• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komplikasi Trakeostomi

Dalam dokumen Trakeostomi (Halaman 31-37)

Komplikasi yang timbul sebagai akibat tindakan trakeostomi terdidi dari : a. Komplikasi segera : terjadi dalam 24 jam pertama setelah trakeostomi

b. Kompliokasi lanjut : terjadi setelah 24 jam setelah trakeostomi 4.7.1. Komplikasi segera

1. Apneu

Terjadi akibat hilangnya hipoksia dari respirasi. Bila trakeostomi dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronis, pada mulanya pasien akan bernafas 1 – 2 kali dengan benar untuk kemudian menjadi apneu. Ini akaibat denervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer karena peningkatan tiba-tiba dari pO2 dan karena hipoksia menyebabkan respon yang hebat karena kekuatan

respirasi yang besar sehingga timbul apneu.

Beberapa cara untuk bantuan pernafasan sangat diperlukan sampai cukup CO2 dikeluarkan untuk mengembalikan sensitifitas kemoreseptor sentral. Pasien

tersebut harus terus diobservasi setelah dilakukan tindakan trakeostomi 2. Perdarahan

Terjadinya perdarahan dapat disebabkan karena :

 Naiknya kembali tekanan darah ke arah normal secara mendadak karena padasaat tindakan tekanan darah arteri menurun

 Meningginya tekanan vena yang diakibatkan oleh batuk akibat adanya iritasi dari kanul

Perdarahan yang timbul biasanya tidak berbahaya. Dengan pembalutan menggunakan kassa sekitar kanul dapat menghentikan perdarahan, bila tidak berhasil maka kanul diangkat dan perdarahan diligasi.

3. Emfisema subkutan

Terjadi di sekitar stoma yang dapat meluas ke daerah muka dada bagian atas. Hal ini disebabkan karena terlalu rapatnya jahitan pada lika insisi sehingga udara yang terperangkap di dalamnya dapat masuk ke jaringan subkutan pada waktu batuk. Dpat juga melalui lubang yang terlalu sempitpada fascia pretrakeal

sekitar kanul. Untuk mengatasi hal ini dilakukan multiple puncture. Kemudian dengan melonggarkan semua jahitan akan mecegah komplikasi lebih lanjut, seperti pneumomediastenum dan pneumotoraks.

4. Pneumomediastenum

Timbul karena peresapan udara melalui luka atau karena batuk sehingga udara di jaringan cervical turun diantara lapisan-lapisan mediastenum. Hal ini dapat dicegah dengan membungkus luka yang terbuka. Pneumomediastenum dapat menyebabkan gangguan peredaran udara atau robeknya pleura parietalis sehingga dapat menjadi simple atau tension pneumotoraks.

5. Pneumotoraks

Disebabkan karena adanya udara yang merambat ke kavum pleura. Biasanya cidera pada kaput pleura terjadi pada anak-anak dan bayi karena letaknya lebih tinggi. Hal ini terjadi bila trakeostomi dilakukan tanpa terlebih dulu memasang bronkoskop atau tuba endotrakeal.

Pneumotorak spontan terjadi karena ruptur pleura visceralis dalam usahanya mengatasi keadaan asfiksia. Pneumotoraks dapat terjadi pula karena trauma langsung, misalnya pada trakeostomi letak rendah. Terapinya dengan denagn menempatkan chest tube secara under under water seal.

Foto rongten dada harus selalu diperiksa pada trakeostomi yang sulit dan trakeostomi pada anak-anak untuk diagnosa dini.

6. Cedera pada kartilago krikoidea

Terjadi karena trakeostomi letak tinggi, dan dapat dicegah dengan melakukan trakeostomi di level / di bawah istmus tiroid.

