• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INDUSTRI DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETAN

5.1. Industri di Pedesaan dan Perubahan Hubungan Kerja Pertanian

5.1.1. Komersialisasi Lahan dan Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian

Lahan berperan sebagai faktor produksi pertanian yang sangat vital, juga merupakan faktor penting bagi pengembangan industri. Perubahan pemilikan dan penggunaan lahan menjadi salah satu hal yang diakibatkan oleh pengembangan industri di Desa Pasawahan. Penggunaan lahan desa yang semula didominasi oleh pertanian, dalam kurun waktu 10 tahun telah berkurang menjadi 70 hektar. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang informan penelitian:

Alih fungsi lahan di desa ini memang disebabkan oleh pesatnya pembangunan desa. Kalau dulu begitu ngelihat desa warnanya hijau oleh sawah, sekarang sawah-sawah sudah semakin berkurang luas dan jumlahnya. Tapi industri bukan cuma satu- satunya yang jadi penyebab lahan sawah berkurang, vila-vila yang banyak dimiliki oleh orang kota juga menyebabkan banyak sawah yang beralih fungsi”. (Bapak JND, 40 tahun, Pamong Desa).

Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dapat dilihat dari penggunaan lahan oleh pembeli dan penggunaan sisa lahan yang dimiliki responden. Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan bahwa penggunaan lahan oleh pembeli (investor maupun orang kota), sebagian besar digunakan untuk memperluas kawasan industri, membangun vila atau penginapan, dan hanya sebagian kecil pembeli yang tetap mempertahankan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian. Penggunaan sisa lahan oleh responden cenderung tetap berada pada kegiatan pertanian, yaitu sekitar 30 orang responden (100 persen). Dari 30 orang responden tersebut, sekitar 4 orang atau 13,33 persen responden juga menggunakan lahan sisa yang dimiliki untuk membangun rumah kontrakan dan warung.

Kecenderungan responden untuk tetap menggunakan lahan bagi kegiatan pertanian merupakan upaya mempertahankan mata pencaharian di sektor pertanian yang telah turun-temurun digeluti. Sementara bagi responden yang juga menggunakan lahan untuk kegiatan non pertanian (membangun rumah kontrakan

dan warung), merupakan tindakan logis sebagai respon terhadap perkembangan desa yang mendorong mereka untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mahal.

Aspek lain yang berkaitan dengan konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah perubahan pemilikan lahan termasuk luas lahan yang dimiliki dan sumber pemilikan lahan. Berdasarkan wawancara dan pengamatan, rata-rata pemilikan lahan oleh penduduk desa khususnya lahan pertanian berada dalam kategori pemilikan lahan sempit ( < 0,25 hektar). Hasil penelitian menunjukkan sekitar 80,95 persen atau 24 orang responden menguasai lahan dibawah 0,25 hektar, sekitar 8,33 persen atau 2 orang responden menguasai lahan antara 0,25- 0,50 hektar, dan hanya 10,72 persen atau 4 orang responden menguasai lahan diatas 0,50 hektar. Selain meningkatnya pemilikan lahan sempit oleh penduduk desa, terjadi pula perubahan luas lahan yang dimiliki responden sebelum dan sesudah pengembangan industri. Berikut disajikan diagram batang untuk menggambarkan perubahan luas pemilikan lahan pertanian.

Gambar 3 Sebaran Responden menurut Perubahan Luas Pemilikan Lahan Pertanian

Dari diagram tersebut, terlihat adanya perubahan yang cukup besar dalam hal luas pemilikan lahan pertanian oleh responden. Perubahan luas pemilikan

6,7% 3,3% 13,3% 13,3% 6,7% 26,7% 10,0% 20,0% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0% 30,0% Tetap luas Tetap sedang Tetap sempit Tak bertanah Sedang ke luas Sedang ke sempit Sedang ke tak bertanah Sempit ke tak bertanah Persentase Responden

lahan yang umum terjadi adalah perubahan pemilikan lahan sedang ke pemilikan lahan sempit (26,7 persen responden), menyusul kemudian perubahan pemilikan lahan sempit ke tidak memiliki lahan (20,0 persen). Perubahan pada luas pemilikan lahan menjadi salah satu akibat yang tidak bisa dihindarkan dari adanya pengembangan kawasan industri di pedesaan. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang informan penelitian:

Sekarang jumlah petani yang punya lahan luas bisa dihitung jari neng. Di kampung ini aja cuma ada dua orang yang punya lahan di atas satu hektar. Kebanyakan petani cuma punya lahan sempit, termasuk Bapak. Dulu sih Bapak juga punya lahan yang termasuk sedang, sekarang mah udah Bapak jual ke orang kota”. (Bapak

USN, 58 tahun, Petani).

Dari diagram tersebut, dapat pula dilihat kecilnya persentase responden yang masih memiliki lahan pertanian yang tergolong luas ( > 0,50 hektar) yakni sekitar 6,7 persen. Responden tersebut umumnya adalah responden yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini lahan pertanian luas yang terdapat di Desa Pasawahan hanya terkonsentrasi pada sejumlah kecil penduduk. Selain pemilikan lahan yang terkonsentrasi hanya pada sekelompok kecil penduduk, pemilikan lahan guntai di Desa Pasawahan juga terbilang cukup tinggi. Dari hasil wawancara, pemilikan lahan luas di pedesaan selain terkonsentrasi pada sejumlah penduduk lokal, juga telah banyak didominasi oleh orang-orang dari luar desa baik mereka yang terhubung langsung dengan kegiatan industri maupun penduduk asal kota.

Dalam aspek sumber pemilikan lahan pertanian, sekitar 23,3 persen responden memperoleh lahan pertanian dari hasil warisan, sekitar 30,0 persen memperoleh lahan dari hasil beli, sekitar 33,3 persen memperoleh lahan dari warisan dan dari hasil beli, sementara 13,3 persen responden lainnya tidak memiliki lahan pertanian sejak awal. Berikut disajikan diagram lingkaran untuk menggambarkan pola pemilikan lahan pada responden berdasarkan sumber perolehannya.

Gambar 4 Sebaran Responden menurut Sumber Pemilikan Lahan Pertanian Perkembangan desa yang ditandai oleh pembangunan fisik terutama disebabkan oleh hadirnya industri di pedesaan, menyebabkan terjadinya perubahan pada pola pemilikan lahan di kalangan penduduk asli. Lahan yang dimiliki penduduk umumnya diperoleh dari hasil jual beli, sementara lahan dari hasil warisan dapat dikatakan luasnya sangat sempit. Jual beli lahan di antara penduduk asli dan orang luar desa semakin meningkat jumlahnya. Motif ekonomi menjadi salah satu faktor yang mendorong penduduk asli menjual lahan miliknya ke orang luar desa. Dari pemaparan tersebut dapat dilihat terjadinya proses komersialisasi lahan, dimana pada awalnya lahan adalah alat untuk menghasilkan komoditas pertanian, saat ini ada kecenderungan bahwa lahan adalah komoditas untuk mendapatkan keuntungan.