• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Epidemiologi Stroke:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Profil Epidemiologi Stroke:"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Rizaldy Taslim Pinzon Kadek Sinthia Grahita Adnyana

Rosa De Lima Renita Sanyasi FK UKDW/RS Bethesda Yogyakarta

Profil Epidemiologi Stroke:

Gambaran Tentang Pola Demografi, Faktor Risiko, Gejala Klinik, dan Luaran Klinis Pasien Stroke

Penerbit BETHA GRAFIKA

Yogyakarta

(3)

Profil Epidemiologi Stroke: Gambaran Tentang Pola Demografi, Faktor Risiko, Gejala Klinik, dan Luaran Klinis Pasien Stroke Penulis : Rizaldy Taslim Pinzon

Kadek Sinthia Grahita Adnyana Rosa De Lima Renita Sanyasi Jumlah halaman : 52 + xii

Ukuran buku : 15,5 x 23 cm

Penerbit : Betha Grafika Yogyakarta Cetakan pertama : Februari 2016

No. ISBN : 978-602-1364-46-8 Hak cipta dilindungi undang-undang

© Copy Right Registered All Right Reserved

Ketentuan Pidana Pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/

atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(4)

Demi semakin baiknya pelayanan stroke

di Indonesia

(5)

Daftar isi

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

Kata Pengantar ... vii

Pengantar Mitos dan Fakta tentang Stroke ... ix

Daftar Singkatan ... xiii

Bab I Epidemiologi Stroke ... 1

Bab II Register Stroke Elektronik Sebagai Sumber Data ... 5

Bab III Jenis Serangan dan Patologi Stroke ... 9

Bab IV Profil Demografik ... 15

Bab V Gejala Stroke ... 21

Bab VI Mengapa Pasien Stroke Datang Terlambat ? ... 25

Bab VII Fakto Risiko Stroke ... 29

Bab VIII Luaran Klinik Stroke ... 37

Bab IX Komplikasi Stroke ... 41

Bab X Penutup ... 47

Daftar Pustaka ... 49

Indeks ... 56

(6)

Daftar Tabel

Tabel 1. Jenis Patologi Stroke dari Data Register Stroke

Elektronik Tahun 2011-2014 ... 9 Tabel 2. Jenis Patologi Stroke dari Data Register Stroke

Elektronik Tahun 2015 ... 10 Tabel 3. Jenis Serangan Stroke Selama Tahun 2011-2014 ... 12 Tabel 4. Jenis Serangan Stroke Selama Tahun 2015 ... 13 Tabel 5. Proporsi Penderita Stroke di RS Bethesda

Tahun 2011-2013 Berdasar Jenis Kelamin ... 15 Tabel 6. Proporsi Penderita Stroke di RS Bethesda

Tahun 2015 Berdasar Jenis Kelamin ... 16 Tabel 7. Proporsi Penderita Stroke Pada Tahun 2011-2014

Berdasar Kelompok Usia ... 17 Tabel 8. Proporsi Penderita Stroke Pada Tahun 2015

Berdasar Kelompok Usia ... 17 Tabel 9. Proporsi Penderita Stroke Pada Tahun 2015

Berdasar Tempat Tinggal ... 18 Tabel 10. Profil Gejala Stroke dari Data Register Stroke

Elektronik Tahun 2011-2014 ... 21 Tabel 11. Profil Gejala Stroke dari Data Register Stroke

Elektronik Tahun 2015 ... 22 Tabel 12. Onset Kedatangan Pasien Ke RS Sejak Saat Awal

Serangan Stroke Tahun 2011-2014 ... 25 Tabel 13. Onset Kedatangan Pasien Ke RS Sejak Saat Awal

Serangan Stroke Tahun 2015 ... 26 Tabel 14. Profil Faktor Risiko dan Komorbiditas

Tahun 2011-2014 ... 30

(7)

Tabel 15. Profil Faktor Risiko dan Komorbiditas Tahun 2015... 31

Tabel 16. Profil Terapi Penderta Stroke Tahun 2015 ... 32

Tabel 17. Luaran Pasien Stroke Tahun 2011-2014 ... 37

Tabel 18. Luaran Pasien Stroke Tahun 2015 ... 38

Tabel 19. Komplikasi Pasien Stroke Tahun 2011-2014 ... 42

Tabel 20. Komplikasi Pasien Stroke Tahun 2015 ... 43

(8)

Kata Pengantar

Stroke adalah salah satu penyebab kecacatan dan kematian di seluruh dunia. Peningkatan angka kejadian dan kematian akibat stroke tampak nyata teramati pada negara-negara Asia (India, China, dan Indonesia). Jumlah absolut penderita stroke di tiga negara Asia tersebut adalah besar dan memiliki dampak yang luas. Data dari Departemen Kesehatan RI (2013) menunjukkan bahwa stroke adalah penyebab kematian nomor 1 di seluruh RS di Indonesia. Angka kecacatan juga tinggi bagi pasien yang berhasil sembuh dari serangan stroke.

Gejala stroke muncul akibat gangguan peredaran darah di otak. Gangguan peredaran darah otak dapat berupa sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Stroke muncul sebagai akibat akumulasi faktor risiko stroke, misalnya: hipertensi, diabetes, merokok, kadar kolesterol darah yang tinggi, usia tua, riwayat keluarga stroke, dan kegemukan sentral.

Permasalahan yang muncul di Indonesia adalah kurangnya deteksi dini terhadap faktor risiko stroke, dan kurangnya kewaspadaan terhadap munculnya gejala stroke. Penelitian menunjukkan bahwa berbagai faktor risiko stroke (misal: hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi) tidak dikenali dan tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai.

Buku sederhana ini muncul sebagai kegelisahan para penulis akan sangat terbatasnya data epidemiologi tentang stroke dan faktor risikonya di Indonesia. Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pemberi pelayananan kesehatan dan peneliti epidemiologi.

Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada para pasien stroke dan keluarganya yang memberikan inspirasi untuk menulis buku ini. Buku kecil ini diharapkan mampu memberikan sedikit sumbangsih bagi semakin baiknya pelayanan stroke di Indonesia.

(9)

Buku ini mulai disusun pada bulan Oktober 2015 untuk menyambut hari stroke sedunia yang jatuh pada tanggal 29 Oktober setiap tahunnya. Hari stroke sedunia memperingatkan kita semua bahwa stroke menyerang 1 diantara 6 orang di seluruh dunia.

Kematian akibat stroke adalah tinggi. Tema hari stroke dunia tahun 2015 : “I am Woman : Stroke Affects Me”. Tema ini dipilih karena : Wanita memiliki risiko lebih besar untuk menderita stroke. Sebanyak 1 dari 5 wanita dan 1 dari 6 laki-laki memiliki risiko stroke. Wanita memiliki angka kematian akibat stroke lebih tinggi dibandingkan laki- laki. Sebanyak 6 dari 10 orang yang meninggal akibat stroke adalah wanita.Wanita kurang mendapatkan perawatan stroke akut dan rehabilitasi pasca stroke dibandingkan laki-laki.

Buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan masukan semua pihak sangat diharapkan. Selamat membaca, dan semoga memberi manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 2016 Rizaldy Pinzon Kadek Sinthia Grahita Adnyana Rosa De Lima Renita Sanyasi

(10)

Pengantar

Mitos dan Fakta tentang Stroke

Stroke adalah penyebab kecacatan dan kematian yang utama.

