• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kualitas Imbangan Limbah Industri Ikan Nila dengan Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) Sebagai Pakan Ternak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Kualitas Imbangan Limbah Industri Ikan Nila dengan Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) Sebagai Pakan Ternak"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KUALITAS IMBANGAN LIMBAH INDUSTRI IKAN

NILA DENGAN IKAN PORA PORA (

Mystacoleucus padangensis

)

SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK

SKRIPSI

Oleh:

MAKBUL SIREGAR 090306062

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI KUALITAS IMBANGAN LIMBAH INDUSTRI IKAN

NILA DENGAN IKAN PORA PORA (

Mystacoleucus padangensis

)

SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK

SKRIPSI

Oleh:

MAKBUL SIREGAR 090306062/Peternakan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

MAKBUL SIREGAR, 2013. “Uji Kualitas Imbangan Limbah Industri Ikan Nila dengan Ikan Pora-pora (Mystacoleucus Padangensis) Sebagai Bahan Pakan Ternak”. Dibimbing oleh R. Edhy Mirwandhono dan Nurzainah Ginting.

Industri pengolahan ikan nila memiliki limbah yang kurang dimanfaatkan dengan baik begitu juga dengan sortiran ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis). Pembuatan tepung ikan dari kedua limbah tersebut merupakan alternatif dalam meningkatkan pemanfaatan limbah. Tepung ikan merupakan salah satu produk perikanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ikan dan hewan ternak. Selain bahan baku, faktor pengeringan juga mempengaruhi kualitas tepung ikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas tepung ikan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei 2013 – Juli 2013. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial (RAL Faktorial) menggunakan 2 faktor dan 4 ulangan dan diuji dengan pembanding linear Kontras Ortoghonal. Perlakuan terdiri dari A1B1 (imbangan pora-pora 25% dan LIPIN 75% kering matahari), A2B1 (imbangan ikan pora-pora 50% dan LIPIN 50% kering matahari), A3B1 (imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% kering matahari), A1B2 (Imbangan ikan pora-pora 25% dan LIPIN 75% kering oven) A2B2 (imbangan ikan pora-pora 50% dan LIPIN 50% kering oven), A3B2 (imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% kering oven). Mutu tepung ikan dari imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% kering oven lebih baik dibandingkan dengan pengeringan matahari yaitu kadar air 7% , kadar bahan kering 92,9%, kadar bahan anorganik (abu) 19,5%, kadar lemak 19,3%, kadar protein 52,46% dan kadar serat kasar 0,3%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan imbangan bahan baku dan jenis pengeringan mempengaruhi produk akhir tepung ikan. Imbangan ikan Pora-pora 75% dengan limbah pengolahan ikan nila 25% melalui pengeringan oven memberikan hasil yang lebih baik dari komposisi proksimat.

(4)

ABSTRACT

MAKBUL SIREGAR, 2013. "Quality Test of Industrial Waste Fish Tilapia with Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) for Livestock Feed ". Supervised by R. Edhy Mirwandhono and Nurzainah Ginting.

Tilapia fish processing industry has an underutilized waste, in addition there is also pora-pora fish which can be use for livestock feed. Manufacture of fish meal from both the waste is an alternative to increasing the utilization of waste . Fish meal is required to meet the needs of fish feed industry and livestock. In addition to raw materials, drying factors also affect the quality of fish meal .

The study aimed to determine the effect of drying methods on the quality of fish meal and was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition and Feed Livestock Studies Program in the University of North Sumatra from May 2013 until July 2013 . As design in this study, Factorial Completely Randomized Design ( CRD Factorial ) was used 2 factors and 4 replicates. Linear Contrasts Ortoghonal used for comparison. Treatments was consisted of A1B1 ( balance pora - pora fish 25 % and LIPIN 75% dry sun ) , A2B1 ( Balance pora - pora fish 50 % and LIPIN 50 % sun dried ) , A3B1 ( Balance pora - pora fish 75 % and LIPIN 25 % dry sun ) , A1B2 ( Balance pora – pora fish 25 % and LIPIN 75 % dry oven ) A2B2 ( Balance pora - pora fish 50 % and LIPIN 50 % dry oven ), A3B2 ( Balance pora - pora fish 75 % and LIPIN 25 % dry oven ) . The fish meal quality from combination of pora – pora fish 75 % and LIPIN 25 % dry oven better than sun drying where moisture content was 7 % , dry matter content 92.9 %, inorganic material (ash) 19.5 %, fat 19.3 %, protein 52.46 % and crude fiber 0,3 % .

The results showed that raw materials balance and drying types affect the quality of fish meal. 75 % pora-poar balance with 25% tilapia processing wastes through a drying oven gives better results than the proximate composition.

(5)

Judul : Uji Kualitas Imbangan Limbah Industri Ikan Nila dengan Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) Sebagai Pakan Ternak

Nama : Makbul Siregar

NIM : 090306062

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. R. Edhy Mirwandhono M.Si Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kualitas Limbah Industri Ikan Nila dengan Ikan Pora-Pora (Mystacoleucu Padangensis) Sebagai Pakan Ternak”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis Ayahanda MHD. Nasir Siregar dan Ibunda Nurliani Pane yang telah mendidik penulis selama ini. Serta Abang, Kakak dan adik saya yang memberikan dukungan dan semangat selama mengikuti masa studi. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono. M.Si dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.

(7)

DAFTAR ISI

... Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Di Danau Toba ... 5

Potensi Ikan Pora-pora ... 6

Ikan Nila ... 8

Potensi Limbah Pengolahan Ikan Nila. ... 9

Tepung Ikan. ... 11

Teknologi Pengolahan Tepung Ikan ... ... 13

Pengeringan... ... 15

Metode Pengeringan... 16

Mutu Tepung Ikan ... ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

(8)

Bahan ... 20

Alat ... ... 20

Metode Penelitian... 21

Parameter Penelitian... 24

Analisis Proksimat... ... 24

Analisis Kadar Air... ... 24

Analisis Kadar Abu... ... 24

Analisis Kadar Protein... ... 25

Analisis Kadar Lemak... 26

Analisis Kadar Serat Kasar... ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pengeringan ... 28

Kadar Air ... 29

Kadar Bahan Kering ... 30

Kadar Bahan Anorganik (Abu) ... 32

Kadar Lemak ... 34

Kadar Protein ... 36

Kadar Serat Kasar ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

(10)

DAFTAR GAMBAR

No

. Hal.

1. Persyaratan Mutu Tepung Ikan ... 23

2. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Air ... 29

3. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Bahan Kering ... 30

4. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Bahan Anorganik (Abu) ... 33

5. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Lemak ... 34

6. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Protein ... 37

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No . Hal.

1. Data dan Rata-Rata Kadar Air (%) Tepung Ikan... 46 2. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Air

Tepung Ikan ... 46 3. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Air Tepung Ikan ... 46

4. Data dan Rata-Rata Kadar Bahan Kering (%) Tepung Ikan... 47 5. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Bahan

Kering Tepung Ikan ... 47 6. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Bahan Kering Tepung

Ikan ... 47

7. Data dan Rata-Rata Kadar Bahan Anorganik (abu) (%) Tepung Ikan ... 48 8. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Anorganik

(abu) Tepung Ikan... 48 9. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Anorganik (abu) Tepung Ikan 48

10. Data dan Rata-Rata Kadar Lemak (%) Tepung Ikan ... 49 11. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar

Lemak Tepung Ikan ... 49 12. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Lemak ... 49

13. Data dan Rata-Rata Kadar Protein (%) Tepung Ikan ... 50 14. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar

Protein Tepung Ikan ... 50 15. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Protein ... 50

(12)

17. Data dan Rata-Rata Kadar Serat Kasar (%) Tepung Ikan ... 51 18. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Serat

(13)

ABSTRAK

MAKBUL SIREGAR, 2013. “Uji Kualitas Imbangan Limbah Industri Ikan Nila dengan Ikan Pora-pora (Mystacoleucus Padangensis) Sebagai Bahan Pakan Ternak”. Dibimbing oleh R. Edhy Mirwandhono dan Nurzainah Ginting.

