BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Kolorimetri
Analisa kolorimetri ialah penentuan secara kuantitatif suatu zat berwarna dari kemampuannya untuk mengabsorpsi cahaya tampak. Pengertian lain tentang kolorimetri ialah cara penetapan jumlah zat dengan memperhatikan warnanya, atau lebih tepat memperhatikan intensitas (kekelaman) warna larutannya (Jamil, 2007).
Penentuan berdasarkan kolorimetri dilakukan dengan sederetan larutan, masing-masing diketahui dengan tepat konsentrasinya. Larutan yang dicari konsentrasinya dibandingkan dengan deretan standar. Konsentrasi yang dicari
adalah konsentrasi standar yang warnanya sama dengan larutan yang dianalisa.
Kemungkinan besar tidak satupun standar yang warnanya sama, tetapi intensitas warna larutan cuplikan terdapat diantara dua buah standar. Artinya konsentrasi larutan terdapat diantara konsentrasi kedua standar tersebut (Jamil, 2007).
Menurut Basset (1994), kolorimetri terbagi menjadi dua, yakni:
1. Kolorimetri visual 2. Kolorimetri fotolistrik.
Dalam kolorimetri visual, cahaya putih alamiah ataupun buatan umumnya digunakan sebagai sumber cahaya. Penetapannya biasa dilakukan dengan suatu instrumen sederhana yang disebut kolorimeter pembanding (comparator) warna, dan perbedaan intensitas warna dilihat dengan menggunakan mata, sementara itu dalam kolorimetri fotolistrik, sel fotolistrik digunakan untuk mengukur intensitas cahaya. Pada alat ini cahaya yang digunakan dibatasi dalam jangka panjang gelombang yang relatif sempit dengan melewatkan cahaya putih melalui filter-filter dalam bentuk lempengan berwarna yang terbuat dari kaca, gelatin dan sebagainya (Basset, 1994).
Keuntungan utama metode kolorimetri adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Batas atas metode kolorimetri pada umumnya adalah penetapan konstituen yang ada dalam kuantitas kurang dari 1 atau 2%. Kriteria untuk hasil analisis kolorimetri yang memuaskan:
1. Kespesifikan reaksi warna
Reaksi warna yang dipilih hendaklah merupakan reaksi yang spesifik (hanya menghasilkan warna untuk zat sehubungan saja).
2. Kestabilan warna
Reaksi warna yang dipilih hendaknya menghasilkan warna yang cukup stabil (periode warna maksimum cukup panjang) untuk memungkinkan pengambilan pembacaan yang tepat. Dalam ini pengaruh zat-zat lain dan kondisi eksperimen (temperatur, pH) haruslah diketahui.
3. Kejernihan larutan
Larutan harus bebas dari endapan karena kekeruhan akan menghamburkan maupun menyerap cahaya.
4. Kepekaan tinggi
Diperlukan reaksi warna yang sangat peka bila kuantitas zat yang akan ditetapkan sangat kecil (Basset, 1994).
BAB III
METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat Pengujian
Pengujian analisis perbandingan kadar mangan dengan cara kolorimetri pada air baku dan air reservoir dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Deli Tua yang beralamat di Jalan Pamah, Deli Tua Kab.
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah bola karet, beaker glass, Colorimeter DR/890, kuvet 25 ml dan pipet volume 10 ml.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah pillow ascorbic acid powder, alkaline cyanide reagent, PAN indicator solution 0,1%, air demin, sampel air baku dan sampel air reservoir.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Air Demineralisasi
- Dituang 10 ml sampel ke dalam kuvet 25 ml.
- Ditambahkan 1 pillow ascorbic acid powder ke dalam kuvet, ditutup dan diaduk sampai larut.
- Ditambahkan 12 tetes alkaline cyanide reagent solution ke dalam kuvet, diaduk sampai larut.
- Ditambahkan 12 tetes PAN indicator solution 0,1% ke dalam kuvet, diaduk sampai larut.
- Setelah 2 menit masa reaksi, dibersihkan kuvet dengan tissue.
- Ditekan “STORED PROGRAM” Pilih Program “43 Manganese, LR PAN”.
- Ditekan “TIMER OK”.
- Dimasukkan kuvet yang berisi air demineralisasi ke dalam kolorimeter DR/890.
- Ditekan “ZERO” layar akan menunjukkan hasil 0,000 mg/L Mn.
3.3.2 Air Baku
- Dituang 10 ml sampel ke dalam kuvet 25 ml.
- Ditambahkan 1 pillow ascorbic acid powder ke dalam kuvet, ditutup dan diaduk sampai larut.
- Ditambahkan 12 tetes alkaline cyanide reagent solution ke dalam kuvet, diaduk sampai larut.
- Ditambahkan 12 tetes PAN indicator solution 0,1% ke dalam kuvet, diaduk sampai larut.
- Setelah 2 menit masa reaksi, dibersihkan kuvet dengan tissue.
- Dimasukkan kuvet yang berisi air demineralisasi ke dalam kolorimeter DR/890.
- Ditekan “READ” layar akan menunjukkan hasil mg/L Mn.
3.3.3 Air Reservoir
- Dituang 10 ml sampel ke dalam kuvet 25 ml.