Stroke adalah gangguan fungsi saraf (kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, penurunan kesadaran) yang terjadi mendadak akibat gangguan peredaran darah otak. Data dari Organisasi Stroke Dunia (World Stroke Organization) menyatakan bahwa kejadian stroke meningkat tajam di negara-negara berkembang. Penelitian lain menunjukkan pula bahwa angka kematian dan kecacatan juga lebih tinggi di negara berkembang. Tingginya angka kejadian stroke baru dan kecacatannya di negara berkembang (seperti Indonesia) tidak dapat dilepaskan dari berkembangnya mitos yang salah di masyarakat tentang stroke. Berikut ini adalah mitos yang sering dijumpai pada masyarakat:

1. Stroke hanya terjadi pada usia lanjut

Faktanya : stroke dapat menyerang semua usia. Kejadian stroke paling sering adalah pada usia diatas 50 tahun, namun stroke dapat menyerang semua usia. Kejadian stroke pada anak umumnya disebabkan oleh kelainan komponen darah dan pembuluh darah yang dibawa sejak lahir, dan bukan terkait gaya hidup (kadar kolesterol darah tinggi, kegemukan, dan merokok) seperti pada populasi dewasa.

2. Stroke lebih sering pada laki-laki

Faktanya : stroke menyerang perempuan dan laki-laki dengan proporsi yang sama. Sebuah penelitian epidemiologi skala besar oleh Seshadri (2007) bahkan mengungkapkan bahwa stroke lebih sering terjadi pada perempuan. Kejadian stroke adalah 1 pada setiap 5

(11)

orang perempuan, dan 1 pada setiap 6 orang laki-laki. Angka kejadian stroke meningkat lebih dari 2 kali lipat pada perempuan yang memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg. Kejadian stroke pada perempuan meningkat tajam pada usia pasca menopause. Hal ini terkait dengan hilangnya efek proteksi pembuluh darah oleh hormon estrogen.

3. Stroke hanya dapat terjadi pada penderita hipertensi

Faktanya : faktor risiko stroke bersifat multifaktorial. Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah adalah usia tua, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga stroke. Ada pula faktor risiko stroke yang dapat dikendalikan yaitu: hipertensi, diabetes, merokok, dan kadar kolesterol darah yang tinggi. Seseorang dapat saja memiliki tekanan darah yang normal, namun memiliki faktor risiko stroke yang lain (diabetes, merokok, dan riwayat keluarga stroke). Pada kasus demikian stroke tetap dapat terjadi. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama, namun bukan merupakan satu-satunya faktor risiko stroke.

4. Stroke tidak dapat dicegah

Faktanya : stroke dapat dicegah. Pencegahan stroke dimulai dengan mengetahui faktor risiko stroke. Pengendalian faktor risiko stroke yang utama adalah dengan menurunkan tekanan darah, berhenti merokok, menormalkan kadar kolesterol darah, dan menurunkan berat badan berlebih. Perubahan pola hidup dengan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur, menghindari rokok, berolahraga, dan mengurangi stres sangat dianjurkan. Pada kasus- kasus tertentu diperlukan pula intevensi obat-obatan untuk mencapai tekanan darah dan kolesterol darah yang normal.

(12)

mengenali gejala stroke ialah F.A.S.T. F.A.S.T merupakan singkatan dari Face (wajah), Arm (lengan/anggota gerak), Speech (bicara), dan Time (waktu). Jika seseorang didapati mengalami wajah perot, kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak, kesulitan bicara atau bicara pelo, dan penurunan kesadaran yang terjadi secara mendadak, maka harus sesegera mungkin dibawa ke unit gawat darurat. F.A.S.T membantu orang disekitar penderita stroke mengenali gejala stroke dengan lebih mudah dalam kurun waktu 15 menit.

6. Stroke tidak dapat diobati

Faktanya : stroke dapat diobati. Pengobatan stroke yang optimal adalah berpacu dengan waktu. Semakin cepat mendapat pertolongan yang memadai, maka semakin besar kemungkinan terhindar dari kematian dan kecacatan akibat stroke. Permasalahan yang muncul adalah kurang dikenalinya gejala stroke. Batas waktu penanganan stroke yang optimal adalah 3-4,5 jam pasca serangan.

Pengobatan stroke yang optimal disesuaikan dengan jenis patologi stroke (stroke sumbatan atau stroke perdarahan), maka pasien stroke seyogyanya ditangani di RS dengan fasilitas pencitraan (imaging) yang memadai (minimal CT Scan kepala). RS yang memadai tersebut harus memberikan pelayanan stroke 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Pasien stroke seharusnya dirawat di sebuah unit stroke yang multi disiplin dengan tenaga kesehatan yang terlatih. Penelitian menunjukkan bahwa pasien stroke yang dirawat di unit stroke memiliki angka kematian dan angka kecacatan yang lebih sedikit.

7. Stroke bukan penyakit gawat darurat

Faktanya : stroke merupakan penyakit gawat darurat yang membutuhkan penatalaksanaan segera. Menunggu adalah salah satu hal terburuk yang sering dilakukan penderita stroke. Tiap menit waktu yang dihabiskan untuk pengobatan stroke akan diikuti dengan peningkatan kualitas hidup penderita stroke. Pada stroke

(13)

jenis iskemik, sumbatan akan menyebabkan berkurangnya pasokan darah dan oksigen ke otak sehingga menyebabkan kerusakan otak dalam hitungan menit. Langkah tepat untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan mengakses unit gawat darurat sesegera mungkin dalam waktu 3-4.5 jam (golden period) pasca serangan.

8. Stroke adalah akhir dari segalanya

Faktanya : stroke bukanlah akhir dari segalanya. Angka kematian akibat stroke bervariasi antara 20%-30%. Hal ini berarti bahwa akan ada 70% orang yang selamat dari serangan stroke. Orang yang selamat dari serangan stroke ini dikenal sebagai “the stroke survivors”.

Para stroke survivors ini memiliki derajat kecacatan yang bervariasi, mulai ringan sampai dengan berat. Penanganan terhadap kecacatan tersebut memerlukan tindakan rehabilitasi yang baik. Penelitian memperlihatkan adanya konsep neuroplastisitas yang memungkinkan perbaikan fungsi saraf sampai dengan 6 bulan pasca serangan stroke.

Waktu 6 bulan inilah yang harus dikejar untuk mencapai pemulihan yang optimal. Para stroke survivors ini juga harus terus menerus memperbaiki pola hidup dan mengkonsumsi obat secara teratur untuk mencegah serangan stroke ulang.

Setiap tanggal 29 Oktober diperingati sebagai hari stroke sedunia.

Hari stroke sedunia adalah sebuah hari dengan pesan setiap hari

“stroke dapat dicegah, stroke dapat diobati”. Pemahaman yang baik akan stroke dan faktor risikonya akan menuntun kita kepada tindakan penatalaksanaan dan pencegahan yang efektif.

Buku kecil ini memuat gambaran tentang profil demografi, faktor risiko, gejala klinik, dan luaran klinis pasien stroke. Data diperoleh dari register stroke elektronik RS Bethesda Yogyakarta. Penelitian

(14)

Daftar Singkatan

AF : Atrial Fibrilasi

AHA : American Heart Associasion

CDC : Centers for Disease Control and Prevention CI : Convidence Interval

COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease DVT : Deep Vein Thrombosis

GBD : Global Burden Disease HDL : High Density Lipoprotein HR : Hazard Ratio

IGD : Instalasi Gawat Darurat IHD : Ischaemic Heart Disease ISK : Infeksi Saluran Kencing LACS : Lacunar Stroke

LDL : Low Density Lipoprotein LOS : Length of Stay

MMR : Mortality Rate Ratio

OCSP : Oxfordshire Community Stroke Project OR : Odd Ratio

PACS : Partial Anterior Circulation Stroke POCS : Posterior Circulation Stroke PPV : Positive Predictive Value

REGARDS : Reasons for Geographic and Racial Differences in Stroke Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SE : Sensitivitas

(15)

SP : Spesifisitas

TACS : Total Anterior Circulation Stroke TIA : Transient Ischemic Attack

TOAST : Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment WHO : World Health Organization

(16)

Bab I

Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Data lain bahkan menyebutkan bahwa stroke saat ini telah menjadi penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung iskemik (Lozano, et al., 2012). Stroke menjadi penyebab kecacatan nomor satu di seluruh dunia. Kematian akibat stroke di Amerika Serikat mencapai lebih dari 160.000 per tahunnya, sedangkan angka kecacatan permanen mencapai 30% pada pengamatan 3 bulan pertama setelah serangan stroke (AHA, 2003). Sebuah studi pada tahun 2010 menemukan bahwa stroke bertanggungjawab atas 5,3 juta kematian di dunia. Ini berarti stroke menyumbang 1 diantara 10 kematian di dunia (Krishnamurthi, et al., 2013).

