• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akomodasi Komunikasi Dalam Interaksi Antarbudaya Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akomodasi Komunikasi Dalam Interaksi Antarbudaya Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi islam (S.Kom.I.)

Oleh

MARIA ULPA

NIM: 1111051000009

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya

Adanya kebutuhan yang dimiliki setiap individu mengakibatkan adanya mobilitas sosial atau disebut dengan istilah merantau dengan beragam kepentingan pekerjaan, pendidikan, keluarga. Begitu pula yang dialami oleh mahasiswa-mahasiswa yang berasala dari Patani Thailand kerena tuntutan pendidikan di Indonesia mereka harus beradaptasi dengan lingkung barunya.

Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan maslahnya adalah Bagaimana akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya anggota HIPPI terhadap lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas budayanya?,Bagaimana hambatan penyesuaian dalam komunikasi antarbudaya pada anggota HIPPI?

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori akomodasi komunikasi. Richard dan Turner mendefenisikan bahwa Akomodasi

(accommodation) sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi atau

mengatur prilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Seseorang cenderung memiliki naskah kognitif internal yang digunakan ketika berbicara dengan orang lain.

Metodelogi dalam penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, dengan mengguanakan metode ini peneliti ingin menemukan dan memahami akomodasi komunikasi yang dilakukan mahasiswa yang berasal dari Thailand terhadap mahasiswa atau masyarakat yang ada di Jakarta yang juga berasal dari varian budaya.

Hasil peneitian bahwa akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya pada mahasiswa yang berasal dari Patani Thailand yaitu mereka menyesuaikan dan menunjukkan prilaku apa adanya tanpa ada modifikasi komunikasi terutama dalam hal percakapan. Pertama dalam segi bahasa, dalam percakapan tidak adanya setting

of communication. Kedua pengungkapan identitas dalam segi pakaian. Hambatan

peneyesuaian komunikasi dalam interaksi antarbudaya yang dialami oleh mahasiswa Patani tidak ada, hal ini karena ada dua factor kesamaan budaya yang hamper sama yaitu dalam segi bahasa dan dalam hal kepercayaan.

(6)

ii

Pertama dan yang paling utama saya ucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin

segala puji bagi allah SWT Dzat yang tiada pernah berhenti memberi rakhmat dan

nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “AKOMODASI

KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI ANTARBUDAYA Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya”.

Kedua shalawat dan salam saya haturkan kepada baginda Nabi Muhammada

SAW yang telah banyak sekali berjasa bagi pekembangan bagi umat islam, yang telah

membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang menderang.

Semoga kita semua mendapat syafa’atnya di hari akhir nanti.

Skripsi ini disusun sebagaimana memenuhi salah satu syarat guna mencapai

gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) UIN Jakarta serta menerapkan dan

mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama pembelajaran dikelas.

Penulis telah berusaha untuk memaparkan dan menyajikan suatu karya tulis

ilmiah yang rapi dan mudah-mudahan pembaca mudah untuk memahami. Penulis

menyadari bahwa penyajian skipsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Hal in

disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis

dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada serta mengeluarkan gagasan

ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran akan sangat penulis

terima dengan hati yang terbuka untuk menyempurnakan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali orang-orang yang telah memberikan

dorongan dan semangat kepada penulis, dan penulis mengucapkan rasa terimakasih

(7)

iii

pula kepada kakakku Mukhlis Adib, we are the big hoping for our parents so

do not make the tears for it.

2. Dr. Arif Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Suparto Ph.D, M.Ed, Wakil Dekan Bidang Akademik. Drs. Jumroni M.Si,

Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Drs. Wahidin Saputra M.A, Wakil

Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama ini

telah banyak mentransfer ilmu tanpa ada lelah membimbing dan mendidik

kami selama duduk di bangku kuliah UIN Jakarta, semoga allah membalas

semua kebaikannya barakallahufiikum, dan mudah-mudahan ilmu yang

penulis dapatkan selalu barokah dan bermanfaat di sepanjang hidup penulis.

6. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

tanpa terkecuali yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan

sehingga kami dapat nyaman dan lancar mengikuti perkuliahan.

7. Kepada seluruh teman-teman dari Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia

(HIPPI) yang telah terbuka dan baik menerima peneliti untuk melakukan

penelitian terkhusus untuk ka aiman, ka nawawee, ka aminah, aidee, asuan,

hakim yang telah bersedia diwawancara oleh peneliti.

8. Seluruh kawan-kawan KPI 2010 dari A – G, terimakasih atas bantuan dan kerja sama dan saling memberi dukungan satu sama lain semoga kita semua

(8)

iv

peneliti ambil dari organisasi ini semoga PSM UIN Jakarta tambah maju

kedepannya.

10.Seluruh pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu tanpa mengurangi

rasa hormat dan rasa terimakasih peneliti ucapkan yang telah banyak memberi

dukungan dan semangat.

Jakarta, 10 september 2014

(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Teknik Pengumpulan Data ... 11

G. Teknik Analisis data ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Akomodasi (accommodation Theory) ... 16

B. Tahap Adaptasi Budaya ... 21

C. Bentuk- Bentuk Penyesuaian Diri ... 22

D. Pengertian Komunikasi ... 23

E. Pengertian Kebudayaan ... 27

F. Komunikasi Antarbudaya... 30

1. Identitas Budaya ... 32

2. Gegar Budaya ... 34

(10)

vi

A. Latar Belakang HIPPI ... 42

B. Lambang HIPPI ... 43

C. Lagu HIPPI ... 45

D. Struktur Organisasi HIPPI Periode 2012-2013 ... 47

E. Nama Susunan Staff Pengurus HIPPI Periode 2012-2013 .... 48

F. Profil Wilayah Patani ... 49 A. Akomodasi Komunikasi Dalam Interaksi Antarbudaya Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya ... 55

1. Pengungkapan Identitas Budaya Dari Segi Bahasa ... 56

2. Pengungkapan Identitas Budaya Dari Segi Pakaian ... 68

3. Bentuk- Bentuk Adaptasi Budaya ... 69

4. Tahap –Tahap Adaptasi Budaya ... 72

5. Asumsi-asumsi Dalam Teori Akomodasi ... 73

B. Hambatan Dalam Adaptasi Antarbudaya ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(11)

vii

3. Model komunikasi antarbudaya ... 31

4. Gambar lambang HIPPI ... 44

5. Bagan struktur organisasi HIPPI periode 2012-2013... 47

6. Peta wilayah patani ... 49

7. Gambar simbol wilayah Patani ... 55

8. Foto pembekalan materi tentang bahasa Indonesia ketika orientasi .... 60

9. Foto pembekalan mental ketika orientasi penerimaan anggota baru HIPPI ... 61

10.Foto kegiatan ruitin yasinan dan khutbah ... 62

11.Gambar tulisan Jawi (arab melayu)... 63

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya kebutuhan yang tertentu yang dimiliki setiap individu mengakibatkan

banyak orang melakukan mobilitas sosial. Salah satunya kebutuhan pendidikan

misalnya yang terjadi pada mahasiswa Thailand terhimpun dalam salah satu

perhimpunan yang dinamakan HIPPI (Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia). HIPPI

didirikan pada tahun 2011 yang beranggotakan sekitar 50 orang yang tersebar

dibeberapa perguruan tinggi yang ada di Jakarta, seperti UIN syarif Hhidayatullah

Jakarta, UHAMKA, UMJ dan beberapa perguruan tinggi lainnya. Mobilitas yang

dilakukan anggota HIPPI memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi dengan

mahasiswa-mahasiswa, masyarakat di lingkungan barunya yang saling berbeda

budaya di Jakarta khususnya, inilah yang menyebabkan terjadinya komunikasi

antarbudaya. Setiap orang tentunya ingin mencapai komunikasi yang efektif ketika

berinteraksi dengan orang lain, begitu pula pada mahasiswa yang berasal dari

Thailand ini sebagai mahasiswa asing yang tinggal di Negara yang secara

latarbelakang berbeda budaya.

