• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Isi - Kompromis Medis (No Edit)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Isi - Kompromis Medis (No Edit)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keadaan sistemik pasien sebelum dilakukan perawatan gigi sangat penting untuk diperhatikan.S ebelum melakukan suatu perawatan gigi pada pasien, sebagai dokter gigi hendaknya memperhatikan keadaan kondisi tubuh pasien sebelum datang maupun pada saat datang dengan menganamnesa contohnya untuk mengetahui penyakit yang pernah dialami atau yang sedang dialami pasien. Dengan anamnesa, dokter gigi bisa waspada dan hati – hati saat perawatan gigi pasien serta dapat memikirkan tindakan yang cepat dan tepat bila kemungkinan terburuk yang terjadi disaat pertengahan perawatan gigi pasien. Untuk itu dokter gigi harus mengetahui dan memahami segala macam penyakit serta tindakan dokter gigi dari tiap – tiap penyakit yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

1) Apa saja perawatan pada pasien compromise medis?

2) Apa saja macam-macam penyakit sistemik yang tergolong compromised medic dan bagaimana penatalaksanaannya di kedokteran gigi?

3) Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada kasus di skenario? 4) Apa rencana perawatan dan penatalaksanaan pada kasus di skenario?

1.3. Tujuan

1) Mengetahui perawatan pada pasien compromise medis

2) Mengetahui dan memahami macam-macam penyakit sistemik yang tergolong compromised medic dan penatalaksanaannya di kedokteran gigi 3) Mengetahui dan memahami pemeriksaan yang dilakukan pada kasus di

skenario

4) Mengetahui dan memahami rencana perawatan dan penatalaksanaan pada kasus di skenario

(2)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Medical Compromised adalah suatu keadaan pasien dengan kelainan fisik atau psikis sehingga dalam penanganan medis membutuhkan perhatian dan tindakan khusus agar tindakan yang dilakukan dalam kedokteran gigi tidak merugikan dan membahayakan pasien.

Tujuan dilakukannya Medical Compromised antara lain: a. Menstabilkan keadaan pasien

b. Mengurangi rasa nyeri dan cemas serta ketidaknyamanan pasien

c. Memberikan perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat lebih berhati-hati dengan adanya kondisi sistemik pasien

d. Untuk dapat melanjutkan perawatan gigi yang dikeluhkan oleh pasien e. Mengantisipasi dan mengendalikan situasi saat pemeriksaan dan perawatan

Penyakit dan kelainan yang berhubungan dengan Medical Compromised yang memiliki peranan penting dalam mempertimbangkan rencana perawatan dalam Kedokteran Gigi, antara lain : kelainan perdarahan, kelainan ginjal, kelainan pernapasan, kelainan jantung, kelainan saraf, dan kelainan hormone.

A. Diabetes Mellitus

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimptomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dapat pula gejala diabetes mellitusnya lebih nyata dan timbul mendadak serta dramatis sekali (Noer,Sjaifoellah,dkk.1996).

(3)

3 Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :

1. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.

2. Diabetes mellitus tipe 2, Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

3. Diabetes mellitus type lain, biasanya diabetes tipe ini dikarrenakan beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik 4. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama

kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

Etiologi

1. Diabetes tipe I :

o Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

(4)

4 o Faktor-faktor imunologi, adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

o Faktor lingkungan, virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

2. DiabetestipeII.

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :

o Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

o Obesitas

o Riwayat keluarga

Patofisiologi

Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baker. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport

(5)

5 glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).

Patofisiologi DM tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat, adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

Patofisiologi DM tipe 2

Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk hiperglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor berikut ini turut berperan :

(6)

6  Obesitas terutama sentral.

 Diet tinggi lemak rendah karbohidrat.  Tubuh yang kurang aktivitas.

 Faktor keturunan.

Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine.

Gejala Diabetes Mellitus

Tiga serangkai gejala klasik diabetes meliitus (kencing manis) adalah: 1. polyuria (sering kencing)

2. polydipsia (rasa haus/dahaga) 3. polyphagia (rasa lapar meningkat)

Gejala lain yang juga sering terjadi adalah: 1. Mudah lelah/capek

2. Rasa mengantuk 3. Kaki terasa gatal-gatal 4. Kami gampang kesemutan 5. Mata agak rabun

6. Luka susah sembuh 7. Berat badan turun

B. Hepatitis

Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Kebanyakan kasus hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh salah satu dari antigen berikut : virus hepatitis A, agen penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius); virus hepatitis B, penyebab hepatitis virus B (hepatitis serum); virus hepatitis C, agen penyebab hepatitis C (penyebab sering hepatitis pascatransfusi); atau virus hepatitis E, agen hepatitis yang ditularkan secara enterik. Virus lain yang menjadi penyebab hepatitis yang tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan agen yang teslah diketahui dan penyakit yang terkait dinyatakan sebagai hepatitis non A-E. Dan ada juga hepatitis F dan

(7)

7 hepatitis G. Virus lain yang telah diketahui sifatnya dapat menyebabkan hepatitis sporadik, seperti virus demam kuning, sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks, virus rubela dan enterovirus. Virus hepatitis menyebabkan peradangan akut, memberikan gejala klinis penyakit berupa demam, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah serta ikterus.

Hepatitis A

Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.Masa inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A

Hepatitis B

Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.Mengenai hepatitis C akan kita bahas pada kesempatan lain.

(8)

8 Hepatitis D

Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif.

Hepatitis E

Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.

Hepatitis F

Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.

Hepatitis G

Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum suntik.

Virus Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E Famili Picornaviridae Hepadnaviridae Flaviviridae Tidak

digolongkan

Tidak digolongkan Genus Hepatovirus Orthohepadnavir

us

Hepacivirus Deltavirus Seperti hepatitis E Virion Ikosahedral Sferis Sferis Sferis Ikosahedral Selubu

ng

Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada

(9)

9 C. Asma

Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Penyakit Asma paling banyak ditemukan di negara maju, terutama yang tingkat polusi udaranya tinggi baik dari asap kendaraan maupun debu padang pasir.

D. Angina Pektoris

Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)

Etiologi

1. Ateriosklerosis 2. Spasme arteri koroner 3. Anemia berat

4. Artritis

5. Aorta Insufisiensi

Gambaran Klinis

1) Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.

2) Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).

3) Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit. 4) Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.

(10)

10 5) Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,

palpitasi, dizzines.

6) Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik. 7) Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

E. Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan padat penduduk, di buktikan dengan penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas pada penderita TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.

(Zulkifli amin, 2006)

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara berkembang tapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju. 2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk duniadan

perubahan struktur usia manusia yang hidup.

3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk golongan miskin.