Sejak tahun 1990, jumlah penderita stroke telah meningkat setiap tahunnya. Fenomena ini diikuti dengan peningkatan jumlah penderita stroke yang mengalami kecacatan dan meninggal dunia.

Diperkirakan kecenderungan ini akan terus berlanjut (Krishnamurthi, et al., 2013). Sebuah survei memprediksi, jika tren sekuler ini terus berlanjut, maka akan ada 23 juta orang yang mengalami serangan pertama stroke dan 7,8 juta kematian oleh karena stroke pada tahun 2030.

Laporan WHO (2011) memperlihatkan bahwa penyakit tidak menular saat ini merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia. Penyakit pembuluh darah (stroke dan penyakit kardiovaskular), kanker, dan penyakit paru kronik merupakan penyebab kematian utama, dan bertanggung jawab pada 63% dari seluruh kematian.

Di negara-negara berkembang, terbukti bahwa terjadi kenaikan angka kejadian penyakit tidak menular (noncommunicable disease) tiap tahunnya. Kematian di negara-negara Asia Tenggara, terutama

(17)

disebabkan oleh noncommunicable disease. Contoh dari penyakit tersebut ialah penyakit jantung, stroke, kanker, COPD (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), penyakit ginjal, dan kecelakaan (Navarro, et al., 2014).

Peningkatan kejadian dan kematian akibat penyakit pembuluh darah dijumpai di negara maju dan negara berkembang (WHO, 2011).

Laporan World Stroke Organization (2013) menyatakan bahwa 1 diantara 6 orang akan terkena stroke selama hidupnya dan sebagian besar kasus terjadi di negara berkembang di Asia. Kajian Khor (2001) di beberapa negara Asia Pasifik termasuk Indonesia memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian ketiga dengan proporsi sebesar 8%-15,6% dari seluruh kematian nasional. Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 menyebutkan bahwa angka kematian akibat infark serebral adalah 11,2% pada pasien yang dirawat di RS.

Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien yang dirawat di RS (5,24% dari seluruh kematian) (Depkes, 2008). Data dari Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian di RS (11,29%). Yayasan Stroke Indonesia (2012) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 500.000 penduduk Indonesia yang terkena serangan stroke. Mortalitas diperkirakan sekitar 25% atau 125.000 orang, dan sisanya mengalami disabilitas ringan maupun berat.

Stroke merupakan penyakit saraf utama. Kajian sistematis Saposnik, et al., (2003) memperlihatkan bahwa angka prevalensi kejadian stroke berkisar antara 1,74-6,51 per 1.000 populasi, dengan angka insidensi tahunan adalah 0,35 sampai dengan 1,83 per 1.000 orang per tahun. Kajian sistematis Taqui & Akmal (2007) pada populasi

(18)

Asia disebabkan oleh perbedaan prevalensi faktor risiko stroke yang terkait dengan pola hidup (konsumsi alkohol, merokok, dan konsumsi garam). Angka kejadian stroke iskemik terkait stenosis intrakranial dan proporsi stroke perdarahan lebih tinggi pada populasi Asia dibanding populasi di negara barat. Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia adalah sebesar 8,3 per 1000 penduduk.

Prevalensi stroke tertinggi ditemukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1000 penduduk), dan terendah di Papua (3,8 per 1000 penduduk). Prevalensi stroke di Yogyakarta dan Jawa Tengah berturut-turut adalah 8,11 per 1000 penduduk dan 7,6 per 1000 (Depkes, 2008).

Perubahan pola hidup dan kemajuan teknologi kedokteran meningkatkan angka kejadian stroke dan stroke surivors. Peningkatan prevalensi penyakit pembuluh darah dihubungkan dengan peningkatan konsumsi tembakau, obesitas, diabetes, dan dislipidemia (WHO, 2011). Penelitian epidemiologi Muntner, et al., (2002) menunjukkan bahwa prevalensi stroke setiap periode 5-tahunan meningkat rata- rata 7,5% (95% CI: 2%-18%). Pasien yang selamat dari serangan stroke juga meningkat secara signifikan sebanyak 930.000 dalam satu dekade terakhir. Peningkatan prevalensi stroke di berbagai negara Asia tidak lepas dari perubahan pola hidup dan peningkatan faktor risiko vaskular yang terkait pola hidup (hipertensi, dislipidemia, dan merokok) (Ni, et al., 2009). Kajian Kivipelto & Solomon (2009) menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi stroke di berbagai negara berkembang terkait dengan transisi pola hidup masyarakat urban. Kajian WHO (2011) menunjukkan bahwa peningkatan kejadian penyakit tidak menular berhubungan dengan tingginya angka kejadian merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan obesitas. Peningkatan kejadian stroke di Indonesia terkait pula dengan peningkatan prevalensi hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 29,8% pada penduduk berusia diatas 18 tahun. Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 8,3% dan 7,6% (Depkes, 2008).

(19)

Separuh dari stroke survivors (orang yang selamat dari serangan stroke) mengalami disabilitas dan membutuhkan bantuan jangka panjang (Stum, 2004). Stroke merupakan salah satu sumber pengeluaran biaya kesehatan yang utama di berbagai negara maju.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembiayaan untuk stroke di Uni Eropa adalah € 38 milliar dan menghabiskan 3% anggaran belanja kesehatan regional (Evers, et al., 2004). Peningkatan kejadian stroke secara nyata teramati pada negara-negara di kawasan Asia. Hal ini terkait dengan perubahan pola hidup dan urbanisasi (Khor, 2001).

Sekitar 90% penderita stroke memperlihatkan gejala sisa. Satu per tiga diantaranya tidak dapat melanjutkan aktivitas kehidupan sehari- sehari seperti sebelum mengalami serangan stroke (Kalaria, 2012).

Data terbaru dari Global Burden of Disease, Injuries and Risk Factor 2010 (GBD 2010) menunjukan bahwa insidensi stroke berdasarkan usia di negara maju mengalami penurunan sebesar 12%. Sayangnya, di negara berkembang, insidensi ini justru mengalami peningkatan dengan angka persentase yang sama (12%).

(20)

Bab II

Register Stroke Elektronik Sebagai Sumber Data

Register stroke elektronik RS Bethesda mulai diterapkan pada pertengahan tahun 2010 setelah proses pelatihan dan uji coba selesai. Register stroke elektronik diisi pada waktu pasien pulang dari RS. Gambar 1 dan 2 menunjukkan tampilan depan dan form input register stroke elektronik RS Bethesda Yogyakarta.

Gambar 1. Tampilan Depan Register Stroke Elektronik RS Bethesda Yogyakarta

(21)

Gambar 2. Input Data Pasien Stroke

Data yang diperoleh dari register stroke elektronik meliputi data identitas pasien, profil faktor risiko, gejala klinik, pola terapi, komplikasi, dan luaran klinik. Data dapat ditampilkan dalam bentuk grafik atau tabel. Data dapat dikonversi ke dalam bentuk Excel untuk kemudian dimasukkan ke dalam paket program pengolah data statistik untuk analisis bivariat atau multivariat. Gambar 3 dan 4 menunjukkan tampilan output data register stroke elektronik dalam bentuk tabel dan grafik.

(22)

Gambar 3. Tampilan Output Register Stroke Elektronik Dalam Bentuk Tabel

Gambar 4. Tampilan Output Register Stroke Elektronik Dalam Bentuk Grafik

(23)

Data register stroke RS Bethesda yang ditampilkan pada penelitian ini adalah data dari pasien di tahun 2011-2015. Data register stroke dapat dengan mudah menampilkan informasi tentang (1) jenis serangan, (2) jenis patologi stroke, (3) profil demografik berdasar jenis kelamin dan usia, (4) faktor risiko stroke, (5) komplikasi, dan (6) luaran stroke sebagaimana terlihat pada tabel-tabel berikut ini.

