembekuan dapat mempertahankan kwalitas dan nilai gizi daging dalam jangka waktu tertentu. Pembekuan biasanya dilakukan pada suhu -12° C sampai dengan suhu -28°C. Proses pembekuan ini dilakukan dengan meletakkan daging pada pendingin sehingga daging menjadi beku.

Metode pemanasan daging dilakukan pada suhu sedang yaitu dalam suhu 570C sampai 75°C atau dapat juga dengan pemanasan dalam suhu tinggi di atas 100°C. Masa simpan daging yang diawetkan dengan metode ini berlangsung selama 1 sampai 2 hari. Pemanasan sedang bertujuan untuk membunuh atau membuat mikroorganisme perusak tidak berfungsi. Apabila proses pemanasan dilakukan pada suhu terlalu tinggi atau melebihi suhu tersebut di atas, maka akan menyebabkan nilai gizi daging berkurang.

Metode pengawetan daging dengan pengeringan dilakukan dengan menggunakan udara panas. Cara ini tidak dianjurkan untuk daging mentah atau potongan daging masak dengan ukuran yang cukup besar. Produk olahan daging yang diawetkan menggunakan cara ini adalah dendeng. Masa simpan dendeng bisa mencapai 6 bulan. Pengeringan dilakukan dalam suhu di atas 60°C sehingga menyebabkan daya serap air pada daging kering menjadi berkurang dan proses pembusukan pada daging dapat dikurangi .

(32)

Dendeng adalah produk olahan yang dibuat dari daging sapi, ayam, babi atau kambing, tetapi yang paling banyak dijumpai di pasar-pasar di Indonesia adalah dendeng sapi. Definisi dendeng sapi menurut Standar Nasional Indonesia 01-2908-1992 adalah produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging sapi segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng sapi dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu dendeng sapi irisan dan dendeng sapi giling. Dendeng merupakan salah satu produk daging kering yang memiliki masa simpan lebih dari 6 bulan dengan kadar air 15% sampai 20% dan pH 4,5-5,1. Warna dendeng yang coklat kehitaman disebabkan oleh reaksi selama proses pemanasan dalam sistem pengering. Akibat proses pengolahan tersebut, nilai kalori dalam daging meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan daging merah. Daging mengalami peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat basah) sejalan dengan menurunnya kandungan air dan peningkatan kadar kalsium, fosfor, serta zat besi. Tabel 2.1 berikut menunjukkan klasifikasi mutu dendeng :

Tabel 2.1 Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng

No Jenis Uji Persyaratan

Mutu I Mutu II

1 Warna dan bau Khas dendeng

sapi

Khas dendeng sapi

2 Kadar air (bobot-/bobot) Maks 12 % Maks 12 %

3 Kadar protein (bobot/bobot

kering)

Min 30 % Min 25 %

4 Abu tak larut dalam asam

(bobot/bobot kering)

Maks 1 % Maks 1 %

5 Benda asing (bobot-bobot kering) Maks 1 % Maks 1 %

6 Kapang dan serangga Tidak nampak Tidak Nampak

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1992)

Berdasarkan regulasi pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI) Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemara mikroba dan kimia dalam makanan menyebutkan seperti yang terlihat dalam tabel 2.2 berikut :

(33)

Tabel 2.2 regulasi BPOM-RI tentang batas maksimum cemara mikroba dan kimia dendeng sapi

Dendeng sapi, daging asap yang diolah dengan panas

Jenis cemara mikroba Batas maksimum ALT (30oC, 72 jam) 1x105 koloni/g

APM Escherichia coli < 3/g

Salmonella sp negatif/25g

Staphylococcus aureus 1x102 koloni/g

Bacillus cereus 1x103 koloni/g Sumber : peraturan kepala BPOM-RI Nomor HK.00.06.1.52.4011

2.3 Teori Pengeringan

Pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas (Taib G, dkk, 1987). Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan dasar pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan secara termal sampai ke tingkat tertentu sehingga kerusakan akibat mikroba dan reaksi kimia dapat diminimalisasi untuk dapat tetap menjaga kwalitas produk kering dari bahan tersebut. Proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan atau dijual. Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan, pengeringan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

(34)

1. Pengeringan langsung (direct drying)

Pada proses ini bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan udara yang dipanaskan.

