• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Budaya Kerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI

INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

OLEH

LAILY WASHLIATI NASUTION 110503128

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH KOMPETENSI

SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT KABUPATEN

LABUHANBATU UTARA” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang

disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan akademik pada Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau

lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin

dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah dan

penulisan etika ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam

skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Medan, 12 Oktober 2015

(3)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI

INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja baik secara parsial maupun simultan berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang disampaikan kepada 32 orang aparat pemerintahan di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 22.0 dengan menggunakan uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas serta menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, hesteroskedastisitas, multikolonieritas, dan uji hipotesis yaitu linear berganda, uji koefisien determinasi, uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Pengujian secara parsial memperlihatkan hasil bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara sedangkan variabel budaya kerja tidak berpengaruh dalam mewujudkan good governance.

(4)

ABSTRACT

THE EFFECT OF HUMAN RESOURCE COMPETENTION AND BUDAYA KERJA TO IMPLEMENT GOOD GOVERNANCE IN INSPECTORAT OF

NORTH LABUHANBATU

The purpose of this research is to determine the effect of human resource competention and budaya kerja to implement good governance in Inspectorat of North Labuhanbatu.

Data was collected by using questionnaire to the government employee of Inspectorat of North Labuhanbatu. The analysis model used is multiple linear regression were performed with the aid of a computer program SPSS version 22.0 using the data quality test that consisting the validity test and reliability test and classical asumption test which consisting of normality test, hesteroskedastisitas test, and multikolinear test and t test and F test.

.

Simultaneous testing concluded that all the independent variables affect the dependent variable. Partial testing results show that human resource competent significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu. Meanwhile budaya kerja not significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta ‘alla

atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaian skripsi

ini guna memperoleh Sarjana Ekonomi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Sumatera Utara. Penulis telah banyak menerima bimbingan,

saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., CA., selaku Dekan

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak., selaku Ketua

Departemen Akuntansi dan bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM., Ak selaku

Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S-1

Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak selaku Sekretaris

Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Utara sekaligus sebagai Dosen Penguji saya.

4. Bapak Drs. Mhd. Zainul Bahri Torong, M.Si., Ak., selaku Dosen

Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

(6)

dan bapak Iskandar Muda, S.E., M.Si., Ak selaku Dosen Pembanding

saya, atas segala saran dan masukan yang telah diberikan selama ini.

5. Kedua orang tua penulis, Ayah dan Ibu tercinta, H.Ahmad Rizal

Nasution, SH dan Drs. Fadhillah Bahar Dalimunthe. Abang saya Faizal

Amanda Nasution S.STP dan ketiga adik-adik saya, Mhd. Luthfi Amri

Nst, Fadlina adriyani Nst dan Arif Abdillah Nst. Terimakasih atas

segala curahan kasih sayang, perhatian, doa, dukungan dan pengorbanan

selama ini yang telah diberikan.

6. Kepada teman-teman saya terkhusus Dewita Pratiwi, Diah Puji Astika,

Siti Uly Mawaddah Simbolon, dan Wiwik Puspa yang banyak terlibat

membantu penyelesaian skripsi penulis. Kepada teman sekaligus guru

saya, Yunita Deby, terimakasih atas ilmu dan bantuannya selama ini.

Kepada rekan terbaik saya Fahmi Marajuang, semoga bisa

menyelesaikan sarjana secepatnya. Kepada sahabat-sahabat saya Dwiva,

Eki, Joko, Nanda, Pai, Ratih, Rafiq, Walid, Iman, Eza, Arif, Hadi, Nisa,

Ongga, Amita , Devi, Novri, Martin serta semua teman-teman FEB USU

yang selalu memberikan dorongan nya agar saya tetap semangat dan

berjuang untuk menyelesaikan study di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

USU.

7. Terimakasih banyak kepada setiap orang, baik itu sahabat, teman, rekan,

dan setiap pihak yang saya kenal dengan baik dan tidak dapat saya

sebutkan namanya satu-persatu. Terimakasih banyak untuk semuanya,

(7)

Saya berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak. Saya juga

berharap semoga skripsi ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian

selanjutnya dan dapat menambah ilmu bagi yang membaca. Saya menyadari

bahwa skripsi ini juga masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 12 Oktober 2015

(8)

DAFTAR ISI

2.1.1 Konsep Good Governance dalam pelayanan publik ... 14

2.2 Sumber Daya Manusia ... 18

2.2.1 Pegawai Negeri Sipil ... 19

2.2.2 Pegawai Tidak Tetap ... 21

2.3 Kompetensi Sumber Daya Manusia ... 23

2.4 Budaya Kerja ... 28

2.4.1 Pengertian Budaya ... 28

2.4.2 Pengertian Kerja ... 28

2.4.3 Pengertian Budaya Kerja ... 29

2.4.4 Terbentuknya Budaya Kerja ... 29

2.5 Penelitian Terdahulu ... 30

2.6 Kerangka Konseptual ... 33

2.7 Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ……….. ... 35

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

3.3.1 Good Governance ... 36

3.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia ... 37

3.3.3 Budaya Kerja ... 37

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

(9)

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.7 Teknik Analisis …. ... 41

3.7.1 Uji Kualitas Data ... 41

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 42

3.7.3 Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Gambaran Singkat Objek Penelitian ... 46

4.1.2 Deskripsi Data …...…...………...……...……...…... 47

4.1.3 Statistik Deskriptif... 47

4.1.4 Uji Kualitas Data ... 48

4.1.5 Uji Asumsi Klasik ... 49

4.1.6 Uji Hipotesis ... 54

4.2 Pembahasan ... 58

4.2.1 Pengaruh kompetensi sumber daya manusia dalam mewujudkan good governance ... 58

4.2.2 Pengaruh budaya kerja dalam mewujudkan good governance ... 59

4.2.3 Pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja dalam mewujudkan good governance ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Keterbatasan ... 60

