• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Epilepsi

Dalam dokumen Laporan Isi - Kompromis Medis (No Edit) (Halaman 57-64)

2) Faktor pencetus endokarditis bakterial

3.6. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Kelainan Neurologis 1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Alergi

3.6.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Epilepsi

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.

58 Metode Pemeriksaan

1. Pungsi Lumbar

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.

a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher) b. Mengalami complex partial seizure

c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)

d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.

f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia>18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

2. EEG (electroencephalogram)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

59 3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin. 4. Neuroimaging

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.

a. CT Scan, untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral

b. Magnetik resonance imaging (MRI)

c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

5. Pemeriksaan fisik

Inspeksi : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi, purpura, memar, pembengkakan. Palpasi : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada

abdomen.

Perkusi : perkusi pada bagian thorak dan abdomen. Auskultasi : bunyi jantung, suara napas, bising usus. 6. Pemeriksaan psikologis dan psikiatris

Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku (bihaviour disorders), gangguan emosi, hiperaktif.Hal ini harus mendapat perhatian yang wajar, agar anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.Hubungan antara penderita dengan orang tuanya juga perlu mendapat perhatian, yaitu apakah tyerdapat proteksi berlebihan, rejeksi atau overanxiety.Bila perlu dapat diminta bantuan dari psikolog atau psikiater.

60 Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler

2. Farmakoterapi

Anti konvulsion untuk mengontrol kejang. Jenis obat yang sering digunakan :

Obat Bentuk Kejang

Dosis mg/k gbb/h ari

1 Fenobarbital Semua bentuk kejang 3-8

2 Dilatin (difenilhidantoin) Semua bentuk kejang kecuali bangkitan petit mal, mioklonik atau akinetik.

5-10

3 Mysoline (primidon) Semua bentuk kejang kecuali petit mal

12-25

4 Zarotin (etosuksinit) Petit mal 20-60

5 Diazepam Semua bentuk kejang

0,2-0,5 6 Diamox (asetasolamid) Semua bentuk kejang 10-90

7 Prednison Spasme infantil 2-3

8 Dexametasone Spasme infantil

0,2-0,3

9 Adrenokortikotropin Spasme infantil 2-4

a. Phenobarbital (luminal).

Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah. b. Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

61 c. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.Tak berhasiat terhadap petit mal.Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

d. Carbamazine (tegretol).

Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.

e. Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal. f. Nitrazepam (Inogadon).

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus. g. Ethosuximide (zarontine).

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal h. Na-valproat (dopakene)

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.Efek samping mual, muntah, anorexia

i. Acetazolamide (diamox).

Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

62 Penatalaksanaan Epilepsi untuk Pasien Anak-anak

1. Penanganan saat kejang* Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV (Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

a. Turunkan demam :

Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.

Kompres ; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.

b. Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.

c. Penanganan sportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah.

2. Pencegahan Kejang* Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.

a. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.

Penatalaksanaan Epilepsi untuk Bumil

Mengingat banyaknya efek samping obat anti epilepsi dan komplikasi pada kehamilan, maka penanganan kehamilan dengan epilepsi meliputi:

a. Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi.

Kadar obat anti epilepsi dalam darah sebaiknya selalu dikontrol setiap bulan sebelum terjadinya kehamilan sehingga penyesuaian dosis pada saat kehamilan bisa dilakukan. Disini perlu kerjasama dengan ahli farmakologi klinik.

63 b. Penyuluhan pada wanita penyandang epilepsi usia remaja sebelum konsepsi mengenai:

1) Risiko akibat timbulnya serangan selama kehamilan seperti perdarahan, eklampsia dan prematuritas.

2) Risiko obat anti epilepsi pada janin, yaitu timbulnya malformasi dan gangguan perkembangan.

3) Risiko timbulnya serangan kejang pada anak (kejang neonatal, kejang tanpa demam dan epilepsi), termasuk adanya prediposisi genetik pada bayi bila orang tuanya menderita epilepsi.

c. Masa Pra Konsepsi

1) Melakukan evaluasi terhadap kontrasepsi KB yang dipergunakan 2) Melakukan evaluasi terhadap obat anti epilepsi yang dipergunakan.

3) Melakukan evaluasi kembali mengenai diagnosis epilepsinya atau bukan epilepsi (kejang nonepilepsi, sinkop atau suatu sindroma lain).

4) Mencoba menghentikan obat anti epilepsi pada yang telah bebas kejang 2-3 tahun.

5) Berusaha menggunakan monoterapi dengan dosis terendah yang efektif, bila memungkinkan merubah dari politerapi ke monoterapi serta ditambah multivitamin dengan suplementasi asam folat. Asam folat harus diberikan minimal 4 minggu sebelum konsepsi. Bila terdapat riwayat neural tube defect dalam keluarga maka valproat dan karbamazepin sebaiknya dihindari.

d. Masa Post Konsepsi

1) Berikan cukup perhatian terhadap semua keluhan dan anjurkan istirahat yang cukup, karena kedua faktor ini sering menimbulkan peningkatan atau kambuhnya serangan. Jangan menghentikan atau mengganti obat anti epilepsi tanpa sepengetahuan dokter.

2) Mengukur kadar obat anti epilepsi bebas setiap trimester untuk menyesuaikan dosis obat, terutama pada bulan terakhir dan menjelang persalinan untuk mencegah timbulnya kejang pada waktu bersalin. Selanjutnya pemeriksaan obat anti epilepsi ini harus diikuti sampai

64 minggu ke-8 postpartum karena kadarnya dapat meningkat dan menimbulkan toksisitas.

3) Pemeriksaan USG untuk deteksi adanya kelainan janin (spina bifida, defek jantung atau ekstremitas).

4) Vitamin K (20 mg/hari) harus diberikan 3 minggu sebelum masa persalinan sampai persalinan untuk mencegah perdarahan pada neonatal. e. Masa Post Partum

1) Dokter spesialis anak atau saraf anak yang mengobservasi harus waspada terhadap timbulnya perdarahan neonatus dan gejala drug withdrawal terutama pada ibu yang minum phenobarbital. Lalu dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan adanya gangguan perkembangan, terutama pada anak yang ibunya menderita epilepsi yang sukar diatasi.

2) Pada umumnya ibu dapat menyusui bayinya namun bila terlihat efek sedasi, gangguan minum dan menurunnya berat badan bayi maka dianjurkan untuk memperpendek pemberian ASI tersebut. Penghentian obat anti epilepsi jangan berlangsung mendadak karena dapat menimbulkan kejang pada neonatal.

Dalam dokumen Laporan Isi - Kompromis Medis (No Edit) (Halaman 57-64)

Dokumen terkait