• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

5.1 Analisis Daya Dukung

5.2.3 Komoditas Ayam Ras Pedaging

Hasil analisis Model Gravitasi pada komoditas ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Faktor yang mempengaruhi aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging

Variabel Dugaan Galat Taraf Nyata (p)

Intercept -17,4937 11,02232 0,128990 PopTi 0,5554 0,17239 0,004492* PopTj -0,1503 0,05921 0,020030* PMTi -0,5631 0,29819 0,074355 PMTj -0,5090 0,29987 0,105939 KonSj 2,5710 0,70122 0,001640* PSDMPj 0,8502 0,46935 0,085903 dij -1,4383 0,37846 0,001208* R2 0,6731 Keterangan :

PopTi : Populasi Ternak Wilayah Asal PopTj : Populasi Ternak Wilayah Tujuan KonSj : Konsumsi Ternak Wilayah Tujuan PMTi : Pemotongan Ternak Wilayah Asal PMTj : Pemotongan Ternak Wilayah Tujuan

PSDMPj : Produktifitas SDM Peternakan Wilayah Tujuan dij : Jarak dari Wilayah Asal ke Wilayah Tujuan * : Berpengaruh nyata pada p<5%

Dari Tabel 22 diketahui bahwa dari 13 variabel yang diukur terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata (p<5%) terhadap aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging. Koefisien kelima variabel tersebut adalah PopTi (0,55), PopTj (-0,15), KonSj (2,57), dan Dij (-1,43). Keragaman yang dapat digambarkan oleh variabel yang diukur sebesar 67,31%.

Pemasaran komoditas ayam ras pedaging antar wilayah sangat dipengaruhi oleh daya dorong dari wilayah asal berupa populasi ternak yang berarti peningkatan 1% populasi ternak wilayah asal mempunyai daya dorong lebih besar

sebanyak 0,55% dibandingkan dengan wilayah tujuan. Daya tarik daerah tujuan secara nyata dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi wilayah tujuan sebesar 2,5 yang berarti untuk peningkatan konsumsi 1% maka wilayah tujuan mempunyai daya tarik sebesar 2,50% lebih besar dibandingkan dengan wilayah asal. Berkurangnya intensitas pemasaran ayam ras pedaging dipengaruhi oleh semakin jauhnya wilayah tujuan, meningkatnya populasi ternak di wilayah tujuan. Penambahan 1 km jarak pemasaran akan mengurangi aliran ternak ke wilayah tujuan sebesar 1,43%. Peningkatan populasi 1% ternak wilayah tujuan akan mengurangi aliran ternak ke wilayah tujuan sebesar 0,15%.

Jika peningkatan pemotongan di wilayah tujuan merupakan pemotongan ternak yang dihasilkan oleh wilayah itu sendiri, maka ini mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan budidaya di wilayah tersebut. Berkembangnya kegiatan usaha peternakan komoditas ayam ras pedaging di wilayah tujuan akan mampu meningkatkan nilai tambah sub sektor peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita. Peningkatan konsumsi daging ayam ras akan menjadikan wilayah tersebut mempunyai daya tarik bagi pemasaran komoditas ayam ras pedaging. Di sisi yang lain, jika di wilayah tujuan tidak mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri maka peningkatan pemotongan akan meningkatkan intensitas pemasaran komoditas ayam ras pedaging ke wilayah tujuan.

Selanjutnya, untuk melihat wilayah yang berperan dalam pemasaran komoditas ayam ras pedaging antar wilayah, maka dilakukan analisis Model Entropy Interaksi Spasial Berkendala Ganda yang ditampilkan pada Tabel 23. Dari tabel tersebut diketahui semua wilayah berpengaruh secara nyata terhadap aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging (p<5%). Nilai koefisien masing- masing wilayah menggambarkan besarnya dorongan terhadap interaksi yang dalam hal ini adalah aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging. Untuk wilayah asal terdapat tujuh wilayah yang mendorong interaksi pemasaran yaitu Kampar, Pekanbaru, Rokan Hulu, Pelalawan, Siak, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu. Wilayah yang mempunyai efek dorongan paling besar adalah Kabupaten Kampar (4,78), yang berarti setiap peningkatan 1 % produksi ayam ras pedaging mendorong interaksi pemasaran sebesar 4,78 %. Keragaman yang dijelaskan melalui uji model sebesar 91,24%.

Besarnya nilai koefisien produksi mengindikasikan bahwa ketujuh wilayah tersebut telah mampu memproduksi ayam ras pedaging untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain. Sedangkan Indragiri Hilir, Bengkalis dan Dumai, tidak mendorong interaksi aliran ayam ras pedaging antar wilayah. Untuk wilayah Indragiri Hilir, Bengkalis, Rokan Hilir, dan Dumai merupakan wilayah pemasaran karena koefisien permintaan yang tinggi.