5.3 Saran ... 61

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 32

3.1 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

4.1 Output SPSS Statistik Deskriptif ... 47

4.2 Output Uji Reliabilitas ... 49

4.3 Output Uji Normalitas ……...…...………...………... 50

4.4 Output Uji Multikolinearitas ... 53

4.5 Output Uji Regresi Linear Berganda ... 55

4.6 Output Uji Determinasi ... 56

4.7 Output Uji-t ……... 57

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 33

4.1 Output SPSS Normal P-Plot ... 51

4.2 Output SPSS Grafik Histogram ... 52

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ………. 66

Lampiran 2 Data Hasil Kuesioner ……… 70

Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Deskriptif ……… 73

Lampiran 4 Uji Kualitas Data ……….. 73

Lampiran 5 Uji Asumsi Klasik ………. 77

(13)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI

INSPEKTORAT KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja baik secara parsial maupun simultan berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang disampaikan kepada 32 orang aparat pemerintahan di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 22.0 dengan menggunakan uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas serta menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, hesteroskedastisitas, multikolonieritas, dan uji hipotesis yaitu linear berganda, uji koefisien determinasi, uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Pengujian secara parsial memperlihatkan hasil bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara sedangkan variabel budaya kerja tidak berpengaruh dalam mewujudkan good governance.

(14)

ABSTRACT

THE EFFECT OF HUMAN RESOURCE COMPETENTION AND BUDAYA KERJA TO IMPLEMENT GOOD GOVERNANCE IN INSPECTORAT OF

NORTH LABUHANBATU

The purpose of this research is to determine the effect of human resource competention and budaya kerja to implement good governance in Inspectorat of North Labuhanbatu.

Data was collected by using questionnaire to the government employee of Inspectorat of North Labuhanbatu. The analysis model used is multiple linear regression were performed with the aid of a computer program SPSS version 22.0 using the data quality test that consisting the validity test and reliability test and classical asumption test which consisting of normality test, hesteroskedastisitas test, and multikolinear test and t test and F test.

.

Simultaneous testing concluded that all the independent variables affect the dependent variable. Partial testing results show that human resource competent significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu. Meanwhile budaya kerja not significant influence implement good governance in inspectorat of North Labuhanbatu.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue

yang menonjol dalam pengelolaan administrasi publik saat ini. Tuntutan gencar

yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya

tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh

globalisasi (Sedarmayanti, 2003:4).

Good governance merupakan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu seharusnya diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan

di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Apalagi setelah

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme, yang di dalamnya telah diatur secara tegas dan limitatif asas-asas

umum penyelenggaraan negara. Good governance merupakan proses

penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good

and service di dalam governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek baiknya disebut “good governance” (kepemerintahan yang baik).

Penyediaan public good and service di dalam praktek good governance erat

(16)

Pelayanan publik (public service) merupakan suatu perwujudan dari fungsi

aparatur negara sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik

adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara

pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan,

maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(Kepmenpan No.25/KEP/M.PAN/02/2004). Pelayanan publik oleh birokrasi

publik dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menilik dari

fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, sudah

seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut dan

tidak menjadikan good governance hanya sebagai sloganistik.

Dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah

atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari

lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan

kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi

yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi

didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan

kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan

bagi birokrasi. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan publik yang selama ini

dirasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi

masyarakat itu sendiri. Selain itu banyak pelayanan publik yang diberikan kepada

masyarakat tidak secara efektif dan efisien, dimana pelayanan yang diberikan

(17)

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dimana telah mengalami perubahan sebanyak dua kali, yaitu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 dan Undang-Undang No.12 Tahun 2008,

telah membawa perubahan besar terhadap bentuk sistem pemerintahan yang

sebelumnya menganut sistem sentralisasi (terpusat) menjadi desentralisasi

(otonomi daerah). Perubahan sistem ini memberikan dampak besar dalam

pelaksanaan administrasi dan manajemen sumber daya manusia sektor publik.

Perubahan ini membawa implikasi yang sangat luas bagi pelaksanaan tugas

aparatur di daerah. Perubahan yang sangat mendasar adalah kewenangan yang

diberikan pemerintah kepada kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota) yang

sangat besar berkenaan dengan pengelolaan kepegawaian di daerah, mulai dari

pengangkatan, promosi dalam jabatan, kenaikan pangkat, hingga kepada

pemberhentian pegawai. Kewenangan yang besar tersebut diharapkan akan

membantu kelancaran keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena sumber

daya manusia aparatur di daerah merupakan ujung tombak dalam implementasi

kebijakan otonomi daerah. Sesuai dengan pendapat Thoha dalam Torang

(2013:50) yang menyatakan bahwa “manusia (man) adalah salah satu dimensi

dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung

organisasi”.

Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa setelah lebih dari satu

dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah, masih banyak terjadi penyalahgunaan

wewenang oleh kepala daerah, diantaranya pengangkatan tenaga honorer yang

(18)

pegawai negeri sipil (CPNS) dan promosi jabatan yang banyak terimplikasi ada

praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan pengangkatan jabatan yang

tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi. Padahal seharusnya penempatan

pegawai disesuaikan dengan keahliannya sesuai prinsip the right man on the right

job yang merupakan kaidah dan prinsip yang berlaku secara universal. Apabila hal ini terus terjadi, maka akan mengganggu kinerja sumber daya manusia

aparatur secara umum, mengganggu sistem karir dan akan menghambat aktivitas

pelayanan publik sehingga berimplikasi terhadap penurunan kepercayaan publik

kepada pemerintah daerah dan pada gilirannya akan berimbas kepada sulitnya

atau gagalnya pelaksanaan otonomi daerah dalam mewujudkan good governance.