Apabila kita bertanya mengenai apakah yang membedakan manusia dari

hewan secara fundamentil maka jawabannya adalah bahwa bahwa manusia itu

mampu berbudaya, sedang hewan tidak. 1 Aristoteles berpendapat bahwa manusia

adalah zoon politikon yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup bergolongan atau

1

(13)

Lain lagi dengan aristoteles maka Bergson (lahir 1859) berependapat bahwa manusia

ini hidup bersama bukan oleh karena persamaan, melainkan oleh karena perbedaan

yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya.2

Sebagai makhluk sosial manusia ingin berhubungan dengan manusia lainnya.

Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi

dalam dirinya, rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.3Esensi

komunikasi terletak pada proses yakni aktivitas yang melayani hubungan antara

pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan waktu. Komunikasi merupakan

pusat dari seluruh sikap, prilaku dan tindakan yang terampil dari manusia

(communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan

berinteraksi sosial kalau di tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran

informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam

simbol-simbol dengan orang lain.4

Perbedaan, kekhasan dan keunikan merupakan keniscayaan yang ada

dimana-mana ; pada orang kembar, keluarga, komunitas dan masyarakat sehingga kedimana-manapun

kita pergi menemui perbedaan dan kita harus menerima dengan lapang dada dan

ikhlas. Keikhlasan kita tercermin dari menerima dan memberi ruang dan peluang

kepada orang lain yang berbeda pendapat, kelompok dan komunitas. Perbedaan, jenis

2

Hassan Shadily, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 56 3

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu komunikasi, PT Rajagrafindo, Jakarta, 2007, hal. 1 4

(14)

kelamin, kebangsaan dan suku agar kamu saling mengenal dan paling mulia orang

bertakwa sebagai mana dalam qur’an surat Al-Hujrat: 13 :5

لئابق ًابْ عش ْمكانْلعج ىثْنأ ركذ ْنِّ ْمكانْقلخ انإ سانلا ا يأ اي

ْ فراعتل

Artinya : Wahai manusia sungguh kami telah menciptkan kamu dari seorang

laki-laki dan perempuan kemudian kami jadikan kamu bernangsa-bangsa dan

bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia hidup. Manusia belajar

berpikir, merasa dan mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut

budayanya. Bahasa persahabatan, kebiasaann makan, praktik komunikasi,

tinadakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi, semua itu

berdasarkan pola-pola budaya. Ada orang-orang yang berbicara bahasa tagalog,

memakan ular, menghindari minuman keras terbuat dari anggur, menguburkan

orang-orang yang mati, berbicara melalui telepon, atau meluncurkan roket ke bulan, ini

semua karena mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam

suatu budaya yang mengandung insur –unsur tersebut. Apayang orang-orang lakukan,

bagaimana mereka bertindak, bagaimana mereka hidup dan berkomunikasi,

merupakan respon-respon terhadap dan fungsi-fungsi dari budaya mereka.6

5

Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi , UIN Jakarta press, Ciputat, 2003, hal. 169

6

(15)

antarbudaya memerlukan penelitian tentang budaya dan kesulitan-kesulitan

berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya

terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya

adalah anggota dari suatu budaya lain.7

Pemahaman mengenai komunikasi dan kebudayaan yang cukup luas dan

kompleks, lebih mudah dimengerti melalui upaya introspeksi pengalaman pergaulan

hidup anda sehari-hari di lingkungan keluarga, batak, bugis ataupun makasar.

Masing-masing prilaku adat kebiasaan anda dengan prilaku anda, teman atau orang

lain. Hal itu terjadi karena perbedaan latar belakang dan nilai-nilai seperti nilai

agama, kebudayaan, keyakinan, sikap maupun norma (kaidah) hidup. Prilaku

komunikasi, berlangsung satu sama lain dengan sengaja atau tidak. Nilai-nilai agama,

kebudayaan, dan norma-norma, berlaku sebagai pedoman prilaku yang melatar

belakangnya dengan tidak disadari sehingga menjadi acuan prilaku komunikasi

sesorang. Komunikasi akan lancar, jika orang-orang yang terlibat di dalamnya

mempunyai latar belakang budaya yang sama.8

Penelitian ini menjelaskan suatu proses adaptasi antarbudaya dengan adanya

bentuk akomodasi komunikasi. Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk

menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya

7

Ibid., hal. 12

8

(16)

terhadap orang lain.9 Communication Accomodation Theory (CAT) memberikan

perhatian pada interaksi memahami antara orang-orang dari kelompok yang berbeda

dengan menilai bahasa, perilaku nonverbal dan penggunaan paralinguistik individu,

dalam hal ini kelompok mahasiswa yang berasal dari Thailand. Kemampuan

mahasiswa Thailand berinterkasi dengan mahasiswa atau masyarakat di Jakarta

khususnya tidak selalu lancar dikarenakan perbedaan dari mulai bahasa, prilaku

verbal dan nonverbal, mau tidak mau agar komunikasi tersebut bisa berjalan dengan

efektif seharusnya antara mahasiswa Thailand dengan mahasiswa atau masyarakat

yang di Jakarta khusunya salah satunya harus melakukan akomodasi. Yang ingin

dilihat peneiti dalam penelitian ini apakah mahasiswa yang berasal dari Thailand ini

melakukan akomodasi ketika berinteraksi dengan mahasiswa atau masyarakat di

Jakarta khususnya. Oleh karean itu dari latar belakang diatas peneliti menarik judul

“AKOMODASI KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI ANTARBUDAYA

(Studi Pada Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia Dalam Mengomunikasikan Identitas Budaya)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam sebuah penelitian itu penting terkait dengan

spesifikasi dari apa yang ingin diteliti dalam sebuah penelitian. Batasan masalah

dalam penelitian ini yaitu mahasiswa yang berasal dari Thailand yang tinggal di

Jakarta yang kuliah di Perguruan Tinggi di Jakarta yaitu di UIN Syarif Hidayatullah

9

(17)

(Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia) periode 2012-2013.

2. Perumusan Masalah

Adapun berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka

peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya anggota

HIPPI terhadap lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas

budayanya?

b. Bagaimana hambatan penyesuaian dalam komunikasi antarbudaya pada

anggota HIPPI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui akomodasi komunikasi dalam interaksi antarbudaya

anggota HIPPI terhadap lingkungan baru dalam mengomunikasikan identitas

budayanya.

b. Untuk mengetahui hambatan anggota HIPPI ketika melakukan akomodasi

dalam berinteraksi dengan lingkungan baru dalam mengomunikasikan

identitas budayanya.

1. Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya

(18)

menggeluti bidang komunikasi Antarbudaya sebagai salah satu tinjauan untuk

meneliti tentang bagaimana fenomena komunikasi antarbudaya dalam

berbagai daerah tertentu.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman bahwa dalam

menghadapi komunikasi dengan orang yang berbeda budaya, karena esensi

dari komunikasi itu sangat penting terhadap keberhasilan suatu tujuan yang

akan kita capai khususnya bagi para mahasiswa-mahasiswa yang rantau baik

lokal maupun internasional seperti pada mahasiswa Thailand yang tergabung

dalam HIPPI dalam berinteraksi dengan maahasiswa atau masyarakat di

lingkungan barunya yaitu di Jakarta khususnya yang berasal dari berbagai

varian latar belakang yang berbeda. Dalam penelitian ini peneiti akan

menganalisis interaksi mahasiswa yang berasal dari Thailand dengan

mahasiswa, masyarakat di lingkungan barunya yang ada di Jakarta khususnya

dengan tinjauan teori akomodasi komunikasi. Dengan penelitian ini pembaca

atau masyarakat luas diharapkan dapat memahami dan membentuk

komunikasi yang efektif khususnya penyesuaian/ akomodasi terhadap lawan

bicara.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka sebagai bahan persamaan dan perbedaan dalam penelitian

(19)

diantaranya:

2. Siti Asiyah menulis tentang “ POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT

BERAGAMA ( Studi Kasus Antarbudaya Tionghua dengan Muslim Pribumi

di RW 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang ). Persamaan dalam penelitian ini

yaitu sama-sama meneliti tentang komunikasi antarbudaya Tionghua dengan

pribumi hanya saja perbedaan dalam objek penelitian. Dalam tulisan skripsis

Siti ini menyimpulkan bahwa pola komunikasi antara etnis Tionghua dengan

muslim pribumi umumnya terdiri dari pola komunikasi antarpribadi dan

kelompok baik dalam lingkungan keluarga maupun bermasyarakat terutama

ketika mereka saling bertemu di jalan, atau sedang terlibat dalam proses jual

beli.10

3. Raden Dimas Anugrah Dwi Satria menulis tentang “ KOMUNIKASI

ANTARBUDAYA MASYARAKAT ADAT BADUY DALAM DENGAN

MASYARAKAT LUAR BADUY DI BANTEN “. Raden menyimpulkan

bahwa, pola komunikasi yang terjadi antara masyarakat Baduy dalam dan luar

sangatlah baik dan teratur karena mereka betul-betul mentaati peraturan adat

yang telah dibuat orang para lelulur adat mereka.11

4. Ani Belasa Fitri menulis tentang “ Pesan Komunikasi Antarbudaya Seni

Musik Gong Si Bolong Pada Masyarakat Kota Depok. Ani menyimpulkan

10

Siti Asiyah, pola komunikasi antar umat beragama (studi komunikasi antarbudaya tionghua dengan muslim pribumi di RW 04 kelurahan Mekarsari Tangerang), KPI UIN Jakarta, 2013

11

(20)

bahwa, seni musik Gong Si Bolong selalu meninggalkan pesan bermakna,

vesan verbal melalui lagu dan pesan non verbal melalui musik gamelan Gong

Si Bolong. Ani menjelaskan dengan menggunakan teknik pengolahan pesan

dari Cassandra bersifat persuasive dan teori semantik dari Osgood tiga

dimensi.

1. Metodelogi Penelitian

Metodelogi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk

mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodelogi adalah

adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topic penelitian. Metodelogi

dipengaruhi berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan

penelitian, sementara perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangkan penjelasan

atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami bagaimana data dan

menghubungkan data yang rumit dengan pristiwa dan situasi lain.12

1. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Cresswell (1998:

15) mendefenisikan penelitian kualitatif yang kurang bertumpu pada sumber-sumber

informasi, tetapi membawa ide-ide yang sama:

“Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher build a complex, holistic picture, analyzes word, report detailed views of informants and conducts the study in a natural setting”.

12

(21)

rujukan pada naratif yang kompleks yang mengajak pembaca kedalam dimensi jamak

dari sebuah masalahatau isu dan menyajikannya dalam kompleksitasnya.13

Pendekatan kualitatif mengarahkan kepada pemahaman yang lebih luas

tentang makna dan konteks tingkah laku dan proses yang terjadi dalam pola-pola

amatan dari factor-faktor berhubungan. Pendekatan itu juga menelaah bebagai

persepsi yang dimiliki partisipan pada situasi yang sama dan memungkinkan peneliti

menelaah sejarah personal dan factor-faktor yang berkembang.14

Penelitian ini bersifat deskriptif. deskriptif adalah penelitian yang bertujuan

melukiskan atau memaparkan suatu objek, misalnya suatu gejala atau fenomena

sosial berdasarkan teori akomodasi komunikasi. Pada jenis penelitian ini, seorang

peneliti tidak mencari atau menjelaskan hubungan antara variablel, tidak menguji

hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif menghasilkan informasi yang

dapat digunakan untuk mengembangkan teori atau untuk mengidetifikasi pertanyaan

untuk diteliti lebih lanjut. Karena itu metode penelitian deskriptif tidak bertujuan

menguji teori.15

Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih

mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian

tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan

bukti persentasi. Data tersebut mencakup transkip wawancara, catatan lapangan,

13

Ibid., h. 2 14

Julia brannen, memadu metode penelitian,Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2002, hal.117 15

(22)

fotografi, videotape, dokumen pribadi, memo, dan rekaman-rekaman resmi lainnya.

Dalam pencarian mereka untuk pemahaman, peneliti kualitatif tidak mereduksi

halaman demi halaman dari narasi dan dan data lain kedalam symbol-simbol

numerik. Mereka mencoba menganalisis data dengan segala kekayaan sedapat dan

sedekat mungkin dengan bentuk rekaman dan transkipnya.16

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena dengan mengguanakan

metode ini peneliti ingin menemukan dan memahami akomodasi komunikasi yang

dilakukan mahasiswa yang berasal dari Thailand terhadap mahasiswa atau

masyarakat yang ada di Jakarta yang juga berasal dari varian budaya, peneliti ingin

mendeskripsikan hasil-hasil temuan itu dengan menggunakan metode ini. Metode ini

juga digunakan atau dipakai untuk mencapai dan memperoleh suatu cerita, pandangan

yang segar dan cerita mengenai segala sesuatu yang sebagian besar sudah dan dapat

diketahui dan dengan metode ini peneliti mampu untuk memberikan penjelasan suatu

penjelasan secara terperinci tentang fenenomena yang sulit disampaikan dengan

dengan metode kuantitatif.17

2. Teknik Pengumpulan Data

Observasi, wawancara, dokumen pribadi dan resmi, foto, rekaman,

gambar dan percakapan informal semua merupakam sumber data kualitatif.

Sumber yang paling umum digunakan adalah observasi, wawancara dan

dokumen, kadang-kadang dipergunakan secara bersama-sama dan kadang-kadang

16

Emzir, metodelogi penelitian kualitatif analisis data, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta, 2012, cet. Ke-3, hal 3

17

(23)

analisisnya terutama tergantung pada keterampilan integrative dan interpretif dari

peneliti. Interpretasi diperlukan karena data yang dikumpulkan jarang berbentuk

angka dan karena data kaya rincian dan panjang.18

a. Instrument penelitian

1. wawancara

Instrument yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang

merupakan instrument utama dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan

teori yang ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang peneliti ajukan bisa saja berubah

ditengah-tengah wawancara sesuai dengan alur jawaban yang diberikan responden

terkait dengan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan yang penulis buat hanya

sebagai sebuah garis besar atau kisi-kisi bukan menjadi acuan utama dalam

wawancara.Wawancara ini peneliti lakukan secara tidak terstruktur (unstructured

interview), seperti dalam buku sugiono memahami penelitian kualitatif, bahwa

wawancara ini pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam wawancara tidak terstruktur ini peneliti

belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih

banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden dan berdasarkan analisis

18

(24)

terhadap satiap jawaban dari responden tersebut maka peneliti mengajukan berbagai

pertanyaan berikutnya pada suatu tujuan.19

Untuk pemilihan responden sebenarnya semua anggota dari HIPPI berhak

menjadi responden, tetapi karena penelitian ini studi pada sebuah himpunan yang

tergabung dalam sebuah organisasi maka peneliti mengambil responden dari

ketua HIPPI untuk menggali data dari terbentuknya HIPPI kemudian beberapa

orang anggota HIPPI yang menurut peneliti orang-orang tersebut dapat

mengartikulasikan pertanyaan-pertanyaan pada saat wawancara dilakukan, jadi

jumlah informan yang peneliti lakukan sebanyak lima orang.