4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.

5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.

6. Adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia. (Zulkifli amin, 2006)

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Secara

(11)

11 epidemologi Mycobacterium tuberculosis complex dapat di golongkan menjadi: 1.Mycobacterium tuberculosae, 2. Varian asia, 3. Varian african I, 4. Varian african II, 5. M. Bovis.

(Zulkifli amin, 2006)

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak(lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanna. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan fisis dan kimia. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan berthun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi penyakit tuberkulosis yang aktiv kembali.

(Zulkifli amin, 2006)

Dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit initraselular yakni dalam sitoplasma dari makrofag. Makrofag yang semula memfagosit malah sesuai sebagai tempat perkembangan karena sitoplasmanya banyak mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Zulkifli amin, 2006)

Klasifikasi Tuberkulosis 1. Pembagian secara patologis:

- Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis) - Tubrrkulosis sekunder (adult tuberculosis) 2. Pembagian secara radiologis:

- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu atau kedua paru, tetapi jumlahnya tidk melebihi satu lobus paru.

(12)

12 - Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas yang tidak melebihi 4cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak melebihi dari satu bagian paru. Bila bayangan kasar tidak melebihi sepertiga bagian satu paru.

- Far advanced tuberkulosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

3. Pembagian menurut WHO 1991, berdasarkan terapinya:  Kategori I, dengan kasus sputum positif dan TB berat

 Kategori II, dengan kasus kambuhan dan kasus gagal dengan sputum BTA positif

 Kategori III, dengan kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yangdisebut dalam kategori I  Kategori IV, untuk TB kronis.

(Zulkifli amin, 2006)

Gejala Klinis

a. Demam. Menyerupai demam influenza yang kambuhan

b. Batuk/ batuk berdarah. Batuk yang terjadi merupakan suatu respon untuk mengeluarkan bahan-bahan peradangan. Batuk terjadi akibat iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk non-produktif hingga munculnya peradangan yang menjadi batuk produktif dengan sputum. Saat keadaan yang lanjut batuk darah dapat terjadi karena terbentuknya kavitas, kavitas yang terjadi akan merobek pembuluh darah.

c. Sesak napas. Akan ditemukan saat infiltrasi pada setengah dari paru. d. Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan tapi dapat terjadi saat infiltrasi

telah mencapai pleura dan terjadi pleuritis. Hal ini menyebabkan kedua pleura terjadi gesekan saat mengembang.

e. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang ditemukan dapat berupa anoreksia, badan yang makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat saat malam.

(13)

13 F. Hemofilia

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.

Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.

Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.

Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : - Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :

- Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.

- Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

- Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama :

- Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada

- Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

(14)

14 Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang.

Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia). Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.

Tingkatan Hemofilia

Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :

Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah

Berat Kurang dari 1% dari jumlah normalnya Sedang 1% - 5% dari jumlah normalnya

Ringan 5% - 30% dari jumlah normalnya

Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.

G. Leukemia

Produksi sel darah yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen. Hal ini menyebabkan

(15)

15 leukemia, yang biasanya ditandai dengan sel darah putih abnormal yang sangat meningkat dalam sirkulasi darah. (Guyton & Hall, 2007)

Tipe Leukemia

Leukemia dibagi menjadi dua tipe umum : Leukemia Limfosit dan Leukemia Mielogenosa. Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh lainnya. Tipe leukemia yang kedua, leukemia mielogenosa, dimulai dari produksi sel mielogenosa muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sel darah putih diproduksi di banyak organ ekstramedular-terutama di nodus limfe, limpa, dan hati.

Pada leukemia mielogenosa, kadang-kadang proses yang bersifat kanker itu memproduksi sel yang berdiferensial sebagian, menghasilkan apa yang disebut dengan leukemia netrofilik, leukemia eosinofilik, leukemia basofilik, atau leukemia monositik. Namun yang lebih sering terjadi adalah sel leukemia dengan bentuk yang aneh dan tidak berdiferensiasi serta tidak identik dengan sel darah putih yang normal apapun. Biasanya semakin sel tidak berdiferensiasi, maka leukemia yang terjadi semakin akut, dan jika tidak diobati sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa bulan. Pada beberapa sel yang lebih berdiferensiasi, prosesnya dapat berlangsung kronik, kadang-kadang begitu lambatnya sampai lebih dari 10 hingga 20 tahun. Sel leukemia, khususnya sel yang sangat tidak berdiferensiasi, biasanya tidak berfungsi memberikan perlindungan normal terhadap infeksi. (Guyton & Hall, 2007)

Pengaruh Leukemia Terhadap Tubuh

Efek pertama leukemia adalah pertumbuhan metastatik sel leukemik di tempat yang abnormal dari tubuh. Sel leukemik dari sumsum tulang dapat berkembang biak sedemikian hebatnya sehingga dapat menginvasi tulang di sekitarnya, menimbulkan rasa nyeri dan, pada akhirnya tulang cenderung mudah fraktur.

(16)

16 Hampir semua sel leukemia akan menyebar ke limpa, nadus limfe, hati, dan daerah pembuluh darah lainnya, tanpa menghiraukan leukemia itu berasal dari sumsum tulang atau nodus limfe. Efek umum dari leukemia adalah timbulnya infeksi, anemia berat, dan kecenderungan untuk berdarah karena terjadi trombositopenia (kekurangan trombosit). Berbagai pengaruh ini terutama diakibatkan oleh penggantian sel normal di sumsum tulang dan sel limfoid oleh sel leukemik yang tidak berfungsi.

Akhirnya, pengaruh leukemia yang paling penting pada tubuh adalah penggunaan bahan metabolik yang berlebihan oleh sel kanker yang sedang tumbuh. Jaringan leukemik memproduksi kembali sel-sel abru dengan begitu cepat, sehingga timbul dengan kebutuhan makanan yang besar sekali dari cadangan tubuh, khususnya asam amino dan vitamin. Akibatnya, energi pasien jadi sangat berkurang, dan penggunaan asam amino yang berlebihan khususnya menyebabkan jaringan protein tubuh yang normal mengalami kemunduran yang cepat. Jadi, sewaktu jaringan leukemik tumbuh, jaringan lain akan melemah. Setelah mengalami kelaparan metabolik yang berkepanjangan, hal ini sudah cukup untuk menyebabkan kematian. (Guyton & Hall, 2007)

H. Anemia

I. Anemia defisiensi hematin 1. Defisiensi besi

Defisiensi besi adalah penyebab dasar pada 500 juta kasus anemia di seluruh dunia. Besi dari makanan diabsorbsi di usus halus bagian atas. Besi ditransportasikan dalam darah oleh transferin dan disimpan dalam bentuk terikat dengan feritin.

