• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wadah Informasi Perluasan Pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.4. Fungsi Klinik Iptek Mina Bisnis

3.4.4 Wadah Informasi Perluasan Pasar

Pemasaran filet ikan dari Kota Tegal didistribusikan mulai dari Jakarta, Bandung, Palembang, Sidoarjo dan Cirebon, serta daerah lainnya. Pasar dari produk filet tersebut adalah usaha olahan ikan. Masih rendahnya mutu filet ikan tersebut menyebabkan harganya masih rendah dan peluang pasar yang masih terbatas untuk pengolahan produk ikan lainnya (otak-otak, siomay). Untuk meningkatkan kinerja pemasaran di masa yang akan datang perlu upaya memperbaiki kelemahan dalam pemasaran seperti

- Perbaikan kualitas

- Sistem distribusi dengan menerapkan cold chain system

Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, maka KIMBis Tegal mencoba melakukan pengawalan teknologi terhadap kelompok sasaran berdasarkan survei potensi dan

26 permasalahan yang ada di lapangan. Kegiatan-kegiatan pengawalan tersebut diantaranya:

a. Layanan Konsultasi KIMBis

Layanan konsultasi dilakukan setiap hari dari hari senin sampai dengan hari Jumat pada jam kerja. Layanan konsultasi ini dilakukan untuk menampung permasalahan-permasalahan usaha perikanan yang dihadapi oleh para pelaku usaha perikanan. Layanan ini diterima oleh pengurus KIMBis Kota Tegal yang selalu stand by di Kantor KIMBis. Permasalahan-permasalahan tersebut kemudian disampaikan kepada pengurus KIMBis tingkat pusat untuk mendapatkan jawaban atau solusi terhadap permasalahan tersebut. Layanan ini juga menjadi salah satu bahan/sumber untuk memfungsikan KIMBis dalam pengawalan teknologi.

b. Pendampingan pembentukan dan pengembangan koperasi UMKM pengolah

Kegiatan ini dilakukan oleh pengurus KIMBis tingkat daerah setiap minggu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendampingi kelompok pengolah dan pemasar ikan dalam rangka penguatan kelembagaannya. Selain itu juga pengurus KIMBis mengawal para pengolah ikan yang akan membentuk kelompok baru. Sudah terbentuk 2 poklahsar baru yang dikawal dan didampingi pengurus KIMBis dalam prosesnya yaitu Poklahsar Sari Laut dan Poklahsar Harum Sari.

c. Pendampingan pembentukan dan penguatan koperasi UMKM Pengolah Kegiatan dilaksanakan dilaksanakan tanggal 22 Mei di Aula PPP Tegalsari. Jumlah peserta sebanyak 30 orang terdiri dari pengolah, nelayan dan pembudidaya Ikan dan PPL. Narasumber dari Dinas Koperasi, Perindustrian dan UMKM Kota Tegal dan dari Koperasi Bina Umat Mandiri sebagai salah satu kpperasi unggulan yang sudah berhasil di Kota Tegal. Dinas Koperasi dan UKM membawakan materi berjudul “Pendirian Koperasi” sedangkan Koperasi BUM membawakan materi mengenai Profil KJKS Bina Umat Mandiri Tegal untuk menyampaikan sejarah berdiri, manajemen dan pengelolaan agar koperasi berjalan baik dan sukses.

d. Pendampingan terhadap Pengolah Minyak Hati Ikan Pari

Berdasarkan layanan konsultasi yang dilakukan KIMBis setiap harinya, terdapat konsultasi mengenai pengolahan minyak hati ikan pari yang meminta pendampingan mengenai pengolahannya untuk lebih baik. Pengolahan Minyak hati ikan pari ini dilakukan oleh salah satu pengolah ikan di Tegal bernama Pak Daryono. Pengolahan minyak ikan ini dilakukan secara sederhana dengan alat seadanya dan

27 tempat yang seadanya pula (di pinggir kali tanpa memperhatikan sanitasi tempat pengolahan). Pengolahan minyak ikan ini dilakukan oleh pak Daryono karena didasarkan oleh banyaknya sumberdaya hati ikan pari yang belum termanfaatkan serta adanya pasar yang memungkinkan untuk dipenetrasi. Minyak hati ikan pari ini dijual ke Bandung sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak dan ikan. Kondisi hati ikan pari ini yang dihasilkan bukan termasuk food grade dan warnanya pun hitam pekat sehingga harganya pun murah sekitar Rp. 10.000 per liter.

Proses pengolahan yang dilakukan oleh pak Daryono, hati ikan pari dipanaskan dalam tong seadanya (direbus) dan dibiarkan selama berjam-jam sampai minyaknya keluar. Selain itu, bahan baku yang digunakan sudah dalam kondisi busuk (BS). Menurut ahli minyak ikan dari BBP4B-KP, Dra. Tri Murtini, M.Si. yang telah melakukan survey dan pendampingan ke Tegal, proses pengolahan tersebut salah dilakukan. Pada prinsipnya, pengolahan minyak harus dilakukan tanpa pemanasan, seharusnya menggunakan asam formiat 1,5 – 2 persen. Selain itu juga harus menggunakan bahan baku yang masih segar serta memerlukan peralatan untuk memisahkan minyaknya. Proses perebusan tersebut akan merusak kadar Free Fatty Acid (FFA) menjadi tinggi yaitu 15 persen, padahal kadar FFA yang seharusnya adalah 4 %.

e. Survey Identifikasi dan Pengumpulan Informasi Penyebab Bau Kurang Sedap Di Kota Tegal

Pada tanggal 13-15 Juni 2012, tim peneliti Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) Kota Tegal melakukan survei guna mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi penyebab bau yang kurang sedap yang terjadi di Kota Tegal. Diduga bau yang tidak sedap itu terutama berasal dari beberapa pengolah tepung ikan yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari. Tim peneliti yang melakukan survei terdiri dari tiga orang, satu wakil dari KIMBis (Subhechanis Saptanto, M.S.E), dan dua dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan/BBP4B-KP yang merupakan pakar tepung ikan (Dr. Bagus Sediadi Bandol Utomo) dan ahli minyak ikan (Dra Jovita Tri Murtini, M.S.).

Pada tanggal 13 Juni 2012, tim berangkat dari Jakarta menuju Tegal, malam harinya tim melakukan survei awal bersama petugas KIMBis untuk melihat kondisi lingkungan di sekitar Pelabuhan terutama dalam hubungannya dengan pengolahan tepung ikan. Keesokan harinya tim melanjutkan survei ke pengolah tepung ikan (dua pengolah tradisional dan satu perusahaan tepung ikan skala besar) dan dilanjutkan dengan observasi mengenai pengolahan minyak hati ikan.

28 Dari survei dan observasi tersebut diperoleh gambaran secara umum sebagai berikut:

 Kegiatan pengolahan tepung ikan di daerah Tegal dilakukan baik oleh pengolah tradisional yang kapasitasnya relatif kecil dengan peralatan sederhana namun berjumlah cukup banyak (sekitar 20 pengolah) dan pengolah modern yang kapasitasnya besar namun berjumlah relative sedikit (4 perusahaan).

 Bahan baku tepung ikan terutama berupa sisa hasil pengolahan filet ikan (limbah filet ikan) yang berupa tulang, sisik, isi perut (jeroan), dan sisa daging yang kondisinya rata-rata sudah tidak segar lagi (BS/below standard). Selain sisa hasil pengolahan filet ikan bahan baku kadang-kadang dicampur juga dengan ikan rucah yang kualitasnya sudah jelek. Jenis ikan yang digunakan diantaranya adalah: ikan kurisi, demang, bloso, kuniran, coklatan dan mata goyang.

 Pada saat tidak musim atau musim sepi ikan (terang bulan) produksi ikan tersebut di Tegal hanya beberapa ton saja atau bahkan kurang dari satu ton sehari sedangkan pada musim banjir ikan produksinya dapat mencapai puluhan ton per hari.

 Tepung ikan yang dihasilkan dari pengolahan tradisional ada 2 macam yakni tepung ikan tawar yaitu tepung ikan yang bahan bakunya tidak digarami, diolah dengan cara direbus (± 3 jam), dijemur sampai kering, kemudian digiling. Perebusan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar kayu. Jenis tepung yang lain adalah tepung asin yang biasanya digunakan untuk campuran pupuk dan pakan sapi. Proses pembuatan tepung ikan asin adalah sbb: limbah ikan yang sudah dicampur dengan garam, dijemur setengah kering, dikepras/digiling kasar, dicampur garam lagi dan dijemur kembali sampai kering, kemudian digiling. Selain tepung ikan, dihasilkan pula brangkas yaitu limbah ikan yang tidak direbus dan tidak digiling sehingga hanya merupakan limbah ikan yang dikeringkan.  Pengolah besar hanya menghasilkan tepung tawar menggunakan bahan baku

limbah filet dicampur dengan ikan rucah yang kualitasnya sudah agak jelek. Bahan mentah direbus dengan cara di steam, dipress (limbah cair langsung dibuang) padatan dikeringkan menggunakan rolling drum dryer yang berbahan bakar batubara, kemudian digiling. Pengolahan dapat berjalan dengan kontinyu menggunakan mesin penepung. Secara umum, ruangan lokasi pembuatan tepung ikan relative tidak berbau namun asap yang dikeluarkan oleh pabrik menimbulkan bau yang kurang sedap. Pengolahan tepung ikan dilakukan mulai

29 sore hingga pagi hari. IPAL yang ada tidak berfungsi dengan baik dan limbah dibuang ke saluran pembuangan langsung ke laut.

 Dari hasil pengamatan, permasalahan bau tidak sedap berasal dari gabungan seluruh rangkaian proses pembuatan tepung ikan maupun kondisi lingkungan pelabuhan terutama limbah pengolahan ikan baik yang berupa limbah padat maupun limbah cair yang menggenang di saluran pembuangan. Pada saat-saat tertentu bau tidak sedap sangat kuat terutama saat pembongkaran tumpukan bahan baku tepung ikan yang berupa limbah filet ikan yang kondisinya sudah sangat jelek dan berwarna coklat, bau juga timbul saat proses perebusan dalam pembuatan tepung tawar karena bahan yang digunakan sudah busuk (BS) dengan demikian proses perebusan menghasilkan bau yang menyengat. Bau juga berasal dari asap yang dihasilkan dari proses pengolahan tepung ikan oleh perusahaan.

 Sementara ini, untuk mengurangi bau yang tidak sedap, pengolah tradisional melakukan penggaraman bahan baku sebelum bahan tersebut sempat diproses dan menghentikan pembuatan tepung tawar karena harus melalui proses perebusan yang menimbulkan bau tidak sedap. Sedangkan pengolah besar (perusahaan) melakukan proses pengolahan pada malam hari.

 Dari hasil temuan di lapang ini tim KIMBis mengajukan beberapa alternatif solusi untuk mengurangi bau yang menyengat diantaranya adalah: 1) Pembuatan tepung ikan agar dilakukan dengan teknik yang baik dan benar menggunakan bahan baku yang masih segar; penumpukan bahan mentah dalam waktu yang lama dan yang dapat menyebabkan pembusukan harus dihindari; 2) Lingkungan tempat pengolahan harus bersih (saniter), saluran pembuangan limbah cair harus memiliki kemiringan tertentu supaya limbah dapat mengalir lancar; 3) Limbah cair seharusnya diproses di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum dibuang ke badan air atau laut; 4) pengerjaan pembuatan tepung ikan terutama oleh perusahaan agar dilakukan pada malam hari supaya bau terbawa angin darat ke laut; 5) Sebaiknya dilakukan pemanfaatan limbah cair hasil pengepresan terutama untuk memanfaatkan protein yang terekstrak kembali dicampurkan ke tepung ikan dan memanfaatkan kandungan minyaknya 6) Dilakukan pembuatan tepsil yaitu tepung kering yang diasamkan atau silase ikan dalam bentuk bubur sebagai pengganti tepung ikan.

 Pembuatan tepung ikan asin dengan teknik penggaraman sebenarnya harus dihindari karena meskipun dapat mengurangi bau karena pembusukan dapat

30 dicegah, namun penggaraman dapat mengurangi kualitas tepung ikan yang dihasilkan.

 Dalam usaha menghilangkan atau mengurangi polusi bau, penghentian produksi tepung ikan bukanlah merupakan jalan keluar yang baik, karena pembuangan limbah ikan yang jumlahnya ber puluh-puluh ton setiap harinya justru menimbulkan permasalahan baru yaitu polusi yang lebih hebat lagi, belum lagi dampak sosial-ekonominya. Pengolahan tepung ikan justru merupakan bentuk pemanfaatan limbah ikan yang sudah tidak terpakai menjadi bahan yang sangat bermanfaat dan sangat dibutuhkan terutama untuk supply pakan ikan dan ternak disamping sebagai jalan keluar menghindari timbulnya bau dan polusi yang lebih parah apabila limbah tersebut dibuang begitu saja dan tidak dapat dimanfaatkan (penerapan zero waste concept). Namun demikian pengolahan tepung ikan harus dilakukan dengan menghindari timbulnya bau yang tidak sedap dan menghindari terjadinya polusi lingkungan.

 Untuk melaksanakan program tersebut di atas, tidak mungkin dilakukan dalam waktu yang singkat, diperlukan waktu untuk pelatihan cara pengolahan tepung ikan yang baik dan benar, sosialisasi cara pengolahan yang baik (GMP), perbaikan infrastruktur untuk meningkatkan sanitasi, penyediaan sumber air yang cukup, pendidikan kepada pengolah dan lain sebagainya. Program ini harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.

 Tahap pertama yang dapat ditempuh adalah dengan cara mengadakan pelatihan cara penanganan bahan baku yang baik, pelatihan proses pembuatan tepung ikan kepada para pengolah, dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya. Dengan penerapan program ini niscaya masalah bau sedikit demi sedikit dapat diatasi tanpa mengorbankan sumber bahan baku pakan yang sangat potensial tersebut.  Mengenai pengolahan minyak hati ikan pari, hanya ada satu pengolah minyak

hati ikan di areal PPI Tegal. Pembuatan minyak ikan tergolong masih sangat sederhana dan dilakukan dengan dua teknik. Teknik pertama dilakukan dengan cara perebusan sehingga dapat dihasilkan minyak ikan dalam jangka waktu dua hari sedangkan teknik lainnya dengan teknik alami dengan pemanasan menggunan sinar matahari sehingga dapat dihasilkan minyak dalam jangka waktu 7 hari. Teknik dengan pemanasan sinar matahari dapat menghasilkan minyak yang lebih jernih bila dibandingkan dengan teknik perebusan. Untuk memperbaiki kualitas minyak ikan tersebut dan untuk mengurangi bau yang tidak sedap selama proses pembuatan dapat dilakukan dengan cara penambahan

31 asam formiat sebanyak 20 cc/kg hati ikan. Harga asam formiat di pasaran cukup mahal yaitu sekitar Rp 30.000,- hingga Rp 50.000,- setiap liternya.

Masalah lain dalam rangka survei ini, pada tanggal 15 Juni 2012 tim kedatangan tamu dari pengurus KIMBis Brebes yang ingin sharing program dengan pengurus KIMBis Tegal. Pada intinya hasil dari pertemuan tersebut adalah :

 Perlu dana operasional dalam melaksanakan berbagai kegiatan KIMBis (dapat diback up nantinya bila ada sinkronisasi kegiatan pusat dan daerah)  Koordinasi dengan tingkat pusat harus lebih sering dilakukan

 Kartu nama pengurus KIMBis perlu dibuat

Sharing program dirasa penting untuk dilaksanakan karena dapat membuka wawasan antar pengurus KIMBis, meskipun tidak ada alokasi dananya.  Perlu adanya pelatihan pengurus KIMBis guna peningkatan kualitas SDM f. Sharing Program KIMBis dengan Fakultas Perikanan Universitas

Pancasakti mengenai pemberdayaan masyarakat pelaku usaha di bidang perikanan

Sharing Program KIMBis dengan Fakultas Perikanan Universitas Panca Sakti (UPS) mengenai pemberdayaan masyarakat pelaku usaha di bidang perikanan ini dilakukan pada hari Selasa tanggal 19 Juni 2012 di Klinik Iptek Mina Bisnis Kota Tegal yang dihadiri oleh pengurus KIMBis dan beberapa dosen dari Fakultas Perikanan UPS yaitu Ir. Sri Mulyani, M. Si, Ir. Retno Budhiati, M. Si. dan Ir. Noor Zuhry, S. Pi, M. Si. Dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu salah satunya melaksanakan pemberdayaan masyarakat, Universitas Pancasakti Tegal mengajak KIMBis untuk sama – sama berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan program ini difokuskan pada masyarakat pelaku usaha dibidang perikanan melalui pemecahan masalah – masalah yang ada pada kelompok pelaku usaha sehingga dapat ditemukan solusinya guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pelaku usaha di bidang perikanan. Adapun Sharing Program yang dapat dilihat pada tabel 6.

32 Tabel 6. Sharing Program Kimbis dan UPS Tegal Tahun 2012

Institusi Jenis Kegiatan

KIMbis a) Menyiapkan hasil verifikasi data kelompok. b) Identifikasi masalah.

c) Program aksi yang akan dilaksanakan Fakultas

Perikanan UPS Tegal

a) Berdasarkan informasi data yang diperoleh dari KIMBis Tegalsari akan dilakukan pengkajian terhadap permasahan yang dihadapi oleh masyarakat pelaku usaha perikanan.

b) Menyiapkan proposal tentang permasalahan yang sudah diidentifikasi KIMBis dan pengkajian yang dilakukan oleh FK. UPS Tegal. Kemudian proposal tersebut akan diusulkan ke Dir. PT (Dikti) mengenai pengusulan pendanaan untuk aksi pemberdayaan kepada masyarakat oleh KIMBis bersama dengan tim dari Fakultas Perikanan UPS Tegal. c) Membantu sosialisasi KIMBis melalui talk show lewat radio Sananta

FM.

d) Tim dari Fakultas Perikanan UPS Tegal mengusulkan Manager KIMBis Tegalsari sebagai narasumber pada kuliah umum di FP UPS Tegal dengan tujuan memperkenalkan KIMBis Tegalsari pada civitas akademika.

g. Sosialisasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI);

Kegiatan sosialisasi PPDPI dirasa perlu bagi nelayan karena pada umumnya di Tegal masih menggunakan cara tradisional dalam menangkap ikan. Cara tradisional yang dimaksud adalah menggunakan bantuan juru pantau untuk mengetahui lokasi ikan. Sehingga dengan latar belakang tersebut diadakan kegiatan Sosialisasi PPDPI yang dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2012 di kantor KUD Karya Mina. Peserta yang menghadiri acara tersebut sekitar 20 orang yang berasal dari nelayan Kota Tegal, akademisi dari Universitas Panca Sakti Kota Tegal, Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari dan Pengurus KIMBis Kota Tegal. Narasumber berasal dari Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) yakni Bambang Sukresno, Romi dan Adiwijaya. Acara sosialisasi dibuka oleh Bapak Muhammad Irvan (Kasubag TU) PPP Tegalsari dan dimoderatori oleh Bapak Muhammad Garim (Manajer KIMBis Kota Tegal). Presentasi yang dilakukan pada intinya menjelaskan kepada peserta apa yang dimaksud dengan PPDPI, cerita sukses

33 penggunaan PPDPI di wilayah Bali, bagaimana cara menggunakan PPDPI dan dilanjutkan dengan tanya jawab antara peserta dan narasumber. PPDPI merupakan karya dari Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) yang ditujukan untuk masyarakat nelayan di Indonesia.

PPDPI telah dibuat dan didistribusikan sejak tahun 2000, saat itu masih dilakukan langsung oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Pembuatan PPDPI didasarkan pada informasi sebaran konsentrasi klorofil-a, suhu permukaan laut, dan anomali tinggi permukaan air laut dari citra satelit. Saat ini ada 3 jenis PPDPI yang dihasilkan BPOL, yaitu PPDPI Nasional, PPDPI Laut Sawu, dan PPDPI Pelabuhan Perikanan. PPDPI Nasional dibagi menjadi 5 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yaitu Sumatera, Jawa Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dan Papua dan dibuat secara rutin seminggu dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis, sedangkan PPDPI Laut Sawu dan Pelabuhan Perikanan dibuat setiap hari.

Beberapa nelayan di wilayah Bali telah menggunakan PPDPI dan hasil ikan yang didapat cukup memuaskan. Informasi PPDI dapat diperoleh melalui beberapa cara yakni : 1) Website BPOL (http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/peta-pdpi); 2) e-mail; dan 3) fasilitas Interactive Voice Respon (IVR). Melalui e-mail, para calon pengguna harus mengirimkan permintaan ke ppdpi_brok@yahoo.com sementara itu, untuk mendapatkan PPDPI melalui fasilitas Interactive Voice Respon (IVR), para pengguna dapat menerima PPDPI secara otomatis melalui mesin faksimili dengan cara menelepon ke nomor 0365-44271. Informasi yang diberikan adalah posisi lintang dan bujur dari lokasi penangkapan ikan. Dengan adanya PPDI ini diharapkan biaya operasional yang dibutuhkan untuk menangkap ikan lebih dapat ditekan dan hasil yang diperoleh lebih dapat ditingkatkan (peningkatan produktivitas penangkapan).

h. Peningkatan Kapasitas Pelaku Usaha Melalui Pengawalan Teknologi Diversifikasi Produk Olahan Ikan;

Kegiatan Peningkatan Kapasitas Pelaku Usaha Melalui Pengawalan Teknologi Diversifikasi Produk Olahan Ikan dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2012 bertempat di rumah produksi Bapak Budi (KUB Sari Ulam) dengan narasumber Bapak Yudi dari Rizky Food, Sukabumi. Acara dibuka oleh Bapak Muhammad Irvan, Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari. Peserta kegiatan sebanyak 25 orang yang berasal dari KUB Kelompok Pengolah Sari Ulam, Kelompok Pengolah Maju Jaya, Kelompok Pengolah Minorini, Kelompok Pengolah Usaha Jaya,

34 Kelompok Pengolah Mina Jaya, Kelompok Pengolah Marga Mulya, Kelompok Pengolah Yasmin dan perwakilan kantor Pelabuhan Pantai Tegal Sari. Olahan yang dibuat antara lain lumpia ikan, otak-otak bakso dan ekado. Selain diajarkan bagaimana cara membuat olahan ikan, para peserta juga diajarkan cara-cara pemasaran yang baik dengan narasumber Bapak Lukman selaku Marketing Rizky Food.

i. Pendampingan Teknologi Pengolahan Tepung Ikan;

Acara Pendampingan Teknologi Pengolahan Tepung Ikan diadakan tanggal 28-29 juni 2012 dan dibuka oleh Bapak Yoes Soemaryono selaku Kepala PPP Tegalsari. Acara tersebut bertempat di Ruang Rapat PPP Tegalsari dan prakteknya dilakukan di Blok J yang banyak terdapat pengolah tepung ikan. Peserta pendampingan berjumlah sekitar 13 orang. Peserta pendampingan terdiri dari pengolah tepung ikan, Bappeda, Dinas KLH, Dinas Kelautan dan Pertanian, PPP Tegalsari dan Pengurus KIMBis. Narasumber dari acara tersebut yakni : Dr. Bagus Sediadi Bandol Utomo dan Dr. Jamal Basmal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP). Sebelum acara praktek, Dr. Bagus terlebih dahulu mempresentasikan secara teoritis pembuatan tepung ikan yang baik. Pada intinya untuk menghasilkan tepung ikan yang baik maka hendaknya : 1) bahan bakunya dalam kondisi yang baik, diproses secara baik dan benar dan meminimalisir limbah dan polusi lingkungan; dan 2) didukung oleh pengetahuan yang benar dan didukung oleh modal dan infrastruktur yang memadai. Penghentian pengolahan tepung ikan untuk meminimalisir bau yang kurang sedap bukanlah jalan yang baik karena limbah tidak termanfaatkan dampak lingkungannya akan semakin besar. Setelah presentasi, pendampingan dilanjutkan di lokasi pembuatan tepung ikan di tempatnya Bapak Tarmidi di Blok J.

Bahan baku yang digunakan adalah ikan sisa filet (13 kg) dan ikan rucah (8 kg). Proses pembuatan tepung ikan dimulai dengan perebusan bahan baku dengan menggunakan dandang dan kayu bakar. Setelah mendidih ikan hasil rebusan kemudian dibungkus dengan kain belacu dan dipress dengan menggunakan alat press. Air hasil press kemudian ditampung di botol mineral dan ampasnya dikeringkan selama 1 hari lalu digiling menjadi tepung ikan. Air hasil press nantinya dapat dipisahkan (semestinya menggunakan alat spinner) menjadi air dan minyak. Minyak tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk campuran tepung ikan atau

35 dijual langsung. Pada tanggal 29 Juli, acara pendampingan dilanjutkan dengan proses penggilingan terhadap ampas ikan. Hasil tepung ikan dari acara pendampingan secara kasat mata lebih putih bila dibandingkan dengan hasil rumah tangga pengolahan. Kandungan kimia lebih lanjut akan diteliti di laboratorium BBP4BKP.

j. Pameran Gelar Promosi Produk Unggulan Klaster-UMKM Jawa Tengah Dalam rangka mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah perlu dilakukan upaya-upaya ke arah pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi secara maksimal dan berkelanjutan. Sehingga upaya tersebut perlu dilaksanakan secara terencana, sistematis dan terpadu. Produk unggulan daerah adalah produk yang memiliki nilai keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki suatu daerah yang ditentukan berdasarkan serangkaian analisis serta pertimbangan baik secara ekonomis maupun secara ekologis dan sosiologis yang akan menjadi fokus kegiatan ekonomi suatu daerah. Pada hakekatnya pengembangan produk unggulan daerah berbasis klaster merupakan upaya sistematis dan terencana yang dilakukan oleh

Dokumen terkait