SERAPAN CAIRAN DAN KELARUTAN ELEMEN-ELEMEN
BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID
DAN NANOHIBRID SETELAH DIRENDAM DI DALAM
SALIVA BUATAN (IN VITRO)
TESIS
Oleh
KHOLIDINA IMANDA HARAHAP 107028003
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SERAPAN CAIRAN DAN KELARUTAN ELEMEN-ELEMEN
BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID
DAN NANOHIBRID SETELAH DIRENDAM DI DALAM
SALIVA BUATAN (IN VITRO)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Master Kedokteran Gigi (MDSc) Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi Pada
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Oleh
KHOLIDINA IMANDA HARAHAP 107028003
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Serapan Cairan dan Kelarutan Elemen-elemen Bahan
Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan
Nanohibrid Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan
(In Vitro)
Nama Mahasiswa : Kholidina Imanda Harahap
Nomor Induk Mahasiswa : 107028003
Program Studi : Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi
Menyetujui
Pembimbing:
drg. Sumadhi S, Ph.D Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil
Ketua Program Studi, Dekan,
PERNYATAAN
SERAPAN CAIRAN DAN KELARUTAN ELEMEN-ELEMEN
BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID
DAN NANOHIBRID SETELAH DIRENDAM DI DALAM
SALIVA BUATAN (IN VITRO)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2013
Tanggal Lulus : 27 Juni 2013
Telah diuji
Pada Tanggal : 27 Juni 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D
Anggota : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K)
2. drg. Irmansyah, Ph.D
3. drg. Sumadhi S, Ph.D
ABSTRAK
Pemakaian resin komposit sebagai bahan restorasi gigi di dalam mulut akan selalu berkontak dengan saliva yang mengandung 99% air di dalam komposisinya. Resin komposit dapat menyerap air dan mengalami kelarutan apabila berkontak dengan cairan. Sifat ini dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis yang akan memperpendek masa pakai bahan di dalam mulut dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi tubuh akibat terlepasnya elemen-elemen yang terkandung di dalam resin komposit. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membedakan penyerapan cairan dan kelarutan elemen-elemen diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan.
Sampel penelitian sebanyak 80 buah berbentuk tablet berdiameter 15 mm dan ketebalan 1 mm dibuat dari resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid yang dikeraskan menggunakan sinar tampak biru. Sampel direndam di dalam 5 ml saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Pengukuran nilai serapan cairan dilakukan dengan mengukur perubahan berat sebelum dan setelah perendaman. Kedalaman penyerapan cairan diukur menggunakan mikroskop mikrograf. Kecepatan penyerapan cairan dihitung dengan membandingkan kedalaman penyerapan cairan dengan waktu perendaman. Komposisi unsur dan morfologi permukaan sampel sebelum dan setelah perendaman dianalisa menggunakan SEM-EDX.
Hasil penelitian menunjukkan nilai serapan cairan pada resin komposit mikrohibrid 2,69%, 5,71%, 5,88%, dan 5,96% lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 5,34%, 3,76%, 3,09% dan 2,83% setelah direndam selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Hal yang sama pada kedalaman penyerapan resin komposit mikrohibrid 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, dan 8930,01 µm lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67 µm, dan 6120,53 µm. Kecepatan penyerapan pada resin komposit mikrohibrid 1527,45 µm/jam, 1531,36 µm/jam, 1421,66 µm/jam, dan 1116,18 µm/jam sedangkan resin komposit nanohibrid 3915,39 µm/jam, 1735,32 µm/jam, 1140,78 µm/jam, dan 761,32 µm/jam. Hasil analisa statistik nilai serapan cairan, kedalaman penyerapan dan kecepatan penyerapan cairan dengan uji Kruskal-Wallis (p<0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Perendaman sampel di dalam saliva buatan menunjukkan kelarutan elemen-elemen seperti C, O, F, Na, Si, Al, dan Ti serta pengikatan elemen K dan Mg dengan jumlah yang berbeda antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Gambaran morfologi permukaan yang diperoleh berbeda diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman.
ABSTRACT
The using of composite resin as a restorative material still in contact with saliva in the mouth. Composit resin absorb the water and soluble in contact with liquid. These phenomena affect the mechanical and physical properties of material and causing degradation and shorten the shelf life of composite resin. The aim of the study are measure and compare the water sorption and solubility of elements between microhybrid and nanohybrid composite resin after immersed in artificial saliva.
In this study, 80 samples was built in tablet shape with 15 mm in diameter and 1 mm in thickness made from microhybrid and nanohybrid composite resin and polymerized by using visible blue light. Samples were immersed in 5 ml artificial saliva at 2, 4, 6 and 8 hours. The value of water sorption was obtained by measure the change of weight before and after immersed. Depth of water sorption was measured by using micrograf microscope. The rate of water sorption was calculated by using depth of sorption and immersing time. Composition and morphology of composite resins before and after immersed was analyzed by SEM-EDX.
The result shows the value of water sorption of microhybrid composite resin are 2,69%, 5,71%, 5,88%, and 5,96% and nanohybrid for 5,34%, 3,76%, 3,09% and 2,83% after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The depth of water sorption of microhybrid composite resin are 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, and 8930,01 µm and nanohybrid for 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67 µm, and 6120,53 µm after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The rate of water sorption of microhybrid are 1527,45 µm/hour, 1531,36 µm/hour, 1421,66 µm/hour, and 1116,18 µm/hour and nanohybrid are 3915,39 µm/hour, 1735,32 µm/hour, 1140,78 µm/hour, and 761,32 µm/hour after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. Statistical analysis of value of water sorption, depth of water sorption and rate of water sorption by using Kruskal Wallis test shows the significant differences (p<0,05) between microhybrid and nanohybrid composite resin. Immersion the samples in artificial saliva causing leach of elements such as C, O, Si, F, Na, Al, Ti, and In and bonding K and Mg to composite resin in different quantity between mirohybrid and nanohybrid composite resin. The surface morfology images also differ between microhybrid and nanohybrid composite resin before and after immersion.
Key words: composite resin, microhybrid, nanohybrid, water sorption, solubility, artificial saliva
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah
memberikan kesehatan dan kelapangan kepada penulis sehingga tesis ini dapat selesai
disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Program Magister (S2) Ilmu
Kedokteran Gigi.
Rasa terima kasih yang tak terhingga dan tulus penulis ucapkan kepada
drg. Sumadhi Sastrodihardjo, Ph.D yang dengan penuh keikhlasan dan ketulusan
telah bersedia memberikan sumbangsih pemikiran dan waktu di dalam membimbing
dan membantu penelitian serta penulisan tesis ini. Rasa terima kasih penulis tujukan
kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil yang juga sangat berperan dalam
membimbing dan membantu dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
limpahan rahmat dari Allah swt.
Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Nazruddin,
drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah
memberikan izin serta mendukung untuk mengikuti pendidikan S2 ini. Juga kepada
Dr. Ameta Primasari, drg., M.Sc., M.Kes sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu
Kedokteran Gigi FKG USU atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan S2 ini.
Kepada para penguji yang juga memberikan bimbingan dan masukan yang
Pintauli, drg., Ph.D dan drg. Irmansyah., Ph.D, penulis mengucapkan terima kasih.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada drg. Rehulina Ginting, M.Si yang
telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Departemen Biologi Oral FKG
USU, Prof. Zakaria dan Bapak Abd Rashid Selamat (Laboratorium Departemen
Mineral Fakultas Science Bahan dan Mineral USM, Nibong Tebal Pineng, Malaysia)
atas bantuannya dalam analisa SEM-EDX, Bapak Heru Santoso (Laboratorium
Penelitian STP Polimer Serpong) atas bantuannya dalam analisa SEM- EDX, Bapak
Frans (Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA USU) atas
bantuannya dalam analisa mikroskop. Kepada seluruh bapak dan ibu dosen Program
Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi yang telah memberikan ilmu yang sangat
berharga dan teman sejawat peserta program S2 angkatan 2010 atas kebersamaan dan
dukungannya, penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada teman-teman sejawat di Departemen Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran
Gigi FKG USU atas dukungan dan kerja samanya.