Industri pengolahan ikan nila memiliki limbah yang kurang dimanfaatkan dengan baik begitu juga dengan sortiran ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis). Pembuatan tepung ikan dari kedua limbah tersebut merupakan alternatif dalam meningkatkan pemanfaatan limbah. Tepung ikan merupakan salah satu produk perikanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ikan dan hewan ternak. Selain bahan baku, faktor pengeringan juga mempengaruhi kualitas tepung ikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas tepung ikan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei 2013 – Juli 2013. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial (RAL Faktorial) menggunakan 2 faktor dan 4 ulangan dan diuji dengan pembanding linear Kontras Ortoghonal. Perlakuan terdiri dari A1B1 (imbangan pora-pora 25% dan LIPIN 75% kering matahari), A2B1 (imbangan ikan pora-pora 50% dan LIPIN 50% kering matahari), A3B1 (imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% kering matahari), A1B2 (Imbangan ikan pora-pora 25% dan LIPIN 75% kering oven) A2B2 (imbangan ikan pora-pora 50% dan LIPIN 50% kering oven), A3B2 (imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% kering oven). Mutu tepung ikan dari imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% kering oven lebih baik dibandingkan dengan pengeringan matahari yaitu kadar air 7% , kadar bahan kering 92,9%, kadar bahan anorganik (abu) 19,5%, kadar lemak 19,3%, kadar protein 52,46% dan kadar serat kasar 0,3%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan imbangan bahan baku dan jenis pengeringan mempengaruhi produk akhir tepung ikan. Imbangan ikan Pora-pora 75% dengan limbah pengolahan ikan nila 25% melalui pengeringan oven memberikan hasil yang lebih baik dari komposisi proksimat.

(14)

ABSTRACT

MAKBUL SIREGAR, 2013. "Quality Test of Industrial Waste Fish Tilapia with Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) for Livestock Feed ". Supervised by R. Edhy Mirwandhono and Nurzainah Ginting.

Tilapia fish processing industry has an underutilized waste, in addition there is also pora-pora fish which can be use for livestock feed. Manufacture of fish meal from both the waste is an alternative to increasing the utilization of waste . Fish meal is required to meet the needs of fish feed industry and livestock. In addition to raw materials, drying factors also affect the quality of fish meal .

The study aimed to determine the effect of drying methods on the quality of fish meal and was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition and Feed Livestock Studies Program in the University of North Sumatra from May 2013 until July 2013 . As design in this study, Factorial Completely Randomized Design ( CRD Factorial ) was used 2 factors and 4 replicates. Linear Contrasts Ortoghonal used for comparison. Treatments was consisted of A1B1 ( balance pora - pora fish 25 % and LIPIN 75% dry sun ) , A2B1 ( Balance pora - pora fish 50 % and LIPIN 50 % sun dried ) , A3B1 ( Balance pora - pora fish 75 % and LIPIN 25 % dry sun ) , A1B2 ( Balance pora – pora fish 25 % and LIPIN 75 % dry oven ) A2B2 ( Balance pora - pora fish 50 % and LIPIN 50 % dry oven ), A3B2 ( Balance pora - pora fish 75 % and LIPIN 25 % dry oven ) . The fish meal quality from combination of pora – pora fish 75 % and LIPIN 25 % dry oven better than sun drying where moisture content was 7 % , dry matter content 92.9 %, inorganic material (ash) 19.5 %, fat 19.3 %, protein 52.46 % and crude fiber 0,3 % .

The results showed that raw materials balance and drying types affect the quality of fish meal. 75 % pora-poar balance with 25% tilapia processing wastes through a drying oven gives better results than the proximate composition.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim yang merupakan sumber ikan, produksi ikan pada musim-musim tertentu berlimpah sehingga meningkatnya hasil tangkapan dan sebagian besar sisa hasil pengolahan ikan belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Meningkatnya tangkapan nelayan traditional disatu sisi menguntungkan disisi lain berlimpahnya hasil tangkapan ini akan merugikan karena tidak jarang hasil tangkapan menjadi material yang terbuang.

Di kabupaten Samosir diperkirakan 80-100 ton perhari ikan Nila (Oreochromis niloticus) dalam bentuk fillet dari kawasan Danau Toba diekspor keberbagai negara di Eropa dan Amerika. Dalam pengolahan ikan tersebut menghasilkan 40 ton limbah berupa kepala ikan (Dadang, et all, 2007). Limbah hasil perikanan adalah limbah yang terbuang tercecer dan sisa olahan yang pada suatu saat dan tempat tertentu belum dapat dimanfaatkan secara ekonomi (Causin, 1980), sehingga perlu adanya usaha untuk mengolah limbah hasil perikanan tersebut agar dapat dimanfaatkan secara maksimal.

(16)

pengepakan untuk didistribusikan. Sortiran ikan pora-pora biasanya dimanfaatkan masyarakat sebagai imbuhan pakan ternak babi.

Permasalahan yang sering dihadapi oleh para nelayan terhadap sumber daya perikanan adalah sifatnya yang musiman dan sifat ikan yang cepat mengalami kemunduran mutu. Meskipun telah disarankan bahwa hasil tangkapan hendaknya digunakan langsung untuk konsumsi manusia tetapi pada saat tertentu hal ini tidak dapat dilaksanakan. Pada puncak musim ikan, jumlah tangkapan meningkat sedemikian rupa, sehingga usaha pengolahan untuk makanan manusia tidak bisa menyerap semuanya (terjadi surplus). Salah satu pemanfaatan surplus ini dengan memanfaatkannya menjadi tepung ikan.

Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna, kaya akan asam amino esensial terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan kaya akan vitamin B, mineral dan kandungan lemak yang cukup juga merupakan sumbangan dalam memenuhi kebutuhan ternak akan energi (metabolis) dan vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A dan D. Dalam tepung ikan terdapat pula Unidentified Growth Factor (UGF) (Karliyenna, 1981).

(17)

Pengeringan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dari tepung ikan yang dihasilkan. Pengeringan yang kurang sempurna menyebabkan tingginya kadar air sehingga berakibat pada pertumbuhan jamur atau mikroorganisme lainnya. Sebaliknya bila temperatur terlalu tinggi akan menyebabkan warna kecoklatan pada tepung ikan sehingga menurunkan nilai nutrisi tepung ikan. Menurut Anggorodi et al, (1989) semua protein dapat mengalami denaturasi. Banyak zat yang menyebabkan denaturasi protein selain panas yakni asam kuat, basa kuat, alkohol, aseton, urea, garam-garam logam berat.

Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan melakukan penelitian terhadap efek cara pengeringan terhadap kualitas tepung ikan dari limbah Industri pengolahan ikan Nila dan ikan Pora-pora.

Tujuan Penelitian

Untuk menghasilkan tepung ikan lokal yang berkualitas dan mengetahui efek cara pengeringan terhadap komposisi proksimat tepung ikan dari imbangan ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila untuk dijadikan pakan ternak.

Kegunaan Penelitian

(18)

penelitian ini juga sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Di Danau Toba

Danau toba adalah perairan yang banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan dan juga sumber air minum bagi masyarakat kawasan Danau Toba. Secara geografis Danau Toba terletak di antara 980 - 990 Bujur Timur dan 20- 30 Lintang Utara dan terletak pada ketinggian 995 meter (Dinas Perikanan, 1993). Luas permukaan danau ini lebih kurang 1.100 km persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 kilometer kubik, merupakan danau paling luas di Indonesia (Barus, 2007).