Padahal seharusnya good governance digunakan sebagai sebuah kerangka

institusional untuk memperkuat otonomi daerah karena secara subtantif

desentralisasi dan otonomi daerah bukan hanya masalah pembagian kewenangan

antara level pemerintahan, melainkan upaya membawa negara lebih dekat

terhadap masyarakat dan good governance adalah basis penyelenggaraan otonomi

lokal.

Sejalan dengan pendapat Thoha, Tajuddin (2008) juga menyatakan bahwa

“berhasil atau tidaknya pelaksanaan good governance sebagian besar tergantung

pada pemerintah daerah (local government) yang terdiri dari unsur-unsur

pimpinan daerah, DPRD. Disamping itu terdapat aparatur atau alat perlengkapan

daerah lainnya yaitu para pegawai daerah itu sendiri”. Berdasarkan pendapat ahli

tersebut diketahui bahwa salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan yang

(19)

yang baik (good governance) ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi

penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan manajemen

sumber daya pegawai (PNS).

Jika diamati dengan seksama, persoalan yang menjadikan aparatur negara

kurang amanah salah satunya disebabkan oleh terabaikannya faktor moral dan

etika. Konsentrasi aparatur negara lebih banyak bernuansa materi. Vonita (2010),

‘untuk negara yang lebih baik maka terlebih dahulu membangun peradaban

manusia-manusia yang baik, hal ini dapat terwujud dengan membangun

individu-individu yang membentuk masyarakat itu sendiri. Sebab individu-individu merupakan

pondasi dari masyarakat. Tanpa memperhatikan hal tersebut, peradaban yang

baik sesuai dengan tujuan bangsa tidak akan terwujud’.

Fenomena yang terjadi di Indonesia penyebab kurang berhasilnya good

governance disebabkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap budaya kerja aparat. Budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur

negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah

menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan

sehari-hari. Budaya kerja diharapkan bermanfaat bagi pribadi aparat negara maupun unit

kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan berperan, berprestasi dan

aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja

kelompok. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan dan pengembangan

budaya kerja adalah bertumbuh kembangnya nilai-nilai moral dan budaya kerja

produktif aparat negara, meningkatnya persepsi, pola pikir, pola sikap, pola

(20)

meningkatnya kinerja aparat negara, dan terbentuknya citra aparat negara dan

kepercayaan masyarakat (trust).

Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mewujudkan

pemerintahan yang baik dan bersih terwujud, maka pengawasan sebagai

instrumen dalam manajemen organisasi pemerintahan harus berjalan dan

terlaksana secara optimal. Optimalisasi pengawasan atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah selain mewujudkan cita-cita otonomi daerah dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mencegah terjadinya

penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Guna mencegah terjadinya

penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan

pemerintahan, maka di setiap institusi pemerintah dibentuk lembaga pengawasan

internal pemerintah yang secara khusus melaksanakan fungsi pengawasan.

Lembaga pengawasan internal pemerintah adalah lembaga yang dibentuk dan

secara inheren merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang memiliki tugas

pokok dan fungsi dibidang pengawasan. Pengawasan atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat. Pengawasan sebagai suatu

proses merupakan rangkaian tidak terputus, salah satu unsur manajemen

pemerintah yang penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif,

efisien, terarah dan terkoordinasi. Pengawasan atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah merupakan amanat dari ketentuan Bab XII, Pasal 218

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

1. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah meliputi :

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah.

(21)

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Guna mewujudkan pemerintahan yang baik lembaga pengawasan

selayaknya memainkan peran aktifnya dalam menghadapi tuntutan perkembangan

dan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan aspirasi reformasi, peranan

aparatur negara dan tuntutan masyarakat. Sesuai dengan tuntutan masyarakat

terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam penyelenggaraan kepemerintahan

yang baik (good governance), maka perlu dilakukan upaya perbaikan secara

terus-menerus terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah ketidakekonomisan,

ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam praktek manajemen publik baik

dimasa lalu maupun yang berpotensi timbul di masa yang akan datang.

Perubahan yang terjadi terus menerus juga menuntut peningkatan kompetensi aparat pengawas internal. Pengetahuan dan ketrampilan minimal yang dibutuhkan dari pengawas intern juga mengalami perubahan. Jika dahulu aparat lebih didominasi oleh ilmu akuntansi dan auditing, saat ini pengawas intern membutuhkan berbagai jenis disiplin ilmu untuk mendukungnya (Warta Pengawasan, 2012:9)

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten hasil pemekaran

Kabupaten Labuhanbatu. Pembentukan Kabupaten ini sendiri didasarkan pada

Undang-Undang No.23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008. Sebagai kabupaten

baru, peneliti tertarik untuk melihat sejauhmana peran Inspektorat Kabupaten

dalam melakukan pengawasan demi mewujudkan good governance.

Penelitian Syamsir (2014) mencoba menganalisis hubungan peran

inspektorat daerah sebagai lembaga pengawas daerah dan budaya organisasi

terhadap penerapan good governance yang mengatakan bahwa inspektorat tidak

(22)

Bukittinggi, sedangkan budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap

penerapan good governance.

Amelia et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa good

governance berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah di Kabupaten Pelalawan sedangkan budaya kerja organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja

pemerintah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ingin melihat pengaruh budaya

kerja dalam mewujudkan good governance. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya terletak pada (1) objek penelitian, yaitu Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini adalah Inspektorat Kabupaten

Labuhanbatu Utara dan (2) penambahan variabel penelitian, yaitu kompetensi

sumber daya manusia.

Dari uraian diatas dan berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu, maka

penulis melakukan penelitian ini dengan judul: “PENGARUH KOMPETENSI

SUMBER DAYA MANUSIA DAN BUDAYA KERJA DALAM

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI INSPEKTORAT

(23)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian terfokus pada :

1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam

mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu

Utara?