Terima kasih dengan penuh keikhlasan penulis haturkan kepada suami
tercinta, Gunawan, ST, atas kesetiaan dan kasih sayangnya di dalam mendukung dan
memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kepada
kedua putra tersayang, Fikri Fahrezi Wicaksono dan Arya Faris Mahardhika, atas
kasih sayang dan kemandiriannya selama penulis menjalani pendidikan S2 dan
menyelesaikan tesis ini.
Dan tentunya penulis juga menghaturkan terima kasih yang tak terhingga
kasih sayang dan dukungan baik materil maupun moril yang dilimpahkan kepada
penulis di dalam menjalani pendidikan S2 ini. Juga terima kasih kepada adik-adik,
Khoiridha Amalia Harahap, Amd, M.Tanziel Aziz Hrp, S.Sos, dan Khoirummy
Rakhmadiyah Harahap, atas dukungan yang diberikan.
Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis menjalani pendidikan S2 ini, penulis ucapkan terima kasih.
Pada kesempatan ini penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan
yang pernah diperbuat baik sengaja maupun tidak disengaja. Penulis persembahkan
tesis ini sebagai salah satu referensi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu
material dan teknologi kedokteran gigi dan di bidang kedokteran gigi pada umumnya.
Mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Juni 2013
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : drg. Kholidina Imanda Harahap
Alamat : Jl.Tani Saudara Komp.Graha Deli Permai Blok A6 No.11 Namorambe Deli Serdang
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
No.Kontak : 081361477171
Nama Ayah : Drs. Masarda Harahap
Nama Ibu : Drg. Rina Purnama Sari
Suami : Gunawan, ST
Anak ke 1 : Fikri Fahrezi Wicaksono Anak ke 2 : Arya Faris Mahardhika Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil
Golongan/Pangkat : IIIb/Penata Muda Tingkat I
NIP : 198209112008122001
Pendidikan Formal
Sekolah Dasar : SDN Inpres 104230 Batang Kuis, Deli Serdang
Sekolah Menengah Pertama : Ponpest Al Kautsar-Al Akbar Jl. Pelajar Ujung Medan
Sekolah Menengah Atas : SMUN 2 (Plus) Matauli, Tapanuli Tengah Universitas : S1 Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan Pasca Sarjana : Magister Ilmu Kedokteran Gigi FKG USU
Medan
Pelatihan, Seminar dan Lokakarya :
1. RDME IV 2009
2. Bandung Dentistry 2010
3. Lokakarya Penyusunan Proposal Penelitian 2010 4. Asyiah DM II 2011
5. RDME V 2011
6. 1st Medan INPRO 2012 7. TIP IPAMAGI II 2012
Hasil Penelitian :
1. Identifikasi elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan Energy Dispersive X-ray dan gambaran mikrostruktur dengan Scanning Electrone Microscope.
2. Absorbtion of composite resin and glass ionomer filling materials immersed in artificial saliva.
3. The alteration of microhybrid composite resin elements after immersed in artificial saliva.
Publikasi Ilmiah :
1. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S, Harry Agusnar. The alteration of microhybrid composite resin elements after immersed in artificial saliva. Jurnal PDGI Makassar 2013.
2. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S, Harry Agusnar. Identifikasi elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan Energy Dispersive X-ray dan gambaran mikrostruktur dengan Scanning Electrone Microscope. Jurnal IPAMAGI 2012.
3. Kholidina Imanda Harahap, Rusfian. Degradasi dan pelepasan substansi resin akrilik. Dipublikasikan pada seminar Medan Internasional Prosthodontoc Scientific Meeting 2012.
4. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S. Absorbtion of composite resin and glass ionomer filling materials immersed in artificial saliva. Proceeding The 8th FDI-IDA Joint Meeting & Medan International Dental Exhibition 2012.
5. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S. Penyerapan air pada degradasi hidrolitik resin komposit. Proceeding Asyiah DM II 2011.
6. Kholidina Imanda Harahap, Lasminda Syafiar. Toksisitas akrilik resin. Proceeding Bandung Dentistry 7 2010.
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...
2.1 Resin Komposit ... 2.1.1 Komposisi Resin Komposit...
2.1.2.2 Resin Komposit Microfiller... 2.1.2.3 Resin Komposit Hibrid... 2.1.2.4 Resin Komposit Mikrohibrid... 2.1.2.5 Resin Komposit Nanofiller... 2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit... 2.1.4 Sifat Resin Komposit... 2.1.4.1 Penyerapan Air... 2.1.4.2 Kelarutan... 2.2 Saliva dan Saliva Buatan... 2.3 Alat Uji...
2.3.1 Micrograph Microscope... 2.3.2 Scanning Electron Microscope (SEM)... 2.3.3 Energy Dispersive X-Ray (EDX)... 2.4 Landasan Teori... 2.5 Kerangka Konsep Penelitian... 2.6 Hipotesis Penelitian...
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN...
3.1 Desain Penelitian... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 3.2.1 Lokasi Pembuatan dan Penyimpanan Sampel... 3.2.2 Lokasi Pengujian Sampel... 3.2.3 Waktu Penelitian... 3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian... 3.3.1 Sampel Penelitian... 3.3.2 Besar Sampel Penelitian... 3.4 Metode Pengumpulan Data... 3.5 Variabel Penelitian... 3.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian... 3.5.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 3.6 Alat dan Bahan Penelitian...
3.6.1 Alat Penelitian... 3.6.2 Bahan Penelitian... 3.7 Prosedur Penelitian... 3.7.1 Pembuatan Master Cast... 3.7.2 Pembuatan Sampel... 3.7.3 Pengamatan Penyerapan Cairan (Sorption Assay)... 3.7.3.1 Pengukuran Nilai Serapan Cairan, Kedalaman dan Kecepatan Penyerapan Cairan Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan
Selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 3.7.3.1.1 Pengukuran Nilai Serapan Cairan ... 3.7.3.1.2 Pengukuran Kedalaman Penyerapan Cairan...
3.7.3.1.3 Penentuan Kecepatan Penyerapan Cairan... 3.7.4 Pengamatan Kelarutan (Solubility Assay)...
3.7.4.1 Identifikasi Komposisi Elemen dan Gambaran Morfologi Permukaan Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Sebelum dan Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam Dengan SEM-EDX... 3.8 Analisis Data...
BAB 4. HASIL PENELITIAN...
4.1 Hasil penelitian dan analisis data nilai serapan cairan resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.2 Hasil penelitian dan analisis data nilai kedalaman penyerapan cairan resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.3 Hasil penelitian dan analisis data kecepatan penyerapan cairan
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.4 Hasil penelitian dan analisis data pemeriksaan komposisi unsur
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.4.1 Pemeriksaan komposisi unsur resin komposit mikrohibrid
dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.4.2 Gambaran SEM mikrostruktur resin komposit mikrohibrid
dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam...
BAB 5. PEMBAHASAN...
5.1 Penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 5.2 Kelarutan elemen-elemen bahan restorasi resin
dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 5.3 Gambaran morfologi permukaan bahan restorasi resin komposit
mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam...
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN...
6.1
Kesimpulan... 6.2
Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN... 75
75 76
78
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Struktur Monomer Bis-GMA, UDMA, dan TEGDMA...