Penyebab defisiensi besi adalah kehilangan darah dari slauran pencernaan atau saluran urogenital. Kebutuhan besi yang meningka pada kehamilan dapat menyebabkan defisiensi besi maternal. Defisiensi besi memiliki gambaran klinis penting yang berkaitan dengan anemia yaitu lelah, sesak napas, kaki dan pergelangan kaki bengkak, membran mukosa pucat dan yang lebih sering terjadi defisiensi dalam jaringan (stomatitis angularis, glositis).

(17)

17 Defisiensi besi dicurigai jika ditemukan anemia mikrositik(sel darah merah berukuran kecil) dan hipokrom( sel darah merah dengan kadar hemoglobin berkurang). Kadar besi dan feritin dalam serum rendah dan kapasitas ikat besi total (transferin)tinggi. Feritin merupakan protein fase akut yang kadarnya bisa normal atau meningkat pada pasien dengan inflamasi, keganasan, penyakit hati, walaupun terdapat defisiensi besi. Pemeriksaan yang yang lebih spesifik untuk memastikan defisiensi besi adalah kadar reseptor trasferin dalam serum yang meningkat pada defisiensi besi

2. Defisiensi vitamin B12

Penyebab defisiensi vitamin B12 di Inggris paling sering adalah anemia pernisiosa dan penyebab lainnya antara lain adalah malabsorbsi vit B12 pada ileum terminal. Dimana anemia jenis ini menyerang usia sekitar 60 tahun. Pada anemia pernisiosa terdapat antibodi antara lain :

 Sel parietal lambung, sehingga mengakibatkan gastritis autoimun dan mengurangi sekresi faktor intrinsik

 Faktor intrinsik, sehingga mencegah terjadinya pengikatan vitamin B12

Defisiensi vitamin B12 memilki gambaran klinis seperti gejala anemia pada umumnya yaitu ikterus ringan, glositis, dan penurunan berat badan. Anemia pernisiosa merupakan penyakit autoimun dan oleh karena penyakit autoimun lainnya seperti vitiligo serta gangguan neurologis.

Sebagain besar pasien mengalami anemia makrositik dengan sumsum tulang megaloblastik (adanya hambatan pematangan prekursor sle darah merah), trombositopenia sedang/ringan dan leukopenia sering ditemukan. Pada defisiensi B12 ini ditemukan kadar vitamin B12 seru rendah dan ditemukan antibodi terhadap faktor intrinsik.

(18)

18 3. Defisiensi folat

Defisiensi folat merupakan penyebab umum anemia makrositik. Folat terdapat dalam jumlah yang banyak pada sayur berwarna hijau dan diabsorbsi terutama pada usus halus bagian atas. Defisiensi folat dapat terjadi akibat :

 Defisiensi dalam diet

 Malabsorbsi, seperti pada penyakit seliaka

 Kebutuhan yang meningkat drastis, misalnya pada anemia hemolitik

 Kebutuhan yang meningkat, misalnya pada kehamilan  Obat antagonis folat, seperti metotreksat

Adanya anemia makrositik yang disertai rendahnya kadar folat dalam sel darah merah dan serum menegakkan diagnosis dan sumsung tulang terliat megaloblastik.

II. Anemia hemolitik

Pada anemia hemolitik, masa hidup sel darah merah lebih pendek daripada sel darah merah normal yang dapat hidup sampai 120 hari. Walaupun sumsung tulang dapat meningkatkan produksi sel darah merah sampai tujuh kali, namun jumlah ini tetap tidak mencukupi dan terjadilah anemia. Peningkatan sedemikian besarnya pada produksi sel darah merah meningkatkan kebutuhan folat yang jika tidak terpenuhi dapat memicu terjadinya defisiensi folat. Hemolisis dapat terjadi kongenital maupun didapat Gambaran klinis yang umum adalah pucat, ikterus, splenomegali yang bervariasi.

Kelainan pemeriksaan laboratorium pada hemolisis menunjukkan tanda-tanda peningkatan jumlah sel darah merah yang dihancurkan :

 Peningkatan jumlah bilirubin plasma yang tidak terkonjugasi  Peningkatan kadar laktat dehidrogenase plasma yang telah

dilepaskan dari sel darah merah yang rusak

 Kadar haptoglobin plasma yang rendah atau tidak ada sama sekali 1. Anemia hemolitik herediter, penyebabnya antara lain :

(19)

19 Penyakit dominan autosomal ini menghasilkan membran sel darah merah yang abnormal dan biasanya timbul pada masa kanak-kanak dengan pucat dan seranga ikterus. Dan biasanya terdapat dalam riwayat keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan sferosit(sel darah merah yang berukuran kecil, sferis, berwarna gelap tanpa ada daerah pucat di tengah) tepatnya pada apus darah.

Defisiensi enzim sel darah merah

Defisiensi dari hampir enzim apapun yang terlibat dalam metabolisme glukosa sel darah merah dapat mengakibatkan anemia hemolitik. Penyebab yang paling pentig adalah defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase dan defisiensi piruvat kinase. Sebagian orang dengan defisiensi G6PD ini biasanya asimptomatik sampai terjadi serangan hemolitik akut yang dipicu oleh infeksi dan jenis obat.

Defisiensi piruvat kinase

Merupakan penyakit resesif autosomal yang jarang terjadi. Gambaran klinis dapat bervariasi namun kebanyakan timbul pada masa kanak-kanak dengan anemia dan ikterus. Splenomegali biasanya hanya ringan. Ditemukan anemia hemolitik ”prickle cells” yang aneh pada darah dan penurunan aktifitas PK yang signifikan pada sel darah merah.

2. Anemia hemolitik didapat, penyebabnya antara lain : Purpura trombositopenik trombotik (TTP)

Ditandai dengan adanya fragmen sel darah merah pada apus darah, trombositopenia, kelainan neurologis, gangguan ginjal dan demam.Adanya kerusakan sel endotel dan agregasi trombosit merupakan patogenesis penyakit purpura trombositopenik trombotik.

Sindrom uremik hemolitik

Ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia dan gangguan ginjal. Etioloinya sering tidak diketahui namun yang paling sering adalah E.coli.

(20)

20 Hemolisis kardiak

Ini biasanya terjadi setelah penggunaan katup jantung prostetik dan disebabkan oleh kebocoran kecil di sekitar katup. Pasien mengalami anemia dan apus darah ditemukan fragmentasi sel darah

II. Anemia hemolitik autoimun

Anemia hemolitik autoimun dapat disebabkan oleh antibodi panas atau dingin. Gambaran klinisnya adalah kelelahan, letargi, kadang terjadi gagal jantung. Splenomegali sering ditemukan. Selain gambaran klinis hemolisis, pada apus darah ditemukan sferosit dan pada beberapa kasus ditemukan aglutinasi sel darah merah.

