• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komplikasi Stroke

Dalam dokumen Profil Epidemiologi Stroke: (Halaman 56-64)

Komplikasi merupakan hal yang umum dijumpai pada pasien stroke. Pencegahan dan manajemen dari komplikasi stroke adalah salah satu aspek yang sangat esensial, karena pasien stroke memiliki risiko yang sangat tinggi untuk mengalami komplikasi (Ingeman, et al., 2011). Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi medis maupun komplikasi neurologis. Komplikasi medis yang sering terjadi antara lain, infeksi saluran kencing (ISK), pneumonia, ulkus dekubitus, konstipasi (Ingeman, et al., 2011), deep vein thrombosis (DVT), emboli paru (Tong, et al., 2010), perdarahan saluran cerna, dan ulkus dekubitus. Komplikasi neurologis yang sering terjadi antara lain, stroke berulang, kejang, dan hidrosefalus (Ji, et al., 2013). Selain komplikasi di atas, terdapat komplikasi stroke yang berdampak pada jantung. Komplikasi jantung yang paling signifikan pada stroke, baik stroke hemoragik maupun stroke iskemik, antara lain: perubahan repolarisasi segmen ST dan gelombang T, aritmia, gagal jantung, iskemik miokard, kardiomiopati, dan edema pulmo neurogenik (Nistor

& Bajenaru, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hong, et al., (2010) pada 1.254 pasien stroke iskemik akut, terdapat 256 (20.8%) pasien dengan komplikasi neurologis, 296 (24.0%) pasien dengan komplikasi medis, dan 419 (34.0%) pasien dengan komplikasi lainnya.

Tabel 19. Komplikasi Pasien Stroke Tahun 2011-2014 Komplikasi 2011 2012 2013 2014 Total % Infeksi saluran

kencing 16 19 24 19 78 2,56

Perdarahan

saluran cerna 54 53 64 59 230 7,54

Pneumonia 44 41 60 41 186 6,10

Dekubitus 25 37 28 19 109 3,57

Lainnya 18 69 178 218 483 15,83

Tidak ada 539 447 416 563 1.965 64,40

Tabel 19 menunjukkan bahwa jenis komplikasi yang paling sering muncul, yang terdaftar pada register stroke periode 2011-2014 adalah perdarahan saluran cerna (7,54%), pneumonia (6,10%), dan ulkus dekubitus (3,57%). Hasil yang sama ditunjukkan tabel 17, dimana perdarahan saluran cerna masih menjadi komplikasi tersering pada pasien stroke. Meskipun demikian, sebagian besar pasien stroke tidak mengalami komplikasi.

Tabel 20. Komplikasi Pasien Stroke Tahun 2015

Deku-bitus Lainnya Tidak Ada

Januari 2 7 5 1 22 56

Pasien stroke yang dirawat di RS sangat sering mengalami komplikasi. Komplikasi pada stroke dapat diklasifikasikan menjadi:

(1) komplikasi neurologis, (2) komplikasi infeksi, (3) komplikasi akibat imobilisasi, dan (4) komplikasi psikologis. Penelitian Langhorne, et al., (2000) pada 311 pasien stroke memperlihatkan komplikasi sebagai berikut: rekurensi (9%), kejang (3%), infeksi saluran kencing (24%), pneumonia (22%), thromboemboli (2%), dan depresi (16%).

Penelitian Aslanyan, et al., (2004) pada 1.455 pasien stroke iskemik akut memperlihatkan bahwa angka kejadian komplikasi pneumonia dan ISK selama perawatan di RS mencapai berturut-turut 13,6% dan 17,2%. Pneumonia meningkatkan risiko kematian (Hazard Ratio: 2,2, 95% CI: 1,5-3,3) dan kecacatan akibat stroke. Hal tersebut

teramati pula pada kasus ISK. Penelitian Ingeman, et al., (2011) pada 17.321 pasien stroke menunjukkan bahwa komplikasi medis dijumpai pada 25,2% kasus. ISK merupakan komplikasi yang utama (15,4%), diikuti dengan pneumonia (8,8%), dan konstipasi (7%).