2.2 Rumus Bangun 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane....
2.3 Mikrostruktur Resin Komposit Microfiller...
2.4 Mikrostruktur Resin Komposit Hibrid...
2.5 Mikrostruktur Resin Komposit Mikrohibrid...
2.6 Micrograph Microscope...
2.7 Cara Kerja SEM...
2.8 Alat SEM-EDX...
2.9 Spektrum EDX yang Menunjukkan Puncak dari K dan Ba...
3.1 Bentuk dan Ukuran Sampel...
3.2 A. Resin Komposit Dimasukkan ke Dalam Master Cast, B. Resin Komposit Dipadatkan Dengan Semen Stopper...
3.4 Penyinaran Sampel Dengan Light Curing Unit...
3.5 Sampel Penelitian...
3.6 Pencampuran 50 ml Saliva Buatan Dengan 20 Tetes Gentian Violet...
3.7 A. 5 ml Saliva Buatan Dimasukkan ke Dalam Wadah Perendaman, B.Sampel Dimasukkan ke Dalam Larutan Perendam...
3.8 Sampel Siap Dimasukkan ke Dalam Inkubator...
3.9 Penimbangan Sampel...
3.10 Skema 4 Titik Penentuan Pengukuran Kedalaman Penyerapan Cairan Pada Permukaan Sampel...
3.11 Pengambilan Gambaran Mikroskopis Sampel...
3.12 Sampel Di-coating di Dalam Mesin Coating...
3.13 Sampel Ditempatkan Pada Holding...
3.14 Sampel Ditempatkan Pada Chamber Alat EDX-SEM...
3.15 Gambaran SEM Sampel Pada Layar Komputer...
3.16 Hasil Analisa Komposisi Unsur Sampel Pada Layar Komputer...
4.1 Grafik Nilai Serapan Cairan Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid...
4.2 Gambaran Kedalaman Penyerapan Cairan (ditunjukkan tanda panah) Resin Komposit Mikrohibrid (A) dan Nanohibrid (B) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam...
4.3 Grafik Kedalaman Penyerapan Cairan Resin Komposit Mikrohibrid dan
Nanohibrid...
4.4 Grafik Kecepatan Penyerapan Cairan Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid...
4.5 Gambaran SEM Morfologi Permukaan Resin Komposit Mikrohibrid (Gambar Atas) dan Nanohibrid (Gambar Bawah), A. Sebelum Perendaman, B. Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan (Pembesaran 3000X), C. Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan (Pembesaran 5000X)...
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas...
3.2 Definisi Operasional Variabel Terikat...
3.3 Definisi Operasional Variabel Terkendali...
3.4 Komposisi Resin Komposit Mikrohibrid...
3.5 Komposisi Saliva Buatan...
4.1 Perbedaan Nilai Serapan Cairan Antara Resin Komposit Mikrohibrid (RKM) dengan Nanohibrid (RKN) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam...
4.2 Perbedaan Kedalaman Penyerapan Cairan Antara Resin 40
40
41
43
Komposit Mikrohibrid (RKM) dengan Nanohibrid (RKN) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 Jam...
4.3 Perbedaan Kecepatan Penyerapan Cairan Antara Resin Komposit Mikrohibrid (RKM) dengan Nanohibrid (RKN) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam...
4.4 Perubahan Persentase Elemen-elemen Resin Komposit Mikrohibrid Sebelum dan Setelah Direndam di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 Jam...
4.5 Perubahan Persentase Berat Elemen-elemen Resin Komposit Nanohibrid Sebelum dan Setelah Direndam di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 Jam...
54
57
58
59
60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
2 Alur Penelitian Penyerapan Cairan (Water Sorption Assay)...
3 Alur Penelitian Kelarutan (Solubility Assay)...
4 Data Hasil Penelitian...
5 Analisis Statistik Nilai Serapan Cairan...
6 Analisis Statistik Kedalaman Penyerapan Cairan...
7 Analisis Statistik Kecepatan Penyerapan Cairan...
8 Hasil Analisa SEM-EDX...
9 Surat-surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian...
83
84
85
95
111
127
143
ABSTRAK
Pemakaian resin komposit sebagai bahan restorasi gigi di dalam mulut akan selalu berkontak dengan saliva yang mengandung 99% air di dalam komposisinya. Resin komposit dapat menyerap air dan mengalami kelarutan apabila berkontak dengan cairan. Sifat ini dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis yang akan memperpendek masa pakai bahan di dalam mulut dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi tubuh akibat terlepasnya elemen-elemen yang terkandung di dalam resin komposit. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membedakan penyerapan cairan dan kelarutan elemen-elemen diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan.
Sampel penelitian sebanyak 80 buah berbentuk tablet berdiameter 15 mm dan ketebalan 1 mm dibuat dari resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid yang dikeraskan menggunakan sinar tampak biru. Sampel direndam di dalam 5 ml saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Pengukuran nilai serapan cairan dilakukan dengan mengukur perubahan berat sebelum dan setelah perendaman. Kedalaman penyerapan cairan diukur menggunakan mikroskop mikrograf. Kecepatan penyerapan cairan dihitung dengan membandingkan kedalaman penyerapan cairan dengan waktu perendaman. Komposisi unsur dan morfologi permukaan sampel sebelum dan setelah perendaman dianalisa menggunakan SEM-EDX.
Hasil penelitian menunjukkan nilai serapan cairan pada resin komposit mikrohibrid 2,69%, 5,71%, 5,88%, dan 5,96% lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 5,34%, 3,76%, 3,09% dan 2,83% setelah direndam selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Hal yang sama pada kedalaman penyerapan resin komposit mikrohibrid 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, dan 8930,01 µm lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67 µm, dan 6120,53 µm. Kecepatan penyerapan pada resin komposit mikrohibrid 1527,45 µm/jam, 1531,36 µm/jam, 1421,66 µm/jam, dan 1116,18 µm/jam sedangkan resin komposit nanohibrid 3915,39 µm/jam, 1735,32 µm/jam, 1140,78 µm/jam, dan 761,32 µm/jam. Hasil analisa statistik nilai serapan cairan, kedalaman penyerapan dan kecepatan penyerapan cairan dengan uji Kruskal-Wallis (p<0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Perendaman sampel di dalam saliva buatan menunjukkan kelarutan elemen-elemen seperti C, O, F, Na, Si, Al, dan Ti serta pengikatan elemen K dan Mg dengan jumlah yang berbeda antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Gambaran morfologi permukaan yang diperoleh berbeda diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman.
ABSTRACT
The using of composite resin as a restorative material still in contact with saliva in the mouth. Composit resin absorb the water and soluble in contact with liquid. These phenomena affect the mechanical and physical properties of material and causing degradation and shorten the shelf life of composite resin. The aim of the study are measure and compare the water sorption and solubility of elements between microhybrid and nanohybrid composite resin after immersed in artificial saliva.
In this study, 80 samples was built in tablet shape with 15 mm in diameter and 1 mm in thickness made from microhybrid and nanohybrid composite resin and polymerized by using visible blue light. Samples were immersed in 5 ml artificial saliva at 2, 4, 6 and 8 hours. The value of water sorption was obtained by measure the change of weight before and after immersed. Depth of water sorption was measured by using micrograf microscope. The rate of water sorption was calculated by using depth of sorption and immersing time. Composition and morphology of composite resins before and after immersed was analyzed by SEM-EDX.
The result shows the value of water sorption of microhybrid composite resin are 2,69%, 5,71%, 5,88%, and 5,96% and nanohybrid for 5,34%, 3,76%, 3,09% and 2,83% after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The depth of water sorption of microhybrid composite resin are 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, and 8930,01 µm and nanohybrid for 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67 µm, and 6120,53 µm after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The rate of water sorption of microhybrid are 1527,45 µm/hour, 1531,36 µm/hour, 1421,66 µm/hour, and 1116,18 µm/hour and nanohybrid are 3915,39 µm/hour, 1735,32 µm/hour, 1140,78 µm/hour, and 761,32 µm/hour after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. Statistical analysis of value of water sorption, depth of water sorption and rate of water sorption by using Kruskal Wallis test shows the significant differences (p<0,05) between microhybrid and nanohybrid composite resin. Immersion the samples in artificial saliva causing leach of elements such as C, O, Si, F, Na, Al, Ti, and In and bonding K and Mg to composite resin in different quantity between mirohybrid and nanohybrid composite resin. The surface morfology images also differ between microhybrid and nanohybrid composite resin before and after immersion.