Hemolisis yang dimediasi antibodi panas

Biasanya diakibatkan pengikatan sel darah merah oleh IgG yang menyebabkan fagositosis di limpa. Penyebabnya antara lain :

 Idiopatik

 Penyakit limfoproliferatif  Penyakit autoimun  Penyakit inflamasi usus  Obat-obatan

Hemolisis yang dimediasi antibodi dingin

Biasanya IgM dapat bersifat poliklonal dan timbul sebagai kosekuensi dari infeksi atau bersifat monoklonal pada penyakit limfopriliferatif atau keadaan idiopatik-penyakit hemaglutinin dingin

Hemoglobinuria paroksismal dingin

Kelainan yang jarang terjadi ini biasanya sembuh dengan sendirinya, paling sering ditemukan pada anak-anak dan sering didahului oleh riwayat penyakit akibat virus. Penyebabnya adala antibodi dingin IgG poliklonal. (Davey, 2005 :304-309)

(21)

21 I. AIDS

Etiologi dan patogenesis

Acquired Immunodeficiency Syndrome yang lebih dikenal dengan singkatannya : AIDS, adalah sindrom (kumpulan gejala) yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat. Keadaan ini bukan suatu penyakit, melainkan kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme serta timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan/kekebalan tubuh penderita (Kurniati,1993).

Virus penyebab sindrom AIDS termasuk golongan retrovirus dengan genetik RNA, yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) tipe 1 dan tipe 2 (HIV1 dan HIV2). HIV1 telah meluas ke seluruh dunia, sedangkan HIV2 terutama di jumpai di Afrika Barat. HIV adalah partikel ikosahedral bertutup (envelope) dengan Ukuran .100–140 nanometer, berisi sebuah inti padat elektron. Envelope terdiri atas membran luar yang berasal dari sel host yang terbentuk ketika virus bersemi pada sel-sel yang terinfeksi. Penonjolan membran adalah jonjot-jonjot glikoprotein (gp 120) yang dilekatkan ke partikel virus oleh glikoprotein transmembran (gp41). Protein (p18) menutupi seluruh permukaan internal (kurniati,1993).

Membran. Protein inti (p 24) mengelilingi dua turunan rantai tunggal genome RNA dan beberapa turunan enzim reverse transcriptase. HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan mengadakan aksi perlawanan, kemudian melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada dalam limfosit, virus lalu dikenal oleh sel-sel limfosit T jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3 proses patologi : 1) Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi reseptor T-helper

(CD4) dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 dapat mengenal HIV dengan baik, virus telah melumpuhkannya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang memberi nama penyakit menjadi AIDS, atau "sindrom kegagalan kekebalan yang didapat".

2) Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang diintegrasikan dengan DNA T-helper lalu ikut berkembang biak.

(22)

22 3) Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan sel T4 sehingga reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat/sel yang lain, sekaligus memindahkan HIV. Akibatnya infeksi virus berlangsung terus tanpa diketahui tubuh.

Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di dalam darah dan sekret genital, baik secara intrasel maupun ekstraselulero. Penularan secara pasti diketahui melalui cara-cara :

1) Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan heteroseksual) yang tidak aman, yaitu berganti-ganti pasangan, sepertipada promiskuitas. Penyebaran secara ini merupakan penyebab 90% infeksi baru di seluruh dunia. Penderita penyakit menular seksual terutama ulkus genital, menularkan HIV 30 kali lebih mudah dibandingkan orang yang tidak menderitanya.

2) Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misalnya pada pengguna narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang tidak meinperhatikan sterilitas, mempergunakan produk darah yang tidak bebas HIV, serta petugas kesehatan yang merawat penderita HIV/AIDS secara kurang hati-hati.

3) Perinatal, yaitu dari ibu yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya. Transmisi HIV-I dari ibu ke janin dapat mencapai 30%, sedangkan HIV-2 hanya 10%. Janin perempuan lebih mudah terkena infeksi dibandingkan janin laki-laki. Penularan secara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau saat

(23)

23 persalinan. Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan/ atau jumlah reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi. Ternyata HIV masih mungkin ditularkan melalui air susu ibu.

Infeksi HIV primer

Sebagian besar orang yang terkena infeksi HIV tidak menampakkan gejala klinis (asimtomatik). Dalam perkembangannya, 30% di antaranya akan menjadi AIDS` dan 40% lainnya berkembang menjadi AIDS-related complex (ARC). Sekitar 20% yang terinfeksi lainnya akan mengalami gejala. Infeksi primer, yaitu setelah melalui masa inkubasi selama 3–6 minggu. Timbul gejala akut yang menyerupai influensa, mononukleosis atau meningitis aseptik. Tanda-tanda berupa demam, rigor, kelemahan, kelelahan, nyeri tenggorokan dan otot serta persedian, nafsu makan berkurang, sakit kepala, kaku leher, fotofobia, mual, diare dan nyeri abdomen. Kelainan kulit tampak seperti gambar infeksi virus akut berupa urtikaria akut, eksantem- infeksiosa atau enantem. Eksantem timbul di palmar, plantar atau batang tubuh. Lesi individual dapat keratotik atau hemoragik. Di rongga mulut dapat terjadi erosi, ulkus palatum dan esofagus, glossitis, kandidosis orofarings, juga erosi genital. Kadang-kadang terjadi sindrom hipereosinofilik dengan gejala lesi-lesi papular, papulovesikular atau pustul yang gatal.

Perjalanan penyakit setelah infeksi HIV primer

Penderita infeksi HIV primer simtomatik yang berlanjut sampai 14 hari atau lebih, prognosisnya akan lebih buruk dibandingkan infeksi asimtomatik atau infeksi primer ringan. Kemungkinan berkembang menjadi AIDS dalam 3 tahun sebesar 78%, sedangkan yang asimtomatik atau dengan gejala ringan kemungkinannya sebesar 10%. Setelah infeksi primer berlangsung, keadaan akan menjadi lanjut. Beberapa kasus berkembang menjadi persistent generalized lymphadenopathy (PGL) disertai gejala-gejala konstitusional. Keadaan PGL ditandai dengan pembesaran limpa, pembesaran kelenjar-kelerijar getah bening secara menyeluruh, infeksi-infeksi bakteri, jamur dan virus yang terutama

(24)

24 mengenai kulit, kuku, saluran cerna dan perianal, dan sering terjadi kerusakan susunan saraf pusat. Sejumlah 4–5% penderita PGL dapat berlanjut menjadi asimtomatik. Sebagian besar lainnya berkembang menjadi AIDS-related complex (ARC) atau ke arah fullblown AIDS. Untuk menjadi AIDS, perkembangan infeksi HIV melalui hubungan seksual lebih cepat terjadi dibandingkan yang ditularkan melalui transfusi darah.

