• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.11 Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi ini dimaksudkan agar pemberantasan tindak pidana korupsi dapat ditangani secara profesional, intensif dan berkesinambungan. Sehingga apa yang menjadi tujuan KPK dapat tercapai, yakni untuk meningkatkan daya guna dan daya hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.12

“Hal tersebut didasari pemikiran bahwa penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Maka diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanaannya diharapkan optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan”

Untuk mencapai tujuan tersebut, komisi ini diberikan kewenangan yang luar biasa besarnya dalam upaya memberantas korupsi yang dapat terlihat dari penjelasan umum UU KPK:

13 11 Op.Cit., Pasal 3 12 Op.Cit,. Pasal 4 13

Ibid, penjelasan umum

Beberapa bahan pertimbangan lain yang mendasari pembentukan KPK antara lain adalah:

a. Bahwa dalam rangka mewujudkan masyar akat yang adil , makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sampai sekarang ini belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh kar ena itu, pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia perlu ditingkatkan secara profesional, intesif dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, dan menghambat pembangunan nasional;

b. Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi;

c. Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.14

14

b.Kewenangan Pejabat Administrasi Negara

Sebelum penulis membahas lebih jauh mengenai Kedudukan dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi, ada baiknya penulis memaparkan kembali pengertian wewenang itu sendiri. Setiap pejabat administrasi Negara dalam bertindak (menjalankan tugas-tugasnya) harus dilandasai wewenang yang sah, yang diberikan peraturan perundang- undangan. Penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan oleh hukum (wet matigheid van bestuur = asas legalitas = le principle de la l’egalite

de’l administration). Oleh kar ena itu, setiap pejabat administrasi negara

sebelum menjalankan tugasnya harus terlebih dahulu dilekatkan dengan suatu kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, sumber wewenang pemerintah terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Demikian juga dikatakan oleh Wade, bahwa pada dasarnya untuk menghindari abuse of power, maka semua kekuasaan harus dibatasi oleh hukum atau peraturan perundang-undangan.15

Secara umum wewenang merupakan kekuasaan untuk melakukan semua tindakan hukum publik.16

a. Hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan (dalam arti sempit);

Selanjutnya dapat dijabarkan pengertian wewenang pemerintah adalah:

b. Hak untuk secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan

15

H.W.R Wade and C.F. Forsyth, Administrative Law, 7th ed., (New York: Oxford University Press, 1994), p. 379

16

Prajudi Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 176

diambil oleh instansi pemerintah lainnya (dalam arti luas).

Kewenangan publik menurut Peter Leynand mempunyai dua ciri umum, yaitu antara lain:

1. Setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai kekuatan mengikat kepada seluruh anggota masyarakat (harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat)

2. Setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai fungsi publik (melakukan publik service).17

Kewenangan yang yang terdiri dari beberapa wewenang, yaitu merupakan kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan yang berlandaskan peraturan perundang-undangan. Jadi kewenangan adalah kekuasaan yang mempunyai landasan hukum, agar tidak timbul kesewenang-wenangan. Kewenangan adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik. Hak adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum privat.

18

Negara merupakan lembaga hukum publik yang terdiri dari jabatan- Jabatan Administrasi Negara, dimana pejabat adminitrasi negara menjalankan urusan pemerintahan. Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut harus berdasarkan hukum ( wetmatigheid van

bestuur ). Oleh karena itu administrasi negara sebelum menjalankan

tugasnya harus terlebih dahulu dilekatkan dengan suatu kewenangan yang

17

Peter Leyland dan Torry Woods, Administrative Law, 3rd ed., (London: Blackstone Press Limited, 1999), hal 157

18

Prajudi Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal, 76

sah, berdasarkan peraturan peundang-undangan (asas legalitas). Dengan demikian, setiap perrbuatan pejabat administrasi negara harus mempunyai landasan hukum. Sehingga, dapat dikatakan sumber wewenang pemerintah terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan bagaimana cara seorang pejabat pemerintah memperoleh wewenang, maka Peter Leyland dan Terry Woods menyatakan bahwa:

“Government acquires its power to act from parliament in statute. The statute legitimises the action (compulsorily to purchase property, to allow a refugee into the country, to award and educational grant, etc). it may well lay down the parameters of the power to act, by specifying thepower”.19

a. Tujuan dari tindakan pemerintah;

Apabila diterjemahkan adalah sebagai berikut:

“Pemerintah memperoleh kekuatannya untuk bertindak dari parlemen dalam undang-undang. Undang-undang yang melegitimasi tindakan (wajib untuk membeli properti, untuk memungkinkan pengungsi ke negara itu, untuk memberikan penghargaan dan pendidikan, dll). mungkin juga meletakkan parameter kekuatan untuk bertindak, dengan menentukan kriteria- kriteria dari kekuasaan bertindak tersebut”

Jadi, kewenangan pemerintah untuk bertindak diperoleh dari Undang-Undang yang dibuat oleh Parlemen. Dan dengan melalui undang- undang tersebut, tindakan pemerintah dilegitimasikan. serta melalui undang-undang ini pula diletakkan dengan baik “parameter” dari kewenangan bertindak pemerintah, yang dapat dilakukan dengan menetapkan kriteria-kriteria dari kekuasaan bertindak, antara lain:

19

b. Pertimbangan yang harus diambil dalam melakukan pertanggung jawaban;

c. Prosedur yang harus dipatuhi sebelum bertindak.