Key words: composite resin, microhybrid, nanohybrid, water sorption, solubility, artificial saliva
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasien terhadap restorasi estetis,
tidak hanya pada gigi anterior tetapi juga gigi posterior, pemakaian resin komposit
sebagai bahan restorasi cukup diminati. Selain warnanya yang dapat menyerupai
warna gigi, bahan ini juga memiliki ketahanan untuk dapat dipakai dalam jangka
waktu lama. Resin komposit juga digunakan sebagai bahan restorasi indirek dan
facing logam pada post dan core setelah perawatan endodontik (Powers, 2006; Van
Noort, 2008; Gladwin, 2009).
Resin komposit terdiri atas tiga bahan utama yaitu matriks resin, bahan
pengisi (filler) dan bahan pengikat (coupling agent). Matriks resin komposit berupa
monomer bisphenol-A-glicidyl methacrylate (bis-GMA), urethanedimethacrylate
(UDMA) dan triethylene glycol dimethacrylate acid (TEGDMA). Bahan pengisi yang
ditambahkan berupa silika atau quartz. Matriks resin dan bahan pengisi disatukan
oleh organosilane sebagai coupling agent. Selain tiga bahan utama, terdapat lagi
bahan lain seperti inisiator atau akselerator, inhibitor, UV absorber, dan bahan
pigmen. Resin komposit diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel filler yaitu
tradisional dengan ukuran partikel 8-12 µm, microfiller dengan ukuran 0,04-0,4 µm,
hibrid berukuran 0,4-1,0 µm dan mikrohibrid dengan ukuran partikel 0,5-3 µm.
mengembangkan resin komposit dengan nanopartikel berukuran mendekati 25 nm
dan nanoaggregates mendekati 75 nm yang terbuat dari zirkonium atau silika
(O’Brien, 2002; Garcia, 2006; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van
Noort, 2008; Gladwin, 2009; Sakaguchi, 2012).
Pemakaian bahan restorasi resin komposit di dalam mulut akan selalu terpapar
dengan saliva yang berfungsi sebagai buffering, pencernaan, lubrikasi, perlindungan
dan pengucapan. Saliva mengandung air sebanyak 94,0-99,5% (Cole dan Eastoe,
1988; Van Nieuw 1991). Resin komposit dapat menyerap air dan mengalami
kelarutan apabila berkontak dengan cairan. Hal ini disebabkan karena resin komposit
memiliki sifat higroskopis dan hidrolitik apabila terpapar dengan suatu cairan
(Powers, 2006; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009; Sakaguchi, 2012).
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengungkapkan
penyerapan air yang terjadi pada resin komposit. Nayif dkk. (2005) memperoleh
adanya penyerapan air pada bahan restorasi resin komposit setelah direndam di dalam
air selama lebih dari 180 hari. Mereka menyatakan bahwa jumlah air yang dapat
diserap dipengaruhi oleh kandungan filler di dalam matriks resin dan waktu
perendaman. Lagouvardos dkk. (2003) mendapatkan penyerapan cairan yang
maksimal dengan level 80% pada resin komposit mikrohibrid dan hibrid dicapai
setelah 56 jam sedangkan semen ionomer kaca modifikasi resin dicapai setelah 190
jam. Kandungan air pada resin komposit hibrid 2,03%, resin komposit mikrohibrid
Sifat higroskopis dan hidrolitik pada resin komposit dapat mempengaruhi sifat
fisis dan mekanis yang dapat memperpendek masa pakai bahan di dalam mulut
(O’Brien, 2002; Ferracane, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008;
Gladwin, 2009; Sakaguchi, 2012). Penyerapan air pada resin komposit dapat
menimbulkan penggembungan (swelling) yang dapat mempengaruhi dimensi
restorasi. Swelling akan menimbulkan ekspansi yang akan menghasilkan stress
terhadap ikatan interfasial antara bahan restorasi dengan dinding kavitas gigi dan
kemungkinan akan menyebabkan terlepasnya restorasi dari kavitas. Selain swelling,
penyerapan air juga menimbulkan efek pelunakan (plasticization) pada resin
komposit. Efek awal yang ditimbulkan adalah kekerasan permukaan dan keausan
permukaan resin komposit (Ferracane, 2010). Yanikoglu dkk. (2009) mendapatkan
adanya perubahan kekerasan permukaan pada resin komposit yang direndam pada
beberapa larutan.
Penyerapan air oleh resin komposit akan diikuti dengan kelarutan
elemen-elemen yang terkandung di dalam resin komposit (Powers, 2006; Anusavice, 2007;
Sakaguchi, 2012). Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kelarutan
elemen-elemen resin komposit yang disimpan di dalam air, saliva buatan dan alkohol
antara lain adalah Michelsen dkk. (2003) pada penelitiannya memperoleh 32 jenis
molekul yang terlepas dari resin komposit akibat perendaman resin komposit di
dalam beberapa larutan. Monomer triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA)
adanya pelepasan Bis-GMA dan TEGDMA pada perendaman resin komposit di
dalam etanol setelah 1, 3 dan 7 hari.
Material kedokteran gigi dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan
jaringan tubuh berupa toksisitas sistemik, reaksi lokal, dan reaksi alergi. Kelarutan
elemen-elemen resin komposit berupa monomer sisa, asam metakrilat, formaldehid
dan senyawa metakrilat lainnya yang terlepas dari resin komposit merupakan bahan
yang toksis bagi sel-sel tubuh (Scmalz, 2009). Menurut penelitian Schweikel dkk.
(2008) monomer resin dapat menimbulkan kematian sel, genotoksisitas dan
penundaan siklus sel.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian mengenai penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mengenai
jumlah cairan yang diserap, kedalaman penyerapan, kecepatan penyerapan dan
kelarutan elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di
dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam. Dasar penetapan waktu perendaman
adalah untuk mengetahui waktu awal terjadinya penyerapan cairan dan kelarutan
yang terjadi pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid serta
besar penyerapan cairan dan kelarutan elemen yang terjadi pada awal kontak resin
komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan cairan.
1.2 Permasalahan
Bahan restorasi resin komposit terdiri atas jaringan polimer yang memiliki
air. Sifat ini tergantung dari sifat kimiawi dan struktur bahan tersebut. Sifat
higroskopik pada bahan restorasi resin komposit adalah kemampuan bahan untuk
menarik atau menyerap cairan dari lingkungan sekitarnya. Kemampuan menyerap
cairan ini disebabkan matriks resin komposit yang bersifat hidrofilik. Ukuran partikel
bahan pengisi yang terkandung di dalam resin komposit juga menentukan jumlah air
yang dapat diserap oleh resin komposit. Penyerapan cairan merupakan proses yang
berkelanjutan dan lama serta diikuti dengan kelarutan dari beberapa elemen penyusun
resin komposit akibat dari sifat hidrolitik. Kedua sifat ini dapat mempengaruhi sifat
fisis dan mekanis sehingga akan memperpendek masa pakai bahan tersebut. Selain
itu, hal ini juga berkaitan dengan pelepasan elemen-elemen dan hasil degradasi bahan
ini ke rongga mulut pada jangka waktu yang lama. Pelepasan elemen-elemen dari
bahan restorasi resin komposit dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh,
seperti toksisitas sistemik atau lokal, alergi, reaksi pulpa dan efek estrogenik. Dari
uraian di atas, perlu diketahui nilai serapan cairan, kedalaman penyerapan cairan,
kecepatan penyerapan cairan, kelarutan elemen dan gambaran morfologi permukaan
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan
selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
1.3 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang ada dalam
penyerapan cairan dan kelarutan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan
Rumusan masalah umum :
Apakah ada penyerapan cairan dan kelarutan elemen-elemen pada bahan
restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam
saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
Rumusan masalah khusus :
1. Berapa nilai serapan cairan yang dapat diserap oleh bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan
selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
2. Apakah ada perbedaan nilai serapan cairan antara bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan
selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
3. Berapa kedalaman penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit
mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4,
6, dan 8 jam.