AIDS-related complex (ARC)

Kriteria diagnosis ARC ditandai dengan terdapatnya dua atau lebin gejala/tanda konstitusional yang menetap sekurangkurangnya 3 bulan, dan basil laboratorium abnormal minimal 2 macam, tanpa disertai gejala infeksi oportunistik. Tanda-tanda tersebut meliputi :

• Suhu badan meningkat 38°C atau lebih, yang berlangsung secara kontinu atau intermitten

• Penurunan berat badan 10% atau lebih • Kelelahan sampai membatasi aktivitas fisik • Banyak keringat pada malam hari.

Full-blown AIDS

AIDS yang berkembang sempurna ditandai dengan gejala AIDS-related complex, infeksi oportunistik, sarkoma Kaposi, limfoma sel B, ensefalopati yang resisten terhadap terapi, lebih memperberat penyakit penderita. Dapat timbul pula kelainankelainan kulit dengan gambaran seperti infeksi HIV primer. Pada saat bersamaan, banyak pula orang yang mengalami keadaan PGL progresif, ARC dan/atau AIDS.

Manifestasi kulit infeksi Human Immunodeficiency Virus 1) Neoplasma

Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi keganasan yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS. Penyakit yang disebabkan oleh

(25)

25 Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul, berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita AIDS.

2) Infeksi virus sebagai komplikasi infeksi HIV

Virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2, serta Cytomegalovirus merupakan infeksi yang tersering menumpangi imunodefisiensi yang disebabkan HIV. Virus lainnya adalah Varicellazoster virus, Epstein-Barr virus, Human papilloma virus, morbilli oleh karena vaksinasi.

3) Infeksi Bakteri

Infeksi bakteri yang sering dijumpai berasal dari Stafilokokus aureus, angiomatosis basiler, mikobakteriosis serta sifilis.

4) Infeksi Jamur

Candidiasis (Kandidosis) orofaring yang disebabkan oleh Candida albicans, adalah infeksi jamur yang tersering menumpangi infeksi HIV, yaitu sekitar 90%. Jamur lainnya berupa Pityrosporum, Dermatophytosis, Mikosis superfisialis lain (Trichosporosis, dan lain-lain), serta mikosis profunda terutama Cryptococcosis disseminata.

5) Infeksi Arthopoda

Skabies yang berbentuk Norwegian scabies serta Demodicodosis, merupakan infestasi yang sering dijumpai pada penderita infeksi HIV.

6) Infeksi Protozoa

Pneumonia Pneumocystis carinii merupakan infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS. Penyebabnya adalah Pneumocystis carinii, suatu mikroorganisme yang hidup di sekitar kita. Di ekstrapulmonar dapat timbul di telinga sebagai massa polipoid atau menyebabkan gangren pada

(26)

26 kaki. Infeksi protozoa lainnya adalah Leishamaniasis dan Toxoplasmosis pada kulit.

7) Erupsi Papuloskuamosa

Penyakit papuloskuamosa yang banyak dijumpai pada penderita infeksi HIV berupa dermatitis seboreik dan psoriasis.

8) Erupsi Papular

Keadaan yang sering dijumpai berupa erupsi papular AIDS dan folikulitis eosinofilik.

9) Penyakit Vaskular

Purpura trombositopenik, vaskulitis, granulomatosis limfomatoid dan pseudotrombo-flebitis hiperalgesik, cukup banyak dijumpai pada penderita infeksi HIV.

10) Gangguan-gangguan lain

Fenomena autoimun yang meningkat, perubahan-perubahan pada rambut dan kuku, kelainan dalam rongga mulut seperti oral hairy leukoplakia, peningkatan frekuensi reaksi alergi obat serta beberapa penyakit kulit lainnya lebih mudah terjadi pada penderita dengan infeksi

J. Epilepsi

Epilepsy adalah penyakit otak dimana kelompok-kelompok dari sel-sel syaraf, atau neuron-neuron, dalam otak adakalanya memberi sinyal secara abnormal. Neuron-neuron normalnya menghasilkan impuls-impuls electrochemical yang bekerja pada neuron-neuron, kelenjar-kelenjar, dan otot-otot lain untuk memproduksi pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan aksi-asi manusia. Pada epilepsy, pola yang normal dari aktivitas neuron menjadi terganggu, menyebabkan sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan kelakuan-kelakuan yang aneh, atau adakalanya kekejangan-kekejangan, spasme-spasme otot, dan kehilangan kesadaran. Sewaktu seizure, neuron-neuron mungkin menembak sebanyak 500 kali per detik, jauh lebih cepat daripada normal. Pada beberapa orang-orang, ini terjadi hanya adakalanya; untuk yang lain-lain, ia mungkin terjadi sampai ratusan kali per hari.

(27)

27 Lebih dari 2 juta orang di Amerika -- kira-kira 1 dalam 100 -- telah mengalami seizure yang tak beralasan atau telah didiagnosa dengan epilepsy. Untuk kira-kira 80 persen dari mereka yang didiagnosa dengan epilepsy, seizure-seizure dapat dikontrol dengan obat-obat modern dan teknik-teknik operasi. Bagaimanapun, kira-kira 25 sampai 30 persen dari orang-orang dengan epilepsy akan terus menerus mengalami seizure-seizure bahkan dengan perawatan terbaik yang tersedia. Dokter-dokter menyebut situasi ini epilepsy yang keras kepala. Mempunyai seizure tidak perlu berarti bahwa seseorang mempunyai epilepsy. Hanya ketika seseorang telah mempunyai dua atau lebih seizure-seizure ia dipertimbangkan mempunyai epilepsy.

Epilepsy tidak menular dan tidak disebabkan oleh penyakit mental atau keterbelakangan mental. Beberapa orang-orang dengan keterbelakangan mental mungkin mengalami seizure-seizure, namun seizure-seizure tidak perlu berarti orang itu mempunyai atau akan mengembangkan gangguan mental. Banyak orang-orang dengan epilepsy mempunyai kecerdasan yang normal atau diatas rata-rata. Orang-orang terkenal yang diketahui atau didesas-desuskan telah mempunyai epilepsy termasuk penulis Rusia Dostoyevsky, philosopher Socrates, military general Napoleon, dan penemu dari dinamit, Alfred Nobel, yang menegakan Nobel Prize. Beberapa pemenang medali Olympic dan atlit-atlit lain juga telah mempunyai epilepsy. Seizure-seizure adakalanya menyebabkan kerusakan otak, terutama jika mereka parah. Bagaimanapun, kebanyakan seizure-seizure kelihatannya tidak mempunyai efek yang merugikan pada otak. Segala perubahan-perubahan yang terjadi biasanya lembut/halus, dan ia seringkali tidak jelas apakah perubahan-perubahan ini disebabkan oleh seizure-seizure sendiri atau oleh persoalan yang mendasarinya yang menyebabkan seizure-seizure.

