• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Komitmen Organisasi

Komitmen karyawan pada organisasi dapat dijadikan salah satu jaminan untuk menjaga kelangsungan organisasi atau perusahaan tersebut. Komitmen karyawan pada organisasi adalah bentuk keterkaitan, keterlibatan, dan keikatan karyawan pada apa yang terjadi dan dialami organisasi. Jadi komitmen karyawan adalah tingkat identifikasi karyawan dalam organisasi atau perusahaan yang meliputi tingkat keterkaitan karyawan, tingkat keterlibatan karyawan dan tingkat keikatan karyawan pada sasaran organisasi. Sebaliknya komitmen perusahaan pada karyawan juga dapat dituntut. Oleh karena itu tidak ada gunanya jika organisasi menuntut kerjasama dan keterikatan moral dari karyawan, bila organisasi masih beranggapan hanya memiliki sedikit kewajiban moral terhadap karyawan. Apabila organisasi menghendaki komitmen karyawan, organisasi harus memberi kepercayaan dan keamanan kerja bagi karyawan.

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasional (organizational commitment) merupakan salah satu sikap kerja karyawan. Berikut ini dijabarkan mengenai definisi komitmen organisasi menurut beberapa ahli:

Robbins (2003:92), mendefinisikan komitmen organisasi sebagai berikut: Komitmen organisasional adalah suatu keadaan di mana seorang

karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.

Kinicki dan Keitner (2001:227) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai berikut: Komitmen organisasional merefleksikan secara keseluruhan di mana seorang karyawan mengidentifikasikan diri dengan organisasinya serta bersedia melaksanakan tujuan-tujuan organisasi tersebut.

Porter dan Steers (1991:373) mendefinisi komitmen organisasi sebagai berikut: Komitmen organisasional merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya, melalui tindakannya ini akan menumbuhkan sutu kepercayaan atau keyakinan yang menunjang aktifitas dan keterlibatannya. .

Menurut Porter dan Smith (1991:370), komitmen terhadap organisasi sebagai sifat hubungan seorang individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang mempunyai keterikatan yang tinggi. Keterikatan ini tercermin dari:

a. Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.

b. Kesediaan untuk bekerja sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut.

c. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan pengertian komitmen di atas maka dapat disimpulkan bahwa, komitmen karyawan akan dapat dilihat dan diimpikasikan dalam bentuk sikap keterlibatan meliputi tingkat keterikatan dan ketertarikan karyawan pada perilaku-perilaku sasaran organisasi.

2. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Komitmen

Model komitmen menurut Porter dan Steers (1991:374) cenderung menekankan pada perlunya aspek memperlakukan karyawan sebagai manusia seutuhnya dalam bentuk komitmennya pada organisasi tempat ia bekerja. Model ini juga ditekankan tentang pentingnya proses pembentukan komitmen itu sendiri. Model komitmen melibatkan tiga faktor yaitu faktor eksternal, faktor internal, dan faktor interaksi.

Gambar 2.1. Faktor-faktor Komitmen

Sumber: Porter and Steer (1991)

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan yaitu:

External Factor: 1. Authority

2. Peer Group Influence 3. Axternal Reward 4. Incentive Interactive Factor: 1. Participation (Superior and or Peers and Subordinates) Cognitive Processing Internal Factor: 1. Expectancy 2. Self Efficacy 3. Internal Reward Goal Commitment Goal Content Performance

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal meliputi kewenangan (authority), pengaruh kelompok kerja serta imbalan san insentif eksternal. Oldham (1980), menemukan bahwa tingkat kewenangan karyawan akan mempengaruhi kemampuan karyawan untuk bekerja keras dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan cenderung meningkatkan komitmen. Jika karyawan tersebut mempunyai tingkat kewenangan yang lebih besar dalam kaitannya dengan peningkatan kepuasan kerja dan produktivitas kerja akan berimpilikasi pada peningkatan kadar komitmen karyawan. Imbalan dan insentif eksternal meliputi upah, gaji dan bonus. Kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan imbalan tersebut mempengaruhi tingkat kepuasan karyawan yang selanjutnya mempengaruhi tingkat komitmen.

b. Faktor internal

Faktor internal meliputi harapan untuk sukses dan imbalan internal yang adil. Teori ekspektasi dari Vroom (1952) menekankan bahwa pilihan dari seseorang sangat dipengaruhi besar kecilnya harapan untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas. Tingkat harapan akan keberhasilan ini pada akhirnya akan menentukan kadar komitmen karyawan, sedangkan imbalan internal yang meliputi kesempatan untuk berpartisipasi, mengembangakan diri, dan keleluasaan untuk

menjalankan tugas serta adanya penghargaan atas prestasi akan meningkatkan kadar komitmen.

c. Faktor interaksi

Faktor interaksi meliputi partisipasi dan kompetisi. Partisipasi dapat diartikan sebagai diberinya kesempatan yang sama untuk duduk bersama dan ikut dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi ini meningkatkan rasa ikut memiliki karyawan pada perusahaannya. Sedangkan suasana kompetisi dalam tubuh perusahaan diperkirakan juga berpengaruh dalam mengembangkan komitmen. Hal ini telah ditunjukkan dalam penelitian, bahwa subyek dalam lingkungan yang kompetitif secara signifikan menunjukkan komitmen yang lebih tinggi daripada subyek dalam lingkungan yang kurang atau bahkan tidak kompetitif.

3. Komponen Komitmen Organisasi

Porter dan Lawler (1990) memandang bahwa komitmen sebagai kehendak karyawan untuk menggunakan tingkat usaha yang kuat untuk tetap berada bersama organisasi dan suatu penerimaan atas sasaran-sasaran dan nilai-nilai utamanya. Komitmen juga dapat diartikan suatu sikap global yang dihasilkan sebagai akibat dari penguasaan lingkungan, perasaan adanya dukungan bahwa usaha seseorang diakui dan dibalas oleh organissai yang bersangkutan.

Meyer dan Allen (1991) mengembangkan suatu model yang komprehensif mengenai komitmen organisasi. Menurut Meyer dan Allen,

komitmen organisasi merupakan gabungan dari tiga komponen yaitu sebagai berikut: (Emilisa, 2001:234)

a. Affective commitment

Affective commitmentadalah kekuatan keinginan seseorang untuk terus bekerja dalam organisasi karena pertimbangan adanya kesesuaian atau kecocokan tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi dengan dirinya. Perubahan-perubahan yang sifatnya organisasional dan mengakibatkan perubahan nilai dan tujuan organisasi dapat mengubah affective commitment para karyawan. Hal ini disebabkan perubahan nilai dan tujuan organisasi tersebut belum tentu masih cocok dengan tujuan dan nilai yang terdapat dalam diri karyawan. Para pegawai dengan komitmen afektif yang kuat, bertahan pada suatu organisasi karena mereka menginginkannya. Komitmen afektif dapat diperkirakan dengan melihat pengalaman kerja yang menghasilkan perasaan nyaman dalam organisasi.

b. Continuance commitment

Continuance commitment adalah komitmen yang didasarkan atas besarnya biaya yang dikeluarkan jika karyawan meninggalkan organisasi. Sebagai karyawan pada kondisi yang normal memiliki

continuance commitmentyang tinggi, mereka tidak akan meninggalkan pekerjaannya. Semakin lama seseorang menjadi karyawan maka semakin besar pula pengorbanan yang telah dikeluarkan jika ia meninggalkan atau keluar dari organisasi, misalnya waktu, kesempatan

untuk mencari pekerjaan baru penganti pekerjaannya saat ini, hubungan yang telah terjalin baik dengan para rekan kerja, dan lain-lain. Pegawai yang mempunyai komitmen kesinambungan yang kuat, bertahan pada organisasi karena mereka membutuhkannya. Komitmen kesinambungan lebih berhubungan dengan kerugian potensial jika ia berniat untuk meninggalkan organisasi.

c. Normative commitment

Normative commitment adalah kekuatan keinginan seseorang untuk terus bekerja dalam organisasi karena mereka merasa ada kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi, tidak meninggalkan organisasi untuk berpindah ke organisasi lain. Karyawan yang memiliki Normative commitmentyang tinggi akan setuju pendapat dari pihak lain, bahwa tetap bekerja untuk organisasi adalah kewajiban. Karyawan yang mempunyai komitmen normatif yang tinggi bertahan pada organisasi karena meras abahwa mereka harus melakukannya. Komitmen normatif lebih dipengaruhi oleh sosialisasi dan kultur yang dialami pegawai baik sebelum maupun sesudah masuk organisasi. 4. Proses Terbentuknya Komitmen

Proses komitmen akan membahas bagaimana suatu komitmen dari seorang karyawan yang bekerja dalam organisasi muncul. Model proses komitmen yang sering digunakan dalam analisis adalah model Richard dan Steers (1982). Mereka mengemukakan suatu model proses komitmen yang

secara konseptual dibedakan menjadi tiga tahap, yakni organizational entry, organizational commitment, dan prospensity. (Haryani, 2001:152) a. Organizational entry

Organizational entry berkenaan dengan pemilihan karyawan akan organisasi yang akan dimasukinya. Dengan demikian akan tercakup kesesuaian karir individu dengan organisasi.

b. Organizational commitment

Yaitu karyawan menetapkan kedalaman keterlibatannya dengan organisasi. Lebih lanjut fokus dari komitmen organisasional ini pada kedalaman identifikasi karyawan dengan tujuan-tujuan organisasi, nilai-nilai anggota organisasi, dan keinginan untuk bekerja keras dalam mempertahankan misi organisasi.

c. Propensity

Yaitu bagaimana kecenderungan untuk karyawan dengan komitmen organisasi rendah dan tinggi. Karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan terdapat kecenderungan yang besar untuk keluar dari organisasi. Apabila tidak demikian dapat dilihat bahwa karyawan ini mempunyai tingkat absensi yang tinggi, demikian juga kinerja yang relatif rendah. Sedangkan karyawan dengan komitmen tinggi, kecenderungannya adalah tetap bergabung dengan perusahaan

Proses komitmen menurut Richard dan Steers (1982) : (Haryani, 2001:153)

Gambar 2.2. Proses Komitmen

Sumber: Richard dan Steers (1982)

Selain itu proses terbentuknya komitmen dalam roda komitmen sebagai berikut : Gambar 2.3. Roda Komitmen Value

Sumber: Gary Desler, (1993) Organizational Entry Low Organizational Commitment High Organizational Commitment: - Attitudinal commitment - Behavioral commitment Greater Propensity to Withdraw: - Absenteism - Turnover Greater Propensity to Participate Transcendental Mediation People First Values Actualizing Value-Based Hiring Double-Talk Communion Securitizing Hard-Size Reward

Gambar 2.3. secara umum menunjukkan cara manajer dalam membangun komitmen organisasional. Gambar pembangunan komitmen karyawan terdiri dari beberapa lingkaran, yang menunjukkan dari mana organisasi seharusnya mulai membangun komitmen karyawan. Menurut Desler, lingkaran paling dalam atau disebut lingkaran inti merupakan awal mulainya organisasi harus beranjak untuk dapat membangun komitmen karyawan. Dengan kata lain, prioritas utama dalam membangun komitmen organisasional ialah lingkaran inti. Kemudian diikuti oleh lingkaran-lingkaran yang semakin luar.

a. Lingkaran inti.

Isi dari lingkaran inti adalah mengutamakan nilai-nilai manusia yaitu bahwa dalam memandang karyawan, harus dipandang sebagai manusia, bukan seperti faktor produksi yang lain.

b. Lingkaran lapis kedua.

Lapisan lingkaran kedua terdiri dari komunikasi dua arah ( double-talk), kesatuan (communion), dan mediasi transdental (transcendental mediation)

1) Komunikasi dua arah (double-talk),mencakup komunikasi dari atasan ke bawahan (top-down) maupun dari bawahan ke atasan (buttom-up).

2) Kesatuan (communion). Manajer perlu memperkuat rasa kesatuan, rasa keterikatan, rasa partisipasi, dan rasa memiliki individu

terhadap kelompok. Karena hal ini akan membuat karyawan memahami bahwa mereka adalah bagian dari kelompok.

3) Mediasi transidental (trancendental mediation). Harus mempunyai idiologi, misi, dan nilai-nilai yang dapat dijadikan landasan bagi komitmen organisasi kepada karyawan.

c. Lingkaran lapis ketiga

Lingkaran ini dapat dibedakan menjadi tiga yatu: mempekerjakan karyawan berdasarkan nilai, securutizing dan hard-size reward.

d. Lingkaran lapis keempat

Lapisan lingkaran keempat merupakan lingkaran yang terakhir, yaitu actualizing, yang berarti perusahaan harus mempersiapkan jenjang karir yang jelas, sehingga aktualisasi diri karyawan terjamin

Dokumen terkait