• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN , bab ini adalah peneliti memberikan kesimpulan dan saran selama penelitian ini dilakukan dalam bentuk skripsi

LANDASAN TEORI

F. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

Alo mengutip dari Andrea dan Dennis dalam buku Larry dan Porter, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku, bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial. Dan komunikasi komunikasi antarbudya terjadi diantara produser pesan dan penerima pesan yang latar kebudayaannya berbeda.

Dibawah ini Alo menerangkan model komunikasi antarbudaya, gambar dibawah ini menunjukkan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latarbelakang kebudayaan karena itu memiliki pula perbedaan kepribadian dan persepsi mereka terhadap relasi antarbudaya. Ketika A dan B bercakap-cakap itulah yang disebut

komunikasi antarbudaya karena dua pihak menerima perbedaan diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat menjadi motivasi bagi strategi komunikasi yang bersifar akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru “C” yang secara psikologis menyenangkan kedua orang itu. Hasilnya adalah komunikasi yang bersifat adaptif yakni A dan B saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antarpribadi-antarbudaya yang efektif.41

Model Komunikasi Antarbudaya

Gambar 342

41

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hal. 10 42

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, LKiS, 2003, hal. 32

Persepsi terhadap relasi antarpribadi kepribadian kebudayaan Ketidakpastian Kecemasan kebudayaan A C B Strategi komunikasi yang akomodatif kepribadian Persepsi terhadap relasi antarpribadi

itu mereka ada dalam proses negosiasi awal sebuah hubungan baru beserta budayanya. Sejak momen pertama keduanya melakukakan kontak, mereka memulai proses komunikasi antarbudaya, saling mengekpolrasi, negosiasi dan akomodasi. Dalam sejenak ketika kita mulai memerhatikan seseorang kita belum tahu apakah kita memiliki kesamaan tingkat pengetahuan, latarbelakang, orientasi waktu, filsafat politik, pola gerak isyarat, bentuk salam, orientasi keagamaan atau bahkan kemampuan bahasa yang sama. Dan kita tidak tahu apakah kita memiliki kesamaan pengalaman dalam hubungan dalam kelompok atau organisasi sebelumnya.43

Mereka juga menambahkan bahwa begitu kita berinteraksi, kita menggunakan komunikasi untuk mengurangi ketidakpastian kita tentang situasi dan orang-orang yang terlibat. Kita saling bicara dan mendengar satu sama lain, kita mempelajari penampilan, pakaian, perhiasan postur dan cara berjalan. Secara bertahap kita mulai memperoleh informasi yang membantu kita untuk menentukan apa yang kita miliki bersama dan di mana kita berbeda. Sejalan dengan proses yang berlanjut, pangkalan informasi bersama kita terus tumbuh meluas yang memungkinkan kita menjadi bagian daripadanya.

1. Identitas Budaya

Menurut Alo Liliweri, Secara etimologis kata identitas berasal dari kata

identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu

43

Brent D. Ruben & Lea P. Stewart, Komunikasi dan Prilaku Manusia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013, hal. 377

keadaan yang mirip satu sama lain, (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda, (3)kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau dua benda, (4) pada tataran teknis, pengertian etimologis diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”.44

Alo menambahkan bahwa indentitas pada tataran hubungan antar manusia akan mengantar seseorang untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual, yakni tentang bagaimana meletakkan seseorang kedalam tempat orang lain (komunikasi yang empatik), atau sekurang-kurangnya meletakkan atau berbagi (to share) pikiran, perasaan, masalah dan rasa simpatik (empati) dalam sebuah proses komunikasi (antarbudaya) dan pada tataran inilah identitas harus dipahami sebagai cara mengidentifikasi (melalui pemahaman terhadap identitas) atau merinci sesuatu yang dilihat, didengar, diketahui, atau yang digambarkan, termasuk mengidentifikasi sebuah specimen biologis (merinci ciri atau atau karakter fisik) bahkan mengidentifikasi seseorang dengan madzhab yang mempengaruhi, merinci aspek-aspek psikologis.45

