• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMBINASI PERLAKUAN

ADAR AI R ( % ) KOMBINASI PERLAKUAN

Berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional - DSN SNI 01-2715-19996/Rev.1992 tepung ikan yang dihasilkan kadar airnya dapat digolongkan pada kelas mutu I yaitu kadar air (%) maksimal 10. Penurunan kadar air karena proses pengeringan yang berlangsung selama pembuatan tepung ikan. Menurut Djazuli dan Budiyanto (1989), dengan kadar air yang rendah tepung ikan terhindar dari serangan serangga dan jamur. Adawyah (2008) juga menambahkan bahwa pada kadar air 40%, bakteri sudah tidak bisa aktif. Batas kadar air yang diperlukan kira-kira 30% setidaknya 40% agar perkembangan jasad-jasad pembusuk dapat terhenti/terhambat.

Bahan Kering

Kadar bahan kering tepung ikan dengan perlakuan perbedaan pengeringan berkisar antara 92,31% - 92,92% dapat dilihat pada lampiran 3. Sidik ragam menunjukkan bahwa faktor pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar bahan kering tepung ikan (lampiran 4).

Gambar 2. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Bahn Kering 92,31 92,49 92,89 92,68 92,77 92,92 92 92,1 92,2 92,3 92,4 92,5 92,6 92,7 92,8 92,9 93

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

KOMBINASI PERLAKUAN K ADAR B AH AN K E RI NG ( % )

Hal tersebut disebabkan oleh proses pengeringan menyebabkan terjadinya kehilangan kandungan air, sehingga meningkatkan persentase bahan kering bahan (Tegas, 2008).

Berdasarkan uji kontras ortoghonal dapat ditunjukkan bahwa antara pengeringan matahari dengan pengeringan oven memberikan pengaruh yang nyata dimana pengeringan dengan menggunakan oven memiliki bahan kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan dengan menggunkan oven (lampiran 6). Peningkatan bahan kering dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu dan kelembaban udara sekelilingnya. Pengeringan dengan matahari sangat lambat dan hasil pengeringan juga tidak merata selain itu pengeringan ini tergantung pada intensitas sinar matahari sehingga sewaktu-waktu dapt terhalang oleh hujan atau awan (Adawyah,2008). Hal ini yang menyebakan terjadinya penurunan bahan kering dengan pengeringan matahari. Sifat tepung ikan yang bersifat higroskopis (Sacharow dan Groffin (1970) dalam Karliyenna (1981), sehingga dapat menyerap uap air dari atau ke udara sekelilingnya. Winarno dan Fardiaz (1973) menambahkan bahwa pengeringan dengan sinar matahari memerlukan waktu yang lama karena suhu, kelembaban udara dan kecepatan aliran udara tidak dapat diatur, berbeda dengan proses pengeringan dengan alat pengering oven yang lebih terkontrol dan memberikan keseragaman suhu yang sama.

Penggunaan oven sebagai pengering dilakukan karena dapat mengeringkan produk dengan lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan secara konvensional yaitu pengeringan dengan panas matahari yang umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama dan lebih beresiko terjadi kontaminasi.

Lawrie (1998) Rendahnya kelembaban udara dalam oven menciptakan gradien tekanan uap, yang menyebabkan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan bahan sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat, peningkatan suhu akan menyebabkan kemampuan daya ikat air tepung ikan menurun.

Kadar Bahan Anorganik (Abu)

Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan bila dibakar kurang sempurna pada suhu 500-6000C selama beberapa waktu maka semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2 dan H2O dan gas lainnya menguap, sedang sisa yang tidak menguap itulah yang disebut abu (Kamal, 1994). Zat anorganik yang tidak terbakar terdiri dari minera seperti Ca, Mg, Na, P, K, Fe dan Mn (Winarno, 1989). Kadar mineral tepung ikan terlihat dari kadar abunya, maka kadar abunya akan mencerminkan kadar mineral yang terkandung (Sunarya, 1990). Kadar Bahan anorganik tepung ikan yang dihasilkan seperti terlihat pada (lampiran 7), dimana yang terendah terdapat pada tepung ikan dengan perlakuan imbangan ikan pora-pora 75% dengan LIPIN 25% melalui pengeringan oven (A3B2) yaitu 19,59% dan yang tertinggi pada perlakuan ikan pora-pora 25% dengan LIPIN 75% melalui pengeringan matahari (A1B1) yaitu 21,63%. Bahan baku sangat mempengaruhi kadar abu tepung ikan, bahan baku yang mengandung banyak tulang dapat menyebabkan tingginya kadar mineral tepung ikan karena sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-tulang ikan. Kadar mineral tepung ikan akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan yang berupa kepala dan tulang-tulang. Salah satu keuntungan dengan tingginya kadar abu adalah sebagai sumber kalsium dan fosfat

karena menurut Moeljanto (1992) menyatakan bahwa sebagian besar dari abu berupa kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk makanan ternak.

