• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Tinjauan Kompetensi Guru

1. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional mengacu pada pengertian kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik/ siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi profesional perlu dimiliki oleh seorang guru, sehingga selayaknya menjadi bahan/ materi ajar (Agung 2012: 101-108). Menghasilkan guru kompetensi & profesional selain itu sejumlah aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan diantaranya:

1) Kode etik profesi

Profesi guru merupakan pekerjaan/ jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusu, kehalian dan kentrampilan untuk melayani dan memberikan advice pada orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Eksplisit, profesi berarti pekeerjaan yang memerlukan kompetensi khusus dan kemampuan intelektual tinggi berupa penguasan yang didasari pengetahuan tertentu. Karasteristik profesi mengacu pada kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, memiliki pengetahuan spesialisasi, memiliki pengetahuan peraktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien, memiliki teknik kerja

31

yang dapat dikomunikasikan, memiliki kemampuan dan kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri, mementingkan kepentingan orang lain, memiliki kode etik, memiliki sangsi dan tanggung jawab komunitas, serta mempunyai sistem upah dan budaya profesional.

Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 (pasal 7 ayat 1) ditegaskan, bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional, yaitu: (i). memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; (ii) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang dan tugasnya; (iii) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya; (iv) mengetahui kode etik profesi; (v) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas; (vi) memperoleh penghasilan yang yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya; (vii) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan; (viii) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya; dan (ix) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa seorang guru yang menjalankan profesinya dengan dilandasi norma-norma yang berlaku secara benar disebut profesional. Profesi yang didasar atas kehalian, pengetahuan dan kode etik tertentu sering desebut dengan profesionalme. Dalam kaitan itu banyak pihak berpendapat, bahwa profesionalisme guru merupakan suatu hal yang cukup penting diperhatikan. Artinya, agar guru menjalankan profesinya secara profesional haruslah memiliki penguasaan pengetahuan,

32

keahlian, dan keterampilan yang memandai, serta didasari atas kode etik guru.

2) Pengembangan penguasaan materi

Ilmu pengetahuan teknologi mengalami perkembangan yang pesat, yang mau tidak mau menuntut guru untuk mengembangkan penguasaan materi oleh guru terkait dengan mata pelajaran yang diampunya. Perkembangan ini baru dapat dilakukan guru apabila dirinya turus-menerus mewujudkan kemauan, kemampuan, dan upaya mencari, menemukan, dan mengembangkan wawasan dan pengetahuan dari dari berbagai sumber. Melalui penguasan itu guru pun akan berusaha untuk meningkatkan bahan/ materi ajar dalam pelaksanaan tugas pembelajaran. Guru yang kurang memperlihatkan kemampuan mengembangkan penguasaan materi cenderung terjebak kedalam pola dan materi ajar yang tidak memahami perubahan, menonton, menjenuhkan, dan kurang membangkitkan gairah belajar peserta didiknya. Bukan itu semata, guru yang kurang mampu mengembangkan penguasaan materi akan mengalami ketertinggalan per-kembangan iptek, sehingga tidak mustahil akan mempengaruhi pengelolaan pembelajaran yang diisi dengan teori, konsep, dan lain-lainnya yang sudah usang.

3) Pengembangan penguasaan kompentensi mata pelajaran

Kompetensi guru bukan merupakan suatu kondisi yang statis, melainkan dinamis dalam arti mengandung harapan untuk dikembangkan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Perkembangan kompetensi terhadap

33

mata pelajaran yang diampu oleh seorang guru tidak hanya mencakup materi semata, tetapi segenap hal yang berhubungan dengan pelaksaan tugas pembelajaran, berupa mamfaat metode, teknologi pembelajaran, dan lain-lainnya. Dalam lingkup makna kompetensi di sini, tetapi juga kepribadian, profesional, dan sosial.

Salah satu pendukung pengembangan penguasaan kompetensi adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dapat dilakukan seorang guru dengan membatasi pada objek kajian tertentu terkait dengan pelaksaan tugas pembelajaran, mulai dari pemberian perhatian pada peserta didik, materi pembelajaran, pengembangan dan penguasaan metode pembelajaran tertentu dan sebagainya. Penguasaan dan penerapan PTK pada dasarnya dapat menjadi pintu masuk bagi guru dalam upaya pengembangan kompetensi dan profesional kerja.

