• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Komite HIV/AIDS

2.2. Komite HIV/AIDS (Loly, 2007)

Komite HIV/AIDS adalah salah satu organisasi peduli AIDS yang didirikan HKBP sebagai wujud perhatian gereja dalam penanganan HIV/AIDS. Komite ini dibentuk dengan tujuan :

1. Meningkatkan kualitas spiritual anggota gereja untuk mampu memelihara dirinya mencegah penularan HIV/AIDS sehingga tidak terinfeksi HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA.

2. Merawat, mengobati dan mendukung meningkatkan kualitas hidup ODHA dan penyalahgunaan NAPZA.

3. Mengupayakan RS HKBP Balige sebagai pusat rujukan penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA untuk daerah sekitarnya.

4. Memotivasi pelayan dan anggota gereja atau masyarakat bertekad menghentikan suasana penolakan dan kebisuan (breaking silence) ditengah gereja dan masyarakat.

5. Mengembangkan fungsi Komite Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA di tingkat pusat dan Distrik dalam bentuk koordinasi.

6. Mengembangkan institusi Komite Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA HKBP untuk mandiri dalam sumber daya.

Komite HIV/AIDS memiliki program-program strategis : a. Mengembangkan pola-pola KIE yang sesuai dengan sasaran

b. Memperjuangkan akses yang sama untuk ODHA dalam care dan treatment

sesuai dengan kebutuhan.

c. Memberdayakan RS HKBP memberikan pelayanan kesehatan yang holistik bagi ODHA.

d. Mengadakan program membangun jaringan kerja untuk Komunikasi Informasi Edukasi mempunyai sasaran kelompok pendeta Kristen dan Katholik di Kabupaten Toba Samosir.

e. Melakukan advokasi terhadap pengambil kebijakan yang akhirnya dapat membela ODHA.

f. Mengadakan program meningkatkan mobilisasi sumber daya manusia. g. Membangun kelembagaan yang permanen ditingkat pusat dan distrik. h. Membangun sistem koordinasi antara pusat dan distrik.

7. Capacity Building, meliputi :

a. Pelatihan kelompok pendeta dan konselor pendamping ODHA. b. Pelatihan untuk pendidik sebaya.

c. Mendidik tenaga medis untuk meningkatkan kewaspadaan universal dan ketrampilan dalam merawat ODHA.

8. Advokasi, meliputi :

a. Mengadvokasi pimpinan gereja untuk keperdulian gereja akan masalah HIV/AIDS.

b. Advokasi kepada penentu kebijakan untuk akses ARV.

c. Memotivasi pendeta, anggota gereja dan masyarakat untuk menghentikan suasana penolakan dan kebisuan (breaking silence) di tengah gereja dan masyarakat.

9. Pengembangan Community Support, berupa :

a. Menyediakan pelatihan dan dukungan bagi mereka yang menderita HIV/AIDS dengan cara mendengarkan mereka dan mengikutsertakan mereka dalam program.

b. Memberdayakan ODHA dan pengguna dalam berbagai kegiatan/ ketrampilan. c. Refleksi teologis mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan terkait dengan

HIV/AIDS dengan ODHA dan OHIDA. 10. Komunikasi, Informasi dan Edukasi, meliputi :

a. Mengadakan program anti AIDS kepada pendeta di tingkat resort, distrik dan masyarakat

b. Mengadakan program KIE tentang kesehatan reproduksi di seluruh jemaat. c. Mengadakan program KIE tentang penyakit menular seksual di gereja dan

penanggulangannya.

d. Pengembangan mekanisme kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam rangka penanggulangan NAPZA terhadap pemakai NAPZA.

e. Penyampaian KIE tentang bahaya HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA serta penanggulangannya.

f. Menyebarluaskan informasi melalui media HKBP yaitu: Kelompok Imanuel, Kelompok Ina, Suara Pemuda, Berita Pengabaran Injil.

g. Menerbitkan brosur, poster, leaflet, modul. 11.Program Infra struktur, berupa :

a. Pengadaan ARV.

b. Pengembangan sarana, prasaran dan prosedur untuk pengadaan darah yang steril.

c. Peningkatan kemampuan RS HKBP menangani HIV/AIDS. d. Pengembang VCT.

12.Mitra, dengan usaha–usaha meliputi :

a. Mendukung gereja-gereja dalam menjalin jaringan dengan kelompok lain. b. Peningkatan kerja sama antara gereja dengan lembaga di dalam dan diluar

negeri.