4. Apakah ada perbedaan kedalaman penyerapan cairan antara bahan
restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam
saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
5. Berapa besar kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan
6. Apakah ada perbedaan kecepatan penyerapan cairan antara bahan restorasi
resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva
buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
7. Apakah ada perubahan komposisi elemen-elemen bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan
selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
8. Apakah ada perbedaan perubahan komposisi elemen-elemen antara bahan
restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam
saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
9. Bagaimana gambaran mikrostruktur bahan restorasi resin komposit
mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam saliva buatan
selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
10. Apakah ada perbedaan gambaran mikrostruktur antara bahan restorasi
resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di
dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
1.3Tujuan Penelitian :
Tujuan Umum:
Untuk mendapatkan penyerapan cairan dan elemen-elemen yang terlarut pada
bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di
Tujuan Khusus:
1. Untuk mendapatkan besaran nilai serapan cairan pada bahan restorasi
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva
buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
2. Untuk membedakan nilai serapan cairan antara bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan
selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
3. Untuk mendapatkan kedalaman penyerapan cairan pada bahan restorasi
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva
buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
4. Untuk mendapatkan perbedaan kedalaman penyerapan cairan antara
bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di
dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
5. Untuk mendapatkan kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva
buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
6. Untuk mendapatkan perbedaan kecepatan penyerapan cairan antara bahan
restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam
saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
7. Untuk mendapatkan perubahan komposisi elemen-elemen bahan restorasi
resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva
8. Untuk mendapatkan perbedaan perubahan komposisi elemen-elemen
antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah
perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
9. Untuk mendapatkan gambaran morfologi permukaan bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam
saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.
10. Untuk mendapatkan perbedaan gambaran morfologi permukaan antara
bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid sebelum dan setelah
perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Menambah pengetahuan mengenai sifat penyerapan air dan kelarutan
bahan restorasi resin komposit apabila berkontak dengan cairan dalam jangka waktu
tertentu.
2. Sebagai referensi data untuk penelitian selanjutnya mengenai penyerapan
cairan dan kelarutan pada bahan restorasi resin komposit.
3. Bermanfaat bagi dokter gigi agar dapat memilih dan menggunakan bahan
restorasi resin komposit dengan tepat, sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pemakaian semen silikat pada akhir 1800-an sebagai bahan tambalan
memiliki kekurangan yaitu mudah larut di dalam cairan mulut sehingga cepat rusak.
Kemudian dikembangkanlah resin akrilik self curing unfilled sekitar tahun 1950-an.
Bahan ini lebih tahan terhadap kelarutan serta memiliki warna yang lebih stabil
dibandingkan silikat. Bahan ini mudah digunakan, dapat dipoles, dan memiliki estetis
yang baik. Tetapi bahan ini memiliki permasalahan dengan polimerisasi shrinkage
yang tinggi setelah pengerasan, perubahan dimensi akibat panas yang tinggi,
kadang-kadang mengalami diskolorisasi dan memiliki keausan yang tinggi karena pemakaian.
Kemudian sekitar tahun 1960-an resin komposit diperkenalkan oleh Bowen sebagai
bahan restorasi dengan mencampurkan oligomer bis-phenol-A-glycidilmethacrylate
(bis-GMA) atau urethanedimethacrylate (UDMA) dengan bahan pengisi inorganik.
Penemuan resin komposit pada tahun 1960-an dengan cepat menggantikan semen
silikat dan resin akrilik (O’Brien, 2002; Anusavice, 2008; Powers, 2006).
Penggunaan bahan restorasi estetik, terutama resin komposit, mengalami
peningkatan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir karena meningkatnya
tuntutan pasien dalam hal estetis. Resin komposit digunakan untuk menggantikan
struktur gigi yang hilang dengan memodifikasi warna dan kontur gigi yang
2.1Resin Komposit
Resin komposit adalah penggabungan dari dua bahan yang menghasilkan
suatu bahan dengan sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan jika bahan tersebut
berdiri sendiri. Resin komposit merupakan suatu bahan hasil penggabungan 3 bahan
yang berbeda yaitu matriks resin, bahan pengisi (filler), bahan pengikat (coupling
agent). Selain itu, beberapa bahan lain juga ditambahkan seperti sistem inisiator atau
aktivator, inhibitor, stabilisator, UV absorber dan bahan pigmen (O’Brien, 2002;
Anusavice, 2008; Gladwin, 2009; Powers, 2006; Powers, 2008; Sakaguchi, 2012).
2.1.1 Komposisi resin komposit
2.1.1.1 Matriks resin
Matriks polimer organik merupakan bahan aromatik atau urethane diacrylate
oligomer. Oligomer yang paling umum digunakan adalah
bisphenol-A-glycidylmethacrylate (Bis-GMA). Monomer lain yang sering digunakan pada matriks
resin komposit adalah urethanedimethacrylate (UDMA). Monomer ini diperkenalkan
pada tahun 1974 dan merupakan bahan yang mudah pecah (brittle) dengan viskositas
yang tinggi. Kedua monomer ini mengandung ikatan karbon ganda yang reaktif yang
dapat mengalami polimerisasi adisi. Setiap gugus karbon ganda akan turut di dalam
pembentukan rantai polimer, oligomer ini disebut bifungsional. Monomer yang
bifungsional dan oligomer akan menghasilkan cross-linking dan meningkatkan
komposit memiliki kecendrungan menyerap air (O’Brien, 2002; Floyd, 2005; Powers,
2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008).
Bis-GMA merupakan monomer yang memiliki viskositas yang tinggi
sehingga dibutuhkan penggunaan monomer pengencer (diluent).
Triethyleneglicoldimetacrylate (TEGDMA) merupakan monomer pengencer yang
sering digunakan (Powers, 2006; Anusavice, 2008; Gladwin, 2009). Gambar 2.1
menunjukkan struktur kimia dari monomer pembentuk matriks resin komposit.
2.1.1.2 Bahan pengisi (filler)
Persentase filler sangat penting dalam menentukan sifat fisis resin komposit.
Jika kandungan filler meningkat maka kandungan resin akan berkurang. Sehingga
polymerization shrinkage menurun, dan koefisien termal ekspansi mendekati struktur
gigi, kekerasan dan ketahanan abrasi meningkat dengan baik. Persentase kandungan
bahan pengisi pada resin komposit dapat berupa berat atau volume. Persentase
kandungan bahan pengisi lebih baik dalam ukuran volume karena sifat mekanis resin
komposit ditentukan oleh volume fraksi filler. Ukuran partikel filler juga menentukan
besarnya penyerapan cairan yang terjadi pada bahan resin komposit. Partikel filler
yang berukuran lebih besar akan lebih banyak menyerap cairan dibandingkan partikel
filler yang berukuran kecil (Anusavice, 2008; Gladwin, 2009).
Partikel filler dikembangkan untuk mendapatkan filler yang mempunyai
kekuatan dan ketahanan terhadap abrasi yang besar. Partikel yang lebih lunak lebih
sering mengalami keausan dan terlepas dari restorasi ketika terjadi abrasi. Jika
partikel terlepas, permukaan resin yang lunak akan cepat mengalami keausan
(Powers, 2006; Sakaguchi, 2012).