Sementara epilepsy sekarang ini tidak dapat disembuhkan, untuk beberapa orang-orang ia akhirnya hilang. Satu studi menemukan bahwa anak-anak dengan idiopathic epilepsy, atau epilepsy dengan sebab yang tidak diketahui, mempunyai 68 sampai 92 persen kesempatan menjadi bebas seizure pada 20 tahun setelah diagnosis mereka. Keganjilan-keganjilan menjadi bebas dari seizure adalah tidak sebaik untuk kaum dewasa atau untuk anak-anak dengan sindrom-sindrom

(28)

28 epilepsy yang parah, namun meskipun demikian adalah mungkin bahwa seizure-seizure mungkin berkurang atau bahkan berhenti melalui waktu. Ini lebih mungkin jika epilepsy telah terkontrol dengan baik dengan obat-obat atau jika orang itu telah mempunyai operasi epilepsy.

Penyebab Epilepsy

Epilepsy adalah penyakit dengan banyak sebab-sebab yang mungkin. Apa saja yang mengganggu pola normal dari aktivitas neuron -- dari penyakit sampai kerusakan otak sampai perkembangan otak yang abnormal -- dapat menjurus pada seizure-seizure.

Epilepsy mungkin berkembang karena kelainan pada pejaringan (wiring) otak, ketidakseimbangan dari kimia-kimia syaraf yang memberikan sinyal yang disebut neurotransmitters, atau beberapa kombinasi-kombinasi dari faktor-faktor ini. Peneliti-peneliti percaya bahwa beberapa orang-orang dengan epilepsy mempunyai tingkat yang tingginya abnormal dari excitatory neurotransmitters yang meningkatkan aktivitas neuron, sementara yang lain mempunyai tingkat yang rendahnya abnormal dari inhibitory neurotransmitters yang mengurangi aktivitas neuron dalam otak. Kedua situasi dapat berakibat pada terlalu banyak aktivitas neuron dan menyebabkan epilepsy. Salah satu dari neurotransmitters yang paling dipelajari yang memainkan peran pada epilepsy adalah GABA, atau gamma-aminobutyric acid, yang adalah inhibitory neurotransmitter. Penelitian pada GABA telah menjurus pada obat-obat yang merubah jumlah dari neurotransmitter ini dalam otak atau merubah bagaimana otak merespon padanya. Peneliti-peneliti juga sedang mempelajari excitatory neurotransmitters seperti glutamate.

(29)

29 BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Diabetes Melitus

Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1 maupun 2 dapat diamati pada pasien diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik, manifestasi oral minimal dan manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat pada beberapa pasien. Penemuan intraoral antara lain penyakit periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih tinggi terlihat dibandingkan dengan pada pasien non-diabetes, xerostomia, burning mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda dan abnormal, pe ningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva.

Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada pasien diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang diperoleh pasien.

Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran saliva, dapat memacu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang juga memfasilitasi perkembangan candidiasis. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi karies pada pasien diabetes sedangkan penelitian lain menunjukkan kebalikannya. Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat glukosa pada sekresi saliva, terutama pada pasien diabetes tak terkontrol, sedangkan pada pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal karena asupan karbohidrat yang rendah.

Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva, meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada

(30)

30 pasien diabetes tak terkontrol daripada pasien non -diabetes. Penderita diabetes terkontrol mempunyai prevalensi gingivitis yang sama dengan pasien non- diabetes. Penderita diabetes dewasa muda dan remaja mempunyai prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang lebih tinggi dan penyakit periodontal daripada pasien non -diabetes. Abses periodontal rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes.

Manifestasi klinis panyakit periodontal pada pasien dewasa dan dewasa muda lebih parah daripada yang diamati pada populasi non -diabetes. Penemuan ini telah didokumentasikan dengan baik pada populasi India Pima yang mempunyai prevalensi diabetes mellitus tipe 2 paling tinggi diantara kelompok etnis lainnya. Pasien dengan diabetes mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss paling tinggi dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Pasien diabetes juga mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodonta l dengan subjek berusia 15 ± 34 tahun berisiko dua kali lebih besar mengalami kerusakan periodontal dibandingkan dengan subjek normal.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Diabetes Melitus

1. Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat mene rima semua tindakan perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.

2. Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi lainnya yang diminum pasien.

3. Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat serangan. hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat tanda dan gelana hipoglikemia di bawah).

4. Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan perawatan dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi

(31)

31 dari 30 menit hingga 8 jam setelah injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari. 5. Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu

administrasi insulin, serta tidak mengganti dietnya.

6. Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain glukosa, yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain mengandung karbohidrat dapat membalik gejala hipoglikemi.

7. Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan untuk membawa glukometernya sendiri.

8. Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang disekresikan sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan demikian, jika pasien terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan.

9. Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter pasien.

10. Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:

11. Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit jantung atau ginjal.

12. Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang mengonsumsi dosis besar insulin.

13. Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau absesperiodontal.

14. Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.

15. Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk mencegah infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra -eksis dan untuk mempercepat penyembuhan luka.

16. Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes, bersamaan dengan prosedur bedah, mungkin m emerlukan

(32)

32 penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak hanya kondisi periodontal, tetapi juga dapat mengontrol hiperglikemia.

Kegawatdaruratan pada Pasien Diabetes Melitus Hipoglikemia

1) Jika pasien sadar, bujuklah agar minum-minuman yang mengandung gula. Pilihaan yang baik adalah sari buah jeruk dengan tambahan gula.

2) Jika pasien dengan cepat kehilangan kesadaran, berikan injeksi glukagon 1 mg IM ini akan menaikkan guladarah sampai batas normal dalam beberapa menit, dengan mengaktifkan glikogen hati. Sebaiknya sediakan satu ampul glukagon pada setiap praktek dokter gigi.

3) Segera setelah pemberian glukagon, mintalah bantuan medis.