Kadar abu tepung ikan yang dihasilkan terlihat seperti pada (lampiran 7) yang berkisar antara 19,59 -21,63 %. Pengaruh pengeringan terhadap kadar abu yang terdapat pada tepung ikan dengan perlakuan imbangan ikan pora-pora dan LIPIN dengan pengeringan yang berbeda dari hasil sidik ragam memiliki hasil yang berbeda sangat nyata (lampiran 8). Kadar abu tepung ikan yang dihasilkan memenuhi syarat tepung ikan untuk pakan mutu II menurut SNI (1996) yaitu kadar abu maksimum 20%.

Gambar 3. Grafik Nilai Rata-rata Kadar abu

Berdasarkan uji kontras ortogonal (lampiran 9) diperoleh bahwa pengeringan dengan menggunakan matahari memilki tingkat bahan anorganik lebih tinggi hal ini disebabkan pengeringan yang berbeda mempengaruhi kadar air tepung ikan dari imbangan LIPIN dan ikan pora-pora, sehingga menghasilkan

21,64 20,67 19,64 21,14 20,61 19,59 18,5 19 19,5 20 20,5 21 21,5 22

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

K ADAR B AH AN ANO RG ANI K ( % ) KOMBINASI PERLAKUAN

bahan kering kering yang berbeda pula, salah satunya adalah kadar bahan anorganik (abu).

Kadar Lemak

Lemak adalah unsur yang penting dalam bahan pakan yang berfungsi sebagai sumber energi, selain berasal dari protein dan karbohidrat (Anggorodi, 1926). Namun untuk tepung ikan, kadar lemak yang rendah lebih diharapkan karena tepung ikan tersebut relatif lebih stabil, tidak mudah rusak dan tahan lama disimpan. Pada (lampiran 10) dapat diketahui bahwa kadar lemak tepung ikan yang dihasilkan berkisar antara 15,92-19,31 %, dimana tepung ikan yang memiliki lemak terendah terdapat pada perlakuan imbangan ikan pora-pora 25% dengan LIPIN 75% melalui pengeringan oven (A1B2) dan tertinggi pada perlakuan imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% melalui pengeringan oven (A3B2).

Gambar 4. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Lemak 16,09 17,08 19,01 15,92 17,28 19,31 0 5 10 15 20 25

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

K ADAR L E M AK ( % ) KOMBINASI PERLAKUAN

. Lemak pada tepung ikan tidak mempunyai nilai komersial, oleh karena itu tergantung pada kadar proteinnya. Selama penyimpanan lemak dalam tepung ikan akan teroksidasi, sehingga menjadi tengik, akibatnya warna lemak berubah menjadi gelap dan tidak merata (Moeljanto, 1992). Biasanya, kadar lemak dalam daging ikan akan menurun setelah mengalami perebusan atau pengepresan yang menyebabkan lemak dan cairan dalam daging ikan keluar. Pada proses pemanasan berlangsung terjadi hidrolisis kolagen pada dinding sel tubuh ikan akibatnya terputusnya ikatan antara asam lemak karena panas sedangkan proses pengepresan bertujuan mengeluarkan seluruh atau sebagian lemak dan cairan yang masih terdapat dalam bahan. Menurut Winarno (1992), semakin kuat ikatan antar molekul asam lemak, makin banyak panas yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan lemak.

Berdasarkan analisis ragam (lampiran 11) terlihat bahwa perlakuan imbangan ikan pora-pora dengan limbah pengolahan ikan nila memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap lemak. Kadar lemak tepung ikan yang dihasilkan masih terlalu tinggi dibandingkan dengan standar SNI 01-2715-1996 kadar lemak tepung ikan maksimal 12% tingginya kadar lemk tepung ikan yang dihasilkan bisa disebabkan suhu maupun waktu pemanasan. Menurut Tapotubun et al. (2008), suhu dan waktu pemanasan memberikan efek pada kadar lemak produk hal ini erat kaitannya dengan sifat lemak yang berbentuk padat pada suhu kamar. Selain itu jenis bahan baku berpengaruh juga dalam pengurangan minyak/lemak dalam bahan.

Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh dan pembangun. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai bobot unsur yang tinggi tersususn dari unsur-unsur C, H, O seperti halnya karbohidrat atau lemak akan tetapi ada tambahan unsur N, selain itu protein merupakan sumber asam amino (Kamal, 1994). Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada jenis yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2008).

Tingkat mutu tepung ikan sangat ditentukan dari hasil kadar protein yang dihasilkan disamping lemak dan airnya. Dari hasil sidik ragam kadar protein (lampiran 14) menunjukkan bahwa metode pengeringan yang berbeda mempengaruhi kadar protein tepung ikan (p>0,05). Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengeringan menyebabkan terjadinya pengurangan kadar air tepung ikan sehingga meningkatkan presentase kadar protein tepung ikan.