2. Apakah budaya kerja berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance

di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara ?

3. Apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja berpengaruh

dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten

Labuhanbatu Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa masalah yang yang telah diuraikan diatas, maka

tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh

dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten

Labuhanbatu Utara

2. Untuk menguji apakah budaya kerja organisasi berpengaruh dalam

mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu

Utara

3. Untuk menguji apakah kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja

berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian mengenai pengaruh kompetensi sumber

daya manusia dan budaya kerja organisasi dalam mewujudkan Good Governance,

maka terdapat manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat tersebut adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan,

pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan good governance

berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja.

2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian

dan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ingin

mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.

3. Bagi Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara, diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran kepada aparat pemerintahan sebagai

tambahan informasi dan bahan kajian dalam memahami fungsi, peran,

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Good Governance

Istilah governance pertama kali dipergunakan pada abad ke-14 di Perancis.

Pada waktu itu, istilah governance diartikan sebagai seat of government (kursi

pemerintah). Governance menjadi populer tatkala World Bank mempergunakan

istilah governance untuk memperkanalkan pendekatan baru dalam melaksanakan

proses pembangunan. Jika mengacu pada program World Bank dan United

Nation Development Program (UNDP), orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering

diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. World Bank (1989) dalam

Fajonyomi (2013) mendefenisikan governance sebagai ‘the exercise of political

power to manage a nation’s affairs”. Sedangkan United Nation Development Program (UNDP) dalam Fajonyomi (2013) mendefenisikan governance sebagai ‘the exercise of economic, political and administrative authority to manage a country’s affair at all levels’. Dalam hal ini, World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan

pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek

politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara.

Peraturan Pemetintah Nomor 101 tahun 2000 merumuskan arti good

(26)

demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh

masyarakat”.

Kunci utama memahami good governance yaitu pemahaman atas

prinsip-prinsip didalamnya. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah

bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.

Prinsip-prinsip good governance menurut United Nation Development Program (UNDP,

1997) dalam Mardiasmo (2004:24) memberikan beberapa karaktertik pelaksanaan

good governance, meliputi : 1. Partisipasi (Partisipation)

Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Aturan Hukun (Rule of Law)

Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh tanpa pandang bulu.

3. Transparansi (Transparancy)

Transparansi harus dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

4. Daya Tangkap (Responsiveness)

Lembaga-lembaga publik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder.

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)

Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. 6. Berkeadilan (Equity)

Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang sama terhadap masyarakatnya dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

7. Efektif dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).

8. Akuntabilitas (Accountability)

Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. 9. Visi Strategis (Strategic Vision)

(27)

Sejalan dengan UNDP, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun

2000 dinyatakan bahwa prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik terdiri dari:

1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintah agar mampu member pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.

2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbale balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tariff, kepastian waktu, kemudian akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.

5. Demokrasi dan pertisipasi, mendorong setiap warga untuk

mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

6. Efisiensi dan efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab.

7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,

mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. (Ramadhan, 2015: 708)

Tajuddin (2008) menyatakan bahwa ada 5 (lima) faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi good governance yaitu:

1. Faktor Manusia Pelaksana (Man)

Berhasil atau tidaknya pelaksanaan good governance sebagian besar tergantung pada pemerintah daerah (local government) yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, DPRD. Disamping itu terdapat aparatur atau alat perlengkapan daerah lainnya yaitu para pegawai daerah itu sendiri

2. Faktor Partisipasi Masyarakat (Public Participation)

Masyarakat di daerah baik sebagai sistem maupun sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting dalam sistem pemerintah daerah.

3. Faktor Keuangan Daerah (Funding or Budgeting)

(28)

faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat pencapaian good governance. Ini berarti bahwa penerapan dan

pencapaian good governance di daerah/lokal membutuhkan

dana/finansial.

4. Faktor Peralatan (tools)

Dalam pengertian ini peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar dan mempermudah pekerjaan gerak dan aktivitas pemerintah dalam upaya pencapaian dan perwujudan good governance.

5. Faktor Organisasi dan Manajemen (Organization and Managament) Faktor ini meliputi POAC (Planning, Organizing, Actuating, and Controlling)/ POSCORB (Planning, Organizing, Staffing, Coodinating). Agar pencapaian good governance dapat terwujud maka diperlukan adanya organisasi dan manajemen yang baik pula.

2.1.1. Konsep Good Governance Dalam Pelayanan Publik

Pelayanan publik di Indonesia seringkali dicirikan oleh inefisiensi yang

tinggi, prosedur yang berbelit-belit, serta tidak adanya kepastian waktu dan

biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan layanan. Lebih dari itu,

penyelenggaraan pelayanan publik masih sangat dipengaruhi oleh

subjektivitas, baik yang dimiliki oleh penyelenggaraan atau para pengguna

dalam konteks ini upaya pengembangan pelayanan publik dengan

memperhatikan prinsip-prinsip good governance menjadi sangat penting.

Prinsip-prinsip dimaksud adalah:

1. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)

Transparansi dalam pelayanan memiliki peran kritis dalam

pengembangan praktik governance karena sebagian besar permasalahan dalam

penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan bersumber dari rendahnya

transparansi. Ketidakpastian pelayanan, praktik suap, dan terlalu besarnya

biaya transaksi dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan bersumber dari

(29)

mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, waktu penyelesaian, rincian

waktu/tariff serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib

diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh

masyarakat baik diminta maupun tidak diminta”.