2. Pengeringan tidak langsung (indirect drying)

Udara panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan melalui perantara, umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak dengan panas secara konduksi.

Pada saat suatu bahan dikeringkan, terjadi dua proses secara bersamaan yaitu perpindahan energi panas dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaan bahan dan perpindahan massa di dalam bahan akibat penguapan pada proses pertama.

2.4 Pengering Energi Surya

Indonesia mempunyai potensi sumber energi surya antara 4,8 kWh/m2 sampai 5,2 kWh/m2 per hari. Sumber energi surya merupakan bagian dari sumber energi terbarukan yang sifatnya bersih dan pada saat penggunaannya tidak menghasilkan emisi. Dalam perkembangannya, energi surya digunakan sebagai sumber energi pada sistem pengering. Sebuah pengering surya adalah unit tertutup yang bertujuan untuk menjaga makanan agar terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh burung, serangga, dan curah hujan yang tak terduga. Berdasarkan jenis energi yang digunakan, pengering surya dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Baker & Christopher GJ, 1997) yaitu :

1. Solar Natural Dryer, adalah pengering surya alami tanpa menggunakan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah (a) Cabinet dryers, (b) Tent type dryers, (c)

(35)

Gambar 2.1 Tent type solar dryer. Sumber. (Baker & Christopher GJ, 1997)

2. Semi Artifical Solar Dryer, adalah pengering surya dengan metode konveksi paksa, memanfaatkan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah a. Solar tunnel dryers , b. Green house-type solar dryers, c. Solar room dryers.

Gambar 2.2 Solar room dryer. Sumber (Baker & Christopher GJ, 1997)

3. Solar-Assisted Artificial Dryer, adalah pengering surya yang memanfaatkan lebih dari satu sumber energi dan sumber energi lain hanya bersifat sebagai energi pembantu.

Pengering surya terdiri dari dua bagian penting yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Keduanya merupakan konstruksi sederhana dan dapat dibangun dengan menggunakan bahan-bahan lokal yang tersedia seperti kayu,

(36)

batu bata, pelat logam dan lembaran plastik transparan. Metode pengeringan surya didasarkan pada pengalaman jangka panjang dan terus digunakan di seluruh dunia untuk tanaman kering, biji, daging, ikan, dan produk pertanian lainnya.

2.5 Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan piranti utama dalam sistem surya termal yang berfungsi mengumpulkan dan menyerap radiasi sinar matahari dan mengkonversinya menjadi energi panas. Sinar matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, dan panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk dimanfaatkan pada berbagai aplikasi yang membutuhkan panas. Untuk mengeringkan suatu produk pertanian, dibutuhkan energi yang sangat besar. Sebagian besar petani melakukan penjemuran di bawah teriknya sinar matahari. Temperatur lingkungan adalah sekitar 33° C, sedangkan temperatur pengeringan untuk komoditi pertanian berkisar 60-70°C. Jika kita menggunakan udara pemanas bertemperatur lingkungan atau lebih rendah dari temperatur pengeringan, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mengeringkan suatu produk. Agar temperatur lingkungan dapat meningkat, panas dikumpulkan dalam suatu kolektor surya dan dihembuskan ke dalam bahan yang akan dikeringkan. Kolektor surya pada umumnya memiliki komponen-komponen utama (Duffie John A.,dan William A.Beckman,1991) yaitu:

1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

2. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.