(24)

Bab III

Jenis Serangan dan Patologi Stroke

Patologi stroke diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik masih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu infark lakunar (penyakit pembuluh darah kecil) dan infark non-lakunar (atherosklerosis pembuluh darah besar dan kardioembolik) (Wang, et al., 2011). Stroke hemoragik juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid (Sacco, et al., 2013).

Tabel 1. Jenis Patologi Stroke dari Data Register Stroke Elektronik Tahun 2011-2014

Jenis Serangan 2011 2012 2013 2014 Total % Perdarahan

Intraserebral 175 192 201 185 753 21,20

Iskemik 523 583 731 890 2.727 76,75

Perdarahan

Subaraknoid 27 14 14 18 73 2,05

Total 725 789 946 1.093 3.553 100

Tabel 1 menunjukkan jenis patologi stroke yang paling sering terjadi, yang tercatat pada data register stroke elektronik, adalah stroke iskemik (76,75%), diikuti dengan perdarahan intraserebral (21,20%), dan perdarahan subaraknoid (2,05%). Dari tabel tersebut tampak bahwa angka kejadian stroke, khususnya stroke iskemik selalu meningkat dari tahun 2011 hingga 2014. Begitu pula dengan

(25)

angka kejadian stroke secara umum yang semakin meningkat dari tahun 2011 hingga 2014.

Tabel 2. Jenis Patologi Stroke dari Data Register Stroke Elektronik Tahun 2015

Jenis Serangan

mesterTri- Pertama

mester Tri- Kedua

mester Tri- Ketiga

mesterTri- Keempat

Total %

Perdarahan

Intraserebral 57 54 58 83 252 20,90

Iskemik 267 231 209 213 920 76,29

Perdarahan

Subaraknoid 7 4 15 8 34 2,82

Total 331 289 282 304 1206 100

Tabel di atas menunjukkan data jenis patologi stroke yang tercatat pada data register stroke elektronik tahun 2015. Stroke iskemik masih menduduki peringkat pertama sebagai jenis serangan yang paling sering timbul, yaitu sebesar 76,29%. Angka kejadian stroke iskemik terus meningkat dari tahun 2011 sampai tahun 2015. Stroke iskemik lebih sering dijumpai daripada stroke hemoragik. Penelitian Kaul, et al., (2007) memperlihatkan bahwa proporsi stroke iskemik dibanding stroke hemoragik adalah 79,2% dan 20,8%. Klasifikasi yang umum dipakai untuk stroke iskemik adalah klasifikasi TOAST (Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment), yaitu: (1) atherosklerosis pembuluh darah besar, (2) kardioembolik, (3) lakunar, dan (4) tidak jelas penyebabnya. Kriteria TOAST merupakan klasifikasi yang umum digunakan untuk penelitian stroke (Goldstein, et al., 2001; Varona,

(26)

anterior circulation stroke (TACS), lacunar stroke (LACS), partial anterior circulation stroke (PACS), dan posterior circulation stroke (POCS). Akurasi sistem OCSP dapat dinilai dengan menggunakan MRI, dan menghasilkan tiga komponen utama, yaitu sensitivitas (SE), spesifisitas (SP), dan positive predictive value (PPV): TACS (SE, 100%;

SP, 98%; PPV, 83%), PACS (SE, 73%; SP, 78%; PPV, 83%), LACS (SE, 47%;

SP, 83%; PPV, 39%), dan POCS (SE, 92%; SP, 98%; PPV, 86%) (Asdaghi, et al., 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 5 tahun oleh Collo, et al., (2012) pada 315 pasien stroke iskemik, sistem OCSP dapat digunakan untuk menilai profil kognitif pasien pasca stroke.

Sebagai contoh, pasien dengan TACS dan PACS cenderung mengalami defisit kognitif jangka panjang pasca stroke, sehingga tenaga medis dapat menentukan intervensi yang sesuai.

Penelitian epidemiologi Cho, et al., (2007) pada 695 pasien stroke iskemik di Korea memperlihatkan bahwa stroke lakunar dan stroke dengan atherosklerotik pembuluh darah besar adalah jenis patologi yang utama. Stroke iskemik dengan atherosklerotik pada pembuluh darah besar didapatkan pada 36,1% kasus dan stroke lakunar pada 28,4% kasus. Penelitian Kaul, et al., (2007) pada 1500 pasien stroke di India memperlihatkan bahwa stroke iskemik ditemukan pada 79,2%

kasus. Diantara pasien dengan stroke iskemik, jenis patologinya adalah sebagai berikut: (1) atherosklerosis pada pembuluh darah besar intrakranial (28,9%), (2) atherosklerosis pembuluh darah besar ekstrakranial (6,9%), (3) kardioembolik (9,1%), (4) lakunar (19,1%), (5) penyebab lain (3,3,%), dan (6) tidak diketahui penyebabnya (27%).

Pada pasien dengan stroke iskemik, lesi atherosklerotik intrakranial dan penyakit pembuluh darah kecil merupakan mekanisme yang utama. Salah satu kondisi yang termasuk dalam penyakit pembuluh darah kecil adalah kerusakan pembuluh darah retina. Pembuluh darah retina dan otak memiliki kesamaan asal muasal embriologi, struktur (end-artery tanpa anastomosis), dan karakteristik fisiologis (adanya sawar darah retina dan sawar darah otak). Penelitian yang dilakukan oleh Wang, et al., (2011) pada 842 pasien stroke iskemik dan TIA menunjukkan pasien dengan stroke iskemik akut dan TIA cenderung

(27)

mengalami perubahan abnormal pada mikrovaskular di retina yang ditandai dengan adanya penyempitan arteriola fokal (15.6% vs 18.4%; OR, 0.8; 95% CI, 0.4 to 1.5), retinopati non- diabetikum (26.9%

vs 29.5%; OR, 0.8; 95% CI, 0.5 to 1.6), retinopati diabetikum (55.5% vs 50.0%; OR, 1.3; 95% CI, 0.4 to 3.6), dan arteriovenous nicking (23.0%

vs 17.8%; OR, 1.4; 95% CI, 0.7 to 2.7). Selain penyakit pembuluh darah kecil, hipertensi arteriopati juga merupakan faktor risiko yang utama.

Kajian sistematis Saposnik, et al., (2003) menunjukkan bahwa angka kejadian perdarahan intraserebral di berbagai negara Amerika Selatan cukup tinggi, yaitu mencapai hampir 40% kasus. Pada stroke hemoragik, khususnya perdarahan intraserebral, terdapat tiga mekanisme yang terkait, yaitu (1) perdarahan awal, (2) perluasan hematoma, dan (3) edema perihematoma. Perdarahan awal disebabkan oleh ruptur arteri serebral yang dipicu oleh berbagai faktor risiko, baik faktor risiko yang dapat diubah (misalnya, hipertensi dan konsumsi alkohol berlebih), maupun tidak dapat diubah (misalnya, usia dan ras). Perluasan hematoma muncul beberapa jam setelah onset simptom, menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, merusak integritas jaringan di sekitarnya, serta merusak sawar darah otak. Akibat adanya reaksi inflamasi dan kerusakan sawar darah otak, maka akan timbul edema otak di sekeliling hematoma tersebut (Magistris, et al, 2013).

Tabel 3. Jenis Serangan Stroke Selama Tahun 2011-2014

2011 2012 2013 2014 Total %

Stroke

pertama 583 607 733 784 2.707 76,19

Stroke 142 182 213 309 846 23,81

(28)

Tabel 3 menunjukkan bahwa serangan ulang umum dijumpai pada stroke. Data register menunjukkan bahwa stroke pertama dijumpai pada 76,19% kasus, dan stroke ulang dijumpai pada 23,81%

kasus. Hasil yang sama tampak pada tabel 4. Pada tahun 2015 kejadian stroke pertama masih lebih tinggi dari kejadian stroke ulangan. Angka kejadian stroke pertama terus meningkat dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Serangan ulang umum dijumpai pada pasien stroke, dan berhubungan dengan pengendalian faktor risiko yang tidak adekuat.