2. observasi

observasi yang peneliti lakukan yaitu mengamati seluruh gerak kegiatan

mereka dalam berkomunikasi baik sesama yang berasal dari Thailand maupun

dengan teman-teman Indonesia. Observasi ini walaupun peneliti tidak melakukan

observasi partisipan dengan kata lain peneliti tidak tinggal bersama dalam kurun

waktu tertentu seperti yang dilakukan peneliti etnometodelogi lainnya, tetapi

peneliti sedikit menggunakan teknik itu misalnya hadir diacara-acara yang

diselenggarakan oleh HIPPI misalnya menghadiri diskusi, acara-acara perayaan

hari besar islam, berkunjung sesuai dengan kebutuhan apa yang ingin diperoleh

dalam penelitian ini. Dengan sering bergaul dengan mereka peneliti mempunyai

peluang untuk mengamati gerak-gerik mereka dan bagaimana mereka berinteraksi

dengan orang-orang disekitar mereka, termasuk orang-orang Indonesia.

19

(25)

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini dengan mendokumentasika beberapa

kegiatan-kegiatan selama observasi dilakukan juga beberapa kajian dokumen-dokumen

yang peneliti peroleh dari HIPPI, dokumen yang berkaitan dengan judul yang

akan peneliti bahas dalam penelitian ini yang peneliti

3. Teknik Analisi Data

Setelah memperoleh data dari hasil wawancara, observasi dan

dokumentasi kemudian peneliti sesuai dengan pendekatan kualitatif yang

kemudian diuraikan secara deskriptif secara structural dan gabungan

kemudian dianalisis serta dilakukan interpretasi. Peneliti tidak akan

menganalis berdasarkan angka-angka tetapi lebih kepada bentuk narasi,

deskripsi dan cerita.

4. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan serta teraturnya penulisan skripsi ini maka peneliti

membuat sistematika penulisan dengan memberi gambaran yang jelas serta lebih

terararh mengenai pokok permasalahan yang dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka

peneliti mengelompokkan dalam lima bab pembahasan :

(26)

pustaka, metodelogi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, dalam bab ini mencakup teori-teori yang relevan digunakan dalam penulisan skripsi untuk menganalisa dan merancang sistem

yang diperoleh dari berbagai hasil wawancara mendalam. Yang menjadi landasan

penulisan skripsi ini diantaranya mengenai pengertian dari teori akomodasi

komunikasi, interaksi dan komunikasi antarbudaya.

BAB III GAMBARAN UMUM Himpunan Pelajar Patani Di Indonesia (HIPPI) dan Sekilas Profil Patani

Dalam bab ini berupa gambaran umum tentang HIPPI dari mulai sejarah

terbentuknya, struktur organisasinya, visi dan misi dan nilai-nilai budaya di Thailand

khususnya daerah Patani serta sekilas dari sejarah kerajaan Patani.

BAB IV ANALISIS dan INTERPRETASI, dalam bab ini akan membahas dari hasil-hasil temuan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, wawancara dan

observasi peneliti yang kemudian akan di kombinasikan sesuai dengan teori yang ada

dan kemudian akan dilakukan interpretasi terkait pembahasan penelitian.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Akomodasi (Accommodation Theory)

Teori ini merupakan salah satu teori tentang prilaku komunikasi yang sangat

berpengaruh. Teori ini dirumuskan oleh Howard Giles dan para koleganya, teori

akomodasi menjelaskan bagaimana dan kenapa kita menyesuaikan prilaku

komunikasi kita terhadap tindakan orang lain.20 Richard dan Turner mendefenisikan

bahwa Akomodasi (accommodation) sebagai kemampuan untuk menyesuaikan,

memodifikasi atau mengatur prilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain.

Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Seseorang cenderung memiliki

naskah kognitif internal yang digunakan ketika berbicara dengan orang lain.21

Dalam ilmu sosiologi, istilah “akomodasi” digunakan dalam dua arti, yaitu

menunjuk pada suatu keadaan dan menunjuk pada suatu proses. Sebagai suatu

keadaan, akomodasi mengacu pada terjadinya suatu keseimbangan (equilibrium)

dalam interaksi antar orang-perorang atau kelompok-kelompok manusia dalam

kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam

masyarakat. Sedangkan sebagai suatu proses, akomodasi berarti tindakan aktif yang

20

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009, hal. 222

21

(28)

dilakukan untuk menerima kepentingan yang berbeda dalam rangka meredakan suatu

pertentangan yang terjadi.22

Para sosiolog menggunakan istilah “akomodasi” sebagai suatu pengertian

untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama

artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation). Istilah “adaptasi” diadopsi dari

istilah dalam ilmu biologi, yang berarti suatu proses ketika mahkluk hidup selalu

menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Dalam konteks sosial, adaptasi dipahami

sebagai suatu proses ketika penyesuaian diri dapat dilakukan oleh individu atau

kelompok-kelompok yang mula-mula saling bertentangan, dengan cara menyesuaikan

diri dengan kepentingan yang berbeda dalam situasi tertentu.23

Alo menyatakan bahwa Komunikasi antarbudaya mengharuskan setiap

pelakunya berusaha mendapatkan, mempertahankan dan mengembangkan

aspek-aspek kognitif bersama. Seseorang harus mengetahui keberadaan budaya yang

menjadi latarbelakang kehidupannya, seseorang itupun harus berusaha untuk

mendapatkan dan memahami latar belakang budaya orang lain. Pengetahuan itu

diperoleh dari informasi tentang kebudayaan orang lain, pengalaman pergaulan yang

terus-menerus sehingga pengalaman itu dapat memengaruhi persepsi sikap

sesesorang terhadap orang lain .24

Menurut Giles Nikolas Coupland dan Justine Coupland (1991)

mendefenisikan konvergensi (convergence) sebagai “strategi dimana individu

22

Nurani Soyomukti, pangantar sosiologi, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2010, hal. 343 23

Ibid., hal. 343 24

(29)

terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata dan prilaku verbal dan

nonverbal lainnya. Konvergensi merupakan proses yang selektif, seseorang tidak

selalu memilih untuk menggunakan strategi konvergen dengan orang lain. Ketika

orang melakukan konvergensi, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai

tuturan atau prilaku orang lain.25

Dalam buku Richard, Giles menyebutkan bahwa Akomodasi adalah proses

yang opsional dimana dua komunikator memutuskan apakah untuk mengakomodasi,

salah satu, atau tidak keduanya. Giles percaya bahwa pembicara terkadang

menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal diantara diri mereka sendiri dan orang

lain. Ia menyebut hal ini divergensi (divergence). Divergensi sangat berbeda dengan

konvergensi dalam hal bahwa ini merupakan proses disosiasi. Alih-alih menunjukkan

bagaimana dua pembicara mirip dalam hal kecepatan bicara, tindak-tanduk atau

postur, divergensi adalah ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan

antara para pembicara. Dengan kata lain, dua orang berbicara dengan Satu sama lain

tanpa adanya kekhawatiran mengenai mengakomodasi satu sama lain.26

Morisson mengutarakan bahwa akomodasi baik pada konvergensi maupun

divergensi dapat terjadi pada semua prilaku komunikasi melalui percakapan termasuk

kesamaan atau perbedaan dalam hal intonasi suara, kecepatan, aksen, volume suara,

kata-kata, tata bahasa, gerak tubuh dan lain-lain. Konvergensi dan divergensi dapat