Untuk memperoleh wewenang pemerintah tersebut, dapat dilakukan tiga cara sebagaimana diuraikan berikut ini:

1. Atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu peraturan perundang-undangan (produk hukum legislatif) untuk melaksanakan pemerintahan, secara penuh. Legislator yang kompeten dibedakan atas:20

a. Original Legislator , Tingkat Pusat seperti MPR

menghasilkan UUD, DPR menghasilkan UU. Tingkat daerah seperti DPRD dan Pemerintah daerah menghasilkan Peraturan Daerah (Perda).

b. Delegated Legislator , oleh Presiden berdasar ketentuan

perundang-undangan menghasilkan Peraturan Pemerintah dan Keputusan /Peraturan Presiden.

Dengan demikian berarti pelekatan secara atribusi merupakan pembentukan kewenangan baru, yang sebelumnya tidak ada dan khusus di bidang Pemerintahan. Selanjutnya pengertian secara penuh adalah pemberian kewenangan juga termasuk pemberian kewenangan untuk membuat suatu kebijakan yang dapat dituangkan di dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti

20

Safri Nugraha, et al Hukum Adminitrasi Negara, edisi Revisi (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia), hal 35-36

kebijakan demikian berada dibawah undang-undang, karena dalam rangka pelaksanaan undang-undang.

2. Delegasi, yaitu suatu pelimpahan wewenang yang telah ada yang berasal dari wewenang atribusi, kepada pejabat administrasi negara, tidak secara penuh. Oleh karena itu, delegasi selalu didahului oleh suatu atribusi wewenang. Bila tidak ada atribusi wewenang, pendelegasian tidak sah (cacat hukum). Delegasi yaitu pelimpahan tidak secara penuh, tidak termasuk wewenang untuk pembentukan kebijakan, karena wewenang pembentukan kebijakan tersebut berada ditangan pejabat yang mendapat pelekatan secara atribusi. 3. Mandat, yaitu pemberian tugas dari mandans (pemberi mandat =

menteri) kepada mandataris (penerima mandat = direktur jendral / sekretaris Jendral) untuk atas nama menter i. Pada mandat, wewenang tetap berada di tangan mandans/menteri, sedangkan mandataris hanya melaksanakan perintah secara atas nama saja dan tanggung jawab tetap di tangan menteri.

Penggunaan wewenang pemerintah (publik), wajib mengikuti aturan Hukum Administrasi Negara supaya tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Wewenang publik terdiri dari dua kekuasaan yang luar biasa, yaitu:21

1. Wewenang prealabel , yaitu wewenang untuk membuat keputusan yang diambil tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari pihak

21

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981) hal 86.

manapun.

2. Wewenang ex officio , yaitu wewenang dalam rangka pembuatan keputusan yang diambil karena jabatannya, sehingga tidak dapat dilawan oleh siapapun (yang berani melawan dikenakan sanksi pidana) karena mengikat secara sah bagi seluruh masyarakat.

Sesuai dengan pendapat Kuntjoro Purbopranoto, bahwa pembatasan tindakan pemerintah itu memang ada, yaitu: (1) tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau kepentingan umum, (2) tidak boleh melawan hukum (onrechmatig) baik formil maupu n materiil dalam arti luas, (3) tidak boleh melampaui/menyelewengkan kewenangannya menurut kompetensinya.22

1. Undang-Undang hatus menetapkan asas yang tidak dapat dijabarkan atau diinterpretasikan lebih lanjut;

Untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh pejabat administrasi negara, perlu adanya ketegasan mengenai pelimpahan dalam membuat peraturan oleh pejabat administrasi negara, yaitu:

2. Pendelegasian ditentukan secara tegas dengan:

a. Menetapkan dalam pasal yang bersangkutan hal yang dapat didelegasikan;

b. Menetapkan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan semacam suatu pedoman untuk pejabat administrasi negara; c. Mensyaratkan dengan undang-undang agar sebelumnya

22

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan

diadakan studi atau penelitian yang cukup;

d. Undang-undang menetapkan jenis dan beratnya sanksi hukum bagi pelanggaran per aturan;

e. Pelimpahan hanya dilakukan kepada pejabat administrasi negara;

f. Undang-undang menetapkan diadakannya beban untuk menampung keluhan, pengaduan atau gugatan.

Dalam pelaksanaan wewenang pemerintah, pejabat administrasi Negara dapat mengambil suatu keputusan yang pada dasarnya harus atas permintaan tertulis, baik dari instansi atau orang-perorangan. Dalam membuat keputusan tersebut terikat pada tiga asas hukum, yaitu:

1. Asas yuridikitas ( rechmatigeheid ), yaitu bahwa setiap tindakan pejabat administrasi negara tidak boleh melanggar hukum secara umum (harus sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan);

2. Asas legalitas ( wetmatigeheid ), yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya (ada pertauran dasar yang melandasinya). Apalagi Indonesia adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah;

3. Asas diskresi ( freies ermessen ), yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut diatas. Jadi penggunaannya

tidak terlepas sendiri dari asas-asas yang lainnya. Sehingga, pejabat administrasi negara tidak dapat menolak untuk mengambil keputusan, bila ada seorang war ga masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat administarsi negara.23

Dokumen terkait