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Identitas dibentuk ketika seseorang secara sosial berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan. Seseorang akan mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya memperlihatkan rasa identitas

44

Ibid., hal.68 45

subjective dimension (perasaan diri pribadi seseorang), dan ascribed dimension (apa yang orang lain katakan tentang diri orang tersebut). Dengan kata lain rasa identitas seseorang terdiri dari makna-makna yang dipelajari dan yang orang tersebut dapatkan, makna-makna tersebut diproyeksi kepada orang lain kapanpun orang tersebut berkomunikasi, suatu proses yang menciptakan diri seseorang yang digambarkan.46

Cohen dan Horowitz dalam Deddy Mulyana menyatakan pada dasarnya identitas etnik (budaya) muncul bila dua orang atau lebih kelompok etnik berhubungan. Horowitz menambahkan sering perubahan etnik merupakan akibat dari modifikasi prilaku kelompok dan modifikasi untuk mempersempit atau memperlebar batasan-batasan etnik. Dalam proses adaptasi timbal balik, identitas yang menandai masing-masing kelompok mungkin berubah, namun yang terjadi pada kelompok-kelompok monoritas sebagai akobat memasuki masyarakat pribumi.47 Etnisitas atau identitas etnis berasal dari warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan prilaku, asal daerah, dan bahasa yang sama.48

2. Gegar Budaya

Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diserita orang-orang yang secara tiba-tiba

46

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teorik Komunikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009, hal.131

47

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2009, hal. 158

48

berpindah atau dipindahkan keluar negeri. Sebagai mana penyakit lainnya, gegar budaya juga mempunyai gejala-gejala dan pengobatannya tersendiri.

Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambing-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi seribu satu cara yang kita lakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi situasi sehari-sehari, kapan berjabatan tangan dan apa yang harus kita lakukan bila bertemu dengan orang, kapan dan bagaimana memberikan tip, bagaimana berbelanja, kapan menerima dan kapan menolak undangan, kapan membuat pernyataan-pernyataan dengan sungguh-sungguh dan kapan sebaliknya. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk kata-kata, isyarat-isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan, dan norma-norma kita peroleh sepanjang perjalanan hidup sejak kecil.

Alo mengungkapkan 3 sasaran komunikasi yang selalu dikehendaki dalam proses komunikasi antarbudaya.49

1. Salah satu tujuan dalam hidup bersama adalah berkomunikasi sehingga diantara kita saling mendukung demi pencapaian tugas-tugas yang dikehendaki bersama, keberhasilan dalam tugas dapat didukung oleh komunikasi antarbudaya yang dilakukan secara terbuka, berfikir positif, saling mendukung, bersikap empati.

2. Meningkatkan hubungan antarpribadi dalam suasana antarbudaya. Manfaat aspek relasi adalah bagaimana orang lain berkomunikasi dengan seseorang,

49

Memahami dan mengerti tentang kesejawatan, kesetiakawanan merupakan dua factor yang penting dalam hubungan atau relasi antarpribadi.

3. Terciptanya penyesuaian antarpribadi. Komunikasi antarbudaya sering bergaul dengan frekuensi ynag tinggi maka prasangka-prasangka budaya yang sebelumnya telah terbentuk perlahan-lahan berkurang, jadi antara komunikan dan komunikator memulai suatu proses hidup bersama misalnya menyesuaikan diri antarbudaya, makin terbuka dengan sesama.

Brent dan Lea menjelaskan bahwa kejutan budaya (culture-shock) yaitu perasaan tanpa pertolongan, tersisihkan, meyalahkan orang lain, sakit hati dan ingin pulang kerumah. Awalnya kejutan budaya dipahami sebagai sebuah penyakit yaitu sebuah penyakit yang diderita seseorang yang sering dipindahkan secara tiba dari sati tempat terjadinya suatu pristiwa ke tempat lain. Keterjangkitan oleh penyakit ini ditandai oleh bermacam gejala termasuk frustasi, marah, cemas, perasaan tanpa pertolongan, kesepian yang berlebihan, terlalu ketakutan dirampok, ditipu atau menyantap makanan berbahaya.50

Dokumen terkait