Tabel 4. Jenis Serangan Stroke Selama Tahun 2015 Jenis

Serangan Trimester

Pertama Trimes-

ter Kedua Trimester

Ketiga Trimester

Keempat Total %

Stroke

pertama 238 210 205 215 868 71,97

Stroke

ulangan 93 79 77 89 338 28,03

Total 331 289 282 304 1206 100

Kajian Radon, et al., (2011) memperlihatkan bahwa tren kematian akibat stroke terkait dengan serangan stroke ulang meningkat bila tekanan darah tidak dikendalikan dengan baik. Penelitian Cheung, et al., (2007) menunjukkan bahwa proporsi hipertensi lebih tinggi pada pasien stroke yang mengalami rekurensi dalam pengamatan selama 5 tahun dibanding pasien stroke yang tidak mengalami rekurensi (59%

vs 46%).

Sebuah program edukasi yang baik diharapkan mampu menurunkan risiko serangan vaskular ulang pasca stroke. Pasien yang selamat dari serangan stroke harus terus mengendalikan faktor risiko untuk mencegah risiko terjadinya serangan ulang. Pada penderita stroke iskemik, maka penggunaan anti platelet merupakan suatu keharusan. Penelitian Levine, et al., (2013) menunjukkan

(29)

bahwa ketidakpatuhan terhadap program pengobatan pada para stroke survivors berhubungan dengan kemungkinan serangan ulang yang lebih tinggi. Ketidakpatuhan terkait pembiayaan dapat mencapai 11,4% pada para stroke survivors. Kajian Hill, et al., (2008) menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang baik harus bersifat kontinyu, mulai dari pencegahan primer, tatalaksana fase akut, sampai dengan dikembalikannya stroke survivors ke komunitas.

(30)

Bab IV

Profil Demografik

Profil demografik menunjukkan bahwa proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan untuk terkena stroke. Pasien yang berusia diatas 60 tahun merupakan proporsi terbesar yang menderita stroke.

Perubahan pola hidup menunjukkan munculnya fenomena stroke usia muda (< 40 tahun) yang semakin meningkat.

Tabel 5. Proporsi Penderita Stroke di RS Bethesda Tahun 2011-2013 Berdasar Jenis Kelamin

Jenis Kelamin 2011 2012 2013 Total %

Laki-laki 401 438 578 1417 57.60

Perempuan 324 351 368 1043 42.40

Total 725 789 946 2460 100

Usia tua dan jenis kelamin laki-laki adalah faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah. Data register penderita stroke di RS Bethesda tahun 2011-2013 memperlihatkan bahwa proporsi penderita stroke lebih didominasi oleh kelompok yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan (57,60% vs 42,40%). Hasil yang sama tampak pada tabel 6. Proporsi penderita stroke di RS Bethesda tahun 2015 masih didominasi oleh kelompok yang berjenis kelamin laki- laki dibandingkan perempuan (58,04% vs 41,96%). Data demikian selaras dengan berbagai data penelitian yang selama ini dilaporkan.

(31)

Tabel 6. Proporsi Penderita Stroke di RS Bethesda Tahun 2015 Berdasar Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Trimester Pertama Trimester

Kedua Trimester

Ketiga Trimester

Keempat Total %

Laki-laki 184 180 160 176 700 58,04

Perempuan 147 109 122 128 506 41,96

Total 331 289 282 304 1206 100

Penelitian Venketasubramanian, et al., (2005) memperlihatkan bahwa kejadian stroke pada laki-laki adalah 1,5 kali lebih tinggi daripada pada perempuan (4,53% VS 2,91%, P <0,05). Sebuah penelitian terbaru oleh Mohan, et al., (2015) memperlihatkan bahwa dari 288 pasien stroke yang diamati, diketahui pasien laki-laki memiliki risiko stroke hemoragik lebih tinggi (57%) dibandingkan dengan wanita. Akan tetapi, kematian akibat stroke hemoragik lebih banyak ditemui pada wanita dibandingkan pria. Hal ini terkait dengan risiko hipertensi yang lebih tinggi pada wanita. Sebuah penelitian dengan populasi besar oleh Assogba, et al., (2015) yang melibatkan 43.558 pasien di 28 fasilitas kesehatan di Togo memperlihatkan bahwa bahwa prevalensi stroke pada penelitian tersebut ialah sebesar 2,3%

(986/43.558). Stroke menyumbang angka prevalensi yang sedikit lebih tinggi pada pasien laki-laki. Pada penelitian tersebut didapati persentase stroke pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki ialah sebesar 53,04% (523/986), dan pada pasien yang berjenis kelamin wanita sebesar 46,96% (463/986).

(32)

Tabel 7. Proporsi Penderita Stroke Pada Tahun 2011-2014 Berdasar Kelompok Usia

Umur 2011 2012 2013 2014 Total %

< 40 Tahun 19 31 19 31 100 2,81

40-50 Tahun 122 117 129 131 499 14,04

51-60 Tahun 198 230 268 327 1.023 28,80

61-70 Tahun 201 212 272 312 997 28,06

> 70 Tahun 185 199 258 292 934 26,29

Total 725 789 946 1.093 3.553 100

Tabel 7 menunjukkan proporsi penderita stroke di RS Bethesda tahun 2011-2014 berdasar kelompok usia. Pada tabel 7 tercatat bahwa dalam rentang periode tersebut, stroke paling banyak menyerang kelompok usia 51-60 tahun (1.023 orang), 61-70 tahun (997 orang), dan >70 tahun (934 orang). Hal yang menarik ialah fakta bahwa kelompok usia <40 tahun yang notabenenya kelompok usia dewasa muda telah berkontribusi untuk menyumbang angka proporsi stroke sebesar 2,81%.

Tabel 8. Proporsi Penderita Stroke Pada Tahun 2015 Berdasar Kelompok Usia

Umur Trimester

Pertama Trimester

Kedua Trimester

Ketiga Trimester

Ke empat Total %

< 40 Tahun 7 6 4 7 24 1,99

40-50 Tahun 42 37 42 48 169 14,01

51-60 Tahun 102 79 84 90 355 29,44

61-70 Tahun 75 92 60 79 306 25,37

> 70 Tahun 88 74 91 79 332 27,53

Total 314 288 281 303 1186 100

(33)

Sama seperti data di tabel 7, pada tahun 2015 stroke paling banyak menyerang kelompok usia 51-60 tahun (355 orang), diikuti dengan kelompok usia >70 tahun (332 orang), dan kelompok usia 61- 70 tahun (306 orang). Dari tahun 2011 sampai tahun 2015 jumlah penderita stroke terus meningkat. Tabel 9 menunjukkan proporsi penderita stroke di RS Bethesda berdasar tempat tinggal. Penderita stroke yang paling banyak berasal dari luar Yogyakarta, yaitu sebesar 24,96%, diikuti dengan Kodya Yogyakarta (24,30%) dan Kabupaten Sleman (20,90%).