25

West, Richard dan H. Turner Lynn., (Penerjemah: Maria Natalia dan Damayanti Maer), Pengantar Teori Komunikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), hal. 222

26

(30)

bersifat mutual, kedua pembicara menjadi sama-sama menyatu atau sama-sama

menjauh atau bersifat nonmutual, salah seorang pembicara menyatu dan pembicara

lainnya menjauh. Konvergensi dapat juga bersifat “sebagian” (partial)atau “lengkap”

(complete).27

Morisson juga menambahkan bahwa konvergensi adakalanya disukai dan

mendapatkan apresiasi atau sebaliknya tidak disukai. Orang cenderung memberikan

respon positif kepada orang lain yang berupaya mengikuti atau meniru gaya bicara

atau pilihan kata-katanya, tetapi orang tidak menyukai terlalu banyak konvergensi,

khususnya jika hal itu tidak disukai atau tidak pantas. Dalam hal ini, seseorang yang

tidak meniru gaya bicara lawan bicaranya tetapi meniru hal lain yang dianggap sama

dengan lawan bicara (stereotype) dapat menimbulkan masalah.28

A. Asumsi- Asumsi Teori Akomodasi Komunikasi

Richard dan Turner mengidentifikasikan beberapa asumsi yang mengatakan

bahwa akomodasi dipengaruhi oleh beberapa keadaan personal, situasional dan

budaya, diantaranya:29

Asumsi pertama,. Banyak prinsip Teori Akomodasi Komunikasi berpijak

pada keyakinan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara para komunikator

dalam sebuah percakapan. Pengalaman- Persamaan dan perbedaan berbicara dan

perilaku terdapat di dalam semua percakapan pengalaman dan latar belakang yang

27

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Jakarta, Prenada Media Group, 2013, cet-1, hal. 211

28

Ibid., hal. 212

29

(31)

lain. Semakin mirip sikap dan keyakinan kita dengan orang lain, makin kita tertarik

kepada dan mengakomodasi orang lain tersebut.

Asumsi kedua, cara kita memersepsikan tuturan dan prilaku orang lain akan

menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan. Asumsi ini terletak

baik pada persepsi maupun evaluasi. Akomodasi Komunikasi adalah teori yang

mementingkan bagaimana orang memersepsikan dan mengevaluasi apa yang terjadi

di dalam sebuah percakapan. Persepsi adalah proses memerhatikan dan

menginterpretasikan pesan, sedangkan evaluasi merupakan proses menilai

percakapan. Orang pertama-tama memersepsikan apa yang terjadi di dalam

percakapan (misalnya, kemampuan berbicara orang satunya) sebelum mereka

memutuskan bagaimana mereka akan berperilaku dalam percakapan.

Asumsi yang ketiga, berkaitan dengan dampak yang memiliki bahasa tehadap

orang lain. Secara khusus, bahasa memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan

status dan keanggotaan kelompok diantara para komunikator dalam sebuah

percakapan. Pikirkan apa yang terjadi ketika dua orang yang berbicara dalam bahasa

yang berbeda berusaha untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Bahasa yang

digunakan dalam percakapan, karenanya, akan cenderung merefleksikan individu

dengan status sosial yang lebih tinggi. Selain itu, keanggotaan kelompok menjadi hal

yang penting karena sebagaimana dapat ditarik dari kutipan ini terdapat keinginan

untuk menjadi bagian dari kelompok yang “dominan”.30

30

(32)

Terakhir asumsi keempat, berfokus pada norma dan isu mengenai kepantasan

sosial. Kita telah melihat bahwa akomodasi dapat bervariasi dalam kepantasan sosial.

Tentu saja terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas.

B. Tahap Adaptasi Budaya

Ada banyak usaha telah dilakukan untuk mengurai dan menggambar tahapan

adaptasi budaya. Sejumlah tulisan menunjukkan bahwa umumnya ada empat

adaptasi:

1. Tahap 1 adalah priode “bulan madu”, saat mana individu menyesuaikan diri

dengan budaya baru yang menyenangkan karena penuh dengan orang-orang

baru, serta lingkungan dan situasi baru.

2. Tahap 2 adalah masa dimana daya tarik dan kebaruan sering berubah menjadi

frustasi, cemas, dan bahkan permusuhan, karena kenyataan hidup

dilingkungan atau keadaan yang asing menjadi lebih terlihat.

3. Tahap 3 menandai dimulanya proses penyesuaian kembali, karena

masing-masing mulai mengembangkan cara-cara mengatasi frustasi mereka dan

menghadapi tantangan situasi baru.

4. Tahap 4, penyesuaian kembali berlanjut. Selama periode ini mungkin akan

muncul beberapa macam hasil. Petama, banyak orang memperoleh kembali

level keseimbangan dan kenyamanan, mengembangkan hubungan yang penuh

makna dan sebuah penghargaan baru bagi budaya baru. Kedua, ada orang

yang tidak bisa sepenuhnya menerima budaya baru, tetapi ia bisa menemukan

(33)

secara subtansial disertai dengan ketegangan.

C. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri31

Bentuk-bentuk penyesuaian diri itu bisa diklasifikasikan dalam dua kelompok,

yaitu, (a) yang adptive dan (b) yang adjustive.

a. Yang adaptive

Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi.

Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan

dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan.

Misalnya berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu yang

panas atau dirasakan terlalu panas.

b. Yang adjustive

Bentuk penyesuaian yang lain, yang tersangkut kehidupan psikis kita,

biasanya disebut sebagai bentuk penyesuaian yang adjustive. Karena tersangkutnya

kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustive ini, dengan sendirinya

penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui ,

tingkah laku manusia sebagian besar dilatarbelakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali

tingkah laku tertentu dalam bentuk-bentuk gerakan yang sudah menjadi kebiasaan

atau gerakan-gerakan refleks. Maka penyesuian ini adalah penyesuaian diri tingkah

laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau

norma-norma. Singkatnya penyesuaian terhadap norma-norma.

31

(34)

D. PENGERTIAN KOMUNIKASI

Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari

bahasa latin communicatio dan perkataan ini bersumber pada kata communis yang

artinya sama dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi

komunikasi berlangsung antara orang-orang yang terlibat kesamaan makna mengenai

suatu hal yang dikomunikasikan. Secara terminologis komunikasi berarti proses

penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

Secara paradigmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu, ada yang

dilakukan secara lisan, secara tatap muka atau melalui media massa baik cetak

maupun elektronik. Jadi komunikasi secara paradigmatic bersifat intensional

(intentional), mengandung tujuan, karena itu harus dilakukan dengan perencanaan.32

Selain itu penulis akan mengemukakan beberapa defenisi komunikasi yang

dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi yang ditulis dalam buku Deddy

Mulyana :33

Bernard Barelson dan Gary A. Steiner mendefenisikan bahwa komunikasi

adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan

menggunakan symbol-simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik dan sebagainya.

Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

32

Onong Uchjana Effendy, dinamika komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008, cet-7, hal. 3

33

(35)

dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang

diskriminatif dari sumber kepada penerima.

Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi adalah proses yang

memungkinkan seseorang (komunikastor) menyampaikan rangsangan (biasanya

lambing-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikate).

Gerald R. Miller mengungkapkan komunikasi terjadi ketika suatu sumber

menyampainkan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk

mempengaruhu prilaku penerima.

1. Prinsip-Prinsip Komunikasi34

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang

bertindihan satu sama lain daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman

(field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal

tertentu, misalnya bahasa atau symbol.

Gambar 1 : prinsip dasar komunikasi

Dari gambar diatas kita dapat menarik tiga prinsip dasar komunikasi :

34

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikas, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2005, cet-6, hal. 20

(36)

1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang

sama antar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing

similar of experiences).

2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi

lingkaran A atau B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, maka

makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena

(efektif).

3. Tetapi kalau tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua

lingkaran, atau cebderung mengisolasi lingkaran masing-masin, maka

komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal

dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.

2. Unsur-Unsur Komunikasi 35

lingkungan

Gambar 2

Sumber (source)

Semua pristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau

pengirim informasi. Dalam komunkasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu

35

Ibid, hal. 24

Umpan balik

sumber media Penerima

efek

(37)

lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau dalam bahasa

inggrisnya disebut soure, sender, encoder.

Pesan (message)

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang

disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap

muka atau melalui media komunikasi. isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan,

informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa inggrisa biasanya pesan

diterjemahkan dengan kata message, content atau information.

Media

Ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada

penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang

menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi

antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi.

Penerima

Adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.

Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau

Negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai istilah seperti khalayak, sasaran,

komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver.

(38)

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan,

dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini

bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu

pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan,

sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima pesan.

Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu

bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan

balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pada penerima. Misalnya pada sebuah

konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan

untuk menyampaikan pesan mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Hal-hal

seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah factor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi

jalannya komunikasi. factor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni

lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi

waktu.

E. PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Budaya sering dianggap sebagai konsep inti dalam komunikasi antarbudaya.

salah satu karakteristik budaya adalah bahwa kita mungkin tidak berpikir tentang hal

(39)

belakang budaya kita sendiri dan asumsi sampai kita menemukan orang-orang dari

budaya lain, yang memberi kita kerangka acuan.36

Kata “ kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk

jamak dari buddhi “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan :

“hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.37

Seorang antropolog E.B Tylor (1871) pernah mencoba memberikan defenisi

mengenai kebudayaan berikut terjemahannya :38

“ Kebudyaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta

kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarkat”.

Dari sudut pandang komunikasi, budaya dapat didefenisikan sebagai

kombinasi yang kompleks dari symbol-simbol umum, pengetahuan, cerita rakyat,

adat, bahasa, pola pengolahan informasi, ritual, kebiasaan dan pola prilaku lain yang

berkaitan dan memberi identitas bersama kepada sebuah kelompok orang tertentu

pada satu titik waktu tertentu.39

a. KARAKTERISTIK BUDAYA40

1. Budaya itu kompleks dan bersegi banyak

36

Judith & Thomas, intercultural communication, New York, McGraw-Hill, 2005, edisi 2, hal. 27 37

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1990, cet-8, hal. 182 38

Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, cet.27, hal. 188

39

Brent D. Ruben & Lea P. Stewart, Komunikasi dan Prilaku Manusia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013, hal. 358

40

(40)

kompleksitas budaya adalah sesuatu yang paling tampak dan potensial

bermasalah dalm berkomunikasi pada level masyarakat. Di sini perbedaan bahasa

sering melibatkan isu-isu mendasar seperti kebiasaan sosial, kehidupan keluarga,

pakaian, kebiasaan, makan, struktur kelas, orientasi politik, agama, adat-istiadat,

filosofi ekonomi, kepercayaan dan system nilai.

Unsur-unsur budaya tertentu tersebut tidak berada dalam isolasi, tapi ia saling

memengaruhi dengan cara-cara yang halus. Sebagai contoh, nilai dari budaya suatu

masyarakat mempunyai dampak kepada ekonomi dan sebaliknya, serta sekaligus

memengaruhi dan dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat, agam dan kehidupan

keluarga.

2. Budaya konteks tinggi dan konteks rendah

Ahli komunikasi dan kebudayaan Edward Hall, mendefenisikan konteks

sebagai “ informasi yang mengelilingi sebuah pristiwa; ia , secara tidak dapat

dipisahkan menyatu dengan makna pristiwa. Edward Hall menunjukkan bahwa

budaya-budaya dunia dan praktik komunikasi individu di dalam budaya merentang

dari konteks tinggi ke konteks rendah.

Konteks tinggi (high contex/HC) pesan adalah ketika sebagian besar informasi

berada dalam diri seseorang, sementara sangat sedikit informasi yang dikodekan,

eksplisit, dan dikirimkan. Konteks rendah (low context/ LC) adalah kebalikannya,

yaitu kebanyakan informasi bersifat pribadi dengan kode yang di eksplisitkan.

3. Budaya itu tidak terlihat

Sebagian besar karakteristik budaya yang menyelubungi hubungan,

(41)

pengaruhnya sangatlahhalus dan meresap serta sering tidak terperhatikan.

4. Budaya itu subjektif

Karena kita tumbuh dengan dan menggunakan budaya kita secara apa adanya,

kita amat tidak menyadari sifat subjektifnya. Bagi orang yang ada didalamnya,

aspek-aspek budayanya adalah rasional dan sangat bisa dimengerti, namun tidaklah

demikian bagi “orang luar”.

5. Budaya berubah sepanjang waktu

Budaya dan subbudaya tidak hidup dalam ruang hampa. Kita membawa serta

pengaruh budaya pada saat kita berpartisipasi dalam sejumlah hubungan, kelompok

atau organisasi. Sat kita sebagai individu berubah , kita menyiapkan dorongan bagi

perubahan budaya di mana kita menjadi bagiannya. Dalam pengertian seperti ini,

masing-masing kita adalah agen perubahan budaya.

F. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

Alo mengutip dari Andrea dan Dennis dalam buku Larry dan Porter,

komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda

kebudayaan, misalnya antar suku, bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial. Dan

komunikasi komunikasi antarbudya terjadi diantara produser pesan dan penerima

pesan yang latar kebudayaannya berbeda.

Dibawah ini Alo menerangkan model komunikasi antarbudaya, gambar

dibawah ini menunjukkan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latarbelakang

kebudayaan karena itu memiliki pula perbedaan kepribadian dan persepsi mereka

(42)

komunikasi antarbudaya karena dua pihak menerima perbedaan diantara mereka

sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat

menjadi motivasi bagi strategi komunikasi yang bersifar akomodatif. Strategi tersebut

juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru “C” yang secara

psikologis menyenangkan kedua orang itu. Hasilnya adalah komunikasi yang bersifat

adaptif yakni A dan B saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hal. 10 42

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, LKiS, 2003, hal. 32

(43)

itu mereka ada dalam proses negosiasi awal sebuah hubungan baru beserta

budayanya. Sejak momen pertama keduanya melakukakan kontak, mereka memulai

proses komunikasi antarbudaya, saling mengekpolrasi, negosiasi dan akomodasi.