Berdasarkan penelitian Ji, et al., (2013) yang dilakukan pada 14.702 pasien stroke iskemik, komplikasi yang paling sering terjadi adalah pneumonia (11,4%), diikuti dengan fibrilasi atrium atau atrial flutter (7,4%), dan ISK (3,1%). Pada 5.221 pasien perdarahan intraserebral, komplikasi yang paling sering terjadi adalah pneumonia (16,8%), diikuti dengan ISK (5,6%), dan perdarahan saluran cerna (4,7%) Penelitian tersebut membagi komplikasi kedalam dua kelompok, yaitu komplikasi pneumonia dan komplikasi non-pneumonia; yang meliputi perdarahan saluran cerna, ulkus dekubitus, DVT, kejang, ISK, hidrosefalus, stroke berulang, dan fibrilasi atrium atau atrial flutter. Komplikasi pneumonia sering kali muncul bersamaan dengan komplikasi non-pneumonia. Kombinasi komplikasi yang paling sering terjadi adalah pneumonia dengan perdarahan saluran cerna, baik pada pasien stroke iskemik (adjusted OR 8.35; 95% CI, 6.27–11.1;

p<0.001) maupun pada pasien perdarahan intraserebral (adjusted OR 6.88; 95% CI; 4.67–8.83; p<0.001).

Semua komplikasi yang dialami pasien stroke dapat memper-panjang length of stay (LOS), memperburuk luaran kondisi pasien (Tong, et al., 2010), meningkatkan disabilitas dan mortalitas (Hong, et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Ingeman, et al., (2011) pada 13.721 pasien stroke, pasien dengan komplikasi pneumonia mengalami peningkatan LOS 1,80 kali dibandingkan pasien tanpa komplikasi (95% CI, 1.54 –2.11). Pada pasien dengan komplikasi ISK mengalami peningkatan LOS 2,29 kali (95% CI, 1.88–2.80), ulkus dekubitus mengalami peningkatan LOS 1,98 kali (95% CI, 1.53–2.55),

Tingkat mortalitas pasien stroke yang rawat inap dalam 30 hari adalah sebesar 8,9% dan dalam 1 tahun sebesar 21%. Di antara pasien yang meninggal dalam kurun waktu 30 hari, 35% di antaranya setidaknya mengalami satu komplikasi. Tingkat mortalitas tertinggi dalam kurun waktu 30 hari terdapat pada pasien dengan komplikasi pneumonia (adjusted Mortality Rate Ratio [MMR] 1.59, 95% CI, 1.31–1.93) dan thromboemboli vena (adjusted MRR 1.49, 95% CI, 0.75–2.96). Namun pada thromboemboli vena, korelasi tersebut pada penghitungan statistik tidak bermakna secara signifikan. Tingkat mortalitas tertinggi dalam kurun waktu 1 tahun terdapat pada pasien dengan pneumonia (adjusted MRR, 1.76; 95% CI, 1.45–2.14) dan ulkus dekubitus (adjusted MRR, 1.47; 95% CI, 1.17–1.85).

Faktor pelayanan berkontribusi terhadap kejadian komplikasi pasca stroke, misalnya: penggunaan kateterisasi kandung kemih yang tidak perlu, pneumonia akibat mobilisasi yang terlambat, dan nyeri bahu pada sisi yang lumpuh akibat fisioterapi yang tidak adekuat.