2. Akuntabilitas (Accountability) Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan,

baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi

pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Akuntabilitas dalam negara demokrasi (Lenvine, 1990: 188) dari aspek

akuntabilitas menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan

sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang

dalam masyarakat”. Pertanggungjawaban pelayanan publik meliputi

akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik,

dan akuntabilitas produk pelayanan publik (Ratminto dan Winarsih, 2006:

216-219).

3. Responsivitas (Responsiveness) Pelayanan Publik

Merupakan daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan,

keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. Responsivitas

diartikan juga sebagai kerelaan untuk menolong pengguna layanan dan

menyelenggarakan pelayanan publik secara ikhlas (Zeithaml et al., 1990: 26).

(30)

pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelengaraan layanan (Subarsono, 2008: 135-171).

4. Keadilan (Fairness) Yang Merata

A level playing field (perlakuan yang adil/perlakuan kesetaraan). Ini berlaku bagi pemerintah kepada masyarakat dalam pelayanan publik,

perusahaan kepada pelanggan dan sebagainya.

Kriteria keadilan yang merata mengandung arti cakupan/jangkauan

pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan

diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat (Widodo, 2002: 276).

Hubungan antara pemerintah sebagai pelayanan publik dan mereka

yang menggunakan layanan tersebut secara historis lebih tepat didefinisikan

sebagai hubungan antara pemerintah dengan warga negara daripada hubungan

antara pemberi layanan dan customer. Walsh (1994: 69) dalam Laing

(2003:433) mengatakan sebagai berikut: ‘the fundamental relationship between

citizen and government is not one of simple exchange but one mutual commitment, and public services are not simply a reciprocation on taxes’. Dapat diartikan sebagai hubungan fundamental antara warga negara dan

pemerintah bukanlah suatu pertukaran yang sederhana akan tetapi lebih

merupakan komitmen bersama, dan pelayanan publik bukanlah semata-mata

bentuk resiprokal dari pajak. Karena hubungan antara pemerintah dan warga

negara yang dilayani memiliki landasan fundamental yang ditandai oleh

adanya komitmen bersama antara pihak yang memerintah dan pihak yang

diperintah untuk membangun suatu negara, maka salah satu hal penting yang

(31)

equality (persamaan). Dengan demikian, setiap warga negara harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pelayanan publik yang

mereka butuhkan.

5. Efesiensi dan Efektivitas (Efficiency & Effectiveness)

Savas (1987: 115) ada tiga kriteria fundamental dalam pelayanan publik

yaitu efesiensi, efektivitas dan keadilan (equity). Untuk meningkat efisiensi

dan efektivitas pelayanan publik, serta prospek pelayanan publik di masa

datang mengisyaratkan perlu dilakukan reformasi mendasar terutama dalam

kinerjanya.

Beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan yang efisien, efektif dan ekonomis (Arif, 2008: 22). antara lain:

a. melakukan reformasi internal dari aparat/birokrasi tentang tugas yang diembannya. Persepsi selama ini ia dibutuhkan rakyat atau publik harus dirubah bahwa dialah yang membutuhkan rakyat.

b. Peningkatan suasana kompetensi dengan sesame aparat dalam

memberikan layanan. Dengan kompetensi output layanan menjadi lebih baik namun tidak menambah biaya.

c. Mendeskripsikan dan mempublikasikan secara jelas-tegas, kriteria efisien dan efektif suatu kegiatan layanan publik. Efisien atau efektif tidaknya aktivitas layanan publik menjadi indikasi kinerja dan jenjang karies aparat yang bersangkutan.

d. Adanya otonomi, demokratisasi serta keterlibatan aparat dalam merumuskan suatu kebijakan.

e. Peningkatan moralitas aparat, ini berangkutan dengan kesadaran masing-masing aparat/birokrasi sebagai aktor pelayanan publik.

6. Partisipasi (Participation) dalam pelayanan publik

(32)

menyelenggarakan pelayanan publik, mekanisme untuk mengawasi proses pelayanan dan yang tak kalah pentingnya adalah mekanisme untuk mengevaluasi pelayanan (Purwanto, 2008: 190).

Pentingnya partisipasi publik dalam upaya meningkatkan kualitas

pelayanan publik juga memperoleh momentum yang tepat seiring dengan

munculnya era otonomi daerah di Indonesia yang memberikan keleluasaan

lebih besar kepada daerah untuk merancang dan menentukan sendiri jenis

pelayanan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. “Kewenangan yang

dimiliki daerah tersebut tentunya dapat mendatangkan manfaat besar bagi

masyarakat apabila pemerintah daerah mampu membangun demokrasi pada

kepuasannya (Darodjat, 2015: 90)”.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara (UU ASN) tingkat lokal (local level democracy),

melalui peningkatan partisipasi publik dengan melibatkan masyarakat dalam

pengambilan keputusan yang menyangkut pelayanan publik, pemerintah

daerah akan memperoleh berbagai keuntungan.

2.2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya

fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan

lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk

memenuhi kepuasannya (Darodjat, 2015:90).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

(33)

Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang

Nomor 43 Tahun 1999, pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri atas: Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Namun sehubungan dengan belum diberlakukannya UU ASN maka penelitian ini

masih berpedoman terhadap Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999. Di dalam

Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999 pasal 2 ayat (3) dinyatakan bahwa di

samping Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat

yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

2.2.1. Pegawai Negeri Sipil

Undang – Undang No. 43 Tahun 1999, pada bab 1 pasal 1 tentang Ketentuan Umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pegawai negeri adalah setiap warga negara republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pengertian sebagaimana tersebut di atas, maka untuk

dapat disebut sebagai pegawai negeri harus memenuhi beberapa unsur yaitu:

1. Warga negara Republik Indonesia

Warga negara Indonesia sebagaimana dinyatakan pada pasal 2

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan adalah orang-orang

Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan

(34)

2. Memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap calon pegawai negeri menurut

Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 tahun 2002 adalah:

a. Warga negara Indonesia

b. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun

c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan

d. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta

e. Tidak berkedudukan sebagai calon/pegawai negeri

f. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang diperlukan

g. Berkelakuan baik

h. Sehat jasmani dan rohani

i. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah dan;

j. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan

3. Diangkat oleh pejabat yang berwenang

Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan

mengangkat, menempatkan, memindahkan dan memberhentikan pegawai

negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara

lainnya

Jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang – undangan, termasuk di dalamnya jabatan

dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan

pengadilan, sedangkan yang dimaksudkan dengan tugas negara adalah tugas

(35)

5. Digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1977 tentang gaji PNS, penghasilan sah

yang diterima seorang PNS terdiri dari gaji pokok, kenaikan gaji berkala,

kenaikan gaji istimewa, tunjangan serta honorarium.