Dalam sejenak ketika kita mulai memerhatikan seseorang kita belum tahu apakah kita

memiliki kesamaan tingkat pengetahuan, latarbelakang, orientasi waktu, filsafat

politik, pola gerak isyarat, bentuk salam, orientasi keagamaan atau bahkan

kemampuan bahasa yang sama. Dan kita tidak tahu apakah kita memiliki kesamaan

pengalaman dalam hubungan dalam kelompok atau organisasi sebelumnya.43

Mereka juga menambahkan bahwa begitu kita berinteraksi, kita

menggunakan komunikasi untuk mengurangi ketidakpastian kita tentang situasi dan

orang-orang yang terlibat. Kita saling bicara dan mendengar satu sama lain, kita

mempelajari penampilan, pakaian, perhiasan postur dan cara berjalan. Secara

bertahap kita mulai memperoleh informasi yang membantu kita untuk menentukan

apa yang kita miliki bersama dan di mana kita berbeda. Sejalan dengan proses yang

berlanjut, pangkalan informasi bersama kita terus tumbuh meluas yang

memungkinkan kita menjadi bagian daripadanya.

1. Identitas Budaya

Menurut Alo Liliweri, Secara etimologis kata identitas berasal dari kata

identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu

43

(44)

keadaan yang mirip satu sama lain, (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama

diantara dua orang atau dua benda, (3)kondisi atau fakta yang menggambarkan

sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau dua

benda, (4) pada tataran teknis, pengertian etimologis diatas hanya sekedar

menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata

“identik”.44

Alo menambahkan bahwa indentitas pada tataran hubungan antar manusia

akan mengantar seseorang untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual, yakni

tentang bagaimana meletakkan seseorang kedalam tempat orang lain (komunikasi

yang empatik), atau sekurang-kurangnya meletakkan atau berbagi (to share) pikiran,

perasaan, masalah dan rasa simpatik (empati) dalam sebuah proses komunikasi

(antarbudaya) dan pada tataran inilah identitas harus dipahami sebagai cara

mengidentifikasi (melalui pemahaman terhadap identitas) atau merinci sesuatu yang

dilihat, didengar, diketahui, atau yang digambarkan, termasuk mengidentifikasi

sebuah specimen biologis (merinci ciri atau atau karakter fisik) bahkan

mengidentifikasi seseorang dengan madzhab yang mempengaruhi, merinci

aspek-aspek psikologis.45

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah

mekanisme. Identitas dibentuk ketika seseorang secara sosial berinteraksi dengan

orang lain dalam kehidupan. Seseorang akan mendapatkan pandangan serta reaksi

orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya memperlihatkan rasa identitas

44

Ibid., hal.68 45

(45)

subjective dimension (perasaan diri pribadi seseorang), dan ascribed dimension (apa

yang orang lain katakan tentang diri orang tersebut). Dengan kata lain rasa identitas

seseorang terdiri dari makna-makna yang dipelajari dan yang orang tersebut

dapatkan, makna-makna tersebut diproyeksi kepada orang lain kapanpun orang

tersebut berkomunikasi, suatu proses yang menciptakan diri seseorang yang

digambarkan.46

Cohen dan Horowitz dalam Deddy Mulyana menyatakan pada dasarnya

identitas etnik (budaya) muncul bila dua orang atau lebih kelompok etnik

berhubungan. Horowitz menambahkan sering perubahan etnik merupakan akibat dari

modifikasi prilaku kelompok dan modifikasi untuk mempersempit atau memperlebar

batasan-batasan etnik. Dalam proses adaptasi timbal balik, identitas yang menandai

masing-masing kelompok mungkin berubah, namun yang terjadi pada

kelompok-kelompok monoritas sebagai akobat memasuki masyarakat pribumi.47 Etnisitas atau

identitas etnis berasal dari warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan prilaku, asal

daerah, dan bahasa yang sama.48

2. Gegar Budaya

Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan

dengan pekerjaan atau jabatan yang diserita orang-orang yang secara tiba-tiba

46

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teorik Komunikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009, hal.131

47

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, 2009, hal. 158

48

(46)

berpindah atau dipindahkan keluar negeri. Sebagai mana penyakit lainnya, gegar

budaya juga mempunyai gejala-gejala dan pengobatannya tersendiri.

Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan

tanda-tanda dan lambing-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut

meliputi seribu satu cara yang kita lakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam

menghadapi situasi sehari-sehari, kapan berjabatan tangan dan apa yang harus kita

lakukan bila bertemu dengan orang, kapan dan bagaimana memberikan tip,

bagaimana berbelanja, kapan menerima dan kapan menolak undangan, kapan

membuat pernyataan-pernyataan dengan sungguh-sungguh dan kapan sebaliknya.

Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk kata-kata, isyarat-isyarat, ekspresi

wajah, kebiasaan-kebiasaan, dan norma-norma kita peroleh sepanjang perjalanan

hidup sejak kecil.

Alo mengungkapkan 3 sasaran komunikasi yang selalu dikehendaki dalam

proses komunikasi antarbudaya.49

1. Salah satu tujuan dalam hidup bersama adalah berkomunikasi sehingga

diantara kita saling mendukung demi pencapaian tugas-tugas yang

dikehendaki bersama, keberhasilan dalam tugas dapat didukung oleh

komunikasi antarbudaya yang dilakukan secara terbuka, berfikir positif, saling

mendukung, bersikap empati.

2. Meningkatkan hubungan antarpribadi dalam suasana antarbudaya. Manfaat

aspek relasi adalah bagaimana orang lain berkomunikasi dengan seseorang,

49

(47)

Memahami dan mengerti tentang kesejawatan, kesetiakawanan merupakan

dua factor yang penting dalam hubungan atau relasi antarpribadi.

3. Terciptanya penyesuaian antarpribadi. Komunikasi antarbudaya sering

bergaul dengan frekuensi ynag tinggi maka prasangka-prasangka budaya yang

sebelumnya telah terbentuk perlahan-lahan berkurang, jadi antara komunikan

dan komunikator memulai suatu proses hidup bersama misalnya

menyesuaikan diri antarbudaya, makin terbuka dengan sesama.

Brent dan Lea menjelaskan bahwa kejutan budaya (culture-shock) yaitu

perasaan tanpa pertolongan, tersisihkan, meyalahkan orang lain, sakit hati dan

ingin pulang kerumah. Awalnya kejutan budaya dipahami sebagai sebuah

penyakit yaitu sebuah penyakit yang diderita seseorang yang sering dipindahkan

secara tiba dari sati tempat terjadinya suatu pristiwa ke tempat lain.

Keterjangkitan oleh penyakit ini ditandai oleh bermacam gejala termasuk frustasi,

marah, cemas, perasaan tanpa pertolongan, kesepian yang berlebihan, terlalu

ketakutan dirampok, ditipu atau menyantap makanan berbahaya.50

G. Problem Potensial Dalam Pola Komunikasi Antarbudaya

Komunikator dan komunikan secara bergantian dan terus-menerus dalam

komunikasi, maka masalah terletak pada kedua belah pihak. Mencoba untuk mencari

50

(48)

pihak mana yang bersalah dapat merupakan masalah komunikasi tersendiri.

Komunikator dan komunikan berupaya untuk mengurangi problem potensial yang

dijelaskan oleh Samovar dan memahami solusi atau factor pendukung yang

ditawarkannya sebagai berikut:

1. Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi

Setiap individu memiliki alasan dan motivasi yang berbeda-beda dalam

berkomunikasi. Perbedaan tujuan ini dapat menimbulkan masalah yang tidak

dianggap enteng begitu saja, karena kadang-kadang menyangkut haga diri suatu

kebudayaan, conoh dalam konteks politik individu atau kelompok dengan sengaja

melakukan propaganda.