Komunitas ikan di perairan Danau Toba terdiri dari 14 jenis, yang sebagian besar merupakan jenis ekonomis penting. Ikan Batak (Neolissochilus sp) merupakan merupakan salah satu jenis ikan asli Danau Toba yang populasinya mulai langka (kurang dari 5%). Menurut masyarakat setempat, menurunnya populasi ikan Batak disebabkan oleh adanya introduksi ikan Mas dan Mujair. Di samping itu perkembang biakan ikan Batak yang relatif lambat juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan langkanya ikan Batak (Kartamiharja, 1987).

Jenis ikan yang hidup di perairan Danau Toba selain ikan batak (Neolissochilus sp) juga terdapat ikan hasil introduksi antara lain: ikan Mas (Cyprinus caprio), Mujair (Tilapia mossambica), Nila (Oreochromis sp), Pora-pora (Mystacoleucus padangensis), Nilem/Paetan (Osteochillus sp), Gabus/Haruting (Ophaiocephallus), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Sepat (trichogaster sp) dan ikan Buncit (Rasbora sp), (Bapedalda-SU & LP-ITB, 2001).

(20)

sekitar pesisir Danau Toba tersebut seringkali mengalami over produksi sehingga harga menjadi sangat rendah tidak sesuai dengan usaha nelayan tradisional untuk usaha penangkapan. Hal ini menimbulkan kerugian yang besar bagi nelayan tradisional dengan sumber pendapatan yang menurun karena harga rendah.

Potensi Ikan Pora-pora dan Limbah Pengolahan Ikan Nila

Potensi Ikan Pora-Pora

Ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) adalah salah satu ikan air tawar yang hidup diperairan Danau Toba. Ikan ini ditabur oleh mantan presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri pada 6 Juni 2004 di Parapat. Ikan ini berasal dari Danau Singkarak, Sumatera Barat. Klasifikasi ikan Pora-pora secra zoologis adalah sebagai berikut (Kartamihardja dan Sarnita, 2008) : Kingdom : Animalia, Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili :

Cyprinidae, Sub Famili : Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Species :

Mystacoleucus padangensis.

Ciri-cirinya berwarna hitam, bersisik putih dan halus, panjang total 7,5 cm, panjang kepala 1,4 cm, panjang badan 5,4 cm, panjang ekor 1,5 cm, tinggi badan 1,2 cm, perut membundar, sirip punggung berjari - jari keras bertulang dan terletak dimuka atau bertepatan dengan sisi perut. Sirip punggung dengan 7 jari lemah bercabang (Siagian, 2009).

(21)

mendukung bagi perkembangan ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) di Danau Toba. Dominasi ikan pora-pora juga disebabkan ikan ini cepat beranak pinak dalam jumlah yang banyak sekali bereproduksi, sehingga mengalahkan ikan-ikan lainnya.

Menurut Kartamihardja, E.S. (2009), ada beberapa alasan mengapa ikan pora-pora/bilih hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena: 1. Di danau toba tersedia makanan ikan pora-pora yang berupa plankton, detritus dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain, 2. Ikan pora-pora termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthic) maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagis). 3. Ikan pora-pora tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain di Danau Toba seperti ikan mujair, mas, Nila dan lainnya. 4. Tempat hidup ikan pora-pora 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak. 5. Tempat pemijahan ikan pora-pora yang berupa sungai yang masuk ke Danau Toba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau Singkarak (6 sungai).

(22)

Potensi Limbah Pengolahan Ikan Nila

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik.

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Bibit ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Klasifikasi ikan nila (Trewavas 1982 diacu dalam Suyanto 1994) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata, Sub-filum : Vertebrata, Kelas : Osteichtyes, Sub-kelas : Acanthopterigii, Ordo : Perchomorphi, Famili : Cichlidae, Genus : Oreochromis,

Spesies : Oreochromis niloticus.

(23)

Ikan-ikan yang terbuang (trash fish) maupun limbah industri pengolahan hasil perikanan (fish waste) dapat diolah menjadi sumber protein yang benilai ekonomis. Se1ain sebagai sumber protein dengan asam amino yang baik, limbah ikan juga merupakan sumber mineral dan vitamin. Tetapi perlu diketahui bahwa kandungan gizi limbah ikan ini berbeda, sesuai dengan jenis ikan yang diolah di industri perikanan, setelah proses pengolahan (produksi).

Permintaan akan daging fillet Nila sangat tinggi. Tercatat ekspor fillet ikan Nila dalam bentuk beku Indonesia di pasar Amerika Serikat menduduki peringkat ke dua setelah Cina. Tahun 2004 ekspor fillet Nila mencapai 4.250 ton atau meningkat sebanyak 18,6 % dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3.583 ton . Disamping permintaan yang cenderung meningkat, budidaya ikan Nila di Indonesia juga dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2006 jumlah jumlah produksi perikanan budidaya Nila sebesar 169.390 ton, sedangkan pada tahun 2007 jumlah produksinya sebesar 195.000 ton meningkat sebesar 15,12 %. Menurut perkiraan DKP sementara, pada tahun 2008 jumlah produksi ikan Nila mencapai 233.000 ton dan pada tahun 2009 akan mencapai 337.000 ton (Ferinaldy, 2008).

(24)

bulan. Selain daging, Aquafarm juga mengekspor kulit, sisik, dan dada. Kulit Nila dikirim ke Prancis dan Italia. Dua tahun silam sudah diekspor sebanyak 560 ton. Di sana, kulit dimanfaatkan sebagai bahan gelatin bermutu tinggi. Demikian juga dengan sisik. Setelah dibersihkan dan dikeringkan, diekspor ke Korea Selatan untuk bahan kosmetika (Dadang et al. 2007). Menurut Sianturi (2012) Aquafarm menyumbangkan 35.000 ton per tahunnya Tingginya jumlah ikan Nila yang diekspor akan menyebabkan limbah tulang yang dihasilkan juga tinggi.

Pengolahan ikan-ikan yang terbuang dan limbah industri pengolahan hasil perikanan menjadi tepung ikan merupakan salah satu solusi mengurangi impor tepung ikan, karena menurut Badan Pusat statistik kenaikan rata-rata impor tepung ikan tahun 2007-2001 sekitar 4,47 dan pada tahun 2010-2011 sekitar 15,25.

Tabel 1. Volume Tepung Ikan impor (Kg) dari tahun 2007-2011

Tahun Volume Impor

Tepung Ikan (Kg)

2007 5 5,684,977

2008 6 8,274,003

2009 6 5,600,631

2010 5 5,067,819

2011 6 3,464,686

Sumber: BPS, 2012

Tepung ikan

(25)

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2000) menyatakan bahwa Indonesia mempunyai banyak sumber ikan murah, produksi ikan pada musim-musim tertentu berlimpah dan sebagian besar sisa hasil pengolahan ikan belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Tepung ikan untuk unggas bukan berarti ikan utuh dikeringkan lalu digiling. Sebagaimana dikemukakan bahwa bagian yang utama untuk konsumsi manusia dan untuk ternak diambil sisa pengolahan industri makanan untuk manusia. Oleh karena itu tepung ikan ini berasal dari berbagai ragam jenis varietas ikan sehingga beragam pula kandungan nutrisinya. Tetapi secara umum tepung ikan berkualitas baik mengandung protein kasar antara 70% dan merupakan sumber lysine dan methionine yang baik dan asam amino yang selalu kurang dari bahan-bahan makanan ternak asal nabati. Kandungan protein tepung ikan lokal 50% hingga 58% dan cukup baik untuk unggas (Rasyaf, 1990).

Tepung ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut ikan dan lain-lain). Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering (Ilyas, 1982).

(26)

sebagai sumber protein terbaik, mengingat kandungan asam amino esensialnya sangat menunjang. Namun harga persatuan beratnya relatif mahal.

Berdasarkan sumbernya, ikan yang diolah menjadi tepung ikan dapat dibedakan atas 3 macam yaitu : (1) ikan yang memang khusus ditangkap untuk dijadikan tepung ikan, (2) hasil tangkapan sampingan dan (3) limbah dari industri pengalengan, pembekuan dan lain-lain (Clusac dan Ward, 1996).

Estimasi kebutuhan tepung ikan untuk pakan ikan/udang sebesar 25% dari kebutuhan tepung ikan unggas. Dari estimasi tersebut maka kebutuhan tepung ikan pertahun untuk pakan ikan/udang diperkirakan 8000 ton dan total kebutuhan tepung ikan di Indonesia sebesar + 283.000 ton per tahun. Dari kebutuhan tepung ikan yang sangat besar tersebut ternyata 5-10 % baru dapat disuplai dari hasil produksi di Indonesia dan sisanya masih impor dan Amerika Latin, Eropa dan negara Asia termasuk Thailand (Budhi, 2002).

(27)

Teknologi Pengolahan Tepung Ikan

Pengolahan tepung ikan dapat dilakukan dengan metode konvensional maupun metode sederhana (skala kecil). Pengolahan tepung ikan secara konvensional dilakukan secara mekanis dan tahap-tahap pengolahannya merupakan suatu rangkaian yang kontinu. Bahan mentah masuk kedalam unit pengolahan dan keluar sudah menjadi produk akhir (tepung ikan). Sistem pengolahan secara konvensional sudah banyak diterapkan oleh pabrik-pabrik tepung ikan. Tahap-tahap pengolahan tepung ikan secara konvensional berturut-turut pencincangan, penggilingan (milling), pengemasan dan penyimpanan (Indriyati et all,1990). Pengolahan tepung ikan secara sederhana hampir sama dengan pengolahan secara konvensional namun dengan peralatan yang lebih sederhana. Secara garis besar ada dua metode pengolahan tepung ikan skala kecil yaitu pengolahan dengan cara mekanis dan non mekanis. Pengoalahan dengan cara non mekanis ini sangat sederhana, baik cara maupun peralatan yang digunakan. Tahap pengolahannya adalah perebusan, pengepresan penghancuran dan pengeringan, penggilingan (Ilyas et all, 1985). Pengolahan secara mekanis yaitu sebagian peralatan digerakkan secara mekanis, namun tetap tidak menggunakan steam boiler dan sentrifuge . Ada dua tipe instalasi yang dapat digunakan dan pilihannya dapat disesuaikan dengan kadar lemak ikan yang akan diolah yaitu pengeringan langsung dan pengeringan tidak langsung. Prinsip dasar pengolahan tepung ikan yaitu pemasakan, pemisahan air dan minyak, pengeringan dan penggilingan.

(28)

menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi. Akibatnya pemisahan minyak dari cairan juga sukar (Moeljanto, 1982).

Tujuan pemasakan agar terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah dipress keluar. Selain itu pemasakan dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).

Selama proses pengolahan, bahan makanan terpengaruh dalam banyak hal, termasuk perubahan protein, lemak, karbohidrat yang dapat menyebabkan perubahan baik positif maupun negatif terhadap kualitas dan status gizi (Dagerskoy, 1977). Menurut Windsor dan Barlow (1981) suhu pemasakan tepung ikan biasanya sekitar 95-1000C dengan waktu pemasakan sekitar 20 menit atau dapat dilakukan selama 15-30 menit pada suhu 97 0C. Sedangkan menurut Djazuli et all (1998) menyatakan bahwa pengolahan tepung ikan dengan pengukusan selama 30 menit menghasilkan tepung ikan 8,1% air, 55,3% Protein, 8% lemak dan 17,1% abu. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk mengukus tergantung jenis ikan. Untuk ikan berkulit tipis seperti lemuru, layang dan tembang membutuhkan waktu antara 30-45 menit, sedangkan ikan berkulit tebal seperti beloso dan kurisi membutuhkan waktu 45-60 menit.

(29)

menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. Warna dan bau akan cepat berubah sehingga mutu tepung ikan cepat turun.

Bahan padatan yang didapat kemudian dikeringkan. Pada indutri tepung ikan skala besar pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan langsung dilakukan dengan cara preess cake kedalam ruangan yang dialiri udara panas 5000C. Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak langsung dengan memanaskan bahan yang dipress (pada conveyor) dalam silinder yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6-9% sedangkan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.

Bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya ethoxyginin anatar 200-1000 mg/kg tepung ikan.

Pengeringan

(30)

penguapan harus tersedia. Terdapat dua faktor pengendali proses yang penting ikut serta dalam unit operasi pengeringan, yaitu: 1. Transfer panas untuk menyediakan kebutuhan panas latent penguapan. 2. Aliran air atau gerakan air dan uap air melalui bahan pangan yang kemudian mengalir melalui bahan pangan yang kemudian keluar mengakibatkan pemisahan air dari bahan pangan. (Earle,1983)

Perubahan mutu bahan pangan selama pengeringan dapat secra fisik, kimia maupun gizinya. Menurut Okos et al., (1992) perubahan kimia meliputi reaksi browning, oksidasi lipid, penurunan warna. Perubahn fisik meliputi rehidrasi, shrinkage (penyusutan berat volume bahan), penurunan solubilitas, perubahan tekstur, penurunan atau kehilangan aroma. Perubahan nilai gizi meliputi kehilangan vitamin, penurunan protein dan ketahanan mikroba.

Nilai biologis suatu bahan pangan kering tergantung pada metode pengeringan. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu tingggi dapat mengakibatkan protein menjadi kurang berguna. Perlakuan suhu rendah terhadap protein dapat menaikan daya cerna protein dibandingkan bahan aslinya (Desrosier, 1988).

Metode Pengeringan

Pengeringan matahari

(31)

6-8 KW-jam/m2/hari untuk daerah sekitar khatulistiwa. Sekitar 30% radiasi yang mencapai atmosfir dipantulkan kembali keangkasa, 47% diserap menjadi panas oleh atmosfir, tanah dan air tetapi sebagian besar energi yang diserap ini dipantulkan lagi keatmosfir (Stout, 1979). Dari jumlah energi yang tersedia diperkirakan bahwa potensi yang jatuh di wilayah Indonesia besarnya 0,5 x 106 kJ/m2 x 1,9 x 1012 m2 = 0,9 x 10 18 kJ/ tahun (Kamaruddin, 1991).

Pengeringan dengan cara menjemur dibawah sinar matahari mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengeringan buatan karena penjemuran mudah dilakukan dan murah serta sinar matahari mampu menembus kedalam sel secara merata (Taib et al., 1988). Penjemuran adalah penurunan kadar air suatu bahan untuk memperoleh tingkat kadar air yang seimbang dengan kelembaban nisbi atmosfer.

Pengeringan Rak

(32)

Mutu tepung ikan

Mutu tepung ikan meliputi kandungan kimia, mikrobiologi dan organoleptik. Standar Nasional Indonesia membagi tepung ikan menjadi 3 tingkatan mutu dan standar ini merupakan acuan industri pakan untuk menetukan harga.

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan Mutu Tepung Ikan

Komposisi Mutu I Mutu II Mutu III

Salmonella (pada 25 gr sampel)

Negatif Negatif Negatif

Organoleptik:

Nilai minimum 7 6 6

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 1996

(33)

Penelitian yang dilakukan Saleh (1990) menunjukan bahwa tepung ikan yang diolah dari ikan segar mempunyai kandungan asam amino threonin, asam glutamat, glisin, histidin, lisin, valin, methionin dan arginin yang lebih tinggi daripada yang diolah dari ikan yang kurang segar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tepung ikan dengan pengepresan memberikan warna yang lebih baik dan berkadar lemak rendah serta berdaya awet kurang lebih 2 bulan sedangkan ikan tanpa pengepresan daya awetnya hanya dua minggu.