Hasil sidik ragam dalam imbangan ikan pora-pora dengan LIPIN menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar protein tepung ikan yang dihasilkan (lampiran 15). Kadar protein yang dihasilkan berkisar antara 40,54% – 52,46 % berdasarkan berat keringnya (lampiran 13). Perbedaan ini karena penggunaan persentase ikan pora-pora dengan limbah ikan nila dimana limbah pengolahan ikan nila lebih banyak mengandung tulang dibandingkan dengan sortiran ikan pora-pora. Menurut Selcuk et al. (2010), kadar protein ikan dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya.

Gambar 5. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Protein Kasar

Dari hasil uji kontras orthogonal (lampiran 15) tingkat kadar protein lebih tinggi pada pengeringan oven dibandingkan dengan pengeringan dengan matahari hal ini disebabkan adanya proses pengepresan dan pengeringan yang dapat menurunkan kadar air produk. Penurunan bahan karena perlakuan pengepresan dan pengeringan secara otomatis dapat meningkatkan persentase kadar protein produk akhir. Selain itu tingginya kadar protein pada pengeringan oven menurut Adiansyah (2004), disebabkan panas yang dicapai oleh bahan telah mencapai panas optimum yang mempercepat terjadinya pengurangan air. Penjemuran akan mempercepat terjadinya oxidative rancidity dan menyebabkan penurunan nilai protein.

Menurut standar mutu tepung ikan untuk pakan yang ditetapkan dalam SNI 01-2715-1996, maka kadar protein tepung ikan yang dihasilkan termasuk kedalam mutu tepung ikan III yaitu minimal 45% namun apabila diambil dari tiap perlakuan imbangan ikan, tepung ikan dengan persentasi ikan pora-pora 50%

40,59 47,41 52,42 40,54 47,39 52,46 0 10 20 30 40 50 60

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

K ADAR P RO T E IN ( % ) KOMBINASI PERLAKUAN

dengan LIPIN 50% termasuk kedalam tepung ikan mutu II yaitu minimal 55% sedangakan dengan imbangan ikan pora-pora 75% dengan LIPIN 25% termasuk pada mutu II minimal 55%. Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar proteinnya. Kadar protein yang tinggi mencapai (92 – 95% dari dari total kandungan protein) harus dapat dicernakan. Bahan mentah untuk pembuatan tepung ikan harus bagus, sebab bila agak busuk akan menghasilkan tepung ikan dengan persentase rendah (Moeljanto, 1992).

Kadar Serat Kasar

Serat kasar termasuk karbohidrat yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Salah satu komponen pembentuk selulosa adalah heksosa yang merupakan sumber energi, akan tetapi sulit dicerna dalam tubuh monogastrik sedangkan golongan hewan atau ternak ruminansia memilki kemampuan dalam mencerna selulosa dan hemiselulosa dengan enzimatik karena memilki jasad renik (Tillman, et al, 1989).

Serat terdiri dari polisakarida dengan berat molekul yang berbeda yang terjalin secara kompleks, sehingga menyulitkan penggolongannya, baik secara kimia maupun struktural (Muchtadi et al, 1993). Kadar serat kasar pada tepung ikan yang dihasilkan antara 0,33% -1,045% (lampiran 11).

Gambar 6. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Serat Kasar

Dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 12) persentasi ikan pora-pora dan LIPIN berbeda sangat nyata pada kadar serat kasar tepung ikan (p<0,05). Hal ini dipengaruhi oleh jenis dan persentase bahan baku yang digunakan. Perlakuan A3B2 menghasilkan serat kasar terrendah sebesar 0,33% dan yang tertinggi pada perlakuan A1B1 sebesar 1,045%. Menurut Scala 1975 dalam winarno 1995 serat kasar tidaklah identik dengan dietary fiber kira kira hanya seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar sebagai dietary fiber.

Berdasarkan standar mutu tepung ikan untuk pakan dari SNI 01-2715-1996, masing-masing perlakuan yang dihasilkan dengan kadar serat mutu I. Persyaratan mutu kadar serat kasar tepung ikan mutu I, yaitu maksimum 1,5 % (Tabel 2). Helpher, (1990) dalam Neni Astuti (2000) mengemukakan fungsi serat kasar dalam pakan akan merangsang gerak peristaltik pada usus, sehingga dengan semakin tingginya serat kasar dalam pakan kontak antara pakan dan dinding usus semakin singkat yang pada akhirnya akan menurunkan nilai kecernaan pada pakan tersebut. 1,04 0,64 0,35 1,04 0,63 0,32 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

KOMBINASI PERLAKUAN K ADAR S E RAT K AS AR (% )

Dokumen terkait