- Ditambahkan 1 pillow ascorbic acid powder ke dalam kuvet, ditutup dan diaduk sampai larut.
- Ditambahkan 12 tetes alkaline cyanide reagent solution ke dalam kuvet, diaduk sampai larut.
- Ditambahkan 12 tetes PAN indicator solution 0,1% ke dalam kuvet, diaduk sampai larut.
- Setelah 2 menit masa reaksi, dibersihkan kuvet dengan tissue.
- Dimasukkan kuvet yang berisi air demineralisasi ke dalam kolorimeter DR/890.
- Ditekan “READ” layar akan menunjukkan hasil mg/L Mn.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
Tabel perbandingan kadar Mangan (Mn) dalam Air Baku dan Air Reservoir Sungai Deli Tua ialah:
Tabel 4.1 Perbandingan kadar Mangan pada air baku dan air reservoir
Tanggal Jam
Turbidity (NTU) pH Mn (mg/L)
Baku Reservoir Baku Reservoir Baku Reservoir
04/05- 2016 09.00 112 0,88 7,1 6,9 0,345 0,018 mangan, begitu juga pada air reservoir semakin tinggi kekeruhan semakin tinggi
konsentrasinya pada air bersih telah ditetapkan pada Permenkes RI No. 416/
Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih.
Kekeruhan memiliki satuan Nephelometrik Turbidity Units (NTU) disebabkan karena adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.
Mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Keracunan seringkali bersifat kronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Gejala yang timbul berupa gejala susunan saraf insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka sehingga ekspresi muka menjadi beku dan muka tampak seperti topeng. Bila pemaparan berlanjut maka, bicaranya melambat dan monoton, terjadi hyperrefleksi, clonus pada patella dan tumit dan berjalan seperti penderita Parkinson. Keracunan Mn ini salah satu contoh, dimana kasus keracunan tidak menimbulkan gejala muntah berak, sebagaimana orang awam selalu memperkirakannya. Di dalam penyediaan air, seperti halnya Fe, Mn juga menimbulkan masalah warna, hanya warnanya ungu atau hitam (Slamet, 1994).
Menurut PERMENKES R.I No.492/MENKES/PER/IV/2010 kadar maksimum mangan pada air minum yang diperbolehkan adalah 0,4 mg/L, dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kadar mangan dalam air di PDAM IPA Deli Tua memenuhi persyaratan baku mutu yaitu berada di bawah 0,4 mg/L.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Perbandingan rata-rata kadar mangan pada air baku yaitu 0,153 mg/L dan
air reservoir yaitu 0,011 mg/L dimana kadar Mangan (Mn) pada air baku lebih tinggi dibandingkan dengan air reservoir.
Kadar Mangan (Mn) pada air reservoir memenuhi persyaratan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/MENKES/PER/IV/2010 dengan (kadar maksimum mangan dalam air minum = 0,4 mg/L) karena hasil yang diperoleh yaitu 0,011 mg/L berada pada rentang persyaratan yang ditetapkan.
5.2 Saran
Disarankan kepada penulis lain untuk pemeriksaan kadar mangan (Mn) pada air baku dan air reservoir dapat menggunakan metode lain, seperti:
Spektrofotometri dan Jartest agar lebih teliti dan mendapatkan hasil yang akurat dengan percobaan berulang pada sampel yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. Halaman 372, 512, 809.
Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 42.
Jamil, C.A.Z. (2007). Kimia Analisa Untuk Teknik Kimia. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Janelle, C. (2004). Review Article: Manganese Toxicity Upon Overexposure.
Indiana-USA: John Wiley & Sons, Ltd.
Kusnaedi. (2010). Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 9.
Nainggolan, H., dan Susilawati. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan: USU Press.
Halaman 56-57.
Sasongko, D. (1985). Teknik Sumber Daya Air Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Halaman 99-101, 104-109, 111-112.
Said, N.S. (2003). Metode Praktis Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air minum. Jakarta: Kelair-BPPT.
Sutrisno, C.T. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih Edisi Baru. Jakarta:
Rineka Cipta. Halaman 38.
Schroeder, E.D. (1985). Kualitas Air. USA America: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Halaman 2.
Sembel, D.T. (2015). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Halaman 133-135.
SNI 6774. (2008). Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi pengolahan Air.
Jakarta: BSN. Halaman 1.
Wardhana, W.A. (1995). Dampak Pencemaran Lingkungan Edisi Revisi.
Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 133-134.
Widyastuti, P., dan Apriningsih. (2011). Pedoman Mutu Air Minum. Jakarta:
Kedokterana EGC. Halaman 320, 587-589.
Lampiran 1. Gambar Sampel, Pereaksi, dan Alat
a. Sampel air reservoir b. Sampel air baku
c. Air demineralisasi d. Reagent alkaline cyanide
e. PAN indicator solution f. Pipet volume 10 ml
g. Serbuk ascorbic acid h. Kolorimetri DR/890
i. Turbidimeter 2100P j. Alat pengukur pH air
k. Indikator Bromtimol l. air demin, air reservoir, dan air baku
Lampiran 2. Permenkes RI 2010 Persyaratan Kualitas Air Minum