Tepung ikan akan lebih baik mutunya bila bahan mentah yang dipakai terdiri dari ikan yang tidak berlemak (lean fish). Jika bahan mentah berasal dari ikan yang berlemak, tepung yang dihasilkan akan banyak mengandung lemak (Ilyas, 2003). Kebanyakan tepung ikan mengandung kadar air 18%, lemak 5-10% dan protein sebesar 60-65%.

(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei 2013 sampai bulan Juni 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah (sortiran) ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan Nila (LIPIN) sebagai objek penelitian. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis yaitu: Pelarut organik (Hexana), H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, Ethanol, Diethyl Esther, Aquadest, H2O2,

Penolphtalein, Asam Borax (H3BO3) 3%, Indicator mix, HCl 0,01 N, Selenium.

Alat

Alat yang digunakan dalam pengolahan tepung ikan yaitu: Oven sebagai alat pengering, panci presto sebagai alat perebus ikan, alat pres untuk mengepres, tampian sebagai tempat menjemur ikan, grinder sebagai alat untuk menggiling ikan dan saringan untuk menyaring tepung ikan. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu: Oven 1050C, Desikator, timbangan elektrik, cawan porselen, tanur, alat ekstraksi soxhlet, boiling, tabung soxhlet, vacum pump, corong pengisap, beaker Glass, tang penjepit, alat ekstraksi Kjehdahl, alat titrasi, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes.

(35)

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yaitu: faktor imbangan ikan (faktor A) dan faktor pengeringan (faktor B).

Faktor A terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu: A1 : Ikan pora-pora 25% : LIPIN 75% A2 : Ikan pora-pora 50% : LIPIN 50% A3 : Ikan pora-pora 75% : LIPIN 25% Faktor B terdiri atas 2 taraf perlakuan yaitu:

B1 : Pengeringan dengan Matahari selama 8 jam B2 : Pengeringan dengan Oven 40 0C selama 8 jam

Masing-masing taraf dilakukan dengan 4 ulangan Model mate-matika rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + εijk

Keterangan:

i = 1, 2, 3,...i = perlakuan

j = 1, 2, 3,...i = ulangan

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j

µ = Nilai tengah umum

αj =Faktorpengaruh imbangan ke-i (i = 1, 2, 3)

ßj =Faktor pengaruh pengeringan ke-j (j = 1,2)

(36)

Analisis Data

Untuk mengetahui perlakuan terhadap peubah yang diamati data yang diperoleh dianalisis dengan pembandingan linear ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi perlakuan yang terbaik. Dari 6 perlakuan dapat disusun 5 pembanding linear ortogonal kontras sebagai berikut:

Pembandingan

Koefisien Ortogonal Kontras (C i) ∑ (C i)2

i = 1 P1 P2 P3 P4 P5 P6

P1,P2,P3 VS P4,P5,P6 1 1 1 -1 -1 -1 6

P1 VS P2, P3 2 -1 -1 0 0 0 6

P2 VS P3 0 1 -1 0 0 0 2

P4 VS P5,P6 0 0 0 2 -1 -1 6

P5 VS P6 0 0 0 0 1 -1 2

Keterangan:

P1: tepung ikan dengan imbangan ikan pora-pora 25% : LIPIN 75% dengan pengeringan matahari

P2: tepung ikan dengan imbangan ikan pora-pora 50% : LIPIN 50% dengan pengeringan matahari

P3: tepung ikan dengan imbangan ikan pora-pora 75% : LIPIN 25% dengan pengeringan matahari

P4: tepung ikan dengan imbangan ikan pora-pora 25% : LIPIN 75% dengan pengeringan oven

P5: tepung ikan dengan imbangan ikan pora-pora 50% : LIPIN 50% dengan pengeringan oven

P6: tepung ikan dengan imbangan ikan pora-pora 75% : LIPIN 25% dengan pengeringan oven

(37)

Prosedur

Proses pembuatan tepung ikan

Gambar. 1 Tahap pengolahan tepung ikan yang dilakukan dalam penelitian Pengeringan

Dipress

Penjemuran Pengeringan Rak

Penepungan/Penggilingan

Penjemuran Pengeringan Rak Pengeringan

Limbah ikan nila dan ikan pora-pora dibersihkan dari kotoran, plastik dan kayu

Ditimbang ikan pora-pora dan limbah ikan nila sesuai persentase perlakuan

Dimasukkan ke dalam panci presto dan direbus selama 30 menit

Didinginkan selama 10 menit kemudian ditimbang

Dicampur aduk sampai kedua ikan pora-pora dan limbah ikan nila tercampur rata

Penepungan/Penggilingan

Pengeringan oven 40 0C Penjemuran matahari

(38)

Parameter Penelitian

Analisis proksimat

1) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 °C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Setelah cawan mempunyai berat yang konstan, cawan dan sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut: % kadar air = B-C

B-A X 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

(39)

selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:

% kadar abu = C-A

B-A x 100%

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir tablet kjeltec dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 °C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(2) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.

(40)

green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmenyer. (3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

% Protein = Volume HCl x N HCl x14,01 x 6,25 x FP

mg sampel x 100%

Keterangan: FP = Faktor pengenceran 4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak

kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut:

% Kadar Lemak = �3−�2

�1 x 100 %

Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)

(41)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 5) Analisis kadar Serat Kasar (AOAC 1995)

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlskuksn dengan asam dan alkali mendidih yang terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan. Sampel yang akan diukur dihaluskan terlebih dahulu sehingga dapat melalui saringan diameter 1 mm dan diaduk merata. Sebanyak 2 gram sampel yang telah halus diekstraksi lemaknya dengan menggunakan metode soxhlet. sampel dipindahkan kedalam erlemeyer dan ditambahkan 200 ml H2SO4

1,25% mendidih selama 30 menitdidihkan dan sekali-kali digoyang-goyang. Suspensi yang terbentuk disaring dengan penyaring Van Bosch vakum dan dicuci dengan air panas. Residu dalam kertas saring dicuci samapai air cucian tidak bersifat asam lagi. Residu dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 200 ml NaOH 3,25% mendidih. Erlenmeyer yang telah terisi sampel dan NaOH didihkan selama 30 menit kemudian disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya (A) sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Residu yang diperoleh

dicuci dengan air mendidih kemudian dicuci dengan Alkohol 95% sebanyak 15 ml. Kertas saring dioven pada 1100C sampai berat konstan. distabilkan dalam desikator dan ditimbang (B), residu dipijarkan di dalam muffe furmance selama 4 jam, sisa pijaran ditimbang sebagai abu (C) Kadar serat kasar dapat diperoleh sebagai berikut:

%Serat Kasar =

Berat sampel (B – (A + C))

Keterangan : A = berat kertas saring (g)

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Tujuan dari proses pengeringan adalah : menurunkan kadar air bahan sehingga bahan menjadi lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan dan menghemat biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan.

Selama pengeringan, bahan pangan kehilangan kadar air yang menyebabkan naiknya kadar zat gizi dalam massa tertinggal, jumlah protein, lemak, dan karbohidrat yang ada per satuan berat di dalam bahan pangan kering lebih besar dari bahan pangan segar.

Kadar Air

Salah satu tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air. Air merupakan komponen utama yang terdapat dalam suatu bahan baik bahan yang berasal dari nabati maupun bahan yang berasal dari hewani. Air yang terdapat dalam suatu bahan makanan dapat dihilangkan dengan cara menjemurnya dibawah terik matahari ataupun dapat mengovenkannya pada suhu tertentu. Kandungan air mempengaruhi tekstur, rupa maupun citarasa bahan makanan selain itu air memegang peranan dalam daya tahan bahan hasil olahan, karena kandungan air dalam makanan berkaitan dengan perkembangan mikroorganisme dalam produk olahan (Winarno, 1991).