Tabel 9. Proporsi Penderita Stroke Pada Tahun 2015 Berdasar Tempat Tinggal

Alamat Trimester

Pertama Trimester

Kedua Trimester

Ketiga Trimester

Keempat Total %

Luar Jawa 2 7 4 8 21 1,74

Kabupaten

Gunung Kidul 52 42 32 46 172 14,26

Kabupaten

Sleman 71 52 73 56 252 20,90

Luar

Yogyakarta 82 80 73 66 301 24,96

Kabupaten

Kulon Progo 5 8 8 8 29 2,40

Kabupaten

Bantul 31 31 33 43 138 11,44

Kodya

Yogyakarta 88 69 59 77 293 24,30

Total 331 289 282 304 1206 100

(34)

lipat setiap pertambahan 1 dekade usia pada populasi diatas usia 55 tahun. Berbagai laporan mengindikasikan bahwa stroke tidak umum menyerang usia dewasa muda. Akan tetapi, dalam praktik klinis sehari- hari sering ditemukan gejala neurologis akut pada kelompok usia ini, dan stroke harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Sifat dan etiologi stroke pada dewasa muda (< 45 tahun) berbeda dengan kelompok usia lebih tua. Hal tersebut berpengaruh terhadap evaluasi diagnostik dan pengobatan. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian pada pasien yang lebih tua tidak selalu dapat diterapkan pada kelompok usia dewasa muda (Smajlović, 2015). Beberapa kajian (Nedeltchev, et al., 2005; Varona, et al., 2007; George, et al., 2011) memperlihatkan angka proporsi stroke pertama pada pasien dewasa muda dari berbagai negara berkisar mulai dari 5-20%. Penelitian di Bosnia dan Herzegovina (Smajlović, et al., 2013) menunjukan bahwa diagnosis stroke iskemik pada dewasa muda ialah sebesar 61% kasus, perdarahan intraserebral sebesar 17%, dan perdarahan subaraknoid sebesar 22%. Penelitian terbaru oleh Pokharel, et al., (2015) terhadap pasien stroke berusia muda (18-45 tahun) di Nepal memperlihatkan bahwa pada populasi ini telah ditemukan persentase stroke iskemik sebesar 87,8% dan stroke hemoragik sebesar 12,2%. Berbagai data tersebut memberi peringatan bahwa stroke juga dapat menyerang kelompok usia muda. Tindakan preventif merupakan strategi pengobatan primer yang dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas stroke pada pasien muda (Smajlović, 2015).

Kajian terhadap berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa 75-89% kejadian stroke terjadi pada individu berusia > 65 tahun, 50% kejadian stroke terjadi pada usia diatas 70 tahun, dan hampir 25% diantaranya terjadi pada usia diatas 85 tahun (Feighn, et al., 2003, Rothwell, et al., 2005). Penelitian Venketasubramanian, et al., (2005) menunjukkan bahwa prevalensi stroke pada usia diatas 65 tahun dua kali lebih tinggi dari pada kelompok usia < 65 tahun, yaitu 7,67% berbanding 4,05%. Hal serupa ditunjukkan oleh laporan CDC

(35)

(2007) yang menemukan angka prevalensi stroke di usia >65 tahun ialah sebesar 8,1% berbanding 0,8% diusia 18-44 tahun. Penelitian Wang, et al., (2013) pada 11.560 pasien stroke iskemik di China menunjukkan bahwa proporsi serangan stroke pada laki-laki adalah lebih tinggi dibanding perempuan (61,6% vs 38,4%) dengan rerata usia onset serangan adalah 67 tahun.

(36)

Bab V

Gejala Stroke

Gejala stroke akan sangat bervariasi tergantung dari ukuran dan lokasi lesi. Gejala yang paling umum dijumpai dari register stroke elektronik RS Bethesda 2011-2014 adalah kelemahan anggota gerak (52,36%), penurunan kesadaran (16,52%), dan bicara pelo (16,50%).

Tabel 10. Profil Gejala Stroke dari Data Register Stroke Elektronik Tahun 2011-2014

Gejala 2011 2012 2013 2014 Total %

Penurunan

Kesadaran 159 168 249 254 830 16,52

Bicara pelo 198 166 214 251 829 16,50

Afasia 177 121 125 199 622 12,38

Wajah Perot 24 30 27 32 113 2,24

Kelemahan

anggota gerak 552 494 753 832 2.631 52,36

Hasil yang sama tampak pada tabel 11. Kelemahan anggota gerak masih menduduki peringkat pertama sebagai gejala stroke yang paling sering muncul, pada tahun 2015 yaitu sebanyak 867 orang, diikuti dengan penurunan kesadaran (293 orang) dan bicara pelo (276 orang). Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2014.

(37)

Tabel 11. Profil Gejala Stroke dari Data Register Stroke Elektronik Tahun 2015

Bulan

Gejala Penurun-

an Ke- sadaran

Bicara Pelo Afa-

sia Wajah Perot

Kelemah- an Anggota

Gerak Lainnya

Januari 29 32 20 1 82 28

Februari 19 21 16 4 74 39

Maret 24 23 16 2 70 23

April 12 19 13 5 73 27

Meri 25 22 15 2 75 22

Juni 18 19 16 3 58 33

Juli 20 29 10 3 61 25

Agustus 20 25 11 2 75 24

September 25 22 12 5 74 29

Oktober 23 20 12 2 77 36

November 37 27 15 4 79 22

Desember 41 17 17 4 69 31

Total 293 276 173 37 867 339

Gejala stroke merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat umum, karena prognosis pasien stroke tampak lebih baik pada pasien yang mendapat penanganan lebih awal. Penelitian yang dilakukan oleh Miyamatsu, et al., (2013) pada 5.540 responden menunjukkan 77,3% dari responden sudah mengetahui apa itu stroke, tetapi hanya 1.288 (23,2%) responden yang mengetahui lima gejala utama stroke: (1) kelemahan sebagian

(38)

penglihatan pada salah satu atau kedua mata secara mendadak.

Kelemahan sebagian anggota tubuh dan gangguan dalam bicara atau daya pikir secara mendadak merupakan gejala stroke yang paling banyak diketahui oleh responden (86,6%), diikuti dengan nyeri kepala hebat yang timbul mendadak tanpa diketahui penyebabnya (72,3%), gangguan berjalan, koordinasi, dan keseimbangan secara mendadak (62,7%), serta gangguan penglihatan pada salah satu atau kedua mata secara mendadak (35%). Seseorang yang pernah mengalami gangguan daya pikir secara mendadak memiliki risiko yang paling besar untuk mengalami stroke dikemudian hari (hazard ratio [HR], 1.87; 95% CI, 1.27-2.75), diikuti dengan gangguan dalam berkomunikasi secara mendadak (HR 1.75; 95% CI 1.20–2.55) dan rasa tebal pada anggota tubuh (HR 1.36; 95%, 1.02–1.82) (Kleindorfer, et al., 2011). Pada penelitan kohort Reasons for Geographic And Racial Differences in Stroke (REGARDS), terdapat peningkatan risiko stroke sebesar 36% pada pasien yang mengalami salah satu gejala stroke, 46% pada pasien yang mengalami dua gejala stroke, dan 77% pada pasien yang mengalami tiga gejala stroke (Judd, et al., 2013).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kelemahan anggota gerak dan disartria/ afasia merupakan gejala stroke yang utama.

Kelemahan anggota gerak dijumpai pada lebih dari 80% kasus. Hasil serupa ditunjukkan oleh penelitian Hung, et al., (2005) pada 346 pasien stroke yang memperlihatkan bahwa hemiparese merupakan manifestasi yang paling umum muncul yaitu pada 93,7% kasus.

Hemiparese kanan dan kiri adalah sebanding (45,7% vs 48%).

Penelitian Ghaendehari, et al., (2007) pada 1.392 pasien stroke di Iran yang mendapatkan angka 79% kasus stroke bermanifestasi dengan kelemahan anggota gerak, dan 26% dengan gangguan sensorimotor.

Penelitian Tan, et al., (2002) memperlihatkan bahwa hemiparese adalah manifestasi stroke yang utama dan dijumpai pada 67% kasus.

Disartria/afasia ditemukan pada kurang lebih 50% kasus.

Penelitian Shigematsu, et al., (2013) pada 1.693 kasus stroke di Jepang

(39)

memperlihatkan bahwa kelemahan anggota gerak terdapat pada 79,7% kasus infark serebral, dan gangguan bicara pada 52,5% kasus.

Penelitian Tan, et al., (2002) pada 197 pasien stroke menunjukkan bahwa gangguan bicara dijumpai pada 31% kasus.