7. Trakeitis dan trakeobronkitis

Sering pada bayi disebabkan udara yang masuk melalui kanul tidak terfiltrasi sempurna. Untuk mencegah komplikasi ini dilakukan dengan humidifikasi nebuliser dengan trakeal kolar, pemasangan endotrakeal untuk pemberian cairan dan pemasangan O2 konsentrasi tinggi mempunyai efek

8. Fistula trakeaesofageal

Disebabkan karena diseksi yang terlalu dalam sehingga menyebabkan penetrasi pada otot posterior dari trakea ke esophagus.

9. Paralisis N. Laringeus Rekuren

Terjadi karena diseksi yang terlalu ke lateral. Untuk menghindari hal ini maka diseksi dilakukan di garis tengah dengan mengfiksasi trakea ditengah atau dimasukkan tube endotrakeal rigid terlebih dahulu.

10.Malposisi dari kanul

Terjadi karena pengikatan kanul yang tidak hati-hati pada waktu fleksi kepala dan juga akibat ukuran kanul yang tidak sesuai. Kanul yang terlalu panjang akan mecederai dinding anterior trakea atau karina, menyebabkan ulserasi dan obstruksi parsial trakea dan kemungkinan ruptur A. Inominata. Juga dapat mencapai salah satu bronkus sehingga menyebabkan atelektasis paru-paru sebelahnya. Kanul yang terlalu pendek dapat menyebabkan pergeseran kanul keluar trakea terutama bila leher fleksi pada pasien gemuk atau anak-anak.

Komplikasi ini sering terjadi dan dapat dicegah dengan seleksi pemilihan kanul yang seksama, diikuti dengan evaluasi radiologis post operasi.

11.Obstruksi kanul

Biasanya akibat sumbatan mucus atau bekuan darah disebabkan perawatan post trakeostomi yang tidak adekuat. Bila setelah dilakukan suctioning tidak hilang maka merupakan indikasi untuk penggantian kanul.

4.7.2. Komplikasi lanjut

1. Perdarahan yang terlambat

Ujung kanul dapat menyebabkan tekanan atau nekrosis sehingga dinding pembuluh darah dapat mengalami erosi seperti pada A. Inominata melalui kiri dan kananbagian depan trakea pada batas sternum, A.Tiroidea Superiordan inferior, A Karotis Komunis, Arkus Aorta dan V. Inominata.

Bila hal ini terjadi dilakukan bronkoskopi untuk melihat penyebabnya dan untuk menjahit erosi, biasanya dilakukan median sternotomi. Sebagai tindakan pencegahan antara lain pada saat insisi kulit dilakukan dengan adekuat dan

menghindari trakeostomi letak rendah, kanul metal diganti plastik atau silicon dan menjaga kelembaban yang tinggi serta perawatan yang a septic dari trakeostomi. 2. Stenosis trakea

Biasanya terjadi tanpa gejala dan terdapat stridor bila stenosis yang terjadi hebat sekali. Sering terjadi pada anak-anak karena eksisi kartilago dinding anterior trakea yaitu kartilago trakea yang merupakan satu-satunya penyangga trakea berbentuk sirkuler. Dapat terjadi granulasi karena defek yang besar memperlambat epitelisasi dan menyebabkan obstruksi

Faktor predisposisi terjadinya stenosis trakea adalah :

 Adanya ulserasi di daerah kanul pada membran mukosa, kerusakan dan absorbsi dari kartilago yang rusak sehingga menyebabkan terjadinya kontraktur di sekitar Cuff kanul

 Pemakaian steroid karena obat ini dapat menyebabkan infeksi dan inflamasi, misalnya stenosis subglotik. Tersering oleh infeksi pseudomonas aerogenosa, stafilokokus dan E.coli

Untuk mengatasi stenosis dapat dicoba reseksidaerah stenosis yang dilanjutkan dengan anastomose end to end

3. Fistula trakeoesofageal yang terlambat

Biasanya terjadi akibat insisi yang kurang hati-hati mengenai trakea bagian posterior atau karena ujung kanul yang salah ke arah posterior menimbulkan iritasi berlanjut menjadi jaringan nekrotik pada dinding posteriortrakea dan didnding anterior esophagus. Hal ini sering diikuti dengan aspirasi isi lambung dan esophagus sehingga menyebabkan pneumonitis. Sebagai pencegahan, balon pada kanul harus dikempeskan tiap jam supaya tidak terjadi nekrosis mukosa. Sering terjadi fistel, maka penutupan spontan tidak akan terjadi. Tindakan operatif dilakukan dengan membuat rorasi flap dari otot untuk menutupi bagian yang terluka.