2. Etnosentrisme

Etnosentrisme adalah suatu perasaan superior atau keunggulan dari suatu

kelompok orang yang menganggap kelompok lain lebih inferior dan kurang unggul.

Apabila perasaan ini muncul maka sangat berpengaruh terhadap komunikasi

antarbudaya.51

Karakteristik etnosentrisme :52

1. Tingkat Etnosentrism

Etnosentrisme dapat dilihat dalam 3 tingkatan : positif, negatif, dan sangat

negatif. Petama positif, merupakan kepercayan bahwa, paling tidak bagi

51

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hal. 266

52

(49)

seseorang berasal dari budaya aslinya. Tingkat negatif, seseorang

mengeavluasi secara sebagian. Seseorang percaya bahwa budayanya

merupakan pusat dari segalanya dan budaya lain harus dinilai dan diukur

berdasarkan standar budayanya. Terakhir dalam tingkat sangat negatif, bagi

seseorang tidak cukup hanya menganggap budayanya sebagai yang paling

benar dan bermanfaat, dia juga menganggap budayanya sebagai yang paling

berkuasa dan dia percaya bahwa nilai dan kepercayaannya harus diadopsi oleh

orang lain.

1. Etnosentrisme itu universal

Antropolog setuju bahwa kebayakan orang merupakan etnosentrisme dan

bahwa kadang sifat etnosentrisme penting untuk mengeratkan hubungan dalam suatu

masyarakat. Seperti budaya, etnosentrisme juga biasanya dipelajari secara tidak sadar.

2. Etnosentrisme memengaruhi identitas budaya

Alasan lain mengapa etnosentrisme begitu mendarah daging adalah

etnosentris memeberikan identitas dan perasaan memiliki kepada anggotanya. Seperti

yang dituliskna Rusen, “keanggotaan dalam dalam suatu kelompok, suatu Negara

atau peradaban memberikan rasa penghargaan diri, membuat masyarakat bangga akan

prestasi bangsanya”. Prilaku yang diartikan pendapat ini dalam etnosentrisme

dituliskan oleh Scarborough: “orang-orang bangga akan budaya mereka, mereka

(50)

kesulitan memahami mengapa orang lain tidak berprilaku seperti mereka jika mereka

dapat.

3. Tidak adanya kepercayaan

Komunikasi antarbudaya merupakan sebuah pristiwa pertukaran informasi

yang peka terhadap kemungkinan terdapatnya ketidakpercayaan antara pihak-pihak

yang terlibat. Orang umumnya segan untuk mengambil resiko berhubungan dengan

orang asing. dalam hal ini perbedaan-perbedaan biasanya dilihat secara berlebihan.

Misalnya ketidakpercayaan ini terdapat dalam situasi-situasi yang melibatkan

orang-orang dari ras, status sosial, generasi, dan suku bangsa yang berbeda. Misalnya

pengurus pengajian tidak akan mengundang penceramah yang tidak dikenal dan

mereka tidak mengetahui latar belakangnya.

4. Penarikan diri

Komunikasi tidak akan terjadi bila salah satu pihak secara psikologis

menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi. Ada dugaan bahwa dengan

macam-macam perkembangan saat ini antara lain, meningkatkan urbanisasi, perasaan

orang untuk menarik diri, apatis dan aliensi semakin banyak pula. Banyak contoh,

pada tingkat internasional maupun nasional, yang menunjukkan penarikan diri dari

saling pertukaran antarbudaya. Sejarah penuh dengan pristiwa-pristiwa tentang

penarikan diri dari wakil-wakil suatu Negara dari konfrensi internasional, putusnya

hubungan antar Negara dan lain-lain.

(51)

mengembangkan empati tidaklah mudah. Yang terpenting ada kemauan dari kedua

belah pihak.

Empati ialah kemampuan untuk merasakan seperti orang lain atau untuk

menempatkan diri pada diri orang lain. Untuk berkomunikasi secara efektif dengan

orang lain, kita mampu menciptakan gambaran-gambaran yang memungkinkan

pendalaman tentang perasaan dan karakteristiknya. Dengan cara turut mengalami

keadaan internalnya, kita dapat mengenalnya, meramalkan reaksinya dan

mengantisipasi kebutuhannya.

6. Stereotip

Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi

terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe

merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk

menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan

keputusan secara cepat. Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga

negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan

diskriminatif.53

Psikolog Abbate, Boca, dan Bocchiaro dalam Larry dan Edwin memberikan

pengertian yang lebih formal “streotip merupakan susunan kognitif yang

mengandung pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai

53

(52)

kelompok sosial manusia”. Larry dan Edwin mengungkapan alasan mengapa streotip

itu begitu mudah menyebar adalah karena manusia memiliki kebutuhan psikologis

untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal. Dunia dimana kita tinggal

ini terlalu luas, terlalu kompleks dan dinamis untuk diketahui secara detail. Jadi

seseorang ingin mengelompokkan dan mengotak-ngotakkanya. Tetapi masalahnya

bukan pada pengelompokan atau pengotakan tersebut, namun pada overgeneralisasi

dan penilaian negative (tindakan atau perasaan) terhadap anggota kelompok

tersebut.54

7. Kekuasaan

Ada dua prinsip yang melandasi pengertian kekuasaan, yaitu bahwa:

1. Dalam setiap hubungan komunikasi terhadap kekuasaan dalam derajat

tertentu.

2. Yang merupakan sumber masalah komunikasi bukanlah kekuasaan itu sendiri,

melainkan penyalahgunaan dari kekuasaan. Oleh sebab itu pemahaman

tentang kekuasaan dan dampaknya terhadap komunikasi merupakan bagian

penting dalam pemahaman antarbudaya.

54

Gambar

gambar dan percakapan informal semua merupakam sumber data kualitatif.
GAMBARAN UMUM HIMPUNAN PELAJAR PATANI DI
Gambar lambang HIPPI
Gambar simbol wilayah Patani
+3

Referensi

Dokumen terkait

• Suatu diagram untuk menggambarkan aliran suatu lay out dengan menggunakan alat berupa tali, kawat atau benang untuk menunjukan lintasan perpindahan bahan dari satu lokasi ke

[r]

Hasil menunjukkan semakin tinggi temperatur reaksi, rasio volume reaktan, dan konsentrasi katalis, semakin tinggi perolehan asam laktat esterifikasi dan hidrolisis

Hasil pengujian sistem kerja aplikasi reguler dapat dikatakan bahwa fungsi dari setiap komponen yang ada pada tampilan reguler dapat berjalan dengan baik dan hasil perhitungan yang

Memiliki self-efficacy yang baik akan membantu mahasiswa rantau untuk dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik dengan lingkungan baru, seperti dalam penelitian yang

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah leverage, intensitas modal, dan koneksi politik sebagai variabel independen dan penghindaran pajak

Tavaszi árpát várhatóan a múlt évinél kicsit nagyobb területen, 540 ezer hektáron vet- nek az országban, ami 6,3 tonna/hektár (+3 százalék) termésátlag mellett 3,4

(Foto oleh: World Agroforestry Centre/James M.. yang berlangsung Juni dan Juli 2014 lalu ini berkaitan dengan mata pelajaran bisnis yang saya ambil di sekolah saya, Academic