• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi sumber daya manusia mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).

Tjiptoherijanto (2001) dalam Winidyaningrum, Celviana dan Rachmawati. (2010) menyatakan ‘untuk menilai kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu fungsi, dapat dilihat dari level of responsibility dan kompetensi sumberdaya tersebut’. Tanggung jawab dapat dilihat dari atau tertuang dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumberdaya tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan kompetensi dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pelatihan- pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan dalam pelaksanaan tugas.

‘Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan’ (Hevesi, 2005) dalam Winidyaningrum, Celviana dan Rachmawati (2010). Menurut beberapa pakar, kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya. Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan

bekerja tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga. Dunnetts (2004: 110) menyatakan ‘skill adalah kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu rangkaian tugas yang berkembang dari hasil pelatihan dan pengalaman’. Blanchard & Thacker (2004), ‘skill seseorang tercermin dari seberapa baik seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik seperti mengoperasikan suatu peralatan, berkomunikasi efektif, atau mengimplementasikan suatu strategi bisnis’.

Dharma (2005: 47) menyatakan “kemampuan identik dengan kompetensi yang dimiliki yang mengacu kepada dimensi prilaku dari sebuah peran perilaku yang diperlukan seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara memuaskan”. Berikut ini terdapat beberapa daftar kompetensi dalam manajemen kinerja menurut Amstrong (2005: 59) yaitu :

1. Pengetahuan kerja dan professional 2. Kesadaran organisasi/konsumen 3. Komunikasi 4. Keahlian interpersonal 5. Kerjasama tim 6. Inisiatif 7. Keahlian Analitis 8. Produktifitas 9. Kualitas 10. Manajemen/pengawas 11. Kepemimpinan

Kompetensi didefinisikan (Mitrani et al, 1992 ; Spencer and spencer, 1993) dalam Dharma (2005: 109) sebagai ‘an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterionreferenced effektive and or superior performance in a job or situasion’. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya.

Ada 3 kata penting untuk dipahami dari pengertian ini (1) Underlying characteristics mengandung arti kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. (2) Causally Related berarti kompetensi adalah suatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. (3) Criterionreferenced mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari criteria atau standar yang digunakan. Maka dapat disimpulkan bahwa kompetentsi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian.

Spencer and Spencer (1993), Mitrani et al. (1992) menyatakan terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu: (1) Knowledge (2) Skill (3) Motives (4) Traits (5) Self-Concept.

(1) Knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk bidang

tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks karena sampai saat ini tes pengetahuan tetap tidak bisa mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang benar tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

(2) Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara pisik maupun mental.

(3) Motives adalah drive, direct and select behavior ti ward certain actions or goals and away from other. Seseorang memiliki motif berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberikan tantangan pada dirinya dan bertanggungjawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feed back untuk memperbaiki dirinya.

(4) Traits adalah watak yang membuat orang untuk berprilaku atau

bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. (5) Self-concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal 20 Juli 2001 ada beberapa standar Kompetensi yang ditentukan yang harus dimiliki oleh jenjang Jabatan Struktural Eselon III dan IV sebagai berikut :

Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon III :

1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik

(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.

2. Mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik terhadap

kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

4. Mampu melakukan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan

tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

5. Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya.

6. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.

7. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.

8. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya

9. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi

pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.

10. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan yang tepat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.

11. Mampu mendayagunakan teknologi informasi yang berkembang

dalam menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

12. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan pengawasan dan

pengendalian dalam unit organisasinya.

13. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.

14. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit

organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

15. Mampu memberikan masukan-masukan tentang

perbaikan/pengembangan program kepada pejabat atasannya tentang kebijakankebijakan maupun pelaksanaannya

Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV :

1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik

(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.

2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dantanggung jawab unit organisasinya.

3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

4. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.

5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya.

6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan

unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.

7. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya.

8. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi

pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.

9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.

10. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan

pengendalian dalam unit organisasinya.

11. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.

12. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasi dan para bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

13. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan- perbaikan/ pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabat diatasnya

2.4. Budaya Kerja

2.4.1. Pengertian Budaya

Poespowardojo (dalam Tanjung et al. 2002: 32), budaya secara harfian berasal dari Bahasa Latin, yaitu colore yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Selanjutnya, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Koentjaraningrat (1984), budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindak dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

Jadi sederhananya, bahwa budaya adalah kristalisasi nilai-nilai dan tata cara hidup yang dianut suatu komunitas atau kelompok. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik karena perbedaan pola hidup komunitas. Dalam praktik yang lebih sempit budaya juga menunjukkan pola kerja yang terdapat pada suatu komunitas (Tanjung et al. 2002:33)

2.4.2. Pengertian Kerja

Pada hakikatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. “Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai- nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (Kepmenpan No.25/KEP/M.PAN/04/2004)”.

2.4.3. Pengertian Budaya Kerja

Budaya aparatur negara dapat dikenali wujudnya dalam bentuk nilai- nilai yang terkandung di dalamnya, institusi atau sistem kerja, serta sikap dan perilaku SDM aparatur yang melaksanakannya (Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002). Sehingga budaya kerja aparatur negara dalam keputusan tersebut diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Budaya kerja aparatur negara diharapkan akan bermanfaat bagi pribadi aparatur negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi member kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, sedangkan dalam kelompok dapat meningkatkan kualitas kinerja bersama. Nilai-nilai, perilaku, dan falsafah yang dianut setiap orang mempunyai arti proses yang panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui. Sehingga budaya kerja dapat diartikan sebagai cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

2.4.4. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi berdiri. Sithi Amnuai dalam Ndraha (2003) menjelaskan “being developed as they learn to cope with problems of external adaption and internal integration” artinya pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi

belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya kerja diawali oleh para pendiri (founders) atau pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya pengaruh yang dimilikinya akan menemukan suatu cata tersendiri yang dijalankan dalam satuan kerja yang dipimpinnya.

Budaya kerja dibangun dan dipertahankan yang ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku bawahannya untuk dapat diterima di lingkungan tempat kerjanya. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan.

Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari , hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.

Dokumen terkait