Partikel filler yang digunakan bervariasi pada tiap bahan, dapat berupa silika
koloidal, silikat barium, glass strontium/borosilikat, quartz, zink silikat atau lithium
aluminium silikat. Tiap-tiap bahan ini memiliki karakteristik masing-masing. Partikel
koloidal silika memiliki diameter kurang dari 0,1 mikron, inert, memiliki koefisien
termal ekspansi yang rendah, dan dapat dipadatkan serta dipoles. Quartz sangat stabil
Bahan pengisi yang paling banyak digunakan sejak tahun 1970 adalah quartz karena
sifat kimiawinya yang inert, kuat, keras, memiliki indeks refraktif yang tinggi dan
stabil secara kimia di lingkungan rongga mulut. Tetapi bahan ini memiliki kerugian
berupa kurang radiopak, koefisien termal ekspansi yang tinggi dan abrasif (O’Brien,
2002; Powers, 2006).
Sekarang ini, dikembangkan bahan glass untuk mendapatkan kekuatan,
kekerasan, dan sifat kimia serta sifat optis yang lebih baik untuk digunakan pada resin
komposit. Glass yang mengandung logam berat memberikan efek radiopak terhadap
resin komposit dan memiliki indeks refraktif 1,5. Contohnya adalah barium,
zirkonium dan strontium glass. Yang paling sering digunakan adalah barium glass.
Bahan ini bukan merupakan bahan yang inert seperti quartz (Powers, 2006).
2.1.1.3 Bahan pengikat (coupling agent)
Tujuan utama pemakaian coupling agent adalah untuk mengikatkan partikel
bahan pengisi ke matriks resin organik melalui bahan silane untuk meningkatkan
sifat fisis resin komposit dan mencegah air berpenetrasi ke interface filler-resin
(Gladwin, 2009; Powers, 2006; Manapalill, 2003). Pengikatan partikel filler ke
matriks resin berguna juga sebagai penghantar tekanan kepada partikel filler yang
lebih kaku dan keras melalui matriks resin, sehingga kekuatan resin komposit lebih
baik. Bahan silane harus kompatibel secara kimia baik dengan matriks dan filler.
Ikatan antara silane dan partikel filler dapat larut dalam lingkungan rongga mulut.
kekerasan resin komposit yang menyebabkan kerusakan (O’Brien, 2002; Powers,
2006; Powers, 2008; Gladwin, 2009).
Bahan silane yang banyak dipakai sebagai coupling agent adalah
organosilane yaitu gamma-methacryloxypropylmethoxysilane. Bahan silane
merupakan molekul yang memiliki dua gugus fungsional. Gugus silane berikatan
dengan gugus hidroksil pada partikel filler melalui reaksi kondensasi dan
menghasilkan ikatan siloksan dan gugus metakrilat berikatan dengan matriks resin
melalui proses polimerisasi adisi yang dapat diaktivasi secara sinar atau kimia. Bahan
silane tidak menutup partikel filler secara homogen. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan
struktur kimia dari bahan organosilane yaitu
gamma-methacryloxypropylmethoxysilane (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Powers, 2008; Van
Noort, 2008; Gladwin, 2009).
O OCH3
CH2=C-C-O-CH2CH2CH2-Si-OCH3
CH3 OCH3
Gambar 2.2 Rumus Bangun Coupling Agent
2.1.1.4 Inisiator dan akselerator
Resin komposit polimerisasi sinar mengandung fotoinisiator berupa
camphorquinone (0,25%) dan tertiari amin. Camphorquinone memiliki spektrum
penyerapan sinar dengan panjang gelombang 450-500 nm, dengan puncak gelombang
menjadi bentuk triplet yang aktif. Dalam keadaan ini, camphorquinone akan
berbenturan dengan molekul amin yang berkonjugasi dengan tertiary aliphatic amine,
seperti 4-N,Ndimethylaminophenythyl alcohol yang menarik elektron dari amin dan
merubah dirinya dan amin menjadi radikal bebas. Hal ini kemudian akan menginisiasi
proses polimerisasi. Tertiari amin diketahui sebagai ko-inisiator yang tidak dapat
menyerap air tetapi dapat bereaksi dengan fotoinitiator yang diaktivasi untuk
menghasilkan radikal bebas yang aktif. Inhibitor juga ditambahkan untuk
mempertinggi kestabilan terhadap sinar di sekelilingnya. Pada resin komposit yang
diaktivasi sinar, fotoaktivator yang digunakan adalah diketone, seperti
champorquinone. Kadar camphorquinone yang ditambahkan sebesar 0,2%-1,0%.
Reaksi ini dipercepat oleh adanya organik amin yang mengandung ikatan karbon
ganda. Amin dan camphorquinone di dalam oligomer stabil pada suhu kamar, selama
belum terpapar oleh sinar yang dapat mengaktivasi polimerisasi (Powers, 2006;
Gladwin, 2009).
2.1.1.5 Inhibitor
Monomer dimethacrylate dapat berpolimerisasi secara spontan ketika
disimpan oleh karena itu ditambahkan inhibitor berupa monomethyl ether of
hydroquinone ke dalam resin komposit untuk mencegah polimerisasi dini. Inhibitor
lain dapat berupa monomethyl ether hydroquinone dan butylated hydroxytoluene
2.1.1.6 UV absorber
UV absorber ditambahkan pada komposisi resin komposit untuk
meningkatkan stabilitas warna dengan menyerap radiasi elektromagnetik yang dapat
menyebabkan diskolorasi. UV absorber yang paling banyak digunakan adalah
2-hydroxy-4-methoxy benzophene (Powers, 2006).
2.1.1.7 Bahan pigmen
Oksida inorganik biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil untuk
memberikan warna yang cocok dengan warna gigi pada umumnya. Warna dari resin
komposit berkisar antara warna yang sangat terang (very light shades) sampai kuning
dan abu-abu (Powers, 2006; Gladwin, 2009).
2.1.2 Klasifikasi resin komposit
Resin komposit dapat diklasifikasikan dalam beberapa metode klasifikasi,
tergantung dari komposisinya, sehingga dapat memudahkan dokter gigi mengenalnya
agar penggunaannya sesuai dengan tujuan pengobatan. Klasifikasi yang paling sering
digunakan adalah klasifikasi resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler oleh
Lutz dan Phillips (1983) (Lang,1992).
2.1.2.1 Resin komposit macrofiller
Jenis resin komposit yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1960 adalah
resin komposit macrofiller. Resin komposit macrofiller memiliki ukuran partikel
terbesar 50-100 µm. Jumlah filler di dalam resin komposit berkisar 70-80%
berdasarkan berat dan 60-80% berdasarkan volume. Filler yang banyak digunakan
adalah butiran quartz (Gladwin, 2009).
2.1.2.2 Resin komposit microfiller
Resin komposit microfiller memiliki filler berupa koloida silika, dengan
ukuran partikel 0,01-0,12 µm. Kandungan partikel filler dalam resin komposit
sebanyak 35-60% ukuran berat(O’Brien, 2002). Gambar 2.3 menunjukkan gambaran
mikrostruktur resin komposit microfiller
Gambar 2.3. Mikrostruktur Resin Komposit
Microfiller (O’Brien, 2002)
2.1.2.3 Resin komposit hibrid
Resin komposit hibrid mengandung kumpulan partikel filler dengan ukuran
yang heterogen dengan ukuran partikel terkecil 0,04 µm dan terbesar 1-5 µm.
Kandungan filler di dalam resin komposit sebanyak 70-80% ukuran berat (Sensi,
Gambar 2.4. Mikrostruktur Resin Komposit Hibrid (Spiller, 2000)
2.1.2.4 Resin komposit mikrohibrid
Setelah perkembangan resin komposit hibrid, dikembangkanlah resin
komposit mikrohibrid. Resin komposit mikrohibrid memiliki beberapa jenis ukuran
partikel filler dengan bentuk yang irreguler. Partikel filler dapat berupa glass atau
quartz dengan ukuran 0,2-3 µm ditambah 5-15% partikel microfine berukuran 0,04
µm (Craig, 2002). Dapat dilihat pada Gambar 2.5 gambaran mikrostruktur resin
komposit mikrohibrid.
