• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi dan Struktur Vegetasi TWA Gunung Baung

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Komposisi dan Struktur Vegetasi TWA Gunung Baung

Dari analisis vegetasi yang dilakukan berhasil dicatat sebanyak 240 spesies tumbuhan yang berasal dari 72 suku (Lampiran 1). Hasil analisis vegetasi memberi gambaran mengenai komposisi vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Keberadan bambu dari spesies Bambusa blumeana cukup berpengaruh terhadap komunitas tumbuhan yang terdapat di Gunung Baung. Nilai INP yang tinggi untuk spesies ini dibandingkan spesies lainnya dapat menjadi indikasi tersebut. Terdapat enam spesies bambu yang dijumpai tumbuh di dalam kawasan : Bambusa blumeana, Bambusa vulgaris, Dendrocalamus asper, Gigantochloa apus, Schizostachyum iraten dan Schizostachyum zollingeri. Widjaja (2010) mengemukakan bahwa semua spesies tersebut termasuk spesies bambu yang umum terdapat di Jawa. Bambusa vulgaris, Dendrocalamus asper dan Giganthochloa apus adalah spesies yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan masyarakat. B. blumeana, S. iraten dan S. zollingeri merupakan spesies bambu asli di Jawa yang tumbuh secara liar dan belum dibudidayakan.

Dua spesies yang cukup banyak dijumpai adalah Bambusa blumeana dan Schizostachyum zollingeri. Keberadaan B. blumeana sangat mendominasi di dalam kawasan (INP = 225,13). Widjaja (2001) mengemukakan bahwa spesies ini tumbuh secara liar dan tersebar di Jawa. Kemungkinan kawasan TWA Gunung Baung adalah habitat alami bagi spesies ini. Bambu ini hampir dijumpai di semua lokasi pengamatan dan dikenal dengan sebutan pring ori oleh masyarakat lokal. Pring ori memiliki ukuran rumpun yang luas dan rapat. Hal ini dikarenakan batangnya berduri, sehingga rumpunnya menjadi terlihat lebih rapat. Spesies bambu lainnya yang juga banyak dijumpai adalah S. zollingeri. Spesies ini memiliki rumpun-rumpun yang kecil dan ukuran buluh yang lebih ramping.

Pada tingkai semai dan tumbuhan bawah vegetasi yang mendominasi adalah spesies perdu yaitu Tithonia diversifolia. Spesies ini dikenal dengan sebutan paitan oleh masyarakat sekitar. Spesies ini mudah berkembang biak, baik dengan biji, stolon atau setek batangnya. Keberadaanya di lokasi penelitian cukup melimpah terutama pada tempat-tempat yang terbuka. Tingginya dapat mencapai

2,5 meter dan keberadannya yang melimpah dapat menghambat pertumbuhan spesies lainnya. Spesies ini merupakan spesies introduksi dari Mexico dan kini telah tersebar luas dan beradaptasi di Indonesia. Kehadirannya sering menjadi gulma di lahan pertanian (Hanum dan van der Maesen 1997).

Streblus asper yang oleh masyarakat setempat disebut kayu serut, keberadaannya cukup melimpah pada tingkat pancang dan tiang. Perawakannya berupa semak dan pohon kecil dengan tinggi dapat mencapai 15 meter. Spesies ini banyak dijumpai tumbuh di daerah hutan dengan iklim munson, terutama di tempat-tempat terbuka hutan sekunder, hingga ketinggian 1000 m dpl.

Schoutenia ovata adalah salah satu spesies pohon yang keberadaannya sudah mulai langka. Dikenal dengan nama lokal walikukun, spesies ini hidup di daerah-daerah dataran rendah yang beriklim munson kering. Perawakannya berupa pohon dengan tinggi dapat mencapai 10 meter. Siregar et al. (2005), memasukan spesies ini sebagai salah satu spesies yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman penghasil kayu komersial di Bali.

Ficus hispida merupakan spesies pohon yang memiliki nilai INP tinggi. Perawakan umumnya berupa pohon kecil dengan tinggi dapat mencapai 10 meter. Pada umumnya spesies dari marga Ficus merupakan pakan bagi satwa yang hidup di hutan. Hasanbahri et al. (1996) menyatakan setidaknya terdapat 33 spesies tumbuhan yang menjadi pakan bagi Macaca fascicularis di kawasan Hutan Jati. Jenis pakan yang paling banyak umumnya adalah dari marga Ficus dan Syzygium.

Terdapat dua spesies Syzygium yang cukup berpengaruh dalam komposisi vegetasi di lokasi penelitian, yaitu Syzygium pycnanthum dan Syzygium racemosum. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Nilai Penting (INP) kedua spesies tersebut. Dilihat dari kelimpahan dan frekuensi perjumpaan, kedua spesies ini mempunyai nilai yang cukup tinggi terutama pada tingkat pancang, tiang dan pohon. Perawakan pada umunya hanya berupa pohon kecil. Meskipun demikian beberapa individu dijumpai telah berbunga walaupun secara ukuran masih dikategorikan dalam strata pancang (dengan diameter batang setinggi dada 10-20 cm). Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kedua spesies Syzygium ini memiliki rentang kriteria strata pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan ketentuan strata pertumbuhan pohon pada umumnya. Syzygium cumini, S.

37

littorale, S. polyanthum, dan S. samarangenae sangat jarang dijumpai di lokasi penelitian. Bahkan untuk S. samarangense hanya dijumpai satu individu dalam strata pohon. Indeks Nilai Penting yang > 10% bagi spesies tumbuhan pada setiap strata dan habitus ditampilkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Indeks Nilai Penting (INP) >10% dari spesies tumbuhan pada setiap strata/habitus di Gunung Baung, Jawa Timur

No Spesies Suku INP (%)

Semai dan Tumbuhan Bawah

1 Tithonia diversifolia Asteraceae 45,26

2 Mikania cordata Asteraceae 21,86

3 Cyathula prostata Amaranthaceae 20,55

4 Piper cubeba Piperaceae 15,50

5 Pennisetum purpureum Poaceae 13,72

6 Voacanga grandifolia Apocynaceae 10,78

Pancang

1 Tithonia diversifolia Asteraceae 80,13

2 Streblus asper Moraceae 35,32

3 Voacanga grandifolia Apocynaceae 21,39

4 Lepisanthes rubiginosum Sapindaceae 16,11

5 Syzygium pycnanthum Myrtaceae 11,80

Tiang

1 Streblus asper Moraceae 57,20

2 Syzygium pycnanthum Myrtaceae 27,66

3 Voacanga grandifolia Apocynaceae 21,29

4 Microcos tomentosa Tilliaceae 18,60

5 Schoutenia ovata Sterculiaceae 16,74

6 Syzygium racemosum Myrtaceae 10,38

Pohon

1 Ficus hispida Moraceae 22,27

2 Schoutenia ovata Sterculiaceae 20,59

3 Syzygium pycnanthum Myrtaceae 17,27

4 Streblus asper Moraceae 14,98

5 Microcos tomentosa Tilliaceae 13,95

6 Garuga floribunda Burseraceae 12,72

7 Ficus racemosa Moraceae 10,68

8 Emblica officinalis Euphorbiaceae 10,54

9 Litsea glutinosa Lauraceae 10,16

Bambu

1 Bambusa blumeana Poaceae 225,13

2 Schizostachyum zollingeri Poaceae 46,09

Beberapa literatur hasil penelitian telah mengungkapkan sebagian kondisi vegetasi di TWA Gunung Baung (Yuliani et al. 2006, 2006a; Pa’i dan Yulistiarini 2006; Catur 2008) . Spesies flora yang cukup banyak dijumpai di kawasan ini antara lain beringin (Ficus benjamina), kepuh (Sterculia foetida), bendo (Artocarpus elastica) dan gondang (Ficus variegata), serta berbagai spesies bambu dari berbagai spesies (Bambussa blumeana, B. vulgaris, Schizostachyum zollingeri, S. iraten, Dendrocalmus asper dan Giganthocloa apus). Keberadan bambu cukup banyak dijumpai di dalam kawasan, terutama spesies B. blumeana.

Setidaknya terdapat empat marga bambu tumbuh di kawasan Taman Wisata Gunung Baung, yaitu: Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan Schizostachyum. Kawasan TWA Gunung Baung memang merupakan habitat alami bagi beberapa spesies bambu.

Tingkat keanekaragaman spesies di suatu kawasan dapat didekati dengan menggunakan perhitungan nilai indeks keanekaragaman spesies (heterogenitas) Shannon-Wiener (H’) (Ludwig dan Reynolds 1988; Krebs 1989). Nilainya ditetapkan berdasarkan struktur kerapatan atau kelimpahan individu dari setiap spesies yang teramati. Rosalia (2008) menggunakan kriteria nilai indeks ini menurut Tim Studi IPB (1997). Kriteria nilainya adalah: kelimpahan spesies tinggi bila nilainya ≥ 3, sedang jika nilainya 2 – 3, dan rendah jika nilainya ≤ 2. Hasil penghitungan nilai Indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener pada setiap strata/habitus pertumbuhan vegetasi di TWA Gunung Baung, Jawa Timur

Semai dan tumbuhan bawah

pancang tiang pohon bambu

Indeks Shanon- Wiener (H')

3,52 2,81 3,35 3,79 0,98

Jml spesies 164 103 68 101 6

Kriteria tinggi sedang tinggi tinggi rendah

Nilai Indeks Shannon-Wiener (H’) mengindikasikan bahwa keanekaragaman spesies tumbuhan di TWA Gunung Baung termasuk tinggi.

39

Dokumen terkait