(43)

ikan dengan perlakuan imbangan 75 % ikan pora-pora dengan 25 % LIPIN melalui pengeringan oven (A3B2), dan yang tertinggi adalah dengan perlakuan imbangan ikan pora-pora 25% dan LIPIN 75 % dengan pengeringan matahari (A1B1). (Lampiran 1) menunjukkan rata-rata kadar air tepung ikan yang dihasilkan untuk semua perlakuan. Faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berakibat terhadap tinggi rendahnya kadar air adalah berhubungan dengan sifat bahan, kadar air awal dan ukuran bahan (Naynienay, 2007).

Hasil analisis ragam seperti terlihat pada lampiran 2, yang menunjukkan kadar air antara perlakuan imbangan ikan pora-pora dengan limbah pengolahan ikan nila berbeda sangat nyata, begitu juga degan perlakuan pengeringan. Hal ini disebabkan karena tinggi rendahnya kadar air pada tepung ikan lebih banyak dipengaruhi oleh teknik pengolahannya dan pengeringannya, terutama jika dilakukan dengan sinar matahari (Sunarya, 1990).

Gambar 1. Grafik Nilai Rata-rata Kadar air 7,69

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(44)

Berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional - DSN SNI 01-2715-19996/Rev.1992 tepung ikan yang dihasilkan kadar airnya dapat digolongkan pada kelas mutu I yaitu kadar air (%) maksimal 10. Penurunan kadar air karena proses pengeringan yang berlangsung selama pembuatan tepung ikan. Menurut Djazuli dan Budiyanto (1989), dengan kadar air yang rendah tepung ikan terhindar dari serangan serangga dan jamur. Adawyah (2008) juga menambahkan bahwa pada kadar air 40%, bakteri sudah tidak bisa aktif. Batas kadar air yang diperlukan kira-kira 30% setidaknya 40% agar perkembangan jasad-jasad pembusuk dapat terhenti/terhambat.

Bahan Kering

Kadar bahan kering tepung ikan dengan perlakuan perbedaan pengeringan berkisar antara 92,31% - 92,92% dapat dilihat pada lampiran 3. Sidik ragam menunjukkan bahwa faktor pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar bahan kering tepung ikan (lampiran 4).

Gambar 2. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Bahn Kering 92,31

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(45)

Hal tersebut disebabkan oleh proses pengeringan menyebabkan terjadinya kehilangan kandungan air, sehingga meningkatkan persentase bahan kering bahan (Tegas, 2008).

Berdasarkan uji kontras ortoghonal dapat ditunjukkan bahwa antara pengeringan matahari dengan pengeringan oven memberikan pengaruh yang nyata dimana pengeringan dengan menggunakan oven memiliki bahan kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan dengan menggunkan oven (lampiran 6). Peningkatan bahan kering dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu dan kelembaban udara sekelilingnya. Pengeringan dengan matahari sangat lambat dan hasil pengeringan juga tidak merata selain itu pengeringan ini tergantung pada intensitas sinar matahari sehingga sewaktu-waktu dapt terhalang oleh hujan atau awan (Adawyah,2008). Hal ini yang menyebakan terjadinya penurunan bahan kering dengan pengeringan matahari. Sifat tepung ikan yang bersifat higroskopis (Sacharow dan Groffin (1970) dalam Karliyenna (1981), sehingga dapat menyerap uap air dari atau ke udara sekelilingnya. Winarno dan Fardiaz (1973) menambahkan bahwa pengeringan dengan sinar matahari memerlukan waktu yang lama karena suhu, kelembaban udara dan kecepatan aliran udara tidak dapat diatur, berbeda dengan proses pengeringan dengan alat pengering oven yang lebih terkontrol dan memberikan keseragaman suhu yang sama.

(46)

Lawrie (1998) Rendahnya kelembaban udara dalam oven menciptakan gradien tekanan uap, yang menyebabkan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan bahan sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat, peningkatan suhu akan menyebabkan kemampuan daya ikat air tepung ikan menurun.

Kadar Bahan Anorganik (Abu)

Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan bila dibakar kurang sempurna pada suhu 500-6000C selama beberapa waktu maka semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2 dan H2O dan gas lainnya

(47)

karena menurut Moeljanto (1992) menyatakan bahwa sebagian besar dari abu berupa kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk makanan ternak.

Kadar abu tepung ikan yang dihasilkan terlihat seperti pada (lampiran 7) yang berkisar antara 19,59 -21,63 %. Pengaruh pengeringan terhadap kadar abu yang terdapat pada tepung ikan dengan perlakuan imbangan ikan pora-pora dan LIPIN dengan pengeringan yang berbeda dari hasil sidik ragam memiliki hasil yang berbeda sangat nyata (lampiran 8). Kadar abu tepung ikan yang dihasilkan memenuhi syarat tepung ikan untuk pakan mutu II menurut SNI (1996) yaitu kadar abu maksimum 20%.

Gambar 3. Grafik Nilai Rata-rata Kadar abu

Berdasarkan uji kontras ortogonal (lampiran 9) diperoleh bahwa pengeringan dengan menggunakan matahari memilki tingkat bahan anorganik lebih tinggi hal ini disebabkan pengeringan yang berbeda mempengaruhi kadar air tepung ikan dari imbangan LIPIN dan ikan pora-pora, sehingga menghasilkan

21,64

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(48)

bahan kering kering yang berbeda pula, salah satunya adalah kadar bahan anorganik (abu).

Kadar Lemak

Lemak adalah unsur yang penting dalam bahan pakan yang berfungsi sebagai sumber energi, selain berasal dari protein dan karbohidrat (Anggorodi, 1926). Namun untuk tepung ikan, kadar lemak yang rendah lebih diharapkan karena tepung ikan tersebut relatif lebih stabil, tidak mudah rusak dan tahan lama disimpan. Pada (lampiran 10) dapat diketahui bahwa kadar lemak tepung ikan yang dihasilkan berkisar antara 15,92-19,31 %, dimana tepung ikan yang memiliki lemak terendah terdapat pada perlakuan imbangan ikan pora-pora 25% dengan LIPIN 75% melalui pengeringan oven (A1B2) dan tertinggi pada perlakuan imbangan ikan pora-pora 75% dan LIPIN 25% melalui pengeringan oven (A3B2).

Gambar 4. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Lemak 16,09 17,08

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(49)

. Lemak pada tepung ikan tidak mempunyai nilai komersial, oleh karena itu tergantung pada kadar proteinnya. Selama penyimpanan lemak dalam tepung ikan akan teroksidasi, sehingga menjadi tengik, akibatnya warna lemak berubah menjadi gelap dan tidak merata (Moeljanto, 1992). Biasanya, kadar lemak dalam daging ikan akan menurun setelah mengalami perebusan atau pengepresan yang menyebabkan lemak dan cairan dalam daging ikan keluar. Pada proses pemanasan berlangsung terjadi hidrolisis kolagen pada dinding sel tubuh ikan akibatnya terputusnya ikatan antara asam lemak karena panas sedangkan proses pengepresan bertujuan mengeluarkan seluruh atau sebagian lemak dan cairan yang masih terdapat dalam bahan. Menurut Winarno (1992), semakin kuat ikatan antar molekul asam lemak, makin banyak panas yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan lemak.

(50)

Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh dan pembangun. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai bobot unsur yang tinggi tersususn dari unsur-unsur C, H, O seperti halnya karbohidrat atau lemak akan tetapi ada tambahan unsur N, selain itu protein merupakan sumber asam amino (Kamal, 1994). Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada jenis yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2008).

Tingkat mutu tepung ikan sangat ditentukan dari hasil kadar protein yang dihasilkan disamping lemak dan airnya. Dari hasil sidik ragam kadar protein (lampiran 14) menunjukkan bahwa metode pengeringan yang berbeda mempengaruhi kadar protein tepung ikan (p>0,05). Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengeringan menyebabkan terjadinya pengurangan kadar air tepung ikan sehingga meningkatkan presentase kadar protein tepung ikan.