2.1.2.5 Resin komposit nanofiller
Perkembangan nanoteknologi menciptakan jenis baru bahan restorasi resin
komposit, yaitu nanokomposit dan nanohibrid. Nanokomposit menggunakan partikel
filler yang berukuran nanometer, sedangkan nanohibrid merupakan kombinasi
partikel filler berukuran nanometer dengan filler berukuran konvensional.
Nanokomposit mengandung partikel filler berupa zirkonium atau silika berukuran
±25 nm dan kumpulan nano partikel berukuran ±75 nm. Distribusi partikel filler nano
di dalam resin komposit sekitar 79,5% (Gladwin, 2009; Kaur, 2011).
2.1.3 Polimerisasi resin komposit
Polimerisasi resin komposit merupakan hal yang sangat penting di dalam
mendapatkan hasil tambalan yang memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik.
Polimerisasi adalah proses pengerasan polimer dengan membentuk ikatan antara
monomer-monomer menjadi rantai polimer yang panjang dengan suatu aktivasi
tertentu. Ada 3 macam aktivasi polimerisasi bahan restorasi resin komposit, yaitu
aktivasi kimia, aktivasi sinar dan aktivasi kimia-sinar (O’Brien, 2002; Powers, 2006;
Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009).
Polimerisasi resin komposit yang diaktivasi sinar merupakan jenis
polimerisasi adisi radikal bebas. Ada 3 tahapan, yaitu inisiasi, popagasi dan terminasi.
Reaksi polimerisasi dimulai dengan tahap inisiasi yaitu terbentuknya radikal bebas
dari reaksi kimia bahan akselerator, seperti tertiary amine atau asam sulfinik dengan
melalui pembentukan ikatan antar monomer untuk membentuk rantai polimer dengan
adanya radikal bebas. Pada reaksi terminasi telah terbentuk polimer resin komposit
dengan sempurna karena semua radikal bebas telah bereaksi dengan monomer
membentuk polimer (Anusavice, 2008; Gladwin, 2009; O’Brien, 2002; Powers,
2006).
Polimerisasi resin komposit aktivasi sinar dipengaruhi oleh intensitas sinar,
ketebalan bahan, jarak penyinaran dan lama penyinaran. Intensitas sinar pada
permukaan dan waktu penyinaran merupakan hal yang sangat penting. Ujung sumber
sinar sebaiknya diletakkan pada jarak 3 sampai 4 mm dari permukaan dengan
kedalaman restorasi 2 sampai 2,5 mm dan waktu penyinaran standar adalah 40 detik
(O’Brien, 2002; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Gladwin, 2009).
2.1.4 Sifat resin komposit
Resin komposit memiliki sifat fisik dan mekanis. Sifat fisiknya antara lain:
polymerization shrinkage, sifat termal, penyerapan air, kelarutan dan kestabilan
warna. Sedangkan sifat mekanisnya adalah kekuatan, elastic modulus dan kekerasan
permukaan (Powers, 2006). Dalam tulisan ini, penulis hanya membahas sifat
penyerapan air dan kelarutan resin komposit.
2.1.4.1 Penyerapan air
Matriks resin komposit memiliki kemampuan untuk menyerap air, yang akan
diikuti oleh proses swelling pada resin komposit (O’Brien, 2002; Toledanu, 2003).
memiliki sifat hidrofilik. Polimer dengan gugus polar akan menyerap sejumlah air
berkisar 1-2 %. Penyerapan air akan terjadi setelah resin mengeras dan memerlukan
waktu untuk mencapai keseimbangan karena proses difusi air ke dalam resin
merupakan proses yang lambat (Toledanu, 2003). Penyerapan air terjadi melalui
proses difusi terkontrol (Darvell, 2000). Air dapat memasuki polimer melalui porositi
dan ruang intermolekuler. Kecepatan dan luasnya penyerapan air tergantung dari
kepadatan polimer dan kemampuan ikatan hidrogen dan interaksi polar (Ferracane,
2006).
Penyerapan air dipengaruhi oleh jenis filler dan metode polimerisasi (Prati,
1991).Resin komposit dengan ukuran partikel filler yang lebih besar akan menyerap
air lebih banyak dibandingkan resin komposit dengan ukuran partikel filler yang lebih
kecil. Hal ini disebabkan volume pecahan partikel filler di dalam resin komposit lebih
sedikit pada resin komposit dengan partikel yang besar. Kualitas dan kestabilan silane
sebagai coupling agent juga penting untuk meminimalisasi kerusakan ikatan antara
filler dengan polimer dan jumlah air yang diserap ( Musanje, 2001; O’Brien, 2002;
Powers, 2006).
Resin komposit macrofiller memiliki nilai penyerapan air 0,5-0,7 mg/cm2.
Resin komposit microfiller mudah mengalami penyerapan air karena partikel filler
-nya ha-nya mengisi 35-60% ukuran berat (O’Brien, 2002; Sensi, 2007; Gladwin,
2.1.4.2 Kelarutan
Apabila resin komposit disimpan di dalam air akan menyebabkan pelepasan
ion inorganik dan monomer sisa. Kelarutan resin komposit di dalam air bervariasi
mulai dari 0,25 sampai 2,5 mg/mm3 atau 1,5-2,0 % berat. Silikon merupakan ion yang
terbanyak keluar selama 30 hari pertama perendaman dan akan berkurang seiring
bertambahnya waktu perendaman. Boron, barium dan strontium juga dapat keluar
dari resin komposit yang direndam di dalam air. Komponen lain yang dapat terlarut
adalah monomer sisa. Monomer sisa adalah monomer resin yang tidak bereaksi
polimerisasi terjadi (O’brien, 2002; Powers, 2006).
Pelepasan monomer sisa dari bahan restorasi resin komposit dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu kimiawi komposit (terutama kelarutan dan molekul dari
monomer yang digunakan), derajat konversi, derajat cross-linking jaringan polimer,
perlakuan permukaan dari partikel filler dan sifat pelarut (Ferracane, 2006).
2.2 Saliva dan Saliva Buatan
Saliva yang disebut juga dengan cairan mulut adalah suatu cairan yang
dikeluarkan kelenjar ludah di dalam rongga mulut. Saliva merupakan sekresi
campuran yang diproduksi oleh kelenjar parotis sebanyak ± 90%, submandibula,
sublingual, dan kelenjar aksesoris pada palatum lunak dan pada permukaan dalam
1. Perlindungan, saliva memberikan perlindungan dengan membuat
pembasahan yang baik pada permukaan jaringan lunak dari kerusakan fisis yang
disebabkan oleh tekstur makanan yang kasar atau temperatur tinggi.
2. Perbaikan, adanya lapisan protein dan glikoprotein yang kaya akan
kalsium dan fosfat pada permukaan enamel, dipercaya dapat memberikan efek
remineralisasi pada karies dini.
3. Pencernaan, pelumasan dengan saliva membantu melunakkan makanan
dan membentuk makanan menjadi bolus agar mudah untuk ditelan. Adanya enzim di
dalam saliva juga membantu menguraikan makanan.
4. Pengatur keseimbangan air, ketika tubuh mengalami dehidrasi aliran
saliva menjadi berkurang sehingga menimbulkan perasaan haus.
5. Pengucapan, adanya pembasahan pada lidah dan bibir memudahkan
proses pengucapan.
Saliva mengandung 94,0-99,5% air. Komponen-komponen ludah dapat
dibedakan menjadi komponen anorganik dan (bio)organik. Komponen anorganik
adalah elektrolit berbentuk ion, seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-, NH4+, F-,
SN- dan fosfat. Komponen bioorganik terutama adalah protein dengan jumlah
0,15-0,25 gr per 100 ml, musin, sejumlah kecil lipida, asam lemak dan ureum.