5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor. Besarnya energi yang dapat diserap oleh kolektor bergantung pada sifat absorbsivitas bahan kolektor. Berikut ditunjukkan besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh kolektor :

(37)

ϕa = τα IrAc

(2.1) Dimana :

ϕa = panas radiasi yang diserap kolektor, (W)

τ = transmisivitas bahan penutup, (0 ≤ τ ≤1 )

α = absorbsivitas plat penyerap kolektor, (0 ≤ α ≤1 ), atau α = 1 –

ρ

ρ = refleksivitas, (0 ≤ ρ≤1 )

Besarnya energi radiasi matahari yang diterima kolektor adalah sebagai

berikut : ϕrs = AcIr

(2.2) Dimana :

ϕrs = panas radiasi yang diterima, (W)

Ac = luas permukaan kolektor,

(

m2

)

Ir = intensitas radiasi matahari,

(

W

m2

)

Tidak semua energi panas yang masuk dapat dipakai seluruhnya karena ada faktor kerugian panas pada kolektor termal. Kerugian panas ini terjadi pada bagian atas kolektor yang disebut kerugian panas bagian atas dan pada bagian bawah kolektor yang disebut kerugian panas bagian bawah. Jumlah dari kedua kerugian panas tersebut merupakan kerugian panas total. Kerugian panas tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut,

ϕ1 = AcUl(TaTo

)

(2.3) Dimana :

ϕ1 = panas yang terbuang ke lingkungan, (W)

Ul = koefisien transfer panas keseluruhan,

(

W

(38)

Ta = temperatur plat penyerap, (K)

To = temperatur udara lingkungan, (K)

Untuk mendapatkan efisiensi kolektor surya yang semakin besar, kolektor surya harus dapat memanfaatkan energi radiasi matahari yang lebih besar yang dapat dimanfaatkan oleh kolektor untuk memanaskan udara pengering. Besarnya efisiensi dari kolektor surya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, I A qu/   (2.4) Dimana :

= efisiensi kolektor surya (%) qu= panas berguna kolektor (W) A = luas permukaan (m2)

I = total energi surya

(

W

m2

)

Atau, ηc = c ,∈¿ Tc, outT¿ ¿ ´ m. Cp¿ ¿ x 100% (2.5) Dimana :

ηc = efisiensi kolektor surya, (%)

m= mass flow rate (kg/s)

cp= kapasitas panas jenis fluida (J/(kg.°C)

Tc,out= temperatur fluida keluar kolektor (°C)

(39)

Qr = panas radiasi (W)

Luas permukaan total dari kolektor ini terkait dengan efisiensi keseluruhan dari total sistem pengering :

ηp = MwLt

IrAct

(2.6)

Dimana:

Ac : luas permukaan total kolektor (m2) t : total waktu (s)

Lt :panas laten penguapan (W)

Ir : Intensitas radiasi matahari

(

W m2

)

2.6 Konstanta Surya

Matahari memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontinyu. Dalam pembahasan ini, matahari dianggap sebagai sebuah benda hitam, sebuah radiator sempurna pada temperatur 5762 K. Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan – boltzman σ, pangkat empat temperatur absolute Ts4 dan luas permukaan π x ds2.

Es = σ x π x ds2 x Ts4 (2.7) Dimana :

Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari ( W ) σ = 5,67x 10-8 W/ m2. K4

(40)

π ds2 = luas permukaan matahari (m2)

Pada radiasi ke semua arah, energi yang diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari – jari R adalah sama dengan jarak rata – rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bola adalah sama dengan 4 π R2, dan fluks radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut yang dinamakan iradiansi, menjadi :

G = σ 2 4 2 4R T ds s (W/ m2 ) (2.8) Dengan garis tengah matahari 1,39 x 109 m, temperatur permukaan matahari 5762 K, dan jarak rata – rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x 1011 m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah tegak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah :

G = 11 2 2 4 4 3 2 2 9 4 2 8 ) 10 5 , 1 ( 4 ) 10 762 , 5 ( ) 10 39 , 1 ( 10 67 , 5 m x x K x x m x x K m W x  (2.9) = 1353 W/m2

dimana harga G ini disebut juga konstanta surya, Gsc.