Perbaikan dalam proses pelayanan diharapkan akan meningkatkan luaran pasien stroke. Kualitas hidup yang lebih baik dan tingkat komplikasi yang lebih rendah tampak pada pasien yang mendapat intervensi segera setelah terjadi serangan stroke (Ingeman, et al., 2011). Penelitian Bray, et al., (2013) pada 36.197 pasien stroke di Inggris menunjukkan bahwa perbaikan dalam hal proses pelayanan akan memperbaiki luaran pasien stroke dalam hal kematian dan kemandirian. Proses yang baik meliputi: (1) dilakukan visite oleh dokter konsultan dalam waktu 24 jam pasca admisi, (2) dilakukan CT Scan dalam waktu 24 jam pasca admisi ke RS, (3) dilakukan fisioterapi dalam waktu 72 jam pasca admisi, (4) pasien yang datang dengan onset kurang dari 4 jam dirawat di unit stroke multidisiplin, (5) pemberian anti platelet sesegera mungkin, dan (6) esesmen fungsi menelan dan kebutuhan nutrisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko kematian menurun sampai dengan 20 persen bila semua parameter tersebut dilakukan. Kajian sistematis Langhorne,

et al., (2002) terhadap beberapa uji klinik terdahulu menunjukkan bahwa komponen yang efektif dalam suatu pelayanan stroke meliputi : (1) esesmen yang baik (medis, keperawatan, dan terapi), (2) kebijakan dalam pengambilan tindakan medis dan keperawatan (mobilisasi yang lebih awal, menghindari pemakaian kateter kandung kencing, tatalaksana terhadap hipoksia/ hiperglikemia/ infeksi), dan (3) kebijakan dalam hal rehabilitasi (koordinasi tim multidisiplin dan perencanaan pulang lebih awal).

Bab X Penutup

Sampai saat ini stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama di RS. Tujuan utama pengobatan stroke adalah menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke. Data tentang stroke akan sangat bermanfaat bagi pemberi pelayanan kesehatan. Data yang akurat dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi dan program perbaikan yang berkesinambungan. Program promotif dan preventif adalah penting mengingat minimnya pengetahuan masyarakat mengenai faktor risiko dan gejala awal stroke, sehingga sering kali banyak penderita stroke yang terlambat mendapat penanganan yang tepat.

Data yang ada dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan manajerial untuk perbaikan struktur dan proses pelayanan stroke. Sistem pelayanan kesehatan yang baik memungkinkan adanya pemantauan proses dan luaran (outcome) secara berkala.

Register stroke diharapkan berfungsi sebagai perangkat bantu dalam pengawasan mutu dan biaya pelayanan stroke di suatu RS. Sistem yang dikembangkan terbukti mudah dikerjakan (user friendly), sistem tersedia di semua ruang pelayanan stroke, dan ada evaluasi berkala terhadap sistem registrasi stroke.

Sebuah register bermanfaat dalam memantau proses pelayanan sejak pasien masuk RS sampai dengan keluar dari RS. Data mengenai komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke penting untuk diketahui. Data tersebut berguna untuk mengevaluasi kualitas kinerja petugas medis karena komplikasi dapat timbul akibat berbagai tindakan medis yang dilakukan selama pasien rawat inap, sehingga peningkatan kualitas hidup para penderita stroke pasca rawat inap dapat dicapai. Pencatatan akan obat-obatan yang digunakan sesaat

sebelum pulang juga bermanfaat untuk menggambarkan proses prevensi sekunder pada pasien stroke yang berhasil hidup (stroke survivors). Sebagai bagian dari sistem kendali mutu, register stroke akan bermanfaat pula untuk menilai kepatuhan petugas medis terhadap suatu clinical practice guideline. Berbagai manfaat suatu register stroke menyebabkan penggunaannya dikenal luas bahkan di beberapa negara berkembang. Hal tersebut pula yang diharapkan muncul di Indonesia.

Data profil stroke yang bersumber pada register stroke elektronik ini memuat lebih dari 3.500 data individu dengan stroke. Data ini diharapkan mampu memberikan sedikit sumbangsih terhadap keterbatasan data epidemiologi stroke yang berasal dari Indonesia.

Data ini diharapkan bermanfaat bagi para pemberi pelayanan kesehatan untuk perencanaan dan perbaikan pelayanan. Data ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti untuk memberi dasar gambaran profil stroke di Yogyakarta.

Dalam dokumen Profil Epidemiologi Stroke: (Halaman 56-64)

Dokumen terkait