• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komponen Dasar Model Kelembagaan Penerapan IPTEK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.6. Model Penerapan

3.6.1. Komponen Dasar Model Kelembagaan Penerapan IPTEK

Instansi Bentuk dukungan

Dirjen P2HP - Memberikan bantuan roda tiga untuk pemasara produk Sari Ulam

- Freezer utk olahan ikan

3.6 Model Penerapan

3.6.1 Komponen Dasar Model Kelembagaan Penerapan IPTEK:

Model penerapan Iptek KP oleh KIMBis Tegal dilakukan melalui pendekatan sistem. Menurut Wasson (2006) pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam upaya pemecahan maslah yang dilakukan secara holistik, terintegrasi dan sinergetik. Apabila suatu sistem kerja menghadapi masalah, maka pemecahan masalahnya tidak dilakukan hanya dengan melihat masing-masing subsistem secara sendiri-sendiri tapi semua subsistem diperhatikan secara menyeluruh, simultan dan terintegrasi serta dengan memperhatikan interaksi antar subsistem. Menurut Abdul Kadir (2003: 38) analisis sistem mencakup analisis kelayakan dan analisis kebutuhan yaitu :

a. Analisis kelayakan

Analisis kelayakan merupakan proses yang mempelajari atau menganalisa permasalahan yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan akhir yang akan dicapai. Analisis kelayakan digunakan untuk menentukan kemungkinan keberhasilan solusi yang diusulkan. Tahapan ini berguna untuk memastikan bahwa solusi yang diusulkan tersebut benar-benar dapat tercapai dengan sumber daya dan dengan memperhatikan kendala yang terdapat pada permasalahan serta dampak terhadap lingkungan sekeliling. Lima macam kelayakan dalam merancang sistem informasi yaitu kelayakan teknik, kelayakan ekonomi, kelayakan operasi, kelayakan hukum dan kelayakan jadwal.

b. Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan proses untuk menghasilkan spesifikasi kebutuhan. Spesifikasi kebutuhan adalah spesifikasi yang rinci tentang pengolahan data yaitu jumlah data yang harus diproses, waktu pengolahan saat data siap diproses sampai informasi yang dihasilkan. Spesifikasi ini digunakan untuk membuat kesepakatan dalam pengembangan sistem.

Komponen dasar penerapan IPTEK yang akan dilakukan di Tegalsari oleh KIMBis didasarkan pada kondisi serta permasalahan yang ada di lokasi. Sasaran model yaitu perbaikan kehidupan nelayan serta perbaikan mutu serta kualitas

40 olahan ikan. Permsalahan yang ada bahwa nelayan Kota Tegal masih belum menghasilkan ikan yang digunakan sebagai bahan baku olahan dengan mutu yang baik. Hal ini menyebabkan usaha olahan filet menghasilkan produk yang kualitasnya juga kurang baik. Diperlukan upaya bagaimana menghailkan mutu olahan yang baik dan sangat tergantung kepada hasil tangkapan nelayan

Komponen dasar model yang dibuat dibentuk dari variable-variabel yang berpengaruh terhadap usaha olahan ikan khususnya usaha filet ikan. Variabel-variabel tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. UNIT LEMBAGA PENERAPAN IPTEK

KIMBis sebagai bentuk kelembagaan yang akan difungsikan sebagai fondasi, sebagai wadah untuk pemberdayaan masyarakat sangat penting dan berperan strategis sebagai landasan tentang program-program yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat. Keberadaan KIMBis dapat merubah sistem atau menggerakan sistem sampai pada perbaikan sistem usaha< Untuk kasus Kota Tegal keberadaan KIMBis dapat memperbaiki sistem usaha perikanan yang ada berjalan sesuai fungsinya. Kelembagaan KIMBis diidirikan sesuai dengan potensi daerah serta permasalahan yang timbul. KIMbis dalam melaksanakan fungsinya memiliki input baik acceptable input seperti teknologi maupun konsep kelembagaan. Disamping itu juga ada acceptable input berupa regulasi atau teknologi yang tdk pas terhadap perbaikan sistem usaha perikanan.

2. TEKNOLOGI DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN USAHA

Untuk kasus Kota Tegal, Teknologi yang disampaikan terkait dengan sistem usaha perikanan yaitu:

a. Teknologi Penyediaan bahan baku yang berkualitas

Jenis ikan yang digunakan untuk filet yaitu dari jenis ikan non ekonomis diantaranya Kurisi (Nemipterus nematophorus), Swanggi (Priacanthus tayenus), Biji nangka/kuniran (Upeneus sulphureus), Pisang-pisang (Caesio chrysozomus), Peperek (Leiognathus sp), dan Gerot-gerot (Pomadasys sp), yang merupakan hasil tangkapan dengan alat tangkap cantrang. Penyediaan bahan baku ini harus mempertimbangkan beberapa hal dibawah ini yaitu:

 Mutu bahan baku

Syarat bahan baku untuk filet yaitu harus dalam kondisi segar, penerapan sanitasi dan higienis serta penerapan cold chain system selama penanganan

41 produksi dan dsitribusi. Kenyataan di lapangan bahwa bahan baku yang digunakan sudah tidak segar (BS/below standar) karena:

- Alat tangkap yang digunakan adalah cantrang, yang bersifat menjerat yang menyebabkan tubuh ikan rusak (seperti sirip dan kepala ikan) yang pada akhirnya menyebabkan turunnya mutu ikan sebelum sampai ke pengolah - Ketersediaan es yang tidak mencukupi untuk trip yang lama sehingga ikan

cepat menurun mutunya

- Dalam distribusinya, mulai diturunkan dari kapal sampai pada UPI filet menggunakan becak dan bak terbuka tanpa disertai penggunaan es

 Kontinuitas bahan baku

Bahan baku utama merupakan hasil tangkapan dari laut yang tergantung pada musim tangkapan. Hal ini harus diantisipasi ketika adanya musim barat dimana ketersediaan bahan baku menurun. Kontinuitas pengolahan filet tergantung pada ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku sangat dipengaruhi oleh musim ikan. Untuk mengatasi kelangkaan bahan baku pada musim paceklik maka diperlukan upaya penyediaan stok bahan baku dengan cara penyediaan gudang atau cold storage. Hal ini juga untuk mencegah tingginya harga bahan baku pada saat tidak musim ikan.

 Penetapan standar harga bahan baku

− Revitalisasi fungsi Tempat Pelelangan Ikan (TPI); Fungsi TPI yang saat ini tidak jalan untuk di fungsikan kembali sebagai sarana pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan. Memberlakukan Perda No. 3 tahun 2012 tentang retribusi dan pengelolaan TPI dengan menerapkan sanksinya, penghapusan keterkaitan nelayan dengan pengolah dan tengkulak. Revitalisasi fungsi Tempat Pelelangan Ikan sangat diperlukan dalam upaya menerapkan rantai dingin untuk menghasilkan bahan baku olahan yang baik. Diperlukan kerjasama terutama antara pihak Dinas kelautan, pelabuhan serta pelaku usaha

− Menjalin kemitraan antara nelayan dengan pengolah. Di dalam kemitraan tersebut sudah dilakukan komitmen terkait penetapan harga standar ikan yang diperjualbelikan.

Untuk memperbaiki teknologi terkait dengan peningkatan mutu serta kualitas bahan baku tersebut telah disampaikan teknologi sbb:

42 Penyediaan bahan baku harus menerapkan cold chain system: menggunakan motor atau mobil berpendingin. Yang dimulai pada saat ikan didaratkan sampai ke UPI. Pada saat distribusi harus menggunakan peralatan berpendingin misalnya coolbox atau mobil berpendingin

b. Peningkatan teknologi pengolahan filet

filet saat ini masih dengan teknologi dan peralatan sederhana, dilakukan secara manual. Belum diterapkannya HACCP sehingga menyebabkan produk filet yang dihasilkan below standar sehingga hanya bisa dipasarkan secara lokal dan belum dapat memasuki pasar yang lebih besar seperti pabrik pengolahan berskala nasional maupun ekspor. kondisi pengolahan tersebut juga menyebabkan UPI belum ada yang tersertifikasi Teknologi yang harus ditingkatkan dalam upaya peningkatan mutu hasil filet ikan yaitu penerapan teknologi HACCP dan GMP. GMP adalah pedoman dan tata cara pengolahan ikan yang baik untuk memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan

c. Teknologi olahan ikan

Sebagai pengguna hasil filet ikan adalah usaha pengolahan ikan seperti nugget, bakso, lumpia, kaki naga dan lainnya. Kondisi usaha ini masih dilakukan oleh beberapa orang saja dan masih berskala rumah tangga dan masih dilakukan secara tradisional serta pasar yang terbatas. Produk yang dihasilkan sekarang masih belum berkualitas standar dengan citarasa yang kurang baik disamping pengemasan yang kurang menarik. Perbaikan teknologi olahan tersebut dapat dilakukan melalui perbaikan mutu, bentuk dan kemasan agar dapat diterima pasar secara luas.

d. Teknologi tepung ikan

Limbah dari hasil olahan filet ikan yaitu berupa tulang sisik dan sisa daging masih menempel yang dapat digunakan untuk pembuatan tepung ikan. Jumlah limbah dari usaha filet mencapai mencapai 100 ton/hari. Usaha pengolahan tepung ini masih dilakukan belum sesuai dengan SOP pengolahan sehingga menimbulkan polusi bau sampai dengan radius 5 km ke arah kota Tegal. Polusi bau ini mengganggu aktivitas masyarakat sehingga perlu dilakukan penanganan bau yang dihasilkan oleh pengolahan tepung ikan. Dampak bau tersebut dapat diminimalisis melalui teknologi perbaikan dalam proses pembuatan tepung ikan.

43 3. SUMBERDAYA ALAM DAN SUMBERDAYA MANUSIA

Potensi Kota Tegal dengan Kota Baharinya, menyebabkan usaha dibidang kelautan dan perikanan telah berkembang. Namun demikian, berbagai kelemahan dari sisi teknologi, menyebabkan beberapa permasalahan. Berangkat dari permasalahan yang ada tersebut maka dibutuhkan upaya untuk mengoptimalisasikan peran sumberdaya yang ada bagi perbaikan sistem usaha perikanan di lokasi.

Disamping, sumberdaya alam, Kota Tegal juga potensi dengan sumberdaya manusia yang bekerja pada sector kelautan dan perikanan. Dapat dilihat dari kondisi pengolah filet ikan di Tegal yang cukup terampil, padahal pengolahan filet ikan ini cukup sulit dan memerlukan ketelitian. Umumnya pemfilet ikan ini dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang memiliki kejelian yang cukup tinggi. Namun, yang perlu ditingkatkan adalah pengetahuan pengolah mengenai mencari peluang pasar. Peluang pasar yang berkembang, dapat meningkatkan mutu produk yang harus sesuai dengan permintaan pasar tersebut.

Masih rendahnya pengetahuan mengenai pengolahan ikan yang baik (HACCP. GMP, sistem rantai dingin/cold chain system) menyebabkan masih belum diterapkannya hal-hal tersebut. pengetahuan ini dapat diperoleh melalui pelatihan dan pendampingan serta pencarian informasi dari berbagai sumber.

Peningkatan keterampilan perlu dilakukan terhadap pengolah produk perikanan agar produknya lebih baik dan lebih beragam. Pengolahan yang biasa dilakukan adalah produk pempek, nugget dan kaki naga, padahal masih banyak pengolahan produk untuk meningkatkan peluang pasar.

4. PENGETAHUAN TENTANG PELUANG, KENDALA, SERTA ANCAMAN

KIMBis sebagai lembaga bentukan baru dengan fungsinya, tentu tidak dapat bekerja sendirian. Dalam melakukan kegiatannya KIMBis harus didukung oleh berbagai pihak terkait yang memiliki kepentimgan dalam sistem usaha perikanan. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan yang baik terkait peluang, kendala serta ancaman dalam pelaksanaan sistem usaha perikanan. Setelah mengetahui 3 hal tersebut kemudian dapat memetakan dan menjadikan faktor-faktor tersebut ditangani dengan baik agar berpengaruh positif terhadap model sistem usaha perikanan.

44 Balitbang KP

Dokumen terkait