Untuk mengetahui energi radiasi yang jatuh pada permukaan bumi dibutuhkan beberapa parameter letak kedudukan dan posisi matahari. Hal ini sangat diperlukan untuk dapat mengkonversikan harga fluks berkas yang diterima dari arah matahari menjadi hubungan harga ekivalen ke arah normal permukaan. Berikut ini adalah beberapa definisi yang digunakan, antara lain : 1. ø =sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat di permukaan bumi terhadap

khatulistiwa, dimana arah utara – selatan, - 90 ≤ ø ≤ 90 dengan utara bernilai positif.

(41)

2.  = sudut datang berkas sinar (angle of incident ), sudut yang dibentuk antara radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan tersebut.

3. θz = sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dengan garis normal bidang horisontal. Sudut zenith θz diperlihatkan sebagai sudut antara zenith z, atau garis lurus vertikal dan garis pandang ke matahari.

4. Sudut azimuth θA juga diperlihatkan sebagai sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke matahari pada bidang

horizontal ke arah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Cosθz = sin δ sin ø + cosδcos ø cosω (2.10)

Gambar 2.3 Penentuan sudut-sudut arah datang sinar matahari

5. h = sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung matahari dengan bidang horisontal.

6. ω = sudut jam (hour of angle), sudut antara bidang yang dimaksud dengan horisontal, berharga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara dengan 15o ke arah pagi negatif dan ke arah sore positif.

h ω

(42)

7. δ = deklinasi, posisi angular pada matahari dibidang khatulistiwa pada saat jam 12.00 waktu matahari.

Hubungan antara masing-masing parameter sudut matahari tersebut ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.4 Hubungan parameter sudut matahari terhadap permukaan bidang 2.7 Dasar-Dasar Perpindahan Kalor

Definisi dari perpindahan kalor adalah berpindahnya energi dari suatu bidang ke bidang lainnya sebagai akibat adanya perbedaan suhu di antara kedua bidang tersebut. Secara umum perpindahan kalor dapat dikategorikan dalam tiga cara yang berbeda yaitu :

1. Perpindahan panas konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah suatu proses pertukaran panas dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi menuju daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu media (padat, cair dan gas), atau antara media-media yang berlainan yang bersinggungan secara lansung. Untuk menghitung laju aliran secara konduksi dapat dijabarkan dalam suatu

(43)

persamaan yang dinyatakan dengan hukum Fourier, (Wiranto Arismunandar,1985):yaitu :       dx dT kA qkond (2.11) Dimana :

qkond : Laju perpindahan panas konduksi, (W)

k : Konduktivitas thermal, (W/m.K)

A : Luas penampang tegak lurus pada aliran panas, (m2) dx,dT : Gradien temperatur dalam arah aliran panas

Dalam aliran panas konduksi, perubahan energi terjadi karena hubungan molekul secara lansung tanpa adanya perpindahan molekul-molekul yang cukup besar.

2. Perpindahan panas konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah suatu proses perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar berupa fluida (cair/gas). Perpindahan panas secara konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan panas antara permukaan benda padat dan cair atau gas. Panas secara konveksi menurut cara pergerakannya dibagi dua bagian yaitu :

1. Konveksi alamiah (natural convection) terjadi apabila gerakan pencampuran berlansung semata-mata akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien massa jenis.

(44)

2. Konveksi paksa (forced convection) terjadi apabila gerakan pencampuran di sebabkan oleh suatu alat dari luar seperti pompa atau kipas.