(51)

Gambar 5. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Protein Kasar

Dari hasil uji kontras orthogonal (lampiran 15) tingkat kadar protein lebih tinggi pada pengeringan oven dibandingkan dengan pengeringan dengan matahari hal ini disebabkan adanya proses pengepresan dan pengeringan yang dapat menurunkan kadar air produk. Penurunan bahan karena perlakuan pengepresan dan pengeringan secara otomatis dapat meningkatkan persentase kadar protein produk akhir. Selain itu tingginya kadar protein pada pengeringan oven menurut Adiansyah (2004), disebabkan panas yang dicapai oleh bahan telah mencapai panas optimum yang mempercepat terjadinya pengurangan air. Penjemuran akan mempercepat terjadinya oxidative rancidity dan menyebabkan penurunan nilai protein.

Menurut standar mutu tepung ikan untuk pakan yang ditetapkan dalam SNI 01-2715-1996, maka kadar protein tepung ikan yang dihasilkan termasuk kedalam mutu tepung ikan III yaitu minimal 45% namun apabila diambil dari tiap perlakuan imbangan ikan, tepung ikan dengan persentasi ikan pora-pora 50%

40,59

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(52)

dengan LIPIN 50% termasuk kedalam tepung ikan mutu II yaitu minimal 55% sedangakan dengan imbangan ikan pora-pora 75% dengan LIPIN 25% termasuk pada mutu II minimal 55%. Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar proteinnya. Kadar protein yang tinggi mencapai (92 – 95% dari dari total kandungan protein) harus dapat dicernakan. Bahan mentah untuk pembuatan tepung ikan harus bagus, sebab bila agak busuk akan menghasilkan tepung ikan dengan persentase rendah (Moeljanto, 1992).

Kadar Serat Kasar

Serat kasar termasuk karbohidrat yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Salah satu komponen pembentuk selulosa adalah heksosa yang merupakan sumber energi, akan tetapi sulit dicerna dalam tubuh monogastrik sedangkan golongan hewan atau ternak ruminansia memilki kemampuan dalam mencerna selulosa dan hemiselulosa dengan enzimatik karena memilki jasad renik (Tillman, et al, 1989).

(53)

Gambar 6. Grafik Nilai Rata-rata Kadar Serat Kasar

Dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 12) persentasi ikan pora-pora dan LIPIN berbeda sangat nyata pada kadar serat kasar tepung ikan (p<0,05). Hal ini dipengaruhi oleh jenis dan persentase bahan baku yang digunakan. Perlakuan A3B2 menghasilkan serat kasar terrendah sebesar 0,33% dan yang tertinggi pada perlakuan A1B1 sebesar 1,045%. Menurut Scala 1975 dalam winarno 1995 serat kasar tidaklah identik dengan dietary fiber kira kira hanya seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar sebagai dietary fiber.

Berdasarkan standar mutu tepung ikan untuk pakan dari SNI 01-2715-1996, masing-masing perlakuan yang dihasilkan dengan kadar serat mutu I. Persyaratan mutu kadar serat kasar tepung ikan mutu I, yaitu maksimum 1,5 % (Tabel 2). Helpher, (1990) dalam Neni Astuti (2000) mengemukakan fungsi serat kasar dalam pakan akan merangsang gerak peristaltik pada usus, sehingga dengan semakin tingginya serat kasar dalam pakan kontak antara pakan dan dinding usus semakin singkat yang pada akhirnya akan menurunkan nilai kecernaan pada pakan tersebut.

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R, 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan, Bumi Aksara. Jakarta. Adiansyah, 2004. Karakteristik Berbagai Metode Pengeringan Ikan Lemuru

(Sardenella sp) Bebas Lemak dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Tepung Ikan. Skripsi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Afrianto, E, dan Liviawaty, E, 2000. Pengawetan dan Pengolahan Ikan, Kansius, Jakarta.

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Astuti Neni, 2000. Studi Tentang Karakteristik Tepung Ikan Tembang (Sardinella

fimbriata) Hasil Reaksi Hidrolisis/Plastein Menggunakan Enzim Bromelin Imobil. Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

(AOAC) Association of Official Analytical and Chemists. 1995. Offical Methods of Analysis the 16th ED. Virginia: Inc, Arli

Bapedalda-SU dan LP-ITB 2001. Pengkajian Teknis Pemanfaatan Sumberdaya alam dan Pengolahan Lingkungan Hidup Kawasan Danau Toba.

Barus.2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Liminologi pada Fakultas MIPA, diucapkan dihadapkan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Gelanggang Mahasiswa Kampus US. 3 Februari 2007.

BPS. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2012. Buku Statistik Ekspor dan Impor Hasil Perikanan Indonesia, Jakarta

Causin. M.A. 1980. Converting food processing waste into food or feed through microbial fermentation. FOOD Science Perdue University Indiana.

Clusac.,I.J and A.R Ward. 1996. Post Harvest Fish Development. A Guide to Handling, Preservation, Prosiding and Quality, Natural Resources Institute, London, U.K.

(55)

Dagerskoy, M. 1977. Time temperature relationship in indutrial cooking and fryng dalam Physical Chemical and Biological Chargers in food Caused by Thermal Proccessing Editor T. Hoye and D. Kvale. Applied Science Publisher Limited. London. Hlm 77-100.

DEPTAN (Departemen Pertanian, 1987. Kumpulan Penelitian Hasil Perikanan Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta: Balai Pengembangan Perikanan Laut, Departemen Perikanan.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Dinas Pertanian, 2011. Dalam dikembangkan-di-danau-toba. Diakses 12 April 2012.

Djazuli, Sunarya, N dan D. Budiyanto, 1998. Teknologi Mutu dan aplikasi Tepung Silases Ikan (TSI). Prosiding Seminar Peluang Pengembangan Usaha Tepung Ikan dan Silase Ikan (TSI). Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta.

Djazuli, Sunarya, N dan D. Budiyanto, 1988. Pengembangan Tepung Ikan di Indonesia. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta.

Djazuli, N., Sunarya dan D. Budiyanto T.H. 1998. Teknologi mutu dan aplikasi Tepung Silase Ikan (TSI). Makalah Seminar Sehari Peluang Pengembangan Usaha Tepung Ikan dan Tepung Silase Ikan (TSI). Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta

DSN, 1996. Tepung Ikan/ Bahan Baku Pakan (SNI No: 01-2175-1996). Dewan Standarisasi Nasional. Departemen Pertanian. Jakarta.

DONALD, P., R. Edwards, and J. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition3rd ed. Longman. london.

Earle RL., 1983. Unit Operation in Food Processing. Second edition. Pergamon Press, U.K.

Ferinaldy. 2008. Indeks konsumsi ikan perkapita Indonesia. http://ferinaldy.wordpress.com. [Diakses 28 Maret 2013].

Franjul M. Sianturi, http://www.bisnis.com/articles/ikan-nila-produksi-sumut-capai-60-dot-000-ton diakses 04 Maret 2013 Pukul 12:45

Hapher, B. 1990. Nutrient of Pond Fishes. Cambridge University Press. Cambridge.

(56)

Ilyas, S. 1982. Teknologi Pemanfaatn Lemuru Selat Bali. Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Jakarta.

Ilyas, S. M Saleh dan H. E. Irianto. 1985, Teknologi Pengolahan Tepung Ikan Proding Rapat Teknis Tepung Ikan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Indriyati, S. W., Widiatmini dan S. Prasetyo 1990. Pembuatan tepung ikan dengan pengering serbaguna. Prosiding Rapat Teknis Tepung Ikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Jakarta.

Kamal, M. 1994, Nutrisi ternak . Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kamaruddin Abdullah. 1991. Energi dan Listrik untuk Pertanian. Fateta- IPB. Bogor.

Karliyenna. L , 1981. Pengaruh Wadah Penyimpanan Terhadap Kwalitas Tepung Ikan, Karya Ilmiah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.

Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A., 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan

Kartamihardja, E.S., 2009. Mengenal Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) dan Siklus Hidupnya di Danau Toba. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta.

Kartamiharja. 1987. Potensi Produksi dan Pengelolaan di Danau Toba Sumatera Utara. Buletin Penelitian Perikanan Darat Vol.6 No. 1. Medan.

Khoirul. I. M. 2000. Studi Tentang Karakteristik Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Hasil Reaksi Hidrolisis/Plastein Menggunakan Enzim Tripsin dan Pepsin Terimobil. Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Moelijanto R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Jakarta: Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan.

Muchtadi, D., N. S. Palupi, dan M Astawan, 1993. Metabolisme Zat Gizi I. Pustaka Sinara Harapan. Jakarta.

(57)

Purnomo K. dan Kartamihardja. 2009. Keberhasilan Introduksi Ikan Blih (Mystacoleucus padangensis) ke Habitat yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Jakarta: Pusat riset Perikanan Tangkap

Rasyaf Muhammad, 1990. Bahan Makanan Unggas Di Indonesia, 1990. Kansius. Yogyakarta.

Sahwan, F. 1999. Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saleh, M. 1990. Pengaruh pengepresan, mutu bahan mentah dan penyimpanan terhadap mutu tepung ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.

Saleh, M., M. D. Erlina, A. Sari dan N. Hak. 1989. Mendapatkan cara pengolahan tepung ikan secara sederhana, Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan. Selcuk A, Ozden O, Erkan N. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on

amino acid composition of marine fishes. J Med Food 13(6): 1524-1531. Siagian Cipryana, 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Serta

Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan Di Danau Toba, Skripsi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. 2nd Ed. Gramedia, Jakarta.

Sunarya. 1990. Masalah Mutu Tepung Ikan, rebon dan Kepala Udang Sebagai Bahan Baku pakan. Makalah Seminar Teknologi Pakan Ikan/ Udang. Universitas Diponorogo. Semarang.

Suparno dan A. Dwiponggo, 1993. Ikan-ikan yang kurang dimanfaatkan sebagai bahan pangan bergizi tinggi. Di dalam Laporan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V, Jakrta.

Supardan, 1998 dalam Adiansyah, 2004. Karakteristik Berbagai Metode Pengeringan Ikan Lemuru (Sardinella sp) Bebas Lemak dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Tepung Ikan. Skripsi Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian, Bogor.Suyanto SR. 1994. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta.

Stout, 1979 dalam Adiansyah, 2004. Karakteristik Berbagai Metode Pengeringan Ikan Lemuru (Sardinella sp) Bebas Lemak dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Tepung Ikan. Skripsi Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian, Bogor.Suyanto SR. 1994. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta.

(58)

Tapotubun AM, Nanlohy E, Louhenapessy J. 2008. Efek waktu pemanasan terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos 7(2): 65-70.

Tilman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawiro kusuma., dan S. Lebdo Sukodjo. 1982. Ilmu Makanan Dasar Ternak. UGM Press. Yogyakarta.

Trewavas, E. 1982. Tilapias: taksonomi and speciation, p. 3-14 In R.S.V Pullin and R.H. Lowe-McConnel (eds). The Biology and culture of tilapias ICLARM. Conference Procedengs, International Center For Living Aquatic Resources Management, Manila Philippines.

Okos, M.R, , G. Narsimhan, R. K. Singh and A. C. Weitnaur. 1992 Food dehydration. Didalam : D.R. Heldman dan P.R. Lund. Handbook of Food Engineering. Marcel Dekker, Inc, New York.

Winarno F.G, 1952. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Winarno F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Winarno F.G, 1992. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Windsor, M dan S. Barlow, 1981. Introduction to Fishery By-Product. Fishing News Book Ltd. Farnham.

(59)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data dan Rata-Rata Kadar Air (%) Tepung Ikan

ULANGAN PERLAKUAN

Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Air Tepung Ikan

SK db jk kt fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 5 1,148 0,2296 7,3943** 2,77 4,25

Galat 18 0,559 0,03106

Total 23 1,707

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

Lampiran 3. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Air Tepung Ikan

(60)

Lampiran 4. Data dan Rata-Rata Kadar Bahan Kering (%) Tepung Ikan

Lampiran 5. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Bahan Kering Tepung Ikan

SK db jk kt fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 5 1,14818 0,22964 7,3943** 2,77 4,25 Galat 18 0,55943 0,03108

Total 23 1,7076 0,07424

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

Lampiran 6. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Bahan Kering Tepung Ikan

(61)

Lampiran 7. Data dan Rata-Rata Kadar Bahan Anorganik (Abu) (%) Tepung Ikan

Lampiran 8. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Bahan Anorganik (Abu) (%) Tepung Ikan

SK db jk kt fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 4 13,236 2,64739 45,5573** 2,77 4,25

Galat 18 1,046 0,05811

Total 23 14,282

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

Lampiran 9. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Bahan Anorganik (Abu) (%) Tepung Ikan

SK db jk kt fhit F tabel

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

(62)

Lampiran 10. Data dan Rata-Rata Kadar Lemak (%) Tepung Ikan

Lampiran 11. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Lemak Tepung Ikan

SK db jk kt fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 5 40,99 8,19987 33,2502** 2,77 4,25

Galat 18 4,439 0,24661

Total 23 45,438

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

Lampiran 12. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Lemak (%) Tepung Ikan

(63)

Lampiran 13. Data dan Rata-Rata Kadar Protein (%) Tepung Ikan

Lampiran 14. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Protein Tepung Ikan

SK db jk kt fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 5 568,527 113,706 1582,91** 2,77 4,25

Galat 18 1,293 0,07183

Total 23 569,82

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

Lampiran 15. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Protein (%) Tepung Ikan

(64)

Lampiran 16.Data dan Rata-Rata Kadar Serat Kasar (%) Tepung Ikan

Lampiran 17. Analisis Ragam Pengaruh ikan dan Pengeringan Terhadap Kadar Serat Kasar Tepung Ikan

SK db jk kt fhit Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 4 1,9882 0,39764 458,815** 2,77 4,25

Galat 18 0,0156 0,00087

Total 23 2,0038

Keterangan : * menunjukkan perbedaan nyata (Fhit>0,05) dan ** menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (Fhit>0,01) dan tn menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Fhit<0,05)

Lampiran 18. Uji Kontras Ortoghonal dan Sidik Ragam Kadar Serat Kasar (%) Tepung Ikan

Gambar

Tabel 1. Volume Tepung Ikan impor (Kg) dari tahun 2007-2011
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan Mutu Tepung Ikan
Gambar. 1 Tahap pengolahan tepung ikan yang dilakukan dalam penelitian
Gambar 1. Grafik Nilai Rata-rata Kadar air
+6

Referensi

Dokumen terkait

b.Guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk mempelajari materi berikutnya dan mengerjakan kegiatan 3.4.1 tentang Evaluasi dampak dari suatu kasus pembangunan di suatu daerah.(Jika

Dari data hasil perhitungan selisih volume tampungan air waduk, dan jika dibandingkan dengan lamanya waktu antar pengukuran batimetri dilakukan, maka bisa

tetapi dia sendiri adalah kebebasannya akan memaksa peserta didik hanya.. 4) Adanya pengakuan dan penerimaan bahwa manusia itu pada dasarnya baik. Jean Jacques Rosseau (filosof

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “ Dakwah

yaitu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan penyembanqan. teori dan pratek

Berbeda dengan teori klasik yang menganggap permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja selalu seimbang (equilibrium) karena harga-harga fleksibel, maka menurut Keynes pasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pengembangan industri Lurik di Kabupaten Klaten adalah (1) Meningkatkan peran Pemerintah Kabupaten Klaten dalam promosi produk

Hasil dari penelitian ini dalam melaksanakan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian Kantor Pertanahan Kota Pangkalpinang kurang efektif, karena