• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat obyektif dan karena itu untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Tuntutan kesehatan (health demands) bersifat subjektif. Tuntutan kesehatan banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial ekonomi (Azwar, 1996).

Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Perkembangan teknologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena kemajuan teknologi dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 1996).

Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu : tersedia

(available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat dicapai

(accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) dan bermutu (quality). Karakteristik pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan berdasarkan jenis, tujuan maupun unit kesehatan. Pelayanan kesehatan berdasarkan jenis/tipe pelayanan di rumah sakit, psikolog, dokter gigi, perawat dan lain-lain. Pelayanan kesehatan juga dikategorikan berdasarkan tujuan, seperti pelayanan primer, sekunder, tersier maupun custodian. Karakteristik terakhir menggambarkan pemanfaatan kesehatan berdasarkan unit kesehatan seperti jumlah pertemuan dengan tenaga kesehatan selama periode waktu tertentu (Andersen, 1974).

Menurut Sorkin (1997), faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh :

1. Sosial budaya

2. Organisasi penyedia pelayanan kesehatan

3. Faktor konsumen, meliputi persepsi sakit, mobilitas, kecacatan, sosiodemografi: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pendapatan, pekerjaan dan faktor sosio psikologi yang terdiri dari persepsi terhadap penyakit, kepercayaan dan agama.

4. Organisasi dan proses pelayanan kesehatan (kemampuan institusi menciptakan kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, perilaku provider, keragaman pelayanan, peralatan dan teknologi canggih).

5. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain adalah pendapatan, harga, lokasi dan mutu pelayanan.

Menurut Dever (1984) pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor sosiokultural, yang terdiri dari faktor teknologi pengobatan dan norma atau nilai yang berlaku di masyarakat.

2. Faktor organisasi, yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, akses geografis, akses sosial, karakteristik proses dan struktur organisasi pelayanan kesehatan. 3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen, yang terdiri dari : (a) faktor

sosiodemografis yaitu umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan) dan (b) faktor sosial psikologis yaitu persepsi terhadap penyakit serta sikap dan keyakinan tentang pelayanan kesehatan.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen, yang terdiri dari faktor ekonomi dan karakteristik provider.

Menurut Smet (1994) keyakinan masyarakat awam tentang kesehatan dan kesakitan lebih spesifiknya mengenai etiologi juga akan mempengaruhi perilaku mencari bantuan, yaitu apakah orang akan mencari bantuan atau tidak serta pegawai kesehatan mana yang akan dimintai konsultasi oleh si sakit. Selain itu ciri-ciri karakteristik seperti jenis kelamin, ras, umur yang sering ditetapkan dalam berbagai literatur menjadi variabel yang penting dalam hubungannya dengan perilaku mencari bantuan. Perbedaan karakteristik seperti : orang yang lebih tua (umur), wanita (jenis kelamin), tidak menikah atau diceraikan (status perkawinan), orang yang hidup sendiri (status kediaman), pengangguran (status pekerjaan), tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi, melaporkan lebih banyak gejala penyakit.

Menurut Sarwono (2007) yang mengutip pendapat Mechanic proses yang terjadi dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan, antara lain : (a) dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejala/ tanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa, (b) banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya (c) dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja dan dalam kegiatan sosial lainnya, (d) frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya, (e) nilai ambang dari mereka yang terkena gejala (susceptibiliy) atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit, (f) informasi pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu, (g) perbedaan interpretasi terhadap gejala yang dikenal, (h) adanya kebutuhan untuk bertindak/

berperilaku mengatasi gejala sakit, (i) tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut dan sebagainya). Dari faktor di atas dapat dibuat kategorisasi faktor pencetus perilaku sakit, yaitu faktor persepsi yang dipengaruhi oleh orientasi medis dan sosio budaya : faktor intensitas gejala (menghilang atau terus menetap); faktor motivasi individu untuk mengatasi gejala yang ada serta faktor sosial psikologis yang mempengaruhi respons sakit.

Berdasarkan gejala yang dirasakan, faktor-faktor yang membuat seseorang mencari pelayanan kesehatan adalah : (a) gejala penyakit terasa mengerikan sedangkan perawatannya tersedia, (b) orang biasanya akan berobat terhadap gejala penyakit diperkirakan akan menyebabkan akibat yang serius, (c) merasa cemas, hal ini terkait dengan krisis interpersonal, (d) gejala penyakit yang timbul dapat mengancam hubungan dengan orang lain, dan (e) ada dukungan dari orang lain seperti teman untuk mencari pelayanan kesehatan (Folland, 1997).

Menurut Engel (1994) yang mengutip pendapat Arrow, hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli kesehatan kepada masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan pelayanan kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Becker perilaku yang berkaitan dengan tindakan seseorang yang sedang sakit untuk mencari penyembuhan disebut perilaku sakit. Dalam hal ini ada beberapa tindakan yang timbul adalah : (a) Didiamkan saja, artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari, (b) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri, baik obat tradisionil maupun dengan beli obat di warung, (c) Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas kesehatan.

Seseorang baru akan mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Sarwono, 2007).

Dokumen terkait