Glikoprotein bertanggungjawab menjaga viskositas dan fungsi pelumasan pada
saliva. Komponen protein lainnya dapat berupa enzim α-amilase, lisozim, kalikrein,
laktoperoksidase, protein kaya prolin, musin, imunoglobulin, laktoferin dan gustin.
pada saliva terjadi apabila pH saliva dibawah nilai 5 dan keefektifan pH dan sifat
buffer saliva tergantung kepada kandungan bikarbonat pada saliva (Cole, 1988; Van
Nieuw, 1991).
Kelenjar saliva dapat mengalami disfungsi sehingga jumlah dan kualitas
saliva dapat berubah. Untuk menstimulasi fungsi kelenjar saliva digunakan saliva
buatan. Saliva buatan menggantikan fungsi saliva asli dalam hal perlindungan,
perbaikan, pengucapan dan pengatur keseimbangan air. Selain memiliki manfaat
seperti yang disebutkan di atas, saliva buatan juga digunakan pada uji laboratorium
yang membutuhkan kondisi kimia yang sama seperti saliva asli di dalam rongga
mulut. Penggunaan saliva buatan untuk penelitian di bidang kedokteran gigi telah
ditemukan sejak tahun 1931, ketika Souder dan Sweeney meneliti tentang keracunan
penggunaan restorasi amalgam. Saliva buatan mengandung komponen yang sama
dengan saliva asli, tetapi tidak mengandung enzim. Saliva buatan dapat dibuat dengan
berbagai macam metode pencampuran komposisi. Salah satu metodenya adalah
dengan mencampurkan berbagai komposisi sebagai berikut NaCl, KCl,KSCN,
KH2PO4, Urea, Na2SO4. 10H2O, NH4Cl, CaCl2. 2H2O, NaHCO3 (Preetha, 2005).
2.3 Alat Uji
2.3.1 Mikroskop mikrograf (micrograph microscope)
Mikroskop mikrograf merupakan fotograf atau gambaran digital yang diambil
melalui mikoskop atau alat yang sama untuk menunjukkan pembesaran gambar.
menampilkan gambaran digital ke monitor. Mikroskop mikrograf biasanya memiliki
pengukur mikron atau pembesaran. Pembesaran merupakan rasio antara ukuran objek
pada gambar dengan ukuran sebenarnya. Akan tetapi, pembesaran merupakan suatu
parameter yang kurang dapat dipercaya. Untuk itu digunakan skala bar atau mikron
bar yang dapat menampilkan panjang objek sebenarnya pada gambar (Wikipedia,
2012). Gambar 2.6 menunjukkan gambar mikroskop mikrograf (Carl Zeiss
Microscopy, 2011).
Gambar 2.6 Mikroskop Mikrograf
2.3.2 Scanning electron microscope (SEM)
Scanning electron microscope (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang
menggambarkan permukaan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran
elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi
dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi
tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat lainnya seperti
mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya
memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi
spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu
zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi
emas/paladium, platinum, osmium, iridium,tungsten,chromium dan graphite (Lawes,
1987; REM, 2010).
Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali.
SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar
kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Lawes, 1987).
Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder
(secondary electrons), elektron yang memencar (back-scattered electrons (BSE)),
sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang
ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada
atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan
sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail
berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil (captured) secara digital dan
akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar
Gambar 2.7Cara Kerja SEM (REM Purdue University, 2010)
Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun.
Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, yang tetap dalam keadaan
vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa, yang memfokuskan sinar
turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan
dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered
electron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang
menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor
2.3.3 Energy dispersive x-ray (EDX)
Energy dispersive x-ray (EDX) adalah teknik mikroanalisis kimia yang
digabungkan dengan Scanning Electron Microscope (SEM). EDX merupakan suatu
alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan
pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang
dianalisa. Sistem ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu detektor sinar x yang
dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian
pengolahan getaran yang menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan
analisa yang menginterpretasikan data sinar x dan menampilkannya pada layar
komputer (Materials Evaluation and Engineering Inc, 2009).
Gambar 2.8 Alat SEM-EDX
Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa
kuantitatif, pemetaan elemen dan analisa profil garis (Materials Evaluation and
Engineering Inc, 2009). Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari
untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat
diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen
sampel (Materials Evaluation and Engineering Inc, 2009).
Spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu x yang
menggambarkan energi sinar x dan sumbu y menggambarkan intensitas seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2.9 (Russ, 1984).
Gambar 2.9 Spektrum EDX yang Menunjukkan Puncak dari K dan Ba
2.4 Landasan Teori
Penggunaan bahan restorasi resin komposit cukup diminati oleh para dokter
gigi untuk menggantikan struktur gigi yang hilang dan juga memiliki nilai estetis
yang lebih tinggi. Warna resin komposit dapat menyerupai warna gigi dan tahan
lama. Mikrohibrid dan nanohibrid adalah jenis resin komposit yang cukup sering
digunakan oleh dokter gigi. Kedua jenis resin ini memiliki kemampuan untuk dipoles
Resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid memiliki perbedaan ukuran
partikel filler. Resin komposit mikrohibrid memiliki dua jenis ukuran partikel filler
yaitu 0,2-3 µm dan ukuran partikel microfine 0,04 µm. Resin komposit nanohibrid
mengandung partikel filler berukuran nano dan partikel filler berukuran 0,2-3 µm.
Resin komposit merupakan bahan hasil gabungan matriks resin, bahan pengisi
(filler) dan bahan pengikat (coupling agent). Matriks resin dapat berupa monomer
bisphenol-A-glycidil methacrylate (bis-GMA) dan urethanedimethacrylate (UDMA).
Kedua monomer ini memiliki viskositas yang tinggi, sehingga ditambahkan monomer
diluent untuk mengurangi viskositasnya. Monomer diluent yang ditambahkan adalah
triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA). Filler dapat berupa silika atau quartz.
Jumlah filler yang terkandung di dalam resin komposit menentukan sifat fisis dan
mekanis bahan tersebut. Untuk menyatukan matriks organik dengan filler digunakan
silane sebagai coupling agent. Organosilane (3-methacriloxiprophyltrimethoxysilane)
adalah bahan coupling agent yang dipakai. Bahan silane ini mengandung dua gugus,
yaitu gugus yang berikatan dengan gugus hidroksil pada filler dan gugus metakrilat
yang berikatan dengan matriks resin. Selain ketiga bahan utama tersebut, resin
komposit juga mengandung inisiator, akselerator, inhibitor, bahan pigmen dan UV
absorber.
Pemakaian resin komposit di dalam mulut tentunya akan berkontak dengan
saliva, minuman dan makanan yang dikonsumsi. Resin komposit dapat menyerap
cairan mulut karena resin komposit memiliki sifat dapat menyerap air. Hal ini
filler yang terkandung dan metode polimerisasi. Resin komposit dengan ukuran
partikel filler yang lebih besar akan menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan
resin komposit yang memiliki ukuran partikel filler yang lebih kecil.
Penyerapan cairan pada resin komposit akan diikuti kelarutan beberapa
elemen resin komposit. Pada beberapa penelitian monomer sisa merupakan
komponen terlarut paling banyak yang dapat dideteksi di air. Selain monomer sisa,
elemen lain yang dapat terlarut adalah silika, boron, metakrilat, asam benzoat dan
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Umum :
Tidak ada penyerapan cairan dan kelarutan elemen pada bahan restorasi resin
komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama
2, 4, 6, dan 8 jam.
Hipotesis Khusus :
1. Tidak ada cairan yang terserap pada bahan restorasi resin komposit
mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6
dan 8 jam.
Resin Komposit
Mikrohibrid
Nanohibrid
- Lama penyinaran - Jarak penyinaran
Penyerapan Cairan Kelarutan
-Nilai serapan cairan (%) -Kedalaman penyerapan (µm) -Kecepatan penyerapan
(µm/jam)
-Perubahan komposisi -Gambaran