Gejala penurunan kesadaran dijumpai pada kurang dari 20%

kasus pada penelitian ini. Penelitian Wang, et al., (2013) menunjukkan bahwa penurunan kesadaran dijumpai pada 33% kasus. Penelitian Tan, et al., (2002) menunjukkan penurunan kesadaran ditemukan pada 19% kasus stroke iskemik.

(40)

Bab VI

Mengapa Pasien Stroke Datang Terlambat ?

Penatalaksanaan stroke adalah berpacu dengan waktu. Kecepatan penanganan yang tepat terbukti mengurangi area otak yang rusak dan mengurangi risiko kecacatan serta kematian. Pekerjaan rumah terbesar bagi para praktisi kesehatan yang peduli terhadap stroke adalah memberi edukasi yang adekuat untuk penanganan stroke yang cepat ke masyarakat luas. Sebagian besar pasien datang ke RS setelah >

24 jam pasca onset. RS Bethesda secara berkesinambungan memberi kampanye dan edukasi tentang gejala stroke dan penanganan yang adekuat kepada masyarakat. Data register memperlihatkan bahwa ada peningkatan proporsi pasien yang datang ke RS < 6 jam dari tahun 2011 ke tahun 2014.

Tabel 12. Onset Kedatangan Pasien Ke RS Sejak Saat Awal Serangan Stroke Tahun 2011-2014

Onset 2011 2012 2013 2014 Total %

< 3 Jam 119 94 132 143 488 13,73

3-6 Jam 133 123 205 227 688 19,36

6-12 Jam 80 110 129 184 503 14,16

12-24 Jam 74 117 110 127 428 12,05

>24 Jam 319 345 370 412 1446 40,70

Total 725 789 946 1093 3553 100

Hasil yang sama ditunjukkan di tabel 13. Pada tahun 2015 sebagian besar pasien datang ke RS setelah > 24 jam pasca onset yaitu sebanyak 439 orang. Sedikit pasien yang datang pada 12 -24 jam pasca

(41)

onset. Permasalahan dalam perawatan stroke di RS sangat kompleks.

Keterlambatan pasien datang ke RS, keterlambatan penanganan di IGD (Instalasi Gawat Darurat), dan komplikasi selama perawatan merupakan permasalahan yang umum dijumpai. Penelitian Lau, et al., (2003) di Hong Kong terhadap 115 pasien stroke akut menunjukkan bahwa kurang dari 30% pasien stroke iskemik yang datang ke RS <

3 jam pasca onset serangan. Penelitian di negara maju sekalipun memperlihatkan bahwa proporsi pasien stroke yang datang ke RS < 3 jam masih sangat sedikit. Penelitian Broadley & Thompson (2003) di Australia pada 284 pasien stroke akut memperlihatkan bahwa hanya 35% pasien yang datang < 3 jam pasca onset, dan hanya 13% pasien stroke iskemik yang dapat menjadi kandidat terapi thrombolisis.

Penelitian Assogba, et al., (2015) memperlihatkan rata-rata waktu masuk rumah sakit pasien stroke ialah 55 ± 20,75 jam. Lebih dari setengah pasien (57,7%) mengaku mengakses rumah sakit dalam 24 jam pertama dan sekitar 37,4% pasien masuk rumah sakit dalam waktu 6 jam pasca onset serangan.

Tabel 13. Onset Kedatangan Pasien Ke RS Sejak Saat Awal Serangan Stroke Tahun 2015

Onset Trimester

Pertama Trimester

Kedua Trimester

Ketiga Trimester

Keempat Total %

< 3 Jam 33 41 35 47 156 12,94

3 – 6 Jam 64 61 73 70 268 22,22

6 – 12 Jam 53 49 36 52 190 15,75

12 – 24

Jam 44 40 37 32 153 12,69

(42)

Keterlambatan penanganan stroke dijumpai akibat keterlambatan dalam pelayanan prahospital, keterlambatan pemanggilan ambulan, dan pelayanan di IGD yang terlampau lama (Mosley, et al., 2011).

Pada pasien yang telah masuk ke IGD, indikator waktu pengerjaan CT Scan kepala yang tepat seringkali pula tidak tercapai. Penelitian Syed & Basdhah (2009) di Pakistan memperlihatkan bahwa hanya 20% pasien yang menjalani CT Scan kepala dalam waktu 3 jam setelah masuk RS. Assogba, et al., (2015) memperlihatkan rata-rata waktu mulai perawatan pertama pasien stroke ialah 56 ± 20,74 jam.

Hanya sekitar 44% pasien menerima perawatan pertamanya dalam waktu 24 jam setelah timbulnya manifestasi klinis. Waktu penundaan rata-rata antara masuk dan membuat pencitraan otak ialah 43 jam (SD: 53±24). Delapan puluh persen pasien melakukan pencitraan otak dalam waktu 72 jam. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman dokter dan petugas IGD lainnya tentang kedaruratan stroke.

Penelitian Haryanti, et al., (2015) terhadap 101 pasien stroke di Malang memperlihatkan bahwa sebanyak 31,5% pasien stroke yang diteliti memilih rumah sakit sebagai layanan kesehatan pilihan pertama ketika terkena stroke dengan rentang waktu bervariasi. Sebesar 18,7% pasien stroke tiba di rumah sakit dalam kurun waktu 3 jam, sedangkan sisanya tiba setelah >3 jam pasca onset. Sebanyak 46,5%

pasien stroke yang diteliti didapati memilih memeriksakan diri ke petugas kesehatan terlebih dahulu baru selanjutnya dibawa ke rumah sakit. Pasien yang tidak dibawa ke rumah sakit setelah memeriksakan diri ke petugas kesehatan maupun non kesehatan didapati sebanyak 22%. Faktor demografi dan geografi, sosio-budaya, klinis, persepsi, serta pengetahuan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan health seeking behaviour ini. Penelitian Mellor, et al., (2015) memaparkan bahwa terdapat tiga jenis potensi keterlambatan dalam mengakses pusat perawatan stroke di rumah sakit, antara lain: (1) penundaan primer, disebabkan oleh ketidakmampuan mengenali

(43)

gejala stroke dengan segera, (2) penundaan sekunder, disebabkan oleh ketidaktepatan kontak awal terhadap layanan kesehatan (kontak awal ke unit non-emergency), dan (3) penundaan tersier, disebabkan oleh kesalahan penyedia layanan kesehatan dalam menafsirkan gejala yang dialami pasien sebagai kemungkinan stroke. Akses yang tepat untuk terapi tergantung pada pasien dan penyedia layanan kesehatan. Idealnya, stroke harus segera ditangani setelah onset gejala timbul dalam masa “window therapeutic” , yaitu sekitar 4,5 jam.

(44)

Bab VII

Fakto Risiko Stroke

Faktor risiko stroke yang utama dari berbagai penelitian terdahulu adalah hipertensi, dislipidemia, dan merokok. Hal ini serupa dengan profil faktor risiko pasien stroke di RS Bethesda Yogyakarta 2011-2014 yang menunjukkan bahwa hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko stroke yang utama. Penelitian Duričič (2015) memperlihatkan bahwa setidaknya, salah satu faktor risiko stroke berikut dijumpai pada pasien stroke (80%): hipertensi (70%), merokok (35%), diabetes mellitus (28%), hiperlipoproteinemia (26%), atrial fibrilasi (18,5%), dan konsumsi alkohol (17%). American Heart Association (2015) membagi dua kelompok faktor risiko stroke menjadi yang tidak dapat dan dapat diubah. Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah antara lain : (1) usia, (2) jenis kelamin, (3) ras dan riwayat keluarga, serta (4) riwayat serangan stroke. Faktor risiko stroke yang dapat diubah diantaranya : (1) hipertensi, (2) merokok, (3) diabetes mellitus, (4) hiperkolesterolemia, (5) obesitas, (6) stress, (7) riwayat TIA (Transient Ischemic Attack), (8) penyakit arteri karotis, (9) riwayat atrial fibrilasi, (10) kelainan komponen darah, (11) konsumsi alkohol, dan (12) obat-obatan.