4) Pengembangan materi/ bahan ajar

Pada dasarnya pekembangan materi/ bahan ajar oleh guru dipengaruhi penguasaan teori terhadap mata pelajaran yang diampunya. Seorang guru akan terkedala mengembangkan materi/ bahan ajar dalam pembelajaran apabila tidak diimbangi dengan penguasaan teori yang memadai. Sebaliknya, penguasaan materi cenderung kurang memberikan dampak positif terhadap hasil belajar peserta didiknya, apabila guru kurang mampu mengembangkannya dalam pengelolaan pembelajaran, melainkan diduga hanya akan menghasilkan pembelajaran dan hasil belajar yang setengah-setengah atau tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

34 5) Pengembangan diri (potensi)

Dalam meneliti jenjang karir profesi guru, seorang guru diwajibkan untuk memenuhi persyaratan angka kredit yang ditentukan fenomena yang muncul, masih banyak guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah mengalami kesulitan dalam memenuhi angka kredit untuk kenaikkan golongan atau kepangkatan. Bahkan dalam menyiapkan materi/ bahan ajar, banyak guru yang mengambil jalan pintas dengan cara meng-copypaste milik rekan sejawat dari bidang studi yang sama ataupun yang diperoleh dari KKG/MGMP. Kemandirian akan kreatifitas guru tidak tampak dalam pengembangan materi/ bahan ajar, padahal apa yang disalinnya itu belum tentu sesuai dan dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas pembelajaran.

Menurut (Yamin, dan Maisah, 2010:10) kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan subtansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan. Setiap sub-kompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

1. Sub-kompetensi menguasai subtansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial; memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

35

2. Sub-kompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial; menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/ materi dibidang studi secara profesional dalam konteks global.

Secara ringkas kompetensi guru dapat digambarkan sebagai berikut: Profesional:

1. Konsep struktur dan metode keilmuan/ teknologi/ seni yang menaungi/ koheren dengan materi ajar

2. Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah 3. Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait

4. Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan 5. Kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap

melestarikan nilai dan budaya nasional.

Menurut Sanusi (1990) sepuluh kemampuan dasar guru sebagai standar unjuk kerja guru. Yamin, Dan Maisah yang dikutip Sanusi, merincikan kesepuluh kemampuan dasar itu menjadi 17 gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional, yang kemudian dibagikannya menjadi tiga gugus kemampuan profesional, dan terbagi jenis kegiatan profesional seperti tabel berikut:

Tabel 2.1 Kemampuan-kemampuan profesional guru Gugus pengetahuan dan

penguasaan teknis dasar profesional Guru kemampuan profesional Jenis kegitan profesional 1. Pengetahuan tentang disiplin 1. Merencanakan program belajar-mengajar 2.1 merumuskan tujuan-tujuan intruksional

36 2. Ilmu pengetahuan

sebagai sumber bahan studi (structure, consepts, dan ways of knowing)

3. Pengetahuan tentang karakteristik/

perkembangan belajar. 4. Pengetahuan tentang berbagai model teori belajar (umum maupun khusus) 5. Pengetahuan dan

belajar umum dan khusus

6. Pengetahuan tentang karakteristik dan kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik sebagai latar belakang dan konteks berlangsungnya proses belajar.

7. Pengetahuan tentang proses sosialisasi dan & kulturalisasi. 8. Pengetahuan dan penghayatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. 9. Pengetahuan penguasaan berbagai media sumber belajar. 10.Pengetahuan tentang sebagai jenis informasi kependidikan dan manfaatnya. 11.Penguasaan teknik mengamati proses belajar-mengajar 12.Penguasaan berbagai metode mengajar 13.Penguasaan teknik menyusun instrumen penilaian kemajuan belajar. 14.Penguasaan teknik peresanan dan pengembangan 2. Melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar. 2.2 menguraikan deskripsi satuan bahasan 2.3 merancang kegiatan belajar-mengajar 2.4 memilih media dan

sumber belajar 2.5 menyusun instrumen evaluasi a. memimpin dan membimbing proses belajar mengajar. b. Mengatur dan mengubah suasana belajar-mengajar c. Menetapkan dan mengubah urutan kegiatan belajar

37 program belajar-mengajar. 15.Pengetahuan tentang dinamika hubungan interaksi antara manusia, terutama dalam proses belajar-mengajar

16.Pengetahuan tentang sistem pendidikan sebagai bagian terpadu dari sistem sosial negara-bangsa 17.Penguasaan teknik

memperoleh informasi yang diperlukan untuk kepentingan proses pengambilan

keputusan.

a. Guru sebagai tenaga profesional

Berbicara soal kedudukan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi memiliki banyak konotasi, salah-satu diantaranya pendidikan, termasuk guru. Secara umum profesi diartikan sebagai pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan di dalam ilmu dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental dari pada yang besifat manual work. Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang bepijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahtan orang lain.

38

Seorang pekerja profesional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informasi responsitiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan, sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional pendidikan, ditandai dengan serententan diagnosis, rediagnosis, dan penyesuaian yang terus-menurus. Dalam hal ini disamping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet dan “telaten” serta tangap terhadap setiap kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.