Pada umumnya, perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan suatu persamaan, yaitu :

w f

c hAT T

q  

(2.12)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal. 11) Dimana :

qc : Laju perpindahan panas konveksi, (W)

A : Luas permukaan perpindahan panas, (m2)

h : Koefesien perpindahan panas konveksi, (W/m2.K) Tf : Temperatur fluida, (K)

Tw : Temperatur dinding, (K) 3. Perpindahan Panas Radiasi

Perpindahan Panas Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda bersuhu tinggi menuju ke suatu benda yang bersuhu lebih rendah apabila benda-benda tersebut terpisah dalam ruangan atau terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. Untuk menghitung laju pancaran radiasi pada suatu permukaan dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

4

AT

qr  (2.13)

(Sumber Holman, J.P Perpindahan Panas, hal 11) Dimana :

r

(45)

: Emisivitas benda,

: Konstanta Stefan-Boltzznann, 5,67 x 10-8 W/(m2.K4) T4 : Perpindahan temperatur, (K)

A : Luas permukaan bidang, (m2)

Pada kenyataannya, permukaan bukan merupakan pemancar atau pun penyerap yang sempurna dari radiasi termal. Permukaan tersebut ditandai oleh fraksi-fraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan ( , emisivitas) dan diserap (α, absorbsivitas). Perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah kolektor surya adalah perpindahan panas radiasi dari plat penyerap ke plat penutup kaca. Hubungan untuk plat paralel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, q=σA

(

T1 4 −T2 4

)

1 ε1− 1 ε2−1 (2.14)

2.8Beban Kalor Ruang Pengering

Perpindahan kalor ruang pengering dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jenis bahan yang digunakan dan faktor-faktor iklim. Perhitungan dari beban kalor ruang pengering bertujuan untuk memperkirakan perolehan energi radiasi matahari melalui dinding pengering. Secara umum beban kalor ruang pengering dihasilkan melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut :

a. Beban kalor transmisi

Beban kalor yang dihasilkan secara transmisi thermal yang terjadi bila ada perbedaan temperatur antara kedua sisi dinding pengering. Besarnya beban kalor yang dihasilkan melalui transmisi thermal adalah dihitung dengan menggunakan persamaan : Q= Rtot A T.  = K.A ( Ts – Ta ) (2.15)

(46)

Dimana :

Q = beban kalor (W)

K = koefisien konduksi = 0,2 (W/m2K) A = luas permukaan ( m2 )

Ts – Ta = beda temperatur luar dan dalam ruang pengering (K)

b. Beban kalor radiasi

Beban kalor melalui radiasi disebabkan oleh penjalaran energi matahari melalui dinding pengering yang tembus pandang atau penyerapan oleh dinding pengering yang tidak tembus cahaya. Radiasi matahari dapat digolongkan dalam radiasi matahari langsung dan radiasi matahari tidak langsung seperti terlihat pada Gambar (2.5). Jumlah kedua jenis radiasi tersebut diberi nama radiasi matahari total.

Gambar 2.5 Radiasi matahari langsung dan tak langsung

Sesuai dengan kedudukan permukaan bidang terhadap arah datangnya radiasi, maka radiasi matahari langsung adalah :

In = 1164.Pcosec h (2.16) Iv =1164. Pcosec h.cos h (2.17)

(47)

Ih = 1164.Pcosec h sin h (2.18) Iβ = 1164.Pcosec h cos h cos β (2.19) Dimana:

In = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam)

Iv = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal (Kcal/m2jam).

Ih = radiasi matahari langsung pada bidang horisontal(Kcal/m2jam)

Iβ = radiasi matahari langsung pada bidang vertikalpada posisi membentuk sudut samping β dari

arah datangnya radiasi (Kcal/m2jam)

1164 = konstanta intensitas radiasi matahari di angkasa

P = permeabilitasatmosferik = 0,6 – 0,75 pada hari yang cerah h = ketinggian matahari (m)

= sudut antara datangnya matahari dan dinding

Gambar 2.6 Radiasi sorotan pada permukaan miring

Besarnya radiasi tak langsung dari atmosfer untuk kondisi udara yang cerah adalah

Ira = C . In.Fsa (2.20) Dimana :

Ira = radiasi tak langsung dari atmosfer

C = koefisien radiasi tak langsung dari angkasa In = radiasi matahari langsung pada bidang normal

(48)

Fsa = faktor sudut permukaan ke atmosfer

Besarnya pantulan radiasi dari tanah adalah 20% dari radiasi matahari langsung yang diterima tanah. Hal tersebut dapat dihitung dengan persamaan:

I rg = Ih. 0,2 . Fsg (2.21) Dimana :

I rg = radiasi tak langsung dari tanah

I h = radiasi langsung pada bidang horisontal.