Hiperglikemia

1) Hiperglikemia prakoma atau yang sebenarnya tidaklah merupakan keadaan yang sangat darurat, tidak seperti hipoglikemia. Jika ada keraguan akan bentuk diabetes yang diderita, berikan glukosa secara oral seperti telah diterangkan di atas, karena tidak akan menimbulkan gangguan pada diabetes hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari kerusakan yang permanen.

2) Jika infeksi adalah faktor pencetus, pastikan bahwa infeksi ini dirawat dengan baik.

3) Rujuk segera pasien kedokter ahli melalui telepon.

3.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Hepatitis

Yang menyulitkan adalah apabila penderita mengidap hepatitis b yang gejalanya tidak nyata. Untuk itu sebaiknya dokter gigi mengikuti patokan tatalaksana umum yang diterapkan pada setiap pasien yang datang ke klinik. Patokan sebagai berikut :

(33)

33 a. Riwayat perawatan

Yang dimaksud dengan riwayat perawatan adalah semua perawatan kesehatan yang sudah pernah diperoleh atau yang sedang dilaksanakan. Sejumlah pertanyaan perlu diutarakan dalam hal ini seperti penyakit yang pernah diderita, pernah menderita hepatitis atau tidak, apakah ada penyakit lain yang sering kambuh, apakah mengalami penurunan berat badan drastis dan lain- lainnya. Sayangnya, meski pasien sudah menjawab sejumlah pertanyaan seringkali tetap saja keadaan penderita tidak diketahui seluruhnya. Keadaan ini menjadi lebih rumit apabila penderita hanya sebagai pembawa(carrier) atau yang menderita hepatitis kronis aktif. Pada penderita ini tidak tampak adanya gejala,bahkan tidak merasakan adanya kelaina, padahal produksi virus tetap berlanjut begitu juga dengan kerusakan hatinya.

b. Memakai bahan atau alat pelindung lengkap serta tindakan perlindungan 1. Sarung tangan

Pemakaian sarung tangan akan melindungi tangan dokter gigi yang sedang luka dari kemungkinan terkontaminasi darah atau saliva penderita. Selain itu, sarung tangan juga melindungi tangan dari kemungkinan tertusuk atau teriris. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sarung tangan untuk semua pasien sebab sarung tangan mudah dibersihkan dan didesinfeksi sesudah dipakai. Tetapi sebetulnya yang paling baik adalah sarung tangan untuk setiap pasien, sebab bisa saja sesudah merawat seorang pasien sarung tangan itu mengalami bocor kecil.

2. Pakaian pelindung

Pakaian pelindung dapat dipakai untuk menghindari kontak badan dengan cairan tubuh. Contoh dari pakaian pelindung seperti pakaian operasi, apron, jas klinik dan jas lab. Pakaian pelindung ini harus diganti saat terkena saliva atau darah. Pakaian ini juga selayaknya tidak dipakai diluar area kerja.

(34)

34 3. Masker dan pelindung mata

Pemakaian Masker dan pelindung mata selain melindungi dokter dari percikan darah atau saliva pasien, juga melindungi pasien dari percikan saliva dokter yang merawatnya.

4. Penutup yang disposable

Yang dimaksud penutup adalah penutup yang menutupi permukaan yang kemungkinan terkontaminasi seperti pemegang lampu unit, kepala alat roangent. Atau alat lain yang susah dicuci atau didesinfeksi. Dengan memakai penutup yang disposable ini maka penutup tersebut dapat dibuang setiap selesai perawatan pasien.

5. Hand piece atau contra angle

Pada pemakaian alat dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan bayak percikan darah atau saliva yang akan beterbangan di udara sehingga menimbulkan kontaminasi. Jika dapat bekerja dengan rubber dam tentu keadaan ini bisa teratasi.

6. Pencucian tangan

Pencucian tangan ini harus betul- betul bersih sesudah melakukan perawatan pada penderita. Hal yang sama juga dilakukan sesudah terkontaminasi dan sebelum meninggalkan ruang praktek.

7. Pembersihan percikan darah

Semua percikan darah yang mengenai dental unit, peralatan gigi dan alat- alat yang dipakai harus dibersihkan, pembersihan ini mula- mula dapat dilakukan dengan air dan sabun kemudian dilakukan desinfeksi misalnya dengan larutan hipoklorida.

8. Hati- hati dengan alat tajam dan jarum suntik

Semua alat tajam dan runcing yang kemungkinan bisa melukai tangan harus dipakai dengan hati- hati

(35)

35 Penyakit kronik seperti hepatitis dapat menyulitkan pencabutan gigi, karena dapat menghasilkan infeksi jaringan, penyembuhan yang tidak sempurna dan penyakit yang semakin memburuk.

3.3. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit AIDS

Setelah gejala klinis dimulut diketahui, maka perlu diambil upaya pencegahan penyebaran penyakit ini melalui praktek dokter gigi, sebab ketakutan terkena infeksi AIDS telah melanda kalangan dokter gigi, pasien maupun perawat gigi. Sampai sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya.

(36)

36 Pada dasarnya tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting yaitu penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik.

Penjaringan Pasien

Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien tidak menjamin sepenuhnya pencegahan penularan penyakit. Konsep Universal precaution pertama kali dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada tahun 1987 yaitu mempermalukan semua pasien seolah-olah mereka terinfeksi HIV.

Perlindungan diri

Perlindungan diri meliputi cuci tangan, pemakaian sarung tangan, cadar, kaca mata, dan mantel kerja. Prosedur cuci tangan dilakukan dengan sabun antiseptik di bawah air mengalir. Persyaratan yang harus dipenuhi sarung tangan adalah bdasar tidak mengiritasi tangan, tahan bocor, dan memberikan kepekaan yang tinggi bagi pemakainya. Cadar berfungsi untuk melindungi mukosa hidung dan kontaminasi percikan saliva dan darah pada mata karena conjunctiva mata merupakan salah satu port entry sebagian besar infeksi virus. Sedangkan mantel kerja dianjurkan digunakan sewaktu melayani pasien yang setiap saat terkancing baik.

Dekontaminasi Peralatan

Dekontaminasi adalah suatu istilah umum yang meliputi segala metode pembersihan, desenfeksi dan sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroorganisme yang melekat pada peralatan medis sedemikian rupa sehingga tidak berbahaya. Metode dekontaminasi yang utama adalah penguapan dibawah tekana (autklav), pemanasan kering (oven udara panas), air mendidih dan desinfektan kimia dengan menggunakan hipoklorit atau glutaraldehid 2%.