Sehubungan dengan profesional seseorang, Wolmer dan Mill mengemukakan bahwa pekerjaan itu baru dikatakan sebagai suatu profesi, apabila memenuhi kriteria atau ukuran-ukuran sebagai berikut:

1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas, maksudnya:

a. Memiliki pengetahuan umum yang luas; b. Memiliki keahlian khusus yang mendalam.

2. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, maksudnya: a. Adanya keterikatan dalam suatu organisasi profesional;

39 b. Memiliki otonomi jabatan; c. Memiliki kode etik jabatan;

d. Merupakan karya bakti seumur hidup.

3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya:

a. Memperoleh dukungan masyarakat;

b. Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum; c. Memiliki persyaratan kerja yang sehat;

d. Memiliki jaminan hidup yang layak.

Selanjutnya Westby dan Gibson, mengemukakan ciri-ciri keprofesional di bidang pendidikan sebagai berikut:

1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagaisuatu profesi.

2. Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi dibidang kedokteran, harus pula mempelajari, anatomi, bakteriologi, dan sebagainya. Juga profesi dibidang keguruan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain-lain.

3. Diperlukan kesiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang itu dapat melaksanakan pekerjaan profesional.

4. Memiliki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja.

40

5. Memiliki organisasi prefesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.

Pengertian profesi dengan segala ciri dan persyaratannya tersebut akan membawa konsekuensi yang fundamental terhadap program pendidikan, terutama yang berkenan dengan komponen tenaga pendidikan. Salah satu konsekuensi itu diantaranya adalah berkenaan dengan accountability dari program pendidikan itu sendiri. Hal ini sebagai suatu petunjuk bahwa keberhasilan program pendidikan tidak dapat dipisahkan dari peranan masyarakat secara keseluruhan, baik sumber asal dan sumber daya, maupun sebagai pemakai hasil. Jadi kompetensi lulusan tidak semata-mata tanggung jawab pengajar/ guru, akan tetapi juga ditentukan oleh pemakai lulusan serta masyarakat pada umumnya, baik itu secara langsung maupun tidak langsung akan terkena akibat dari adanya lulusan tersebut. Hal semacam ini harus dipahami oleh setiap unsur manusiawi yang terlibat di dalam program pendidikan, termasuk guru.

Bagi guru yang merupakan tenaga profesional dibidang pendidikan dalam kaitannya dengan accountability, bukan berarti tugasnya menjadi ringan, tetapi justru lebih berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki kualifikasi kemampuan yang lebih memandai. Secara garis besar ada tiga tingkatan kualifikasi profesional guru sebagai tenaga profesional kependidikan. Yang pertama adalah tingkatan capability personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan kentampilan serta sikap yan lebih mantap dan

41

memadai sehingga mampu mengelola proses belajar-mengajar secara efektif. Tingkat kedua adalah guru sebagai inovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki kompeten terhadap upaya perubahan dan reformasi. Para guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang tepat terhadap pembaharuan dan sekaligus merupakan penyebar ide pembaharuan yang efektif. Kemudian tingkat yang ketiga adalah guru sebagai developer. Selain menghayati kualifikasi yang pertama dan kedua, dalam tingkatannya sebagai developer, guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat jauh ke dapan dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai suatu sistem.

Sebagai pencerminan dari perbedaan-perbedaan individual, maka logis kalau dikatakan setiap guru itu pun memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal kualifikasi kemampuan. Kualifikasi pada tingkat pertama tentunya merupakan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru, untuk kemudian menuju pada tingkat kesempurnaan yakni inovator dan developer. Oleh karena itu, ada sementara pendapat bahwa yang berperan sebagai inovator dan developer itu biasanya guru-guru angkatan yang sudah agak lama, dengan alasan mereka sudah memiliki banyak pengalaman kerja. Tetapi sebaliknya ada juga pendapat yang menyatakan justru dari kelompok guru-guru mudalah yang kinerjanya lebih banyak mengambil peran dalam soal pembaruan. Alasan yang dikemukaan adalah bahwa tenaga-tenaga muda itu masih cukup potensial dan biasanya lebih responsif di dalam

42

mensifati ide pembaruan. Persoalan ini memangsulit dijawab, tetapi masih memerlukan kajian yang lebih lanjut. Hanya yang perlu diingat bahwa ukuran yang lebih tepat untuk upaya reformasi itu tidak sekedar banyaknya pengalaman kerja, tetapi persoalannya cukup kompleks, sebab menyangkut sikap mental dan kultur masing-masing. Dengan demikian, jelas bahwa untuk melihat seberapa besar tingkat kualifikasi kemampuan guru tidak dapat dipisahkan sikap dan perilaku guru itu sendiri.

Sehubungan dengan itu maka perlu ditegaskan bahwa selain faktor-foktor pengetahuan, kecakapan, kenterampilan dan tangap terhadap ide pembaruan serta wawasan yang lebih luas sesuai dengan keprofesiannya, pada diri guru sebenarnya masih memerlukan persyaratan khusus yang bersifat mental. Persyaratan khusus itu adalah faktor yang menyebabkan seseorang itu merasa senang, karena merasa terpangil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik/guru. Oleh Waterink, faktor khusus itu disebut dengan istilah rouping atau “panggilan hati nurani”. Rouping inilah yang merupakan dasar bagi seorang guru untuk melakukan kegiatannya. Sardiman (2010: 133,137).

b. Guru Sebagai Pendidik Dan Pembimbing

Seorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertamakali ia harus merupakan seorang yang memiliki “kepribadian Guru” dengan segala ciri tingkat kedewasaannya.

43

Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seorang harus memilki kepribadian.

Masalah yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai “pendidik”. Guru memang seorang “pendidik”, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “mendidik” sikap mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan, dengan guru sebagai idolanya.

Dengan “mendidikkan” dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung pada bebagai pengetahuan yang dibarengi dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik/siswa dapat menghayati kemudian menjadikan hak miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap mental. Jadi tugas seorang guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga “mendidik” seseorang menjadi warga negara yang baik, menjadi seseorang yang berpribadi baik dan utuh. Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siwanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Mendidikkan adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian, secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “ pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of values. Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.

44

Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi beberapa syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat latihan kenterampilan keguruan, dan pada kondisi itu pula, ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan. Semuanya itu akan menyatu dalam diri seorang guru sehingga merupakan seorang pribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ia transformasikan pada anak didik/ siswanya, sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa itu.

Dilihat dari segi perkembangannya, pada zaman kuno guru seringkali diberi peringkat “pendidik” yang jauh lebih kuat. Para siswa atau anak didik diarahkan menjadi manusia-manusia yang taat pada Maha Pencipta, sopan, tunduk kepada ketentuan serta adat-istiadat yang berlaku, walaupun kadang-kadang hal itu tidak rasional.

Kemudian pada zaman kolonial, fungsi guru sebagai “pengajar” lebih menonjol. Hal ini disesuaikan dengan maksud kaum kolonial untuk menghasilkan orang-orang yang dapat bekerja untuk kaum kolonial. Soal pribadi dan etika serta sikap mental kurang mendapatkan perhatian.

Dalam perkembangan masa berikutnya secara tidak disadari dalam berbagai praktik dan pelaksanaan dalam kegiatan belajar-mengajar khususnya proses pendidikan pada umumnya, fungsi guru sebagai “pengajar” (penyampai ilmu pengetahuan) masih cederung menonjol. Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan sehari-hari bahwa guru pada umumnya

45

akan memberikan kriteria keberhasilan anak didiknya melalui nilai-nilai pelajaran yang diajarkan setiap harinya, serta kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak sehari-harinya. Dalam kaitan ini guru dianggap sebagai seorang yang hanya lebih dan tinggi soal ilmu pengetahuan saja. Akibatnya eksistensi guru hanya akan dihormati siswanya sewaktu mengajar di sekolah, sedang di luar sebagai yang sama saja dengan manusia pada umumnya.

Sungguh suatu sikap belajar yang salah kalau memandang bahwa guru adalah sekedar berilmu pengetahuan yang tinggi. Perlu ditegaskan bahwa tidak cukup untuk menjadi guru hanya dengan bermodal pengetahuan. Banyak persoalan atau unsur-unsur yang harus dipelajari dan dikuasai. Guru adalah sebagai seorang yang memiliki kiat. Dalam hubungannya dengan fungsi sebagai pendidik, maka guru berarti menjadi pribadi yang terintegrasi.

Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi sebagai pembimbing. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing”. “Bimbingan” adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan.

Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Sebgai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang

46

jelas dalam pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan” sebagai yang tidak dapat terpisahkan.

Bimbimgan dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendididk, guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi oleh anak didik. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik dari siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, minimal dua fungsi, yakni fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tujuan secara umum, guru dengan segala peranannya akan keliatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu, guru dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi pangilan hati nurani, atau seperti telah dikemukakan di atas dengan istilah roeping. Sehubungan dengan ini, ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan tugas pengabdiannya, yakni:

47

2. Mencintai dan menyayangi anak didik;

3. Mempunyai rasa tanggung jawab secara penuh dan sadar mengenai tugasnya.

Ketiga hal ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Karena orang merasa terpanggil hati nuraninya untuk mendidik, maka ia harus mencintai anak didik dan menyadari sepenuhnya