2.2.1. Voluntary Counselling Test (Loly, 2007) 1. Defenisi VCT

VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/ AIDS.

2. Peran VCT

Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling

and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan

sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan. a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien

mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik dan ARV.

b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera

setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko. 3. Prinsip Pelayanan VCT

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak di tangan klien.

Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia dan asuransi kesehatan.

b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk untuk mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT

WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.

4. Klinik VCT AIDS Daerah

Sejak 15 Januari 2007 komite AIDS Daerah memiliki klinik VCT (Test HIV secara sukarela). Berlokasi di kompleks RS HKBP Balige. Pembiayaan klinik ini difasilitasi oleh Evangelical Luteran Church, FHI-ASA (Famili Health

Internasional-aksi Stop AIDS) dan HKBP dengan stake holder Yayasan Bina

Insani, KPAD Tobasa, Dinas kesehatan Tobasa dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (Loly, 2007).

Klinik VCT KPAD Balige dilayani oleh staf penuh waktu bersertifikat nasional yang terdiri dari :

a. Kepala Klinik VCT

1) Bertanggungjawab akan keberhasilan program secara keseluruhan.

2) Bertanggungjawab akan pelaksanaan program dimulai dari perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.

b. Dokter

1) Memfasilitasi berbagai kegiatan termasuk pertemuan rutin. 2) Bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di Klinik.

3) Berkoordinasi dengan RS HKBP Balige dalam melakukan pemeriksaan dan mendiagnosa, menterapi serta konseling pada pasien.

4) Mengontrol petugas klinik lainnya untuk mencapai kinerja yang baik. 5) Memberikan dukungan teknis serta menjamin kelancaran pelaksanaan

kegiatan program.

7) Bersama dengan koordinator lapangan merencanakan dan memberikan bimbingan kepada petugas lapangan dalam pelaksanaan kegiatan.

8) Menjamin kualitas kegiatan dan pelaporan.

9) Memastikan hasil yang direncanakan dicapai sesuai dengan jadwal.

10)Bertanggungjawab kepada Direktur RS HKBP Balige dan Direktur Program.

c. Manager Program

1) Bertanggungjawab terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan program.

2) Berkoordinasi dengan koordinator lapangan dan petugas lapangan dalam mengembangkan rencana tindak lanjut suatu kegiatan.

3) Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

4) Memastikan rencana telah sesuai dengan rencana dan tepat waktu.

5) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program melalui kunjungan lapangan dan mereview laporan rutin kegiatan.

6) Melaporkan perkembangan program dan hasil monitoring/evaluasi kepada Direktur Program.

d. Keuangan dan Administrasi

1) Merencanakan sistem keuangan dan membukukan seluruh aliran dana. 2) Membantu Program Direktur dalam membuat laporan keuangan rutin. 3) Membantu Direktur mengelola keuangan untuk keseluruh program.

4) Bertanggungjawab terhadap semua kegiatan administrasi di Klinik mulai dari pendaftaran pasien, penyimpanan file dan kelengkapan formulir klinik.

5) Menjamin terpenuhinya segala kebutuhan administrasi di Klinik.

6) Bertanggungjawab terhadap kesiapan pelaksanaan segala macam pertemuan dan pelatihan.

7) Bertanggungjawab terhadap urusan surat menyurat. 8) Menjamin kelancaran laporan kegiatan.

e. Entri Data Program

1) Merekap, mengolah dan menganalisa semua data lapangan. 2) Bertanggungjawab menyelesaikan laporan.

3) Memberikan feed back terhadap hasil lapangan.

4) Bersama-sama dengan staf klinik mencari solusi penyelesaian masalah berdasarkan rekap data.

5) Memasukkan dan mengolah data pasien setiap minggu dua kali. 6) Membuat laporan bulanan kegiatan klinik.

f. Bidan

1) Melakukan pemeriksaan pada pasien.

2) Mendiagnosa dan menterapi pasien di dampingi dokter. 3) Melakukan kunjungan di lapangan.

4) Melaksanakan tugas konseling pasien. g. Petugas Laboratorium

1) Mengambil darah klien sesuai Standar Operasional Prosedur

2) Melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai Standar Operasional Prosedur laboratorium yang telah ditetapkan.