Fsg = faktor sudut tanah ke permukaan dinding pengering Besarnya faktor sudut permukaan ke atmosferFsa adalah:

Fsa = ( 1- cos

) / 2 (2.22) Dimana :

= besarnya sudut antara permukaan dinding pengering ke bidang horizontal Besarnya faktor sudut dari tanah ke dinding pengering Fsg adalah:

Fsg = 1-Fsa (2.23) Jumlah radiasi tak langsung dari atmosfer dan radiasi tak langsung dari tanah adalah besarnya radiasi matahari tak langsung total. Perolehan kalor melalui dinding pengering diperoleh dengan menjumlahkan radiasi langsung dan tak langsung dikalikan dengan faktor transmisi bahan dinding seperti persamaan berikut :

Qjr = IT x ε (2.24) Dimana:

Qjr = perolehan kalor radiasi oleh dinding (Kcal/jam)

IT = jumlah radiasi matahari yang diterima dinding (Kcal/m2.jam) ε = transmisivitas bahan dinding

(49)

Computational Fluid Dynamics atau CFD merupakan suatu analisa sistem yang meliputi aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena-fenomena lain seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah dikenal sejak 1960-an dan pada awalnya digunakan untuk mendesain mesin jet dan pesawat terbang. Dalam perkembangannya, CFD digunakan untuk mendesain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaran bermotor dan aliran udara di sekitar bodi mobil. Dengan menggunakan CFD dapat dibuat suatu virtual prototype dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi nyata di lapangan. Software CFD memberikan data-data, gambar-gambar atau kurva-kurva yang menunjukkan prediksi dari performansi keandalan sistem yang didesain. Hasil analisa CFD sering berupa prediksi kualitatif meski terkadang kuantitatif tergantung dari persoalan dan data yang di-input. CFD terdiri dari tiga komponen utama yaitu : pre-processor, solver dan post-processor. Pre-processor merupakan input yang diberikan berupa bentuk geometri, pembentukan grid (mesh), penentuan sifat termofisik dan kondisi batas. Solver

adalah pemecahan model aliran fluida menggunakan analisis numerik dengan metode beda hingga, elemen hingga, spectral, atau volume hingga yang merupakan pengembangan dari formulasi beda hingga secara khusus. Post-processor meliputi pengolahan hasil visualisasi dari solver berupa penampilan kecepatan dan suhu fluida dua atau tiga dimensi dalam bentuk vektor, kontur dan bayangan dengan warna tertentu. (Versteeg, malalasekera, 1995).

Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran, suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat cartesian dan dipecahkan menggunakan teknik CFD yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode volume hingga. Simulasi berfungsi untuk melihat penyebaran panas berdasarkan distribusi suhu dan aliran udara di dalam ruang pengering.

2.10 Penelitian Sistem Pengering Energi Surya

Untuk mengganti metode penjemuran produk di ruangan terbuka yang sarat akan resiko, diperkenalkan metode pengeringan dengan menerapkan pengering energi surya. Sistem pengering dengan energi surya memanfaatkan energi surya sebagai sumber panasnya dengan menambahkan kolektor surya pada bagian dalam alat pengering. Kolektor surya ini berfungsi sebagai penyerap panas sinar matahari dan panas yang diterima akan didistribusikan di dalam alat pengering untuk mengeringkan produk. Ide dasar dari sistem pengering ini adalah mengintegrasikan fungsi penyerap panas (kolektor surya)