2.2.2. Pegawai Tidak Tetap

Berdasarkan Perubahan Undang – Undang Pokok – Pokok

Kepegawaian (PUUPPK) Pasal 2 ayat (3), dimana rumusan pasal ini

menegaskan bahwa disamping Pegawai Negeri, pejabat yang berwenang dapat

mengangkat pegawai tidak tetap. Penjelasan dari pasal ini menegaskan bahwa

pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu

guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis

professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

organisasi.

Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah disahkannya

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU

ASN), istilah pegawai tidak tetap atau pegawai honor sudah tidak berlaku lagi

dan berganti menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang

selanjutnya disingkat PPPK. Berdasarkan UU ASN PPPK adalah warga

negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan

perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas

pemerintahan. PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b Undang –

Undang ASN merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan

(36)

Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang. Pengadaan PPPK harus

dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Perencanaan pengadaan PPPK

2. Pengumuman lowongan PPPK

3. Pelamaran

4. Seleksi

5. Pengumuman hasil seleksi

6. Pengangkatan menjadi PPPK

Proses penerimaan PPPK hampir sama dengan proses pengadaan CPNS

dari kalangan umum. Setiap tahapan proses rekrutmen dilakukan dengan

penilaian objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi

Pemerintah dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan. Persyaratan

untuk menjadi seorang PPPK adalah yang bersangkutan harus memiliki masa

kerja sebagai honorer dan memenuhi persyaratan sesuai dengan perundangan

yang berlaku. Persyaratan untuk menjadi PPPK pada umumnya adalah hampir

sama dengan persyaratan untuk menjadi PNS, yang menjadi perbedaan

mencolok diantara keduanya adalah dari segi umur dimana seorang pelamar

PPPK bisa berumur lebih dari 35 tahun sedangkan umur dari seorang CPNS

(37)

2.3. Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi sumber daya manusia mencakup kapasitasnya, yaitu

kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu

sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai

tujuannya secara efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan

untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan

hasil-hasil (outcomes).

Tjiptoherijanto (2001) dalam Winidyaningrum, Celviana dan Rachmawati.

(2010) menyatakan ‘untuk menilai kapasitas dan kompetensi sumber daya

manusia dalam melaksanakan suatu fungsi, dapat dilihat dari level of

responsibility dan kompetensi sumberdaya tersebut’. Tanggung jawab dapat dilihat dari atau tertuang dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan

dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan

yang jelas, sumberdaya tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Sedangkan kompetensi dapat dilihat dari latar belakang pendidikan,

pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan dalam

pelaksanaan tugas.

‘Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki

keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk

melaksanakan suatu pekerjaan’ (Hevesi, 2005) dalam Winidyaningrum, Celviana

dan Rachmawati (2010). Menurut beberapa pakar, kompetensi adalah

karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam

(38)

bekerja tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan

tenaga. Dunnetts (2004: 110) menyatakan ‘skill adalah kapasitas yang dibutuhkan

untuk melaksanakan suatu rangkaian tugas yang berkembang dari hasil pelatihan

dan pengalaman’. Blanchard & Thacker (2004), ‘skill seseorang tercermin dari

seberapa baik seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik seperti

mengoperasikan suatu peralatan, berkomunikasi efektif, atau

mengimplementasikan suatu strategi bisnis’.

Dharma (2005: 47) menyatakan “kemampuan identik dengan kompetensi

yang dimiliki yang mengacu kepada dimensi prilaku dari sebuah peran perilaku

yang diperlukan seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara

memuaskan”. Berikut ini terdapat beberapa daftar kompetensi dalam manajemen

kinerja menurut Amstrong (2005: 59) yaitu :

1. Pengetahuan kerja dan professional 2. Kesadaran organisasi/konsumen 3. Komunikasi

4. Keahlian interpersonal 5. Kerjasama tim

6. Inisiatif

7. Keahlian Analitis 8. Produktifitas 9. Kualitas

10. Manajemen/pengawas 11. Kepemimpinan

Kompetensi didefinisikan (Mitrani et al, 1992 ; Spencer and spencer, 1993)

dalam Dharma (2005: 109) sebagai ‘an underlying characteristic’s of an

(39)

Ada 3 kata penting untuk dipahami dari pengertian ini (1) Underlying

characteristics mengandung arti kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi

pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. (2) Causally Related berarti

kompetensi adalah suatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan

kinerja. (3) Criterionreferenced mengandung makna bahwa kompetensi

sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari

criteria atau standar yang digunakan. Maka dapat disimpulkan bahwa

kompetentsi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya

yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang

dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun

kemampuan/keahlian.

Spencer and Spencer (1993), Mitrani et al. (1992) menyatakan terdapat 5

(lima) karakteristik kompetensi, yaitu: (1) Knowledge (2) Skill (3) Motives (4)

Traits (5) Self-Concept.

(1) Knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk bidang

tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks karena

sampai saat ini tes pengetahuan tetap tidak bisa mengukur pengetahuan

dan keahlian seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan.

Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih

jawaban yang benar tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat

(40)

(2) Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik

secara pisik maupun mental.

(3) Motives adalah drive, direct and select behavior ti ward certain actions

or goals and away from other. Seseorang memiliki motif berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberikan

tantangan pada dirinya dan bertanggungjawab penuh untuk mencapai

tujuan tersebut serta mengharapkan feed back untuk memperbaiki

dirinya.

(4) Traits adalah watak yang membuat orang untuk berprilaku atau

bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu.

(5) Self-concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor :

43/Kep/2001 Tanggal 20 Juli 2001 ada beberapa standar Kompetensi yang

ditentukan yang harus dimiliki oleh jenjang Jabatan Struktural Eselon III dan IV

sebagai berikut :

Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon III :

1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik

(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.

2. Mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik terhadap

kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

4. Mampu melakukan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan

tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

5. Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya.

6. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.

(41)

8. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya

9. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi

pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.

10. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan yang tepat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.

11. Mampu mendayagunakan teknologi informasi yang berkembang

dalam menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

12. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan pengawasan dan

pengendalian dalam unit organisasinya.

13. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.

14. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit

organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

15. Mampu memberikan masukan-masukan tentang

perbaikan/pengembangan program kepada pejabat atasannya tentang kebijakankebijakan maupun pelaksanaannya

Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV :

1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik

(good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya.

2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dantanggung jawab unit organisasinya.

3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.

4. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.

5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya.

6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan

unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.

7. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya.

8. Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi

pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.

9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya.

10. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan

pengendalian dalam unit organisasinya.

11. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.

(42)

13. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan-perbaikan/ pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabat diatasnya

2.4. Budaya Kerja

2.4.1. Pengertian Budaya

Poespowardojo (dalam Tanjung et al. 2002: 32), budaya secara harfian berasal dari Bahasa Latin, yaitu colore yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Selanjutnya, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Koentjaraningrat (1984), budaya adalah keseluruhan sistem gagasan

tindak dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

Jadi sederhananya, bahwa budaya adalah kristalisasi nilai-nilai dan tata

cara hidup yang dianut suatu komunitas atau kelompok. Budaya tiap

komunitas tumbuh dan berkembang secara unik karena perbedaan pola hidup

komunitas. Dalam praktik yang lebih sempit budaya juga menunjukkan pola

kerja yang terdapat pada suatu komunitas (Tanjung et al. 2002:33)

2.4.2. Pengertian Kerja

Pada hakikatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk

mengaktualisasikan dirinya. “Bekerja merupakan bentuk nyata dari

nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi

untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan

(43)

2.4.3. Pengertian Budaya Kerja

Budaya aparatur negara dapat dikenali wujudnya dalam bentuk

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, institusi atau sistem kerja, serta sikap dan

perilaku SDM aparatur yang melaksanakannya (Kepmenpan Nomor:

25/KEP/M.PAN/04/2002). Sehingga budaya kerja aparatur negara dalam

keputusan tersebut diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok

aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan

telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan

sehari-hari. Budaya kerja aparatur negara diharapkan akan bermanfaat bagi

pribadi aparatur negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi member

kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, sedangkan dalam

kelompok dapat meningkatkan kualitas kinerja bersama. Nilai-nilai, perilaku,

dan falsafah yang dianut setiap orang mempunyai arti proses yang panjang

yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan

sumber daya manusia itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui.

Sehingga budaya kerja dapat diartikan sebagai cara pandang yang

menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini pegawai untuk

mewujudkan prestasi kerja terbaik.

2.4.4. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi berdiri. Sithi

Amnuai dalam Ndraha (2003) menjelaskan “being developed as they learn to

(44)

belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan

eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan

organisasi. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk budaya

kerja. Pembentukan budaya kerja diawali oleh para pendiri (founders) atau

pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk dimana

besarnya pengaruh yang dimilikinya akan menemukan suatu cata tersendiri

yang dijalankan dalam satuan kerja yang dipimpinnya.

Budaya kerja dibangun dan dipertahankan yang ditunjukkan dari

filsafat pendiri atau pimpinannya. Tindakan pimpinan akan sangat

berpengaruh terhadap perilaku bawahannya untuk dapat diterima di lingkungan

tempat kerjanya. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya

akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada

akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan.

Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari

perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari , hal ini tidak terlepas dari

akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.

2.5. Penelitian Terdahulu

Toni Syamsir (2014) meneliti pengaruh peran inspektorat daerah dan

budaya organisasi terhadap penerapan good governance pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD). Penelitiannya dilakukan di Kota Bukittingggi.

Penelitian ini tergolong penelitian kausatif. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh SKPD kota Bukittinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

(45)

digunakan adalah data subyek, dan sumber data yang digunakan adalah data

primer. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan

kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa :

1) peran inspektorat daerah tidak berpengaruh dan negatif terhadap penerapan

good governance, dimana t hitung > t tabel yaitu -0,439 < 2,0017 (sig 0,663> 0,05) yang berarti H1 ditolak.

2) Budaya organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap penerapan good

governance, dimana t hitung > t tabel yaitu 4,852 > 2,20017 (sig 0,000 < 0,05) yang berarti H2 diterima.

Dalam penelitian ini disarankan : (1) pemerintah menetapkan indikator

kinerja agar kinerja pemerintah lebih mudah untuk diukur oleh auditor dan

penerapan good governance dapat tercapai, (2) peningkatan peran budaya

organisasi dalam pelayanan terhadap masyarakat dan (3) penelitian selanjutnya

dapat menambahakan variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap penerapan

good governance.

Eka Nurmala Sari (2012), melakukan penelitian mengenai pengaruh budaya

organisasi terhadap efektivitas penerapan akuntansi sektor publik serta

dampaknya terhadap good governance. Penelitian dilakukan pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah di Kota Medan dengan menggunakan metode sensus.