3) Mencatat hasil testing HIV dan sesuaikan dengan nomor identifikasi klien. 4) Menjaga kerahasiaan hasil testing HIV.

5) Melakukan pencatatan, menjaga kerahasiaan dan merujuk ke laboratorium rujukan.

h. Konselor

1) Merupakan staf yang sudah dilatih sesuai dengan pelatihan standar konseling.

2) Bertanggungjawab melakukan konseling sebelum dan sesudah tes HIV untuk klien.

3) Bertanggungjawab dalam mengelola dan menyimpan dokumentasi konseling VCT.

4) Berpartisipasi dalam kegiatan rutin promosi VCT.

5) Mengikuti pelaksanaan VCT sesuai standar minimum konseling.

6) Berpartisipasi dalam supervisi dan monitoring terjadwal dalam pelaksanaan konseling VCT.

i. Manajemen Kasus

1) Merupakan staf yang sudah mengikuti pelatihan penuh manajemen kasus HIV/AIDS.

2) Bekerjasama dengan staf VCT dan tim medis dalam penyediaan perawatan, dukungan dan pengobatan untuk pasien HIV.

3) Bertanggungjawab untuk pengalihan kebutuhan klien, terkait dengan kebutuhan psikologis, sosial dan mengkoordinasi pelayanan komprehensif.

4) Berpartisipasi dalam penanganan kegiatan advokasi yang sesuai. 5) Mengadakan kunjungan ke rumah pasien sesuai dengan kebutuhan.

6) Menyiapkan pasien/keluarga dengan informasi HIV/AIDS dan dukungan dengan tepat dan sesuai.

7) Mengikuti standar minimum manajemen kasus.

Sasaran adalah mereka yang diduga memiliki resiko tinggi dalam penularan HIV yaitu pekerja seks komersial dan pelanggannya yang ada di Tobasa. Walaupun demikian klinik ini tidak menutup pelayanan VCT bagi pemakai narkoba suntik dan masyarakat umum lainnya yang juga memiliki resiko tinggi dalam penularan HIV.

Layanan yang di berikan oleh klinik VCT ini adalah :

1. Pencegahan berupa penyuluhan-penyuluhan hingga penanggulangan HIV. 2. Pemeriksaan dan pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS).

3. Konseling dan test HIV.

4. Pengadaan obat IMS dan infeksi Oppurtonistik dan Anti Retroviral (ARV). 5. Rujukan ARV.

6. Rujukan Pasien. 7. Mobile Klinik.

8. Pendampingan ODHA dan keluarga.

Kegiatan- kegiatan Klinik VCT adalah :

Capacity Building :

1. Menugaskan tiga orang staf klinik untuk mengikuti pelatihan. Kegiatan ini ditujukan bagi dua orang staf kesehatan laboran dan bidan, serta satu orang finance.

2. Satu orang staf klinik mengikuti pelatihan Program Manager di Cirebon 3. Satu orang staf klinik mengikuti pelatihan Laboratorium di Surabaya 4. Pelatihan administrasi dan keuangan di Parapat.

5. Pelatihan Konselor dan manajemen kasus di Kediri, Jawa Timur 6. Pelatihan data manager di Berastagi

Komunikasi, informasi dan edukasi :

1. Penyuluhan HIV dan AIDS di lembaga permasyarakatan Padang Sidempuan. 2. Penyuluhan HIV dan AIDS Padang Sidempuan.

3. Penyuluhan infeksi menular seksual di Rumah Tahanan Balige.

4. Sosialisasi tentang HIV dan AIDS kepada kelompok dampingan di Perumahan Ganda Uli II Onan Raja, Balige.

5. Penyebaran brosur ke masyarakat yang ada di pasar, supir,dan supir becak.

6. Promosi tentang VCT KPAD Balige kepada kelompok dampingan yang dilaksanakan di Losmen Carolina.

7. Promosi tentang VCT KPAD Balige kepada kelompok dampingan di Sihail-hail, Balige.

8. Kampanye hari AIDS se Dunia. 9. Pengumpulan tanda tangan di Balige.

10. Pembagian stiker, pembagian brosur, di Soposurung dan di Balige. 11. Malam renungan di Balige.

Hambatan dari Klinik VCT adalah berhentinya dana dari FHI-ASA dan kurangnya komitmen dari pimpinan-pimpinan distrik HKBP dalam mensukseskan program Klinik VCT.

Dokumen terkait