(50)

dalam ruang pengering. Sistem pengering dengan menggunakan energi surya telah banyak diaplikasikan untuk mengeringkan berbagai produk pertanian. Dyah Wulandani (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kajian distribusi suhu, RH dan aliran udara pengering untuk optimasi disain pengering efek rumah kaca (ERK), menunjukkan bahwa dengan menggunakan pemodelan simulasi CFD dapat diketahui lokasi komponen-komponen utama dalam pengering ERK sehingga diperoleh desain pengering ERK yang optimum baik dari segi teknis maupun secara ekonomis sehingga diperoleh

output penelitian berupa desain pengering yang optimum yang dapat dimanfaatkan oleh para petani untuk proses pengeringan produk hasil pertanian.

Ekadewi A. Handoyo, dkk, meneliti tentang disain dan pengujian sistem pengering ikan bertenaga surya. Lamanya pengawetan ikan menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Sistem pengering yang dirancang untuk kapasitas 15kg mempunyai komponen: kolektor surya plat datar, ruang pengering dan fan untuk mengalirkan udara melalui semua komponen tersebut. Untuk mengeringkan 15 kg ikan dari kadar air 60%wb menjadi 25%wb diperlukan kolektor surya seluas 1,2 m x 19 m dengan udara pengering sebanyak 640 m3/jam dan tekanan statis fan = 120 Pa. Dari pengujian yang dilakukan pada model yang berkapasitas 250 gram, diperoleh bahwa pengeringan di musim hujan menghasilkan penurunan kadar air ikan dari 60%wb menjadi 38%wb setelah dikeringkan selama 6 jam. Temuan lain adalah bahwa temperatur plat kolektor plat datar pada musim hujan hanya mencapai 540C.

Emmy Darmawati, dkk, meneliti tentang kajian suhu dan aliran udara dalam kemasan berventilasi menggunakan teknik Computational Fluid Dynamic (CFD). Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD) dimanfaatkan untuk menggambarkan perubahan suhu dan aliran udara dalam kemasan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe ventilasi terhadap pola perubahan suhu dan aliran udara dalam kemasan menggunakan teknik CFD. Penelitian dilakukan untuk tiga tipe ventilasi yaitu oval, lingkaran dan campuran pada kondisi suhu kamar dan suhu cold storage (7-5 0C). Secara

Gambar

Tabel 2.2 regulasi BPOM-RI tentang batas maksimum cemara mikroba dan kimia dendeng sapi
Gambar 2.2 Solar room dryer. Sumber (Baker &amp; Christopher GJ, 1997)
Gambar 2.4  Hubungan parameter sudut matahari terhadap permukaan bidang 2.7 Dasar-Dasar Perpindahan Kalor
Gambar 4.4 Geometri alat pengering dengan menggunakan Gambit 4.3 Meshing goemetri alat pengering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk kedua adalah ijtihâd insya’i (ا داائتشاا دااهتجلاا), iaitu ijtihad konstruktif inovatif, dengan menetapkan hukum atas berbagai masalah baharu

jadi its as simple as that mereka itu, kayak mereka tu semua, kayak mereka mengakui mereka semua masih belajar, mana yang pas mana yang cocok, udah kita trial and error aja,

Berdasarkan hasil analisis data bivariat yang telah dilakukan menggunakan uji alternative, yaitu uji Fisher’s , karena terdapat sel yang nilai expected kurang dari

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Emisi gas buang dari 38 kapal dalam katagori 21-25 gross tonnage dan 5 kapal dalam

Berdasarkan analisis data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, penelitian ini menarik kesimpulan bahwa pada pengamatan tahun 2012 dan 2013 di perusahaan

Sedangkan makna terminologi – istilah yang digunakan dalam pembahasan fiqih Islam – adalah “mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah mencapai nishab

Keterampilan berbicara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang bertujuan untuk berkomunikasi dengan kawan bicara secara logis dan wajar dengan

Pondasi yang merupakan struktur bawah dari suatu konstruksi pun bisa mengalami masalah kelelahan struktur akibat menerima beban berulang yang ada, meskipun beban