• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV

HIV adalah kependekan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini merupakan kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan mengkopi cetak materi genetika diri di dalam materi genetika sel-sel yang ditumpanginya (Dep.Kes. RI, 1997). Virus HIV termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik (Dep.Kes. RI, 2003).

HIV sangat lemah dan muda mati di luar tubuh manusia. Virus ini merusak salah satu jenis sel imun yang dikenal dengan sel T helper dan sel tubuh lainnya, antara lain sel otak, sel usus, dan sel paru. Sel T helper merupakan titik pusat pertahanan tubuh, sehingga infeksi HIV menyebabkan daya tahan tubuh menjadi rusak (PPNI, 2004). Virus HIV ditemukan dan diisolasikan dari sel limposit T, Limposit B, sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya (Yayasan Spiritia, 2005).

2.1.2. Pengertian AIDS

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi opportunistik dan kanker (Dep.Kes. RI, 2003).

2.1.3. Masa Inkubasi

Masa inkubasi antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. Rata-rata masa inkubasi adalah 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa (PPNI, 2004).

2.1.4. Perjalanan Penyakit AIDS

Orang yang mengalami AIDS dengan adanya transmisi virus, kemudian dilanjutkan dengan masuknya kuman HIV primer, setelah terinfeksi selama 1–8 minggu disebut sindrom retroviral akut. Apabila dilakukan tes antibodi, HIV akan positif/serokonversi, hal ini terjadi pada waktu 6-8 minggu karena adanya penurunan CD4 dan peningkatan kadar RNA–HIV dalam plasma. Selanjutnya terjadi infeksi kronik asimtomatik, yang apabila tidak diberikan terapi antiretroviral akan cepat menjadi infeksi kronik simtomatik dan akhirnya terjadi AIDS (PPNI, 2004).

2.1.5. Gejala AIDS

Seorang dewasa (lebih dari 12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukkan test HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang–kurangnya

didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dan 1 gejala minor serta gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV (PPNI, 2004). a. Gejala minor yang mungkin akan timbul adalah :

1. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan. 2. Dermatitis generalisata.

3. Adanya herpes zooster multi segmental dan herpes zooster berulang. 4. Kandidiasis orofaringeal.

5. Herpes simpleks kronis progresif. 6. Limpadenopati generalisata.

7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. 8. Retinitis virus sitomegalo.

b. Gejala mayor yang muncul setelah sistem kekebalan tubuh menurun yaitu : 1. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam satu bulan.

2. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.

3. Diare kronis lebih dari satu bulan baik secara berulang maupun terus-menerus. 4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

5. Demensial/HIV ensefalopaty.

c. Gejala AIDS yang lengkap adalah gejala minor dan mayor disertai satu atau lebih penyakit oportunistik, yaitu :

1. Pneumocystis Cariini merupakan infeksi parasit pada paru-paru.

2. Sarkoma Kaposi merupakan jenis kanker yang tersebar pada kulit/mulut. 3. Tuberkulosis.

4. Infeksi jamur berulang di kulit, mulut dan tenggorokan. 5. Infeksi gastrointestinal (Cryptosporidiosis)

6. Diare kronis dengan penurunan berat badan.

7. Infeksi neurologik (Cryptococcal atau meningitis sub akut). 8. Demam tanpa sebab yang jelas

9. Kelainan neurologis

2.1.6. Cara Penularan HIV/AIDS

Penularan HIV/AIDS dapat melalui :

1. Hubungan seksual dengan seorang yang sudah terinfeksi HIV tanpa alat pengaman (kondom).

2. Transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV.

3. Penggunaan alat suntik dan alat medis lainnya yang tidak steril, alat tusuk lainnya misal: jarum tindik, jarum tato, akupunktur, yang tercemar HIV.

4. Transplantasi organ atau jaringan tubuh dari seseorang yang sudah terinfeksi HIV (Dep.Kes. RI, 2003).

5. Risiko penularan HIV dari ibu positif kepada bayinya sekitar 30%. Penularan ini dapat terjadi pada saat janin dalam kandungan, semasa partus atau menyusui. Risiko terbesar terjadi pada masa partus. Risiko penularan pada masa menyusui sekarang mendapat perhatian yang lebih karena pengamatan terakhir menunjukkan risiko penularan pada masa menyusui cukup besar yaitu sekitar 14% sampai 29% (Maryunani, 2009).

2.1.7. Cara Pencegahan HIV/AIDS (Depkes RI, 2003 ; 2007) 1. Cara mencegah penularan HIV/AIDS lewat hubungan seks

a. Abstinensia (tidak melakukan hubungan seks).

b. Melakukan prinsip monogami, yaitu tidak berganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya.

c. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko dianjurkan menggunakan kondom

2. Cara mencegah penularan HIV/AIDS melalui bermacam alat yang tercemar darah HIV

a. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, pisau cukur) harus disterilisasi.

b. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain

3. Cara mencegah penularan HIV/AIDS lewat transfusi darah adalah dengan melakukan skrining terhadap semua darah yang akan ditransfusikan.

4. Pencegahan penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya.

2.1.8. Testing HIV

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang berbeda-beda karena perberbeda-bedaan prinsip metode yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma.

Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesimen lain seperti saliva, urin, dan spot darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing) memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilens, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis maupun manusia dan administratif. Petugas laboratorium (perawat) mengambil darah setelah klien menjalani konseling pra testing (Depkes RI, 2006).

2.1.9. Penanggulangan HIV/AIDS

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang mampu membunuh HIV maupun vaksin untuk mencegah penularan. Obat-obatan yang ada dan digunakan saat ini lebih upaya melemahkan daya progresivitas virus, memperlambat perkembangbiakan virus, memperkuat daya tahan tubuh dengan meningkatkan antibodi yang akan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Terapi yang dikenal sebagai terapi Anti Retro Viral (ARV) seperti Nevirapine, Efavirens, Tenovir dan lain-lain dapat diperoleh di rumah sakit tertentu dan terbukti sangat menolong ODHA (Dep.Kes.RI, 2003).

Penanggulangan HIV/AIDS yang perlu diprioritaskan adalah upaya pencegahan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Pendidikan kesehatan

reproduksi, program pendidik sebaya (peer educator) merupakan komponen penting dalam KIE disamping upaya lainnya seperti penanggulangan NAPZA, konseling, pendamping dan perawatan ODHA.

Dokumen terkait