4. Disfagia

Diperkirakan terjadi karena adanya hambatan jugulomandibular reflek pada saat menelan. Hal ini terjadi karena fiksasi trakea ke kulit dan strap muscle oleh kanul yang dikelilingi daerah fibrosis, sehingga otot fibrosis terganggu.

5. Fistula trakeokutaneus

Adanya epitelisasi menyebabkan gangguan penutupan stoma. Tindakan yang diperlukan adalah melakukan insisi daerah epitelisasi tersebut dan selanjutnya dilakukan operasi plastik.

6. Infeksi

Biasanya merupakan infeksi sekunder yang timbul bila saat melakukan penghisapan menggunakan alat yang tidak steril atau kurangnya kelembaban. Keadaan ini dapat merupakan predisposisi untuk terjadinya trakeitis dan pneumonia.

7. Malposisi dari kanul

Dapat menimbulkan obstruksi total yang dapat mengakibatkan kematian bila tidak cepat diberikan pertolongan.

8. Cardiac arrest

Terjadi akibat adanya myokard yang irritable serta merupakan akibat sekunder dari hipoksia dan asidosis

9. Jaringan parut pada leher

Terjadi karena insisi vertical atau trakeostomi yang terlalu lama, hal ini dapat diperkecil dengan dekanulasi lebih dini. Kontraktur vertical dan hipertropik scar yang melebar dapat ditanggulangi dengan repair Z-plasty. Masalah skar ini terjadi karena perlekatan kulit ke trakea yang akan mempengaruhi gerakan menelan atau pembentukan skar yang melekuk ke dalam. Pada keadaan ini luka atau stoma dibuka atau dilepaskan dan ditutup lagi dengan cara aproksimasi jaringan yang hati-hati.

10. Trakeomalasia

Biasanya terlokalisir meliputi daerah superior dari sayatan trakea. Keadaan ini disebabkan karena kanul yang terlalu besar, kanul yang bersudut terlalu tajam ajkan menggesek atau menimpa cincin trakea di atas daerah trakeostomi dan menekan lebih ke posterior. Keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya rigiditas trakea dan dapat dihindari dengan pemakaian kanul tube teflon atau plastik. Trakeomalasia dapat menyebabkan keterlambatan dekanulasi pada anak-anak.

11. Dekanulasi yang sulit

Merupakan komplikasi tersering pada anak-anak, biasanya sekunder dari faktor psikis dan organis. Kanul dapat diekstubasi dalam 8 – 10 hari atau lebih cepat lagi bila memungkinkan. Bila tidak, dekanulasi menjadi sulit karena :

 Anak-anak terbiasa dengan resistensi jalan nafas yang kurang karena trakeostomi menurunkan dead space

 Anak-anak cenderung melupakan reflek apneu selama deglutisi sehingga dapat menyebabkan aspirasi

 Trejadi kolaps trakea

Beberapa penyebab yang menyebabkan dekanulsasi menjadi sulit :

1. Kesalahan prosedur dan perawatan post trakeostomi 2. Pemakaian kanul yang tidak sesuai

3. Eksisi kartilago trakea

4. Paralisis N. Laringeus Rekurens 5. Pemakaian intubasi yang terlalu lama

Kesemuanya menyebabkan terjadinya trakeomalasia, granulasi dan udema pada trakea sehingga menyulitkan dekanulasi.

Dalam dokumen Trakeostomi (Halaman 31-37)

Dokumen terkait