(45)

Tabel 14. Profil Faktor Risiko dan Komorbiditas Tahun 2011-2014 Faktor Risiko

Komorbiditasdan 2011 2012 2013 2014 Total %

Diabetes 142 127 147 0 416 8,18

Hipertensi 379 425 536 620 1.960 38,54

Dislipidemia 204 293 314 458 1.269 24,95

IHD 22 28 52 76 178 3,50

AF 26 20 16 34 96 1,89

Lainya 55 63 229 206 553 10,87

Tidak ada 176 147 168 123 614 12,07

Data register pasien stroke di RS Bethesda dalam rentang periode tahun 2011-2014 memperlihatkan bahwa hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko stroke yang utama. Dislipidemia (kadar kolesterol total tinggi, kadar kolesterol LDL tinggi, dan/ atau kadar trigliserida yang tinggi) dijumpai pada hampir 25% kasus.

(46)

Tabel 15. Profil Faktor Risiko dan Komorbiditas Tahun 2015 Bulan

Faktor Risiko dan Komorbiditas betesDia- Hiper-

tensi Dislipi-

demia IHD AF Lain-nya Tidak Ada

Januari 0 72 57 11 2 18 8

Februari 0 58 41 2 3 17 18

Maret 0 61 41 6 1 17 6

April 0 49 37 11 2 21 11

Meri 0 43 35 8 4 20 14

Juni 0 44 28 6 2 18 18

Juli 0 44 36 3 7 16 4

Agustus 0 45 33 2 5 20 7

September 0 60 42 4 4 18 6

Oktober 0 43 32 5 1 22 16

November 0 44 36 4 4 24 20

Desember 0 57 26 4 3 23 11

Total 0 620 444 66 36 234 139

Begitu pula pada tahun 2015 dimana hipertensi dan dislipidemia masih menjadi faktor risiko yang utama. Terdapat bermacam-macam terapi yang diberikan pada pasien stroke beserta dengan penyakit komorbidnya. Tabel 16 menunjukkan terapi yang paling sering diberikan adalah antiplatelet dan statin.

(47)

Tabel 16. Profil Terapi Penderta Stroke Tahun 2015

Bulan

Faktor Risiko dan Komorbiditas Anti-

plate- let

Anti- gulankoa-

Sta-tin

Anti- hiper-

tensi

Anti- betikDia-

Multi- minvita

Neuro protek Lain-

nya

Januari 86 20 68 57 23 16 50 31

Februari 71 14 49 48 18 17 45 34

Maret 66 12 46 47 26 20 35 34

April 71 11 46 33 19 21 30 27

Mei 69 11 41 38 21 27 32 31

Juni 58 9 41 31 19 21 22 34

Juli 54 13 42 30 22 19 32 31

Agustus 59 19 41 38 22 18 28 25

September 64 24 42 47 20 20 35 35

Oktober 67 20 40 35 19 15 19 31

November 69 25 42 29 16 26 22 35

Desember 49 29 22 39 16 15 20 39

Total 783 207 520 472 241 235 370 387

Penelitian Ghaendehari, et al., (2007) pada 1.392 pasien stroke iskemik di Iran yang menunjukkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama. Hipertensi ditemukan pada 63% penderita perempuan dan 42% penderita laki-laki. Penelitian Shigematsu, et al., (2013) pada 1.693 pasien stroke menunjukkan bahwa hipertensi dijumpai pada 59,3% kasus infark serebral dan 70,1% kasus perdarahan intraserebral. Dislipidemia lebih umum dijumpai pada kasus infark serebral dibanding kasus perdarahan intraserebral (22,4% vs 10,1%).

(48)

Penelitian Libre, et al., (2010) di Kuba menunjukkan bahwa faktor risiko stroke yang utama adalah hipertensi (OR 2.8; 95%

CI 2.0-4.0), kadar kolesterol HDL yang rendah (OR 2.6; 95% CI 1.7- 3.9), jenis kelamin laki-laki (OR 1.7; 95% CI 1.2-2.5), dan usia lanjut (OR 1.3; 95% CI 1.1-1.9). Hal serupa ditunjukkan oleh penelitian Kamal, et al., (2009) di Pakistan (n=545) yang menyimpulkan bahwa hipertensi adalah faktor risiko stroke yang utama (OR: 1,94, 95%

CI: 1,28-2,95, p=0,002). Tekanan darah dapat menyebabkan stroke iskemik maupun hemoragik. Seseorang yang memiliki tekanan darah

>160/90 mmHg menunjukkan 7 kali peningkatan risiko kejadian stroke hemoragik dibandingkan orang yang memiliki tekanan darah normal/ normotensi (Mohan, et al., 2015). Sebuah meta-analisis serupa bahkan memperlihatkan bahwa riwayat hipertensi atau penemuan angka 160/90 mmHg pada saat pengukuran tekanan darah dapat meningkatkan lebih dari 9 kali risiko perdarahan intraserebral (O’Donnell, et al., 2010). Kajian Arboix (2015) menyebutkan bahwa seseorang dengan hipertensi memiliki risiko perdarahan intraserebral 3,9 kali dan perdarahan subaraknoid 2,8 kali lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan normotensi. Data percobaan klinis baru-baru ini (Gaciong, et al., 2013) memperlihatkan bahwa terapi antihipertensi secara substansial mengurangi risiko setiap jenis stroke, serta kematian dan kecacatan akibat stroke. Kajian Stone, et al., (2014) memberikan target tekanan darah yang diharapkan sebesar 140/90mmHg. Pada pasien diabetes yang lebih muda, target pengendalian tekanan darah yang diharapkan ialah sebesar 130/80mmHg disertai dengan pengendalian hiperlipidemia, terutama bagi pasien dengan faktor risiko tambahan.

Penelitian Hung, et al., (2005) memperlihatkan bahwa hipertensi, diabetes, dan dislipidemia menempati urutan teratas sebagai faktor risiko stroke, dan dijumpai pada 78.9%, 37,9%, dan 25,4%

kasus. Penelitian Lin, et al., (2007) di Taiwan menunjukkan bahwa hipertensi secara signifikan meningkatkan risiko stroke (OR: 6,68, 95% CI: 4,66-9,58). Penelitian Sridharan, et al., (2009) pada 541

Gambar

Gambar 1.  Tampilan Depan Register Stroke Elektronik RS Bethesda        Yogyakarta
Gambar 2. Input Data Pasien Stroke
Gambar 3.   Tampilan Output Register Stroke Elektronik Dalam Bentuk           Tabel
Tabel 1.   Jenis Patologi Stroke dari Data Register Stroke Elektronik Tahun         2011-2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bidan Terhadap Kebijakan BPJS Kesehatan dalam Biaya Pengklaiman Dana Non Kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Puskesmas Patumbak Tahun 2017”

Oleh karena itu, hepatosit tikus putih pada kelompok kontrol pelarut diduga telah mengalami regenerasi saat diinduksi oleh pelarut CMC 0,5%, namun tidak secepat

TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON SERAT, Oktavianus Oshakhresna Despriputra., NPM 150215988 Tahun 2019, Bidang Peminatan Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Petani selalu mengupayakan keberlangsungan biogas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apabila pikiran mereka dalam kondisi puas dan nyaman dengan pelayanan yang

Sering dengan itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memahami dan menguasai kompetensi terhadap ilmu pengetahuan wawasan yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas

3/Hack: Hyperbolic geometry is the same as Euclidean, except that parallel lines are not unique: given a line, there are an infinite number of lines that are parallel to

Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Akibat Buruknya Sarana Sanitasi Buruknya sarana sanitasi yang ada pada tempat umum seperti pasar, akan berdampak bukan hanya pada

Dari isyarat aperiodis ini dapat direkayasa sebuah runtun periodis yang diperhitungkan untuk hanya periode pertama, sebagaimana digambarkan pada Gambar 9(b). Ketika periode N