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket kuesioner dan

browsing di Website Pemerintahan Kota Medan. Analisis data dan pengujian

(46)

Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Toni Syamsir

(2014)

Variabel Independen : Peran Inspektorat Daerah, Budaya Organisasi Daerah

Variable Dependen : Good Governance

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran

inspektorat daerah tidak berpengaruh terhadap

penerapan good

governance. Tetapi budaya

organisasi daerah berpengaruh terhadap

penerapan good

governance. Semakin baik budaya organisasi daerah maka akan sebaik juga penerapan good governance

2. Eka Nurmala

Sari (2012)

Variabel Independen : Budaya organisasi

Variabel Dependen : Akuntansi sektor publik, good governance

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya

organisasi berpengaruh signifikan terhadap Efektivitas Penerapan Akuntansi Sektor Publik. Selain itu budaya organisasi juga berpengaruh signifikan terhadap Good Governance. Besaran pengaruh yang diberikan termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi kurang mampu memberikan kontribusi dalam

meningkatkan good

governance sehingga belum mencapai tingkat maksimal yang diharapkan.

(47)

2.6. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan yang

mencerminkan hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya dari

penelitian yang sedang diteliti. Pada penelitian ini akan dianalisis hubungan

antara kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja dalam mewujudkan

good governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

H1

H2

H3 Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Good governance merupakan proses yang baik dalam penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service di

dalam governance (kepemerintahan). Pelayanan publik merupakan tugas dan

tanggungjawab aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Agar penyelenggaraan

good governance berhasil tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Kompetensi sumber daya manusia didefenisikan sebagai karakteristik yang

mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam

pekerjaannya. Dalam menciptakan sumber daya manusia yang kompeten tentu Kompetensi Sumber Daya

Manusia (SDM)

(X1) Good Governance

(Y)

Budaya Kerja Organisasi

(48)

diperlukan lingkungan kerja yang mendukung, dalam hal ini lingkungan kerja

dapat kerja diartikan sebagai budaya kerja. Budaya kerja adalah cara kerja

sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga

menjadi motivasi, memberi inspirasi untuk senantiasa bekerja lebih baik dan

memuaskan bagi masyarakat yang dilayani.

2.7. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian (Sugiyono, 2007:51). Dari kerangka konseptual, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Kompetensi sumber daya manusia berpengaruh dalam mewujudkan Good

Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

2. Budaya kerja organisasi berpengaruh dalam mewujudkan Good Governance di

Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara

3. Kompetensi sumber daya manusia dan budaya kerja organisasi berpengaruh

dalam mewujudkan Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan pada judul penelitian dan permasalahan, maka jenis penelitian

ini ialah penelitian kausalitas yaitu penelitian yang disusun untuk meneliti

kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat antarvariabel. Penelitian ini

diarahkan untuk memberikan bukti empiris dan mengetahui sejauhmana pengaruh

variabel Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Budaya Kerja mempengaruhi

variabel Good Governance di Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kantor Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu

Utara. Penelitian ini berlangsung Januari-Mei 2015.

3.3. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel penelitian terdiri dari variabel dependen (dependent variable) dan

2 variabel independen (independent variable). Variabel independen adalah

variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen dan

mempunyai pengaruh positif ataupun negatif bagi variabel dependen nantinya.

Dalam penelitian ini Variabel dependen yang digunakan adalah Good Governance

(Y), sedangkan variabel independen adalah kompetensi sumber daya manusia

(X1), dan budaya kerja organisasi (X2).

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan

(50)

sebagai dasar dalam menyusun kuesioner penelitian, definisi operasional dapat

dijelaskan sebagai berikut :

3.3.1 Good Governance.

Good Governance merupakan mekanisme institusi negara dalam melayani kepentingan publik. Pengukuran good governance dalam penelitian

ini dilihat dari sejauh mana pemerintah daerah melaksanakan prinsip-prisip

good governance berdasarkan United Nation Development Program (UNDP, 1997) yaitu, mendorong adanya partisipasi pengguna jasa, berpegang teguh

pada aturan hukum, transparan, responsif terhadap perubahan, berorientasi

pada konsensus, mempertimbangkan rasa keadilan bagi seluruh pengguna jasa,

efektif dan efesiensi, akuntabilitas dan memiliki visi jauh ke depan. Kuesioner

dalam penelitian ini diambil dari penelitian Toni Syamsir (2014) dimana dalam

penelitian tersebut juga menggunakan good governance sebagai variabel Y dan

menggunakan prinsip-prisip good governance berdasarkan United Nation

Development Program sebagai indikator pengukurannya. Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah skala Likert 1 sampai dengan 5.

Skala Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atas suatu objek atau fenomena tertentu.

Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari ; Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5,

Setuju (S) dengan nilai 4, Ragu-Ragu (RR) dengan nilai 3, Tidak Setuju (TS)

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka konseptual
Tabel 3.1. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Tabel 4.1  SPSS Statistik Deskriptif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) Peningkatan kompetensi strategis matematik siswa yang menggunakan pembelajaran IMPROVE

Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang berlangsung dalam dua siklus setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Pengumpulan

DELVI YANTI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TANI MELALUI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEDESAAN. Iptek Bagi

This modeling of structural and architectural information from 3-D point clouds permits the interdisciplinary documentation and analysis of historic timber structures,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa angkatan 2014/2015 program studi bimbingan dan konseling terhadap perilaku mencontek diperoleh nilai 65,79 %

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An.M dengan prioritas masalah

Dari hasil simulasi model ruang panggang oven dengan menggunakan program COSMOSFloWorks diketahui bahwa, model desain ruang panggang yang terbaik adalah desain ruang panggang

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada