• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Komposit

2.1.1 Komposisi resin komposit

2.1.1.1 Matriks resin

Matriks polimer organik merupakan bahan aromatik atau urethane diacrylate

oligomer. Oligomer yang paling umum digunakan adalah

bisphenol-A-glycidylmethacrylate (Bis-GMA). Monomer lain yang sering digunakan pada matriks

resin komposit adalah urethanedimethacrylate (UDMA). Monomer ini diperkenalkan

pada tahun 1974 dan merupakan bahan yang mudah pecah (brittle) dengan viskositas

yang tinggi. Kedua monomer ini mengandung ikatan karbon ganda yang reaktif yang dapat mengalami polimerisasi adisi. Setiap gugus karbon ganda akan turut di dalam pembentukan rantai polimer, oligomer ini disebut bifungsional. Monomer yang bifungsional dan oligomer akan menghasilkan cross-linking dan meningkatkan

komposit memiliki kecendrungan menyerap air (O’Brien, 2002; Floyd, 2005; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008).

Bis-GMA merupakan monomer yang memiliki viskositas yang tinggi sehingga dibutuhkan penggunaan monomer pengencer (diluent).

Triethyleneglicoldimetacrylate (TEGDMA) merupakan monomer pengencer yang

sering digunakan (Powers, 2006; Anusavice, 2008; Gladwin, 2009). Gambar 2.1 menunjukkan struktur kimia dari monomer pembentuk matriks resin komposit.

2.1.1.2 Bahan pengisi (filler)

Persentase filler sangat penting dalam menentukan sifat fisis resin komposit.

Jika kandungan filler meningkat maka kandungan resin akan berkurang. Sehingga

polymerization shrinkage menurun, dan koefisien termal ekspansi mendekati struktur

gigi, kekerasan dan ketahanan abrasi meningkat dengan baik. Persentase kandungan bahan pengisi pada resin komposit dapat berupa berat atau volume. Persentase kandungan bahan pengisi lebih baik dalam ukuran volume karena sifat mekanis resin komposit ditentukan oleh volume fraksi filler. Ukuran partikel filler juga menentukan

besarnya penyerapan cairan yang terjadi pada bahan resin komposit. Partikel filler

yang berukuran lebih besar akan lebih banyak menyerap cairan dibandingkan partikel

filler yang berukuran kecil (Anusavice, 2008; Gladwin, 2009).

Partikel filler dikembangkan untuk mendapatkan filler yang mempunyai

kekuatan dan ketahanan terhadap abrasi yang besar. Partikel yang lebih lunak lebih sering mengalami keausan dan terlepas dari restorasi ketika terjadi abrasi. Jika partikel terlepas, permukaan resin yang lunak akan cepat mengalami keausan (Powers, 2006; Sakaguchi, 2012).

Partikel filler yang digunakan bervariasi pada tiap bahan, dapat berupa silika

koloidal, silikat barium, glass strontium/borosilikat, quartz, zink silikat atau lithium

aluminium silikat. Tiap-tiap bahan ini memiliki karakteristik masing-masing. Partikel koloidal silika memiliki diameter kurang dari 0,1 mikron, inert, memiliki koefisien termal ekspansi yang rendah, dan dapat dipadatkan serta dipoles. Quartz sangat stabil

Bahan pengisi yang paling banyak digunakan sejak tahun 1970 adalah quartz karena

sifat kimiawinya yang inert, kuat, keras, memiliki indeks refraktif yang tinggi dan

stabil secara kimia di lingkungan rongga mulut. Tetapi bahan ini memiliki kerugian berupa kurang radiopak, koefisien termal ekspansi yang tinggi dan abrasif (O’Brien, 2002; Powers, 2006).

Sekarang ini, dikembangkan bahan glass untuk mendapatkan kekuatan,

kekerasan, dan sifat kimia serta sifat optis yang lebih baik untuk digunakan pada resin komposit. Glass yang mengandung logam berat memberikan efek radiopak terhadap

resin komposit dan memiliki indeks refraktif 1,5. Contohnya adalah barium, zirkonium dan strontium glass. Yang paling sering digunakan adalah barium glass.

Bahan ini bukan merupakan bahan yang inert seperti quartz (Powers, 2006).

2.1.1.3 Bahan pengikat (coupling agent)

Tujuan utama pemakaian coupling agent adalah untuk mengikatkan partikel

bahan pengisi ke matriks resin organik melalui bahan silane untuk meningkatkan

sifat fisis resin komposit dan mencegah air berpenetrasi ke interface filler-resin

(Gladwin, 2009; Powers, 2006; Manapalill, 2003). Pengikatan partikel filler ke

matriks resin berguna juga sebagai penghantar tekanan kepada partikel filler yang

lebih kaku dan keras melalui matriks resin, sehingga kekuatan resin komposit lebih baik. Bahan silane harus kompatibel secara kimia baik dengan matriks dan filler.

Ikatan antara silane dan partikel filler dapat larut dalam lingkungan rongga mulut.

kekerasan resin komposit yang menyebabkan kerusakan (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Powers, 2008; Gladwin, 2009).

Bahan silane yang banyak dipakai sebagai coupling agent adalah

organosilane yaitu gamma-methacryloxypropylmethoxysilane. Bahan silane

merupakan molekul yang memiliki dua gugus fungsional. Gugus silane berikatan

dengan gugus hidroksil pada partikel filler melalui reaksi kondensasi dan

menghasilkan ikatan siloksan dan gugus metakrilat berikatan dengan matriks resin melalui proses polimerisasi adisi yang dapat diaktivasi secara sinar atau kimia. Bahan

silane tidak menutup partikel filler secara homogen. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan

struktur kimia dari bahan organosilane yaitu

gamma-methacryloxypropylmethoxysilane (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Powers, 2008; Van

Noort, 2008; Gladwin, 2009).

O OCH3

CH2=C-C-O-CH2CH2CH2-Si-OCH3 CH3 OCH3

Gambar 2.2 Rumus Bangun Coupling Agent

2.1.1.4 Inisiator dan akselerator

Resin komposit polimerisasi sinar mengandung fotoinisiator berupa

camphorquinone (0,25%) dan tertiari amin. Camphorquinone memiliki spektrum

penyerapan sinar dengan panjang gelombang 450-500 nm, dengan puncak gelombang yang dapat diserap adalah 470 nm. Ketika terekspos sinar, camphorquinone berubah

menjadi bentuk triplet yang aktif. Dalam keadaan ini, camphorquinone akan

berbenturan dengan molekul amin yang berkonjugasi dengan tertiary aliphatic amine,

seperti 4-N,Ndimethylaminophenythyl alcohol yang menarik elektron dari amin dan

merubah dirinya dan amin menjadi radikal bebas. Hal ini kemudian akan menginisiasi proses polimerisasi. Tertiari amin diketahui sebagai ko-inisiator yang tidak dapat menyerap air tetapi dapat bereaksi dengan fotoinitiator yang diaktivasi untuk

menghasilkan radikal bebas yang aktif. Inhibitor juga ditambahkan untuk mempertinggi kestabilan terhadap sinar di sekelilingnya. Pada resin komposit yang diaktivasi sinar, fotoaktivator yang digunakan adalah diketone, seperti

champorquinone. Kadar camphorquinone yang ditambahkan sebesar 0,2%-1,0%.

Reaksi ini dipercepat oleh adanya organik amin yang mengandung ikatan karbon ganda. Amin dan camphorquinone di dalam oligomer stabil pada suhu kamar, selama

belum terpapar oleh sinar yang dapat mengaktivasi polimerisasi (Powers, 2006; Gladwin, 2009).

2.1.1.5 Inhibitor

Monomer dimethacrylate dapat berpolimerisasi secara spontan ketika

disimpan oleh karena itu ditambahkan inhibitor berupa monomethyl ether of

hydroquinone ke dalam resin komposit untuk mencegah polimerisasi dini. Inhibitor

lain dapat berupa monomethyl ether hydroquinone dan butylated hydroxytoluene

2.1.1.6 UV absorber

UV absorber ditambahkan pada komposisi resin komposit untuk

meningkatkan stabilitas warna dengan menyerap radiasi elektromagnetik yang dapat menyebabkan diskolorasi. UV absorber yang paling banyak digunakan adalah

2-hydroxy-4-methoxy benzophene (Powers, 2006).

2.1.1.7 Bahan pigmen

Oksida inorganik biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil untuk memberikan warna yang cocok dengan warna gigi pada umumnya. Warna dari resin komposit berkisar antara warna yang sangat terang (very light shades) sampai kuning

dan abu-abu (Powers, 2006; Gladwin, 2009).