Desinfeksi permukaan lingkungan kerja

Setiap permukaan yang dijamah oleh tangan operator harus disterilkan (misalnya instrumen) atau desinfeksi (misalnya meja kerja, kaca pengaduk,

(37)

37 tombol-tombol atau pegangan laci dan lampu). Meja kerja, tombol-tombol, selang as[pirator, tabung, botol material dan pegangan lampu unit harus diulas dengan klorheksidin 0,5% dalam alcohol atau hipoklorit 1000 bagian perjuta (bpj) dari klorida yang tersedia, dalam setiap sesi atau setiap pergantian pasien. Piston harus dicuci dan debris dari pelastik penyaring dibersihkan setiap selesai satu pasien. Selang aspirator sebaiknya memakai yang sekali pakai. Bila ada noda darah, cairan tubuh atau nanah, permukaan harus didesinfeksidengan larutan hipoklorit yang mengandung 10.000 bjp dari klorida yang tersedia dan kemudian dibersihkan dengan lap sekali pakai. Larutan harus dibiarkan pada permukaan yang akan dibersihkan minimal selama tiga menit, kemudian larutan tersebut dilap, serta permukaan permukaan tersebut dibilas dan dikeringkan.

Posisi operator tertentu didalam melakukan tindakan perawatan gigi, juga mempunyai rwesiko kontaminasi dari mulut pasien ke operator. Penelitian di Universitas Bologna, Itali membuktikan bahwa resiko terbesar bagi operator bila ia bekerja pada posisi kanan penderita diposisi jam 9.

Penanganan limbah klinik

Yang dimaksud dengan limbah klinik adlah semua bahan yang menular atau kemungkinan besar menular atau zat-zat yang berbahaya yang berasal dari lingkungan kedokteran dan kedokteran gigi. Sampah ini dikumpulkan untuk dibakar, atau ditanam untuk jenis tertentiu. Limbah klinik seperti jarum dikumpulkan di dalam wadah plastik berwarna kuninguntuk dibakar dan jenis limbah tertentu dikumpulkan untuk ditanam. Sebaiknya jarum suntik disposible setelah dipakai langsung dibuang dalam wadah tanpa memasang kembali penutup jarum, hal ini untuk menghindari tertusuknya tangan oleh jarum tersebut. Limbah darah, adalah yang paling potensial mengandung HIV, maka bila ada limbah darah misalnya kapas dengan darah, ekstraksi jaringan atau gigi jatuh ke lantai ambillah limbah tersebut dengan mengggunakan sarung tangan, dibersihkan dengan lap atau tissue kertas kemudian lap atau tissuedan daerah tumpahan dituangkan larutan hipoklorit 10.000 bpj. Setelah

(38)

38 10 menit atau lebih, bilas tempat tersebut dengan lap lain, dan lap serta tissue dapat dibuang sesuai dengan tempatnya.

Prosedur perawatan yang berakibat terjadinya pendarahan adalah pencabutan gigi, pembedahan, perawatan periodontal, pembersihan karang gigi dan lain-lain. Pada dasarnya, instrumen yang menembus jaringan lunak atau yang akan menyebabkan pendarahan atau kontak dengan selaput lendir yang utuh seperti jarum suntik, jarum endodontik, tang ekstaksi merupakan instrumen yang tergolong beresiko tinggi.

Penularan tidak hanya dari pasien ke dokter gigi, namun juga dapat dari dokter gigi ke pasien. Untuk itulah, seorang dokter gigi harus senantiasa waspada dan berhati-hati dalam merawat pasien, agar dokter gigi dan pasien bisa aman dari penularan. Sampai sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya. Pada dasarnya tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting yaitu; penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik.

3.4. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Pulmonal 3.4.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Asma

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel dan elemen sel yang berperan. Inflamasi kronik  hipereaktivitas saluran napas meningkat  episodik berulang : sesak napas, mengi, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam atau dinihari. Gejala episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang difus dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan.

Strategi penatalaksanaan: - Pendidikan penderita

- Identifikasi dan menghindari faktor pencetus - Obat-obatan untuk mengontrol asma

(39)

39 - Penatalaksanaan eksaserbasi akut yang adekuat

- Pemantauan dan pengobatan asma jangka panjang - Latihan fisik atau kebugaran jasmani

-

Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Asma 1) Posisikan pasien harus tenang dan rileks

2) Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial 3) Pada asma kardial dihindarkan penambahan vasokonstriktor

Kegawatdaruratan pada Pasien Asma

1) Mempersiapkan IDT (Inhaler Dosis Terukur) aerosol - IDT dikocok, tutup dibuka

- Inhaler dipegang tegak, ekspirasi pelan-pelan

- Inhaler di antara bibir yang rapat, inspirasi pelan-pelan, kanester ditekan tarik napas dalam-dalam

- Tahan napas sampai 10 detik atau hitung 10x 2) Naikkan dosis inhaler 2 kali lipat saat kambuh

Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan tubuh pasien dengan tangan terlentang.

3.4.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit TBC

Tuberkulosis adalah penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosa tipe humanus (jarang tipe M. Bovinus). Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang samua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya di bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.

Gambaran Klinis

a. Demam. Menyerupai demam influenza yang kambuhan

b. Batuk/ batuk berdarah. Batuk yang terjadi merupakan suatu respon untuk mengeluarkan bahan-bahan peradangan. Batuk terjadi akibat iritasi pada

Gambar

Gambar  paru-paru  terserang  TBC,  terbentuk  sarang  akibat  proses  fibrosis  pada  paru-paru
Gambar 2. Pembesaran Gingiva pada Acute Myeloid Leukemia

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis bahas adalah skripsi di atas hanya menjelaskan tentang kecocokan teori al-Qur‘an dengan teori biologi, tapi

Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tahanan kapal model dalam kondisi datar juga memiliki tren naik ketika dihubungkan dengan kecepatan kapal.Pada kondisi datar, nilai tahanan

 Ada 4 jenis Al powder tidak bulat yang bisa digunakan sebagai fuel propelan yaitu AlLpn (yang digunakan Lapan selama ini), AlDhn (diperoleh dari PT dahana), AlPnc

Penelitian mengenai pola penggunaan ruang bertengger kelelawar di Gua Putih Hutan Pendidikan Gunung Walat perlu dilakukan untuk menjadikan HPGW sebagai salah satu

Pengalaman Kesenangan (X4.3) ‘Pengalaman kesenangan’ konsumen sebagai salah satu indikator dari dimensi ‘motivasi’ memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 0,3667

Adanya organ pencernaan fermentatif bagi ruminansia memiliki beberapa keuntungan (Sutardi, 1980), yaitu: 1) dapat mencerna bahan makanan dengan serat kasar yang tinggi, sehingga

tersebut memungkinkan pula pada penggunanya untuk memberi tanda bintang (rating) pada artikel- artikel ilmiah yang paling