Tabel 23 Pola aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging

Parameter Dugaan Galat Statistik

Wald Taraf Nyata (p) Intercept 12,1725 0,001038 137439838 0,00 1 Pekanbaru 4,2439 0,001107 14689343 0,00 2 Kuantan Singingi 1,5226 0,002312 433871 0,00 3 Indragiri Hulu 0,8574 0,001971 189203 0,00 4 Indragiri Hilir -2,0283 0,007345 76252 0,00 5 Pelalawan 3,3247 0,001210 7554265 0,00 6 Siak 1,2221 0,001629 562704 0,00 7 Kampar 4,7847 0,001291 13744515 0,00 8 Rokan Hulu 3,1803 0,001471 4673069 0,00 9 Bengkalis -1,7021 0,002416 496269 0,00 10 Rokan Hilir -17,5001 Ef ek p en ingk at an p rod uk si tern ak d i wilayah asal 11 Dumai -2,09475 1 Pekanbaru -0,4603 0,000926 246955 0,00 2 Kuantan Singingi -0,6805 0,001440 223336 0,00 3 Indragiri Hulu -0,6881 0,001081 404928 0,00 4 Indragiri Hilir 0,5592 0,001243 202475 0,00 5 Pelalawan -1,6792 0,001107 2302353 0,00 6 Siak -0,9247 0,000892 1074741 0,00 7 Kampar -2,0782 0,001121 3438204 0,00 8 Rokan Hulu -0,6296 0,000961 429161 0,00 9 Bengkalis 3,3337 0,001495 4974587 0,00 10 Rokan Hilir 3,3668 0,001369 6048684 0,00 Efek pe ningkat an permintaan tern ak d i wilayah tu ju an 11 Dumai 0,11918 Jarak

Efek pertambahan jarak antara wilayah asal dengan wilayah tujuan

-0,0199 0,000007 8302107 0,00

R2 91,24%

* Berpengaruh nyata pada p<5%

Efek peningkatan permintaan komoditas ayam ras pedaging dipengaruhi oleh wilayah-wilayah dengan populasi ayam ras pedagingnya rendah. Permintaan dari wilayah Indragiri Hilir, Bengkalis, Dumai dan Rokan Hilir mendorong interaksi masing masing sebesar 0,56, 3,33, 0,12 dan 3,36 lebih besar dari wilayah lainnya. Nilai dugaan yang negatif pada wilayah yang lain berarti wilayah tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya tanpa harus ada pemasukan ternak dari wilayah lain. Deskirpsi pola aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Pola aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging

Dari Gambar 11 dapat dijelaskan bahwa setiap wilayah produksi dapat menjangkau semua wilayah pemasaran dan wilayah pemasaran dapat memperoleh komoditas ayam ras pedaging dari semua wilayah produksi.

Pola aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging digambarkan seperti pada Gambar 12. Matriks aliran pemasaran komoditas ayam ras pedaging dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 12 Peta aliran pemasaran ayam ras pedaging

Dari Gambar 12 terlihat bahwa wilayah yang mempunyai daya dorong pemasaran merupakan wilayah produksi ayam ras pedaging. Terdapat empat wilayah yang menjadi pusat produksi ayam ras pedaging yaitu Kampar, Pekanbaru, Pelalawan dan Siak. Wilayah tujuan yang menjadi daya tarik untuk pemasaran ayam ras pedaging adalah Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis, Rokan Hulu dan Indragiri Hilir. Hal ini disebabkan karena tingginya kebutuhan daging ayam ras pedaging di wilayah tersebut. Disamping itu, pada wilayah tujuan tersebut

Wilayah Produksi

relatif populasi ayam ras pedaging sedikit. Faktor lain yang menyebabkan tingginya konsumsi adalah besarnya PDRB per kapita di wilayah tersebut karena berkembangnnya sektor migas. Sedangkan Dumai merupakan wilayah pesisir yang mempunyai pelabuhan perdagangan internasional dan berkembang menjadi pusat pertumbuhan.

Jika dilihat dari peta aliran komoditas maka wilayah produksi terdapat di sekitar Kota Pekanbaru. Beberapa faktor yang mendorong hal ini terjadi adalah Kota Pekanbaru merupakan pusat distribusi sarana produksi peternakan. Selain itu, pola pemeliharaan ayam ras pedaging lebih banyak dalam bentuk kemitraan dengan perusahaan besar dalam bentuk inti-plasma (perusahaan sebagai inti dan peternak sebagai plasma).

Wilayah produksi utama komoditas ayam ras pedaging adalah Kabupaten Kampar, yang mampu memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah kabupaten dan kota kecuali Pelalawan. Posisi geografis Kabupaten Kampar yang lebih dekat dengan Kota Pekanbaru sangat menguntungkan karena mengefisiensi biaya transportasi, baik sarana produksi maupun pemasaran. Efisiensi produksi juga diperoleh dengan semakin bertambahnya jumlah yang dibudidayakan. Kondisi ini tidak dapat diikuti oleh wilayah lain yang mempunyai jarak lebih jauh dari Kota Pekanbaru.

Analisis terhadap aliran pemasaran komoditas peternakan yang dibatasi pada aliran dalam Provinsi Riau, menyebabkan tidak terlihatnya kebutuhan komoditas secara keseluruhan. Jadi, walaupun analisis yang dilakukan dengan model tertutup, pada kondisi riil aliran pemasaran komoditas peternakan bersifat terbuka karena selain terjadi aliran pemasaran dalam provinsi, juga terdapat aliran pemasaran antar provinsi dan antar negara.

5.3 Analisis Tataniaga Pemasaran

Analisis margin tata niaga digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran komoditas peternakan. Analisis tata niaga menghasilkan rantai tata niaga, margin pemasaran dan